Anda di halaman 1dari 12

Kelompok 8

Menjadikan Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Bangsa Indonesia


2.1 Pengertian Sistem
Dalam percakapan sehari-hari, sering terdengar kata sistem. Istilah sistem
banyak digunakan untuk menyebutkan sesuatu hal, misalnya sistem pemerintahan,
sistem pendidikan, sistem perekonomian, sistem sosial dan lain-lain. Di dalam
sistem terdapat bagian-bagian atau unsur yang saling berhubungan, bekerjasama,
dan berkaitan satu sama lain yang beroperasi secara bersaama-sama untuk
mencapai tujuan tertentu. Jadi, sisitem bukanlah mengandung keteraturan,
keruntutan, di mana masing-masing unsur itu bekerja sesuai dengan fungsinya
untuk mencapai satu tujuan.
Pancasila dikatakan sebuah sisitem karena Pancasila mengandung sila-sila
yang diatur sedemikian rupa sehingga membentuk suatu susunan yang teratur dan
tidak bisa dibolak-balik. Dalam hal sila, Pancasila memiliki suatu makna yang
berurutan artinya sila yang pertama lebih luas maknanya daripada sila
dibawahnya.
Bahwa sistem adalah suatu kesatuan dan bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerja bersama, untuk satu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan satu kesatuan yang utuh. Hal itu berarti segala sesuatu
yang dikatakan memiliki sistem merupakan satu kesatuan walaupun terdiri atas
banyak unsur yang menyertainya. Unsur-unsur tersebut tidak berdiri sendiri
karena masing-masing unsur memiliki kaitan dan hubungan erat satu sama lain.
Sistem dapat diartikan pula sebagai suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa
unsur. Unsur, komponen, atau bagian yang banyak itu sama lain berada dalam
keterkaitan yang kait mengkait dan fungsional. Masing-masing kohesif satu sama
lain sehingga katotalitasan unit terjaga utuh eksistensinya.
2.2 Inti Pengertian Filsafat
Perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab yaitu filsafah atau falasifah. Ada
lagi yang menyatakan filsafat barasal dari bahasa Yunani yaitu phile yang
berarti cinta dan shopia yang artinya kebijaksanaan. Kata phile jamaknya
philos berarti sahabat, sedangkan spohia berarti pengetahuan bijaksana. Dari

etimologi itu, filsafat berarti semua ilmu pengetahuan yang membicarakan


hakikat. Setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana (wisdom).
Dari segi pengertian praktis, filsafat berarti alam berfikir atau alam pikiran.
Berfilsafat artinya berpikir secara mendalam dan dengan sungguh-sungguh
tentang hakikat segala sesuatu yang dilakukan atas dorongan kehendak yang baik
berdasarkan putusan akal yang benar sesuai dengan rasa kemanusiaan. Jadi,
filsafat mencintai perbuatan yang baik berdasarkan putusan akal yang sesuai
dengan rasa kemanusiaan.
Istilah filsafat (Arab), philosophy (Inggris), philosophia (Latin), semua
kata tersebut berasal dari satu sumber yaitu philosophia (Yunani). Hal itu
mengingat filsafat lahir kali pertama di Yunani dengan didahului munculnya
filosof-filosof alam yang mencari prinsip dari alam semesta dari sudut pandang
mereka. Misalnya, pendapat Phytagoras yang menekankan bahwa angkalah
yang menjadi unsur utama dari alam ini, sedangkan Thales beranggapan bahwa
unsur alam semesta adalah air. Pada dasarnya filosof-filosof tersebut
mengemukakan pendapatnya sesuai dengan kebenaran menurut mereka dari
mereka anut.
Filsafat merupakan ilmu pengetahuan, namun cangkupan ilmu pengetahuan
dan filsafat berbeda. Filsafat memiliki cangkupan yang sangat luas, setiap orang
bebas memandang filsafat dari segi mana pun. Hal ini pula yang sering membuat
orang salah mengartikan filsafat karena setiap kita membaca buku filsafat bukan
lebih tahu justru kita dibuat bingung.
Filsafat disebut ilmu pengetahuan karena filsafat memiliki ciri-ciri ilmu
pengetahuan, yang menurut I.R. Poedjawijata ada 4 sebagai berikut ini.
a. Berobjek
Objek material filsafat adalah segala sesuatu, artinya apa pun bisa menjadi
pokok bahasan filsafat. Objek material bersifat universal. Hal ini berarti apa yang
menjadi pembahasan filsafat baik tentang manusia alam, benda hidup, benda mati
yang bersifat abstrak maupun konkret dan sebagainya.
Berbicara tentang objek formal filsafat, bahwa filsafat hendak mencari
pengetahuan yang lebih mendalam dengan mencari sebab-sebabnya yang

terdalam. Filsafat meninjau sesuatu hal akan sampai pada hakikat terdalam dari
apa yang menjadi permasalahanya. Filsafat juga berusaha mencari jawaban yang
sejelas-jelasnya dari berbagai pertanyaan yang muncul, bukan hanya sekadar
menjawab, akan tetapi berusaha mencari jawaban sampai hakikatnya.
b. Bermetode
Dalam filsafat, dikenal bermacam-macam metode antara lain : kritis,
intuitif, dialektis, fenomenologis, analitis, sintese, dan sebagainya. Dalam filsafat,
penentuan metode bergantung pada pendekatan mana pembahasannya. Yang perlu
ditekankan di sini bahwa filsafat memandang segala sesuatu secara komprehensif ,
yaitu suatu pandangan yang menyeluruh dan utuh tentang apa yang menjadi pusat
perhatian. Berkaitan dengan hal itu kita juga bisa menentukan metode apa yang
bakal dipakai dalam penyelesaian suatu masalah yang ada.
c. Sistematis
Dalam filsafat, kita akan melihat susunan yang sistematis dalam kajian
masing-masing bidang pembahasan. Pembagian masa masing-masing filosof
sesuai dengan zamannya, misalnya abad Klasik Yunani, abad pertengahan, abad
Dua Puluh, dan sebagainya. Kita akan melihat susunan yang sistematis dari
masing-masing tokoh maupun zamannya. Pendapat tentang teori yang berbedabeda dari berbagai macam tokoh akan dapat dengan mudah ditemukan sesuai
dengan urutan masanya. Di samping hal tersebut dalam filsafat juga dikenal
pembagian-pembagian bidang-bidang filsafat yang sudah tersusun sesuai bidang
kajian masing-masing. Misalnya, dalam bidang logika, akan ditemukan masalahmasalah tentang berpikir yang logis, dalam etika akan menemukan masalah nilai
yang baik dan buruk.
d. Universal
Bagi filsafat cakupannya sampai sejauh mana filsafat menjangkau seluruh
permasalahan yang ada. Ilmu filsafat tidak hanya bagi orang-orang tertentu saja
tetapi terbuka bagi siapa saja yang ingin mempelajarinya. Setiap orang memiliki
hak yang sama dalam belajar suatu ilmu. Salah satu ciri suatu ilmu haruslah
berguna bagi masyarakat pada umunnya dan setiap orang bebas untuk belajardan
mengembangkannya. Selain hal tersebut, ilmu juga tidak terbatas oleh ruang dan

waktu, artinya kapan pun dean di mana pun orang bebas belajar dan hasilnya
dapat dimanfaatkan seluruh manusia.
Filsafat memang berbeda dari ilmu-ilmu lainya. Itu terlihat dari cakupan
filsafat dan ilmu-ilmu tersebut. Filsafat jangkauannya sangat luas sedangkan imuilmu lain sangat spesifik, hanya hal-hal tertentu. Di dalam berfilsafat, tidak cukup
hanya mempertanyakan tentang alam semesta dan kemudian berspekulasi tentang
jawaban-jawabannya. Setelah itu, menganalisis melalui penalaran logika semua
pertanyaanyang diajukan dan jawaban yang diperolehnya. Analisis memuat antara
lain: mengajukan pertanyaan, menjawab, berkeyakinan atau pun berteori,
kemudian menyelidiki semuanya itu, menguraikannya ke dalam bagian-bagian
dengan

menggunakan

data-data

fisik

yang

dapat

membantu,

dengan

mempergunakan bentuk penalaran logika. Jadi, berfilsafat itu tidak lain adalah
berspekulasidan melakukan analisis.
2.3 Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Sistem filsafat adalah ajaran yang bulat tentang berbagai segi kehidupan yang
mendasar. Suatu sistem filsafat paling sedikit mengajarkan hakikat realitas, filsafat
hidup, dan tata nilai (etika). Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya
merupakan sistem filsafat. Yang dimaksut dengan sistem adalah suatu kesatuan
bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan
tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sistem
lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.

Suatu kesatuan bagian-bagian


Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
Saling berhubungan, saling ketergantungan
Kesemuanya dimaksutkan untuk mencapai tujuan bersama, dan
Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.

Kesatuan pancasila sebagai suatu sistem dapat dijelaskan sebagai berikut. (1)
Sila pertama :Ke-Tuhannan Yang Maha Esa meliputi dan menjiwai sila
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,
Keadilan sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. (2) Sila Kedua : Kemanusiaan

yang Adil dan Beradab dan dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa ; meliputi dan
menjiwai sila Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia. (3) Sila Ketiga : Persatuan Indonesia diliputi dan jiwai oleh sila
Ketuhanan Yang Maha Esa serta sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab ;
meliputi

dan

menjiwai

sila

Kerakyatan

yang

Dipimpin

oleh

Hikmat

Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /Perwakilan dan sila Keadilan Sosial bagi


Seluruh Rakyat Indonesia. (4) Sila keempat : Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /perwakilan dijiwai dan diliputi
sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab ,dan sila
Persatuan Indonesia ; meliputi dan menjiwai sila Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia. (5) Sila Kelima : Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia diliputi dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan sila Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /Perwakilan.
2.4 Cara Berpikir Filsafati
Filsafat memunyai tujuan mengumpulkan pengetahuan anusia sebanyakbanyaknya,

mengkritik,

dan

menilai

pengetahuan-pengetahuan

tersebut.

Kemudian, menemukan hakikatnya serta menerbitkan dan mengatur semuanya itu


dalam bentuk sistematis. Sehubungan dengan ini, cara berpikir filsafati
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Usaha untuk menyusun bagan konsepsional. Berfilsafat adalah berpikir
tentang hal-hal dan proses-proses umum.
b. Berusaha untuk menyusun bagan yang koheren atau runtut, artinya tidak boleh
ada

pertanyaan-pertanyaan

yang

didalamnya

terkandung

unsur-unsur

kontradiksi.
c. Berusaha untuk menyusun bagan konsepsional yang rasional, yaitu bagan
yang memuat hubungan logis dalam setiap pemikirannya.
d. Berfifat komprehensif, sebab yang hendak dicari oleh filsafat adalah
kebenaran yang harus dinyatakan dalam bentuk yang paling umum.

e. Dalam memahami seluruh realitas, pemikiran kefilsafatan mengambil jalan


dengan cara menyusun suatu pandangan dunia yang menerangkan tentang
dunia dan semua hal yang terdapat didalamnya.
f. Filsafat membahas fakta dalam dua cara, yaitu pertama, mengadakan kritik
makna yang terkandung dalam fakta itu. Kedua, menarik kesimpulan yang
bersifat

umum

daripadanya.

Jadi,

filsafat

membahas

fakta

secara

mendalamkan fakta.
Menurut SidiGazalba, ciri berpikir filsafati terdiri sebagai berikut.
a. Radikal
Radikal berasal dari kata radix (bahasa Yunani artinya akar). Berpikir radikal
adalah berpikir sampai ke akar-akarnya, tidak tanggung-tanggung sampai kepada
konsekuensinya yang terakhir.
b. Sistematik
Artinya berpikir secara logis, yang bergerak selangkah demi selangkah dengan
penuh kesadaran dengan urutan yang bertanggung jawab dan saling memiliki
hubungan yang teratur.
c. Universal
Berpikir secara umum yang mencakup keseluruhan.
Sedangkan, menurut pendapat Louis D. Kattsoff, ciri-ciri pikiran kefilsafatan,
adalah sebagai berikut.
a. Filsafat merupakan pikiran tang sistematik
Kegiatan kefilsafatan ialah merenung, tetapi bukan melamun. Perenungan
kefilsafatan ialah percobaan untuk menyusun suatu sistem pengetahuan rasional,
yang memadai untuk memahami dunia tempat kita hidup, maupun untuk
memahami diri kita sendiri.
b. Suatu bagan konsepsional
Perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun suatu bagan konsepsional
yang merupakan hasil generalisasi serta abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal
serta proses-proses satu demi satu dalam hubungan yang umum.
c. Filsafat harus bersifat koheren

Perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun suatu bagan yang koheren,


yang konsepsional. Filsafat berusaha memperoleh penilaian atau jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan agar dapat dipahami.
d. Filsafat merupakan pemikiran secara rasional
Perenungan kefilsafatan berusaha menyusun suatu bagan dimana bagianbagiannya secara logis berhubungan satu dengan yang lain.
e. Filsafat bersifat menyeluruh (komprehensif)
Perenungan kefilsafatan berusaha menyusun suatau bagan konsepsional yang
memadai untuk dunia tempat kita hidup maupun diri kita sendiri. Menurut sudut
pandang ini, filsafat mencari kebenaran tentang segala sesuatu dan kebenaran ini
harus dinyatakan dalam bentuk yang paling umum.
2.5 Pengertian Pancasila Secara Filsafati
Pancasila yang terdiri atas lima sila, pada hakekatnya merupakan sistem
filsafat. Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakekatnya bukanlah hanya merupakan
kesatuan yang bersifat formal logis saja, namun juga meliputi kesatuan dasar
ontologis, dasar epistimologis, serta dasar aksiologis dari sila Pancasila.
a. Dasar Ontologis
Dasar Ontologis Pancasila pada hakekatnya adalah manusia yang memiliki
hakekat mutlak. Subyek pendukung pokok-pokok Pancasila adalah manusia, hal
ini dijelaskan sebagai berikut :
Bahwa yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
permusyawaratan/perwakilan, serta yang berkeadilan social adamah manusia
(Notonegoro, 1975:23). Demikian juga jikalau kita pahami dari segi filsafat
Negara, adapun pendukung pokok Negara adalah rakyat, dan unsure rakyat adalah
manusia itu sendiri, sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa
hakekat dasar ontopologis sila-sila pancasila adalah manusia.

Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila secara ontologism


memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa,
jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan
makhluk social, serta kedudukan kodrat manusia sebagai pribadi berdiri sendiri
dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu kedudukan kodrat
manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan
inilah maka secara hirarkis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan
menjiwai keempat sila-sila pancasila lainnya (notonegoro, 1975-53).
b. Dasar Epistemologis
Dasar epistimologis Pancasila sebagai suatu system filsafat pada hakekatnya
juga merupakan suatu system pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari
pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam
memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan Negara
tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan
masalah yang terjadi dalam hidup dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian
yang demikian ini telah menjadi suatu system cita-cita atau keyakinan-keyakinan
yang telah menyengkut praksis, karena dijadikan landasan bagi cara hidup
manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan
masyarakat. Hal ini berarti filsafat telah menjelma menjadi ideology (Abdul Gani,
1998). Sebagai suatu ideology maka panasila memiliki 3 unsur pokok agar dapat
menarik loyalitas dari para pendukungnya yaitu :
1. Logos, yaitu rasionalitas atau penalarannya
2. Pathos, yaitu penghayatannya
3. Ethos, yaitu kesusilaannya (Wibisono, 1996:3)
Sebagai suatu sistem filsafat atau ideology maka pancasila harus memiliki
unsur rasional terutama dalam kedudukannya sebagai suatu system pengetahuan.
c. Dasar Aksiologis

Sila-sila pancasila sebagai suatu system filsafat juga memiliki satu kesatuan
dasar aksiologisnya, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada
hakekatnya juga merupakan satu kesatuan. Pada hakekatnya segala sesuatu itu
bernilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai
tersebut dengan manusia.
Nilai-nilai pancasila termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian
yang mengakui nilai material dan vital. Dengan demikian nilai-nilai pancasila
tergolong nilai kerohanian, yang juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap
dan harmonis, yaitu nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan,
atau estetis, nilai kebaikan atau nilai moral ataupun nilai kesucian yang secara
keseluruhan bersifat sistematik hierarkhis, dimana sila pertama sebagai basisnya
sampai sila kelima sebagai tujuannya (Darmo diharjo).
2.6 Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa dan Negara Indonesia
A. Filsafat Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
Pancasila dirumuskan oleh The Founding Fathers dan lahir dari ways of life
bangsa Indonesia, melalui penelitian dan penyelidikan kesepakatan yang ada pada
siding BPUPKI.
Dalam pidatonya Bung Karno 1 juni 1945 mengatakan, bahwa mengenai
pentingnya satu weltanschauung (alat pemersatu bangsa) lebih kurang beliau
mengatakan: We want to estabilished a state not for a single individual or for onr
group even not for aristocration, but we want to estabilished a state one for all and
all for all.
Demikian pula dengan berbagai masukan dari para The foundings Fathers kita
yang lain seperti Mr. Mohammad Yamin, Ki Hadi Bagoes Koesoemo, Mr.
Soepomo, dan lain-lain juga menghendaki adanya satu Philloosophy Groundslag /
filsafat dasar sebuah Negara, hingga diberikanlah nama mengenai philosophy
Grounslag / filsafat dasar Bangga dan Negara Indonesia adalah Pancasila.
B. Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
Prinsip-prinsip dasar kehidupan bangsa Indonesia ditemukan oleh para peletak
dasar Negara tersebut yang diangkat dari dasar filsafathidup bangsa Indonesia,
yang kemudian diabstraksikan menjadi prinsip dasar filsafat Negara, yaitu

pancasila. Hal inilah sebagai suatu alasan ilmiah rasional dalam ilmu filsafat
bahwa salah satu lingkup pengertian filsafat adalah fungsinya sebagai suatu
pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa tertentu (Harold Titus, 1984).
Berdasarkan suatu kenyataan sejarah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
filsafat pancasila sebagai suatu pandangan hidup bangsa Indonesia, merupakan
suatu kenyataan obyektif yang hidup dan berkembang dalam suatu masyarakat
Indonesia.
C. Filsafat Pancasila Sebagai Sumber dari hukum dasar Indonesia.
Sebagaimana terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV, susunan
tersebut menunjuk bahwa pancasila merupakan dasar, kerangka dan pedoman bagi
Negara dan tertib hokum Indonesia, yang pada hakekatnya tersimpul salam asas
kerohanian Pancasila. Dengan demikian konsekuensinya pancasila asas yang
mutlak bagi adanya tertib hokum Indonesia yang pada akhirnya perlu
direalisasikan dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara.
Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari
hokum dasar Indonesia, atau dengan kata lain perkataan sebagai sumber tertib
hukum Indonesia yang tercantum dalam ketentuan tertib hukum tertinggi. Yaitu
pembukaan UUD 1945.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya adalah
sebagaimana nilai-nilainya yang bersifat fundamental menjadi suatu sumber dari
segala sumber hukum dalam negara Indonesia, menjadi wadah yang fleksibel bagi
faham-faham positif untuk berkembang dan menjadi dasar ketentuan yang
menolak faham-faham yang bertentangan seperti Atheisme dan segala bentuk
kekafiran tak beragama, Kolonialisme, Diktatorisme, Kapitalis, dan lain-lain.
Istilah filsafat dipergunakan dalam berbagai konteks tapi kita harus tahu dulu
apa itu filsafat dan fungsi filsafat serta kegunaan filsafat dengan uraian yang
singkat ini saya mengharapkan agar timbul kesan pada diri kita bahwa filsafat
adalah suatu yang tidak sukar dan dapat di pelajari oleh semua orang di samping
itu saya menghrapkan agar kita tak beranggapan filsafat sebagai suatu hasil
potensi belaka dan tidak berpijak realita dengan cara ini saya mengharapkan dapat

menggunakan sebagai modal untuk mempelajari pancasila dari sudut pandang


filsafat.
Dan kita mengenal filsafat pancasila dari sejarah pelaksanaannya diantara
bangsa bangsa barat tersebut bangsa belandalah yang akhirnya dapat memegang
peran sebagai penjajah yang benar benar yang menghancurkan rakyat Indonesia
mengingat keadaan perjuangan bangsa Indonesia kita harus mengetahui
perjuangan sebelum tahun 1900.
Sebenarnya sejak waktu itu pula mempertahankan kemerdekaan dengan cara
bermacam macam perlawanan rakyat Indonesia untuk menentang kolonialisme,
belanda telah berjalan dengan hebat. Akan tetapi masih berjalan sendiri sendiri
dan belum ada kerja sama melalui organisasi yang teratur .Dan kita harus
mengetahui unsur unsur Pancasila yang menjiwai perlawanan terhadap
kolonialisme jika perjuangan bangsa Indonesia mengetahui dan teliti dengan
seksama maka unsur unsur pancasila merupakan semangat dan jiwa perjuangan
tersebut kita harus menganalisa dalam pembahasan seperti:
1. Apa unsur unsur keTuhanan dalam penjajahan belanda.
2. Unsur kemanusiaan dalam penjajahan belanda yang menghancurkan rakyat
indonesia dengan tidak ada perikemanusiaan, suatu siksaaan yang di derita
rakyat Indonesia.
3. Unsur persatuan terhadap penjajahan belanda yang memecah belah persatuan.
4. Unsur kerakyatan terhadap penjajahan belanda tentang kebebasan untuk
mendapatkan pendidikan dan seolah olah rakyat kecil tidak ada artinya.
5. Unsur yang terakhir yaitu keadilan tentang penjajahan belanda tidak ada
keadilan untuk mendapatkan kebutuhan kebebasan hak.

3.1 Kesimpulan
Sistem adalah suatu kesatuan dan bagian-bagian yang saling berhubungan,
saling bekerja bersama, untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan

merupakan satu kesatuan yang utuh. Sedangkan, berfilsafat itu tidak lain adalah
berspekulasidan melakukan analisis.
Sistem filsafat adalah ajaran yang bulat tentang berbagai segi kehidupan yang
mendasar. Pancasila yang terdiri atas lima sila, pada hakekatnya merupakan
sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagianbagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu
dan keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakekatnya bukanlah hanya merupakan
kesatuan yang bersifat formal logis saja, namun juga meliputi kesatuan dasar
ontologis, dasar epistimologis, serta dasar aksiologis dari sila Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai