Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bilirubin adalah pigmen berwarna kuning yang merupakan produk utama dari
hasil perombakan heme dari hemoglobin yang terjadi akibat perombakan sel darah
merah oleh sel retikuloendotel. Selain sebagai hasil pemecahan eritrosit, juga di
hasilkan dari perombakan zat-zat lain. Bilirubin disaring dari darah oleh hati, dan
dikeluarkan

melalui

cairan

empedu.

Tingkat

kelebihan

nya

dalam

darah

(hiperbilirubinemia) dapat mengindikasikan kerusakan hati. Tingkat bilirubin normal


adalah di bawah 1.3mg.
Bilirubin dibuat ketika tubuh melepaskan sel-sel darah merah yang sudah tua. Ini
merupakan proses normal yang terjadi seumur hidup kita. Setelah itu bilirubin menuju
ke usus dan ginjal lalu keseluruh tubuh. Jika terlalu banyak bilirubin yang dilepaskan ke
seluruh tubuh bayi maka itu menyebabkan warna kuning yang disebut hiperbilirubin.
Hiperbilirubinemia merupakan peninggian kadar bilirubin darah yang melampaui
1 mg/dl. Jika kadar mencapai lebih dari 2 mg/dl, maka bilirubin berdifusi ke dalam
jaringan. Bilirubin dalam jaringan tsb akan berubah warna menjadi kuning, disebut
ikterus (jaundice)
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian
neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan
bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi
kurang bulan. Ikterus merupakan salah satu penyakit yang berkaitan dengan sistem
imun. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat
menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap
bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam
24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam
24 jam.

Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1
minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang
menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut
penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat
dihindarkan.
Munculnya jaundice pada pasien adalah sebuah kejadian yang dramatis secara
visual. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil akhir
jangka panjang bergantung pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice adalah
gambaran fisik sehubungan dengan gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini
biasanya disertai dengan gambaran fisik abnormal lainnya dan biasanya berhubungan
dengan gejala-gejala spesifik. Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan pencitraan,
memberikan perbaikan lebih lanjut pada diagnosa banding. Umumnya, jaundice nonobstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice obstruktif biasanya
membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan.
1.2 Tujuan
Mengetahui penyakit yang berhubungan dengan gangguan bilurubin

BAB II
PENYAKIT GANGGUAN BILIRUBIN

2.1 HIPERBILIRUBIN
2.1.1 Pengertian
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah

melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.


Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah
berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus Dorothy R. Marlon,

1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah
yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada
neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan

cairan tubuh Adi Smith, G, 1988).


Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum hiperbilirubinemia
yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus.

Suzanne C. Smeltzer, 2002)


Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
pathologis. Markum, 1991:314)

2.1.2

Klasifikasi
1. Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
2. Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

2.1.3

Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan

sebagai berikut :
Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
3

Gangguan pengambilan uptake dan transportasi bilirubin dalam hati.


Gangguan konjugasi bilirubin.
Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena

adanya perdarahan tertutup.


Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya

Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.


Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti :
infeksi toxoplasma, siphilis.
Hiperbilirubin terjadi 60% pada bayi baru lahir dan biasanya bukan merupakan

hal yang berbahaya apabila dapat dikendalikan. Siklus sel darah merah pada bayi lebih
pendek daripada orang dewasa. Ini berarti lebih banyak bilirubin yang dilepaskan
melalui organ hati bayi anda. Kadang-kadang hati bayi belum cukup matang untuk
mengatasi jumlah birubin yang berlebih.
Hiperbilirubin terjadi ketika organ hati bayi tidak bisa menghilangkan bilirubin
dari darah secara cepat. Bilirubin yang berlebih yang tidak dapat keluar dari tubuh
kemudian berkumpul pada kulit bagian putih bola mata. Kejadian ini umum terjadi pada
bayi dengan keadaan berikut:

Tersering pada bayi yang memiliki golongan darah yang berbeda dengan ibunya,
misalnya ibu memiliki rhesus positif sedangkan bayi memiliki rhesus negatif atau
ibu memiliki golongan darah O sedangkan bayi memiliki golongan darah A, B,
atau AB.

Bayi yang lahir prematur, karena kurang matangnya fungsi hati

Bayi yang memiliki kelainan pada hati dan gangguan kesehatan lainnya.

Bayi yang mengalami infeksi juga dapat mengalami gangguan fungsi hati

Bayi yang kekurangan cairan.

Bayi

mengalami

kekurangan

enzym

G6PD

(Glukosa

Phospate

Dehidrogenase), yaitu enzim Yang bertugas memperkuat dinding sel darah merah
4

2.1.4

Efek Hiperbilirubinemia
Perhatian utama pada hiperbilirubinemia adalah potensinya dalam menimbulkan

kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi.
Bilirubin dapat menghambat enzim-enzim mitokondria serta mengganggu sintesis
DNA. Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf
(terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf.
Kerusakan jaringan otak yang terjadi seringkali tidak sebanding dengan
konsentrasi bilirubin serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang terjadi
ditentukan oleh konsentrasi dan lama paparan bilirubin terhadap jaringan.
2.1.5

Waktu sebaiknya dilakukan pemeriksaan Hiperbilirubin


Biasanya jumlah bilirubin meningkat pada 3 4 hari pertama setelah lahir. Oleh

karena itu biasanya tiga hari setelah lahir, di RSIA Tambak dilakukan pengambilan
sampel darah untuk pemeriksaan bilirubin, kecuali terdapat kecurigaan kuning
sebelumnya.
2.1.6

Ciri-ciri bayi yang terkena Hiperbilirubin


Cara sederhana untuk mengetahui apakah bayi hiperbilirubin adalah : tekan kulit

bayi perlahan pada bagian dada dengan jari dan ini terlihat terdapat perbedaan
warnanya. Lampu neon yang putih biasanya menyulitkan kita untuk melihat perbedaan
warnanya, jadi sebaiknya cek pada waktu siang hari.

Berikut beberapa gejala bila bayi anda terkena hiperbilirubin:


Kulit bayi dan bagian putih bola mata berwarna kekuningan. Bayi juga
mungkin mengalami kekuningan pada membrane mukosa, seperti pada gusi
dan lidah atau pada kuku tangan dan kaki.
Urine yang berwarna kuning pekat
Kelihatan lelah dan agak rewel
5

Bayi anda kurang cairan/minum


2.1.7

Pengobatan penyakit Hiperbilirubin

Jika kadar bilirubin tidak terlalu tinggi biasanya tidak perlu pengobatan.
Biasanya dokter menyarankan untuk memberikan ASI atau susu formula lebih

sering, serta dijemur pada saat pagi hari pukul 7 sampai 9 pagi.
Namun bila kadar bilirubin cukup tinggi (di atas 10 mg/dl), maka harus

dilakukan foto terapi.


Bila kadar bilirubin sangat tinggi terdapat kemungkinan dilakukan tranfusi
tukar, karena dapat menyebabkan bayi mengalami kerusakan otak.

2.1.8

Fototerapi
Fototerapi adalah Tindakan dimana bayi disinar dengan sinar biru yang diarahkan

ke kulit sehingga terjadi perubahan kimia pada molekul bilirubin di dalam jaringan
bawah kulit, oleh karena itu bilirubin dapat segera dibuang tanpa perlu dimetabolisme
terlebih dahulu oleh hati.
Pada saat dilakukan fototerapi, baju bayi dilepas, mata ditutup untuk menghindari
paparan sinar yang terlalu terang, dan posisi tidur bayi diubah beberapa kali supaya
seluruh tubuh terpapar sinar.
2.2 IKTERUS
Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera
akibat akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus
mencapai 35-40 mmol/l sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik.
Jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune artinya kuning) atau ikterus (bahasa
Latin untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran
mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut.
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa
karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara klinis,
ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.
Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah > 13 mg/dL. Pada bayi
baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali:
6

Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.


Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang

bulan > 10 mg/dL.


Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.
Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.
Ikterus menetap pada usia > 2 minggu.
Terdapat faktor risiko.
Penimbunan pigmen empedu di dalam tubuh yang menyebabkan
warna kuning pada jaringan dinamakan ikterus.

2.2.1

IKTERUS NEONATORUM
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya

produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada
neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa
normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan
usianya lebih pendek.
Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau
usia gestasi < 37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data
epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus
yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada
kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak
memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut
ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada
bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi,
penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis).
2.2.1.1 Etiologi (Penyebab)
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
a. Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan
berumur lebih pendek.
b. Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil
transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat)penurunan
ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
7

c. Sirkulus

enterohepatikus

meningkat

karena

masih

berfungsinya

enzimglukuronidase di usus dan belum ada nutrien.


Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat
disebabkan oleh faktor/keadaan:
a. Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi
G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.
b. Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra
c.
d.
e.
f.
g.
h.

uterin.
Polisitemia.
Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.
Ibu diabetes.
Asidosis.
Hipoksia/asfiksia.
Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan

sirkulasi

enterohepatik.
2.2.1.2 Patofisiologi
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit.
Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 35. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa
minggu.
1. Ikterus fisiologis
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin
serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai
ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar
bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan
kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir.
Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin
terkonyugasi < 2 mg/dL.
Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor
lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang
lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai
beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin
maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya
8

ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia
relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa 120
hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan peningkatan
sirkulasi enterohepatik.

Gambar metabolisme pemecahan hemoglobin dan pembentukan bilirubin.

2. Ikterus pada bayi mendapat ASI (Breast milk jaundice)


Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang
berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang
diduga meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko
lain, ibu tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.
Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khusus
meskipun ada peningkatan kadar bilirubin.
2.2.2

IKTERUS OBSTRUKTIF (OBSTRUCTIVE JAUNDICE)


Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan

terjadinya kolestasis yang disebut sebagai ikterus obstruktif saluran empedu, sebelum
sumbatan melebar. Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan
tanda adanya kolestasis. Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan
abses menyertai demam dan septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit
ikterus obstruktif.
2.2.2.1 Etiologi jaundice obstruktif
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran
misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan
9

cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran.
Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor
ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar
menimbulkan gangguan aliran empedu.
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain
kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur
sfingter papila vater.
Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma,
karsinoma ampulla, karsinoma pankreas, striktur bilier.
2.2.2.2 Patofisiologi jaundice obstruktif
Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk
pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obatobatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen
endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon.
Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan
komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus
halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses
biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus.
Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea
dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level
protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa
menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia.
Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin
terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam
empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan
retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun
meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil);
level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh.
Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik,
disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam
empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan
perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan
10

metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan


meningkatnya produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan
oksidatif.
2.3 HEPATITIS
Hepatitis merupakan penyakit peradangan pada hati (liver) penyebabnya dapat
bermacam-macam, mulai dari virus sampai dengan obat-obatan. Penyakit hepatitis ada
beberapa jenis yaitu hepatitis A, B, C, D, E, F, dan G. Manifestasi penyakit hepatitis
akibat virus dapat akut (hepatitis A) dapat kronis (hepatitis B dan C) atau dapat juga
kemudian menjadi kanker hati. Virus yang menyebabkan penyakit ini terdapat dalam
cairan tubuh yang sewaktu-waktu dapt ditularkan kepada orang lain. Sebagian orang
yang terinfeksi virus ini dapat sembuh dengan sendirinya. Namun demikian, virus ini
akan tetap berada dalam tubuh seumur hidup.
Hepatitis berasal dari dua kata yaitu hepa (hepar/hati) dan itis (radang). Hepatitis
merupakan radang yang terjadi pada organ hati. Karena hampir seluruh tubuh penderita
berwarna kekuning-kuningan maka dalam masyarakat dikenal dengan istilah penyakit
kuning (jaundice). Namun, sebenarnya istilah sakit kuning dapat menimbulkan
kerancuan karena tidak semua sakit kuning disebabkan radang hati.
Dapat juga terjadi karena gangguan ada saluran empedu sehingga cairan mepedu
tidak dapat masuk ke dalam usus melainkan ke darah. Gejala kuning juga dapat terjadi
karena pemecahan sel darah merah yang terlalu berlebihan sehingga zat bilirubin
menyebar dalam darah. Gangguan pada organ tertentu, seperti tumor pada pankreas dan
kantung empedu atau ketidak sesuaian transfusi darah jug dapat menimbulkan warna
kuning.
Penyakit Hepatitis A
Hepatitis A, suatu penyakit yang menyerang hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis A, meskipun tidak mengakibatkan risiko kematian yang besar, namun berisiko
menimbulkan kejadian yang luar biasa atau outbreak.

11

Virus hepatitis A

Seseorang menjadi panik karena penyakit hepatitis A, biasanya karena tidak


mengetahui karakteristik dan perjalanan penyakit tersebut. Apabila serang penderita
hepatitis A atau keluarga terdekat mengenal tipikal penyakit ini maka kecemasan dan
kepanikan tidak perlu terjadi. Pada dasarnya penyakit ini bersifat self limited disease
(dapat sembuh dengan sendirinya).
Hepatitis A dapat dibagi menjadi 3 stadium:

Pendahuluan (prodromal) dengan gejala letih, lesu, demam, kehilangan selera

makan dan mual


Stadium dengan gejala kuning (stadium ikterik)
Stadium kesembuhan (konvalesensi). Gejala kuning tidak selalu ditemukan.
Untuk memastikan diagnosis dilakukan pemeriksaan enzim hati, SGPT, SGOT.
Karena pada hepatitis A juga bisa terjadi radang saluran empedu, maka
pemeriksaan gama-GT dan alkali fosfatase dapat dilakukan di samping kadar
bilirubin.

Tanda dan gejala Hepatitis A yaitu:


Kelelahan
Mual dan muntah
Nyeri perut atau rasa tidak nyaman, terutama di daerah hati (pada sisi kanan

bawah tulang rusuk)


Kehilangan nafsu makan
Demam
Urin berwarna gelap
Nyeri otot
Menguningnya kulit dan mata (jaundice).

12

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari
hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Jika terlalu
banyak bilirubin yang dilepaskan ke seluruh tubuh bayi maka itu menyebabkan warna
kuning yang disebut hiperbilirubin.
Hiperbilirubin adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total yang
lebih dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera
dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus, yaitu
keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak.
Hiperbilirubin ini keadaan fisiologis (terdapat pada 25-50 % neonatus cukup bulan dan
lebih tinggi pada neonates kurang bulan). Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan
riwayat kehamilan ibu dan prematuritas. Selain itu, asupan ASI pada bayi juga dapat
mempengaruhi kadar bilirubin dalam darah.
13

Pemeriksaan diagnostik pada hiperbillirubin adalah laboratorium, USG, Radio


Isotop Scan, dan penatalaksanaannya adalah fototerapi, pemberian fenobarbital,
antibiotik dan transfusi tukar.
Penyakit lain adalah hepatitis. Hepatitis merupakan radang yang terjadi pada
organ hati. Karena hampir seluruh tubuh penderita berwarna kekuning-kuningan maka
dalam masyarakat dikenal dengan istilah penyakit kuning (jaundice).
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan kita bisa memahami tentang penyakit
gangguan bilirubin serta pencegahan dan pengobatannya. Selaim itu diharapkan juga
kita lebih memperhatikan lagi kesehatan didi agar tdak mudah terserang penyakit.

14

Anda mungkin juga menyukai