Anda di halaman 1dari 7

BAB II

OPERASI ADENOIDEKTOMI DENGAN TEKNIK COBLATION


SEBAGAI TATALAKSANA HIPERTROFI ADENOID
DITINJAU DARI SEGI KEDOKTERAN

2.1 Adenoid
2.1.1 Anatomi Adenoid
Adenoid (Tonsil Pharyngeal) merupakan massa jaringan limfoid
yang berada pada bagian dinding belakang bagian atas nasofaring, mempengaruhi
saluran nafas bagian atas dan merupakan salah satu jaringan yang membentuk
Ring of Waldeyer (gambar 2.1) (Kim Jeong Whun et al, 2015). Fungsi ring of
waldeyer adalah sebagai benteng bagi saluran makanan maupun saluran napas
terhadap serangan kuman-kuman yang ikut masuk bersama makanan atau
minuman dan udara pernapasan. Selain itu, dapat menghasilkan antibodi dan
limfosit (Sembiring R.O et al, 2013). Adenoid membesar secara cepat setelah lahir
dan mencapai ukuran maksimum pada saat usia 3-7 tahun, kemudian menetap
sampai usia 8-9 tahun. Setelah usia 14 tahun, adenoid secara bertahap mengalami
involusi (Soepardi EA, Iskandar 2007). Adenoid merupakan masa limfoid yang
berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada
tonsil (gambar 2.2). Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu
segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus
ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal
sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus dan terdiri atas rangka

jaringan ikat fibrosa yang menunjang massa limfoid. Jaringan ini terisi pembuluh
darah dan pembuluh limfe, sedangkan di beberapa tempat terdapat kelompokkelompok kelenjar mukosa di dalam septa yang bermuara ke arah permukaan.
Kelenjar mukosa sering terdapat di dalam adenoid pada permukaan dasarnya.
Ditengah-tengah jaringan ikat halus terdapat kumpulan sel-sel leukosit atau sel-sel
limfoid dan bergabung menjadi jaringan limfoid yang membentuk adenoid .
(Ballenger)

Gambar 2.1 Ring of waldeyer


Sumber: Perry dan Whyte, 1998

Gambar 2.2 Anatomi Adenoid


Sumber: Monty V. Trimble,MD

Vaskularisasi adenoid diperoleh melalui cabang faringeal a. carotis


eksternal, beberapa cabang minor berasal dari a. maxilaris interna dan a. fasialis.
persarafannya merupakan cabang dari n. gloso faringeus dan n. vagus. Anatomi
mikro

dan

makroskopik

dari

adenoid

menggambarkan

fungsinya

dan

perbedaannya dengan tonsil palatina. Adenoid adalah organ limfoid yang


mengalami invaginasi dalam bentuk lipatan yang dalam, hanya terdiri beberapa
kripte berbeda dengan tonsil palatina yang memiliki jumlah kripte lebih (Moore,
2002)

2.1.2

Histologi Adenoid
Secara histologis, adenoid tersusun atas 3 jenis epitel pada permukaannya
yaitu epitel kolumnar bertingkat dengan silia, epitel berlapis skuamous dan
epitel transisional. Infeksi kronik atau pembesaran adenoid cenderung akibat
peningkatan proporsi epitel berlapis skuamous (aktif untuk proses antigen)
dan berkurangnya epitel respirasi (aktif untuk klirens mukosilier).

2.1.3

Fisiologi Adenoid
Adenoid bersama tonsil dan lingual tonsil membentuk cincin jaringan

limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan yang dikenal
sebagai cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini pada pintu masuk saluran nafas
dan saluran pencernaan. Seperti halnya jaringan-jaringan limfe yang lain, jaringan
limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi pada masa kanak-kanak dan
menjadi atrofi pada masa pubertas. Karena kumpulan jaringan ini berfungsi
sebagai suatu kesatuan, maka pada fase aktifnya, pengangkatan suatu bagian
jaringan tersebut menyebabkan hipertrofi sisa Ukuran adenoid kecil pada waktu
lahir. Selama masa kanak-kanak akan mengalami hipertrofi fisiologis, terjadi pada
umur 3 tahun. karena adenoid membesar, terbentuk pernafasan melalui mulut.
Pada umur 5 tahun, anak mulai sekolah dan lebih terbuka kesempatan untuk
mendapatkan infeksi dari anak yang lain. Hal ini menyebabkan pembesaran
adenoid dan akan menciut setelah usia 5 tahun. Adenoid akan mengalami atrofi
dan menghilang keseluruhannya pada usia pubertas (Parcy, 1989).

2.2 Hipertrofi Adenoid

Faktor predisposisi tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun dari


rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman
penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah
menjadi kuman golongan Gram negatif (Rusmarjono et al, 2012). Infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) di Indonesia masih merupakan penyebab tersering
morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997 temuan penderita
ISPA pada anak berkisar antara 30%-40%. Tonsilitis kronik pada anak dapat
disebabkan karena anak sering menderita ISPA atau tonsilitis akut yang tidak
diterapi adekuat (Sembiring R.O, 2013).
Berdasarkan survey epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (indonesia)
tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah
nasofaring akut (4,6%). Berdasarkan data medical record tahun 2010 di RSUP dr.
M. Djamil padang bagian THT-KL sub bagian laring faring ditemukkan tonsilitis
sebanyak 465 dari 1110 kunjungan di poliklinik sub bagian laring faring dan
menjalani tonsilektomi sebanyak 163 kasus, sedangkan jumlah kunjungan baru
penderita tonsilitis kronik di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Juni
2008-Mei 2009 sebanyak 63 orang. Dibandingkan dengan jumlah kunjungan baru
pada periode yang sama, maka angka ini merupakan 4,7% dari seluruh jumlah
kunjungan baru. Insiden tonsilitis kronik di RS. Dr. Kariadi Semarang 23,26%.
Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malaysia pada Poli THT Rumah Sakit
Sarawak selama 1 tahun dijumpai 8.118 pasien, dalam jumlah penderita penyakit
tonsilitis kronik menempati urutan keempat yakni sebanyak 657 (81%) penderita

(Olivia et al, 2013) (Sembiring R.O et al, 2013). Pada penelitian yang dilakukan
di Rumah Sakit Serawak di Malaysia diperoleh 657 data penderita tonsilitis
kronik dan didapatkan pada pria 342 (52%) dan wanita 315 (48%). Sebaliknya
penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Pravara di India dari 203 penderita
tonsilitis kronik, sebanyak 98 (48%) berjenis kelamin pria dan 105 (52%) berjenis
kelamin wanita (Amalia N et al, 2011).
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak. Tonsilitis yang disebabkan
oleh spesies Streptococcus biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan
tonsilitis virus lebih sering terjadi pada anak-anak muda (Udayan K.S, 2011).
Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit tonsilitis kronik merupakan
penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25
tahun. Dalam suatu penelitian prevalensi karier Group A Streptokokus yang
asimptomatis yaitu: 10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun,
dan 0,6 % usia 45 tahun keatas. Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia,
usia tersering penderita tonsilitis kronik adalah kelompok umur 14-29 tahun,
yakni sebesar 50 %. Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data
penderita tonsilitis kronis terbanyak sebesar 294 (62 %) pada kelompok usia 5-14
tahun. Suku terbanyak pada penderita tonsilitis kronik berdasarkan penelitian
yang dilakukan di poliklinik rawat jalan di rumah sakit Serawak Malaysia adalah
suku Bidayuh 38%, Malaysia 25%, Iban 20%, dan Chinese 14% (Amalia N et al,
2011).
Pada penderita tonsilitis kronik jenis kuman yang paling sering adalah
Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA). Streptokokus grup A adalah

flora normal pada orofaring dan nasofaring. Namun dapat menjadi pathogen
infeksius yang memerlukan pengobatan. Selain itu infeksi juga dapat disebabkan
Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, S. Pneumoniae dan Morexella
catarrhalis (Boies, 1997). Infeksi virus biasanya ringan dan dapat tidak
memerlukan pengobatan yang khusus karena dapat ditangani sendiri oleh
ketahanan tubuh. Penyebab penting dari infeksi virus adalah adenovirus, influenza
A, dan herpes simpleks (pada remaja). Selain itu infeksi virus juga termasuk
infeksi dengan coxackievirus A,yang menyebabkan timbulnya vesikel dan ulserasi
pada tonsil. Epstein-Barr yang menyebabkan infeksi mononukleosis, dapat
menyebabkan pembesaran tonsil secara cepat sehingga mengakibatkan obstruksi
jalan napas yang akut. Infeksi jamur seperti Candida sp tidak jarang terjadi
khususnya di kalangan bayi atau pada anak-anak dengan immunocompromised
(Gross dan Harrison, 2000).

Anda mungkin juga menyukai