PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ingkar as-sunnah
Ingkar as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap
sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka
membuat tetodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal ini
mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun
keseluruhannya.
Penyebutan ingkar as-sunnah tidak semata-mata berarti
penolakan total terhadap sunnah. Penolakan terhadap sebagian
sunnah
pun
termasuk
dalam
kategori
ingkar
as-sunnah,
Artinya:
dan
mereka
tidak
mempunyai
sesuatu
disebutkan oleh Imam Syafii sebagai pengingkar sunnah juga tinggal di Bashrah.
Karena itu, pada masa itu, tampaknya di irak terdapat faktor-faktor yang
menunjang timbulnya paham ingkar as-sunnah.
Dan itulah gejala-gejala ingkar as-sunnah yang muncul dikalangan para
sahabat. Sementara menjelang akhir abad kedua Hijriah muncul pula kelompok
yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber syarian Islam, di samping ada
pula yang menolak sunnah yang bukan mutawatir saja.
2.2.1.1 Khawarij dan Sunnah
Dari sudut kebahasaan, kata khawarij merupakan bentuk jamak dari kata
kharij yang berarti sesuatu yang keluar. Sementara menurut pengertian
terminologis khawarij adalah kelompok atau golongan yang pertama keluar dan
tidak loyal terhadap pimpinan yang sah. Dan yang dimaksud dengan khawarij
disini adalah golongan tertentu yang memisahkan diri dari kepemimpinan Ali bin
Abi Thalib r.a. Ada sumber yang mengatakan bahwa hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh para sahabat sebelum terjadinya fitnah yang mengakibatkan
terjadinya perang saudara. Yaitu perang jamal (antara sahabat Ali r.a dengan
Aisyah) dan perang Siffin ( antara sahabat Ali r.a dengan Muawiyah r.a). Dengan
alasan bahwa seelum kejadian tersebut para sahabat dinilai sebagai orang-orang
yang adil (muslim yang sudah akil-baligh, tidak suka berbuat maksiat, dan selalu
menjaga martabatnya). Namun, sesudah kejadian fitnah tersebut, kelompok
khawarij menilai mayoritas sahabat Nabi SAW sudah keluar dari islam.
Akibatnya, hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat setelah kejadian
tersebut mereka tolak. Seluruh kitab-kitab tulisan orang-orang khawarij sudah
punah seiring dengan punahnya mazhab khawarij ini, kecuali kelompok Ibadhiyah
yang masih termasuk golongn khawarij. Dari sumber (kitab-kitab) yang ditulis
oleh golongan ini ditemukan Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh atau
berasal dari Ali, Usman, Aisyah, Abu Hurairah, Anas bin Malik, dan lainnya. Oleh
karena itu, pendapat yang menyatakan bahwa seluruh golongan khawarij menolak
Hadits yang diriwayatkan oleh Shahabat Nabi SAW, baik sebelum maupun
sesudah peristiwa tahkim adalah tidak benar.
2.2.1.2 Syiah dan Sunnah
Kata syiah berarti para pengikut atau para pendukung. Sementara
menurut istilah, syiah adalah golongan yang menganggap Ali bin Abi Thalib lebih
4
utama daripada khalifah yang sebelumnya, dan berpendapat bahwa al-bhait lebih
berhak menjadi khalifah daripada yang lain. Golongan syiah terdiri dari berbagai
kelompok dan tiap kelompok menilai kelompok yang lain sudah keluar dari islam.
Sementara kelompok yang masih eksis hingga sekarang adalah kelompok Itsna
asyariyah. Kelompok ini menerima hadits nabawi sebagai salah satu syariat
islam. Hanya saja ada perbedaan nmendasar antara kelompok syiah ini dengan
golongan ahl sunnah (golongan mayoritas umat islam), yaitu dalam hal penetapan
hadits. Golongan syiah menganggap bahwa sepeninggal Nabi SAW mayoritas
para sahabat sudah murtad kecuali beberapa orang saja yang menurut menurut
merekamasih tetap muslim. Karena itu, golongan syiah menolak hadits-hadits
yang diriwayatkan oleh mayoritas para sahabat tersebut. Syiah hanya menerima
hadits-hadits yang diriwayatkan oleh ahli baiat saja.
2.2.1.3 Mutazilah dan Sunnah
Arti kebahasaan dari kata mutazilah adala sesuatu yang mengasingkan
diri. Sementara yang dimaksud disini adalah golongan yang mengasingkan diri
mayoritas umat islam karena berpendapat bahawa seorang muslim yang fasiq idak
dapat disebut mukmin atau kafir. Imam SyafiI menuturkan perdebatannya dengan
orang yang menolak sunnah, namun beliau tidak menelaskan siapa arang yang
menolak sunah itu. Sementara sumber-sumber yang menerankan sikap mutazilah
erhadap sunnah masih terdapat kerancuan, apakah mutazilah menerima sunnah
keseluruhan, menolak keseluruhan, atau hanya menerima sebagian sunnah saja.
Kelompok mutazilah menerima sunnah seperti halnya umat islam, tetapi mungkin
ada beberapa hadits yang mereka kritik apabila hal tersebut berlawanan dengan
pemikiran mazhab mereka. Hal ini tidak berarti mereka menolak hadits secara
keseluruhan, melainkan hanya menerima hadits yang bertaraf mutawatir saja. Ada
beberapa hal yang perlu dicatat tentang ingkar as-sunnah klasik yaitu, bahwa
ingkar as-sunnah klasik kebanyakan masih merupakan pendapat perseorangan
dan ha itu muncul akibat ketidaktahuan mereka tentang fungsi dan kedudukan
hadist. Karena itu, setelah diberitahu tentang urgensi sunnah, mereka akhirnya
menerimanya kembali. Sementara lokasi ingkar as-sunnah klasik berada di Irak,
Basrah. Di Indonesia, pada dasawarsa tujuh puluhan muncul isu adanya
sejarah yang menujukan bahwa kalangan umat islam mendapat pemikiranpemikiran untuk menolak Sunnah sebagai salah satu sumber syariat islam, baik
mungkin maju tanpa ada semangat yang menjiwai umat islam abad pertama, yaitu
Al-Quran. Semua hal selain Al-Quran akan menjadi kendala yang menghalangi
antara Al-Quran dan ilmu tentang amal.
Abu Rayyah dalam menolak sunnah banyak merujuk pada pendapat
Syeikh Muhammad Abduh dan Sayyid Rasyid Ridha, sehingga kedua tokoh inikhususnya Syeikh Muhammad Abduh disebut-sebut sebagai pengingkar Sunnah.
Namun benarkah Syeikh Muhammad Abduh mengingkari Sunnah? Seperti
dituturkan di atas, Azami masih belum memastikan hal itu karena ia hanya
menukil pendapat Abu Rayyah yang belum dapat dipastikan kebenaranya.
Sementara Mustafa As-Sibai secara tidak langsung menuduh Syeikh
Muhammad Abduh sebagai pengingkar sunnah. As-SibaI menilai Abduh sebagai
orang yang sedikit perbendaharaan hadisnya.
Menurut As-Sibai, Syeikh Muhammad Abduh memiliki prinsip bahwa
senjata yang paling ampuh untuk membela islam adalah logika dan argument yang
rasional. Berangkat dari prinsip ini, Abduh kemudian mempunyai penilaianyang
lain terhadap Sunnah dan pada akhirnya dijadikan argument kuat oleh Abu
Rayyah dalam mengingkari Sunnah.
Sebenarnya keterangan Abduh, sebagaimana yang dinukil Abu Rayyah
masih perlu ditinjau kembali. Masalahnya, boleh jadi, Abduh ketika mengatakan
hal itu didorong oleh semangat yang menggebu-gebu untuk membumikan AlQuran sehingga ia berpendapat bahwa selain Al-Quran, tidak ada gunanya sama
sekali. Namun bagaimanapun, ia telah dituduh sebagai pengingkar Sunnah.
Sementara itu, ada suatu hal yang sudah kongkret tentang Syeikh
Muhammad Abduh dalam kaitanya dalam hadis, yaitu ia menolak hadis ahad
untuk dijadikan dalil dalam masalah akidah. Hadis ahad adalah hadis yang dalam
setiap jenjang periwayatannya (thabaqah al-ruwat) hanya terdapat maksimal
sembilan orang rawi. Sebaliknya, hadis mutawatir adalah hadis yang dalam setiap
jenjang periwayatannya terdapat minimal sepuluh orang rawi. Menurut Abduh,
untuk masalah-masalah akidah hanya dapat dipakai hadis-hadis mutawatir.
Pemikiran Syeikh Muhammad Abduh dalam menolak sunnah ini diikuti
oleh Taufiq Shidqi, yang menulis dua sebuah artikel dalam majalah Al-Manar
nomer 7 dan 12 tahun IX dengan judul Islam adalah Al-Quran itu sendiri.
dalam kitab-kitab sahih (antara lain Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim) tidak
dapat dipertanggungjawabkan sumbernya. Menurutnya hadis-hadis itu secara
umum diragukan otentisitasnya.
Begitulah golongan ingkar as-sunnah terus menyebar ke
berbagai belahan bumi dimana Islam berkembang sebagai wujud
adanya kekuatan internal yang hendak melemahkan panji-panji
kebesaran Islam, tak luputnya tanah air tercinta.
2.3 Argumentasi Inkar AS-Sunnah dan Bantahan Para
Ahli
Sebagai suatu paham atau aliran, inkar al-sunnah baik
yang klasik maupun yang modern memiliki argumen-argumen
yang dijadikan pegangan oleh mereka. tanpa argumen-argumen
itu, barangkali pemikiran itu tidak mempunyai pengaruh apaapa. Berkut ini akan dijelaskan argumen-argumen mereka dan
sanggahan para ulama ahli hadist terhadap mereka.
2.3.1
.
(2-1 : )
,
Artinya: Alif Laam Miim. Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan
padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah
(2): 1-2)
: )
(31
10
Artinya: Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu AlKitab (Al-Quran) itulah yang benar, dengan membenarkan kitabkitab sebelumnya.
(QS. Al-Faathir (35):31)
Sementara apabila agama islam itu bersumber dari hadist,
ia tidak akan memiliki kepastian sebab keberadaan hadist,
khususnya hadist ahad- bersifat dhanni (dugaan yang kuat), dan
tidak sampai pada peringkat pasti. Karena itu, apabila agama
Islam berlandaskan hadist disamping Al-Quran, Islam akan
bersifat ketidak pastian. Dan ini dikecam oleh Allah dalam
firmannya,
(28: )
Sedangkan sesungguhnya persangkaan itu tiadalah berfaedah
sedikit pun terhadap kebenaran. (QS. An-Najm (53): 28)
Demikianlah, argumen pertama inkar al-sunnah, baik yang
klasik maupun yang modern, seperti diungkapkan oleh Taufiq
Sidqi (Mesir) dan Jamiyah Ahl Al-Quran (Pakistan).
2.3.2
(38: )
Artinya: Tidaklah Kami alpakan sesuatu pun dalam Al-Kitab (Al-Quran).
(QS. Al-Anam: 38)
Jika
kita
berpendapat
Al-Quran
masih
memerlukan
11
2.3.3
(89 : )
Artinya: Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran)
untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat
dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS.
An-Nahl (16):89)
(114: )
Artinya: Dan Dialah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Quran)
kepadamu dengan teperinci. (QS. Al-Anam: 114)
Ayat-ayat ini dipakai dalil oleh para pengingkar Sunnah,
baik dulu maupun kini. Mereka menganggap Al-Quran sudah
cukup karena memberikn penjelasan terhadap segala masalah.
Mereka
adalah
orang-orang
yang
menolak
hadist
secara
disebutkan
diatas,
tiga
argument
yang
telah
islam
telah
mengalami
berbagai
12
Agar
umat
islam
maju,
maka
umat
islam
harus
dengan
alasan
Dasar kritik sanad itu, yang dalam ilmu hadis dikenal dengan
istilah ilmu jarh wa at tadil (ilmu yang membahas ketercelaan
dan keterpujian para periwayat hadis) baru muncul setelah satu
setengah abad Nabi wafat. Dengan demikian para periwayat
generasi sahabat Nabi, al tabiin dan atba at tabiin tidak dapat
ditemui dan diperiksa lagi.
2.4 Bantahan para Ahli terhadap Argumentasi Inkar AsSunnah
13
diharuskan mengikuti yang pasti (yakin), masalahnya tidak demikian. Sebab, AlQuran sendiri meskipun kebenaranya sudah diyakini sebagai Kalamullah, tidak
semua ayat memberikan petunjuk hukum yang pasti sebab banyak ayat yang
pengertiannya masih dhanni (dhanni ad-dalalah). Bahkan orang yang memakai
pengertian ayat seperti ini juga tidak dapat meyakinkan bahwa pengertian itu
bersifat pasti. Dengan demikian, berarti ia juga tetap mengikuti pengertian ayat
yang masih bersifat dugaan kuat (dhanni ad-dalalah) adapun firman Allah SWT,
(36: )
Artinya: Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti, kecuali persangkaan saja.
Sesungguhnya persangkaan itu sedikitpun tidak berguna untuk mencapai
kebenaran. (Q.S. Yunus: 36)
Yang dimaksud dengan kebenaran (al-haq) disini adalah masalah yang
sudah tetap dan pasti. Jadi, maksud ayat ini selengkapnya adalah, bahwa dhanni
tidak dapat melawan kebenaran yang sudah tetap dengan pasti, sedangkan dalam
hal menerima hadis, masalahnya tidak demikian.
Untuk membantah orang-orang yang menolak hadis ahad, Abu Al-Husain
Al-Bashri Al-Mutazili mengatakan, Dalam menerima hadis-hadis ahad,
sebenarnya kita memakai dalil-dalil yang pasti yang mengharuskan untuk
menerima hadis-hadis itu. Jadi, sebenarnya kita tidak memakai dhann yang
bertentangan dengan haq,
14
diharamkan dengan dalil qathi (pasti dan yakin)? Imam Syafii menjawab, Ya,
ada. Mereka bertanya lagi, apakah itu? Imam Syafii menjawab dengan
melontarkan pertanyaan, Bagaimana pendapatmu tentang orang membawa harta
yang ada disebelah saya ini, apakah orang itu haram dibunuh dan hartanya haram
dirampas? mereka menjawab, Ya demikian, haram dibunuh dan hartanya haram
dirampas. Imam SyafiI bertanya lagi, Apabila ternyata ada dua saksi yang
mengatakan bahwa orang tersebut baru membunuh orang lain dan merampok
hartanya, bagaiman pendapatmu? mereka menjawab, Ia mesti di qisas dan
hartanya harus dikembalikan kepada ahli waris yang terbunuh. Imam Syafii
bertanya lagi, Apakah tidak mungkin dua orang saksi tersebut bohong atau
keliru? mereka menjawab, Ya, mungkin Kalau begitu, kata Imam SyafiI
selanjutnya,Kamu telah membolehkan membunuh (mengqisas) dan merampas
harta dengan dalil yang dhanni, padahal dua masalah itu sudah diharamkan
dengan dalil yang pasti. Ya, komentar mereka lagi, Karena kita diperintahkan
untuk menerima kesaksian.
2.4.2
(89: )
Artinya: Dan kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan
segala sesuatu danpetunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri" . (Q.S. An-Nahl: 89)
Padahal, dalam ayat 44 surat An-Nahl itu juga, Allah berfirman,
(44: )
Artinya: Dan kami turunkan kepada Al-Quran, agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka
memikirkan" . (Q.S. An-Nahl:44)
15
Apabila
Allah
sendiri
yang
menurunkan
Al-Quran
itu
sudah
,
,
(85: ),
Artinya: Apakah kamu beriman pada sebagian Al-Kitab dan ingkar kepada
sebagian yang lain? Tiada balasan bagi orang yang berbuat demikian diantara
kamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat
mereka, dikembalikan pada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari yang
kamu perbuat". (Q.S. Al-Baqarah: 85)
Sedangkan argument mereka dengan ayat 38 surat Al-Anaam,
(85: )
Artinya: Dan tidaklah kami alpakan sesuatupun dalam Al-kitab.
(Q.S. Al-Anaam: 38)
Hal itu tidak pada tempatnya sebab Allah juga menyuruh kita untuk
memakai apa yang disampaikan oleh Nabi SAW, seperti dalam firman-Nya,
(7: )
Artinya: Dan apa yang diberikan Rosul kepadamu maka terimalah, dan apa
yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. (Q.S. Al-Hasyr: 7)
Allah SWT juga berfirman,
16
,
(36 : )
Artinya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi
prempuan mukminah, apabila Allah dan Rosul-Nya, telah menetapkan suatu
ketetapan mereka mempunyai pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barang
siapa mendurhakai Allah dan Rosul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat yang
nyata. (Q.S. Al-Ahzab: 36)
Berdasarkan teks Al-Quran Rasulullah SAW sajalah yang memberi tugas
untuk menjelaskan kandungan Al-Quran, sedangkan kita diwajibkan untuk
menerima dan mematuhi penjelasan-penjelasan beliau, baik berupa perintah
maupun larangan. Semua ini bersumber dari Al-Quran. Kita tidak memasukan
unsur lain ke dalam Al-Quran sehingga masih dianggap memiliki kekurangan.
Hal ini tak ubahnya seperti seorang yang diberi istana yang megah yang lengkap
dengan segala fasilitasnya. Akan tetapi, ia tidak mau memakai lampu sehingga
pada malam hari, istana itu gelap. Sebab, menurut dia sudah paling lengkap dan
tidak perlu ha-hal lain. Apabila istana itu dipasang lampu-lampu dan yang lainlain, berarti dia masih memerlukan masalah lain sebab kabel-kabel lampu mesti
disambung dengan pembangkit tenaga listrik di luar. Akhirnya, ia menganggap
bahwa gelap yang terdapat dalam istana itu sudah merupakan cahaya
17