PENDAHULUAN
melalui
cairan
empedu.
Tingkat
kelebihan
nya
dalam
darah
Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1
minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang
menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut
penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat
dihindarkan.
Munculnya jaundice pada pasien adalah sebuah kejadian yang dramatis secara
visual. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil akhir
jangka panjang bergantung pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice adalah
gambaran fisik sehubungan dengan gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini
biasanya disertai dengan gambaran fisik abnormal lainnya dan biasanya berhubungan
dengan gejala-gejala spesifik. Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan pencitraan,
memberikan perbaikan lebih lanjut pada diagnosa banding. Umumnya, jaundice nonobstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice obstruktif biasanya
membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan.
1.2 Tujuan
Mengetahui penyakit yang berhubungan dengan gangguan bilurubin
BAB II
PENYAKIT GANGGUAN BILIRUBIN
2.1 HIPERBILIRUBIN
2.1.1 Pengertian
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah
yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada
neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan
2.1.2
Klasifikasi
1. Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
2. Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
2.1.3
Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan
sebagai berikut :
Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
3
hal yang berbahaya apabila dapat dikendalikan. Siklus sel darah merah pada bayi lebih
pendek daripada orang dewasa. Ini berarti lebih banyak bilirubin yang dilepaskan
melalui organ hati bayi anda. Kadang-kadang hati bayi belum cukup matang untuk
mengatasi jumlah birubin yang berlebih.
Hiperbilirubin terjadi ketika organ hati bayi tidak bisa menghilangkan bilirubin
dari darah secara cepat. Bilirubin yang berlebih yang tidak dapat keluar dari tubuh
kemudian berkumpul pada kulit bagian putih bola mata. Kejadian ini umum terjadi pada
bayi dengan keadaan berikut:
Tersering pada bayi yang memiliki golongan darah yang berbeda dengan ibunya,
misalnya ibu memiliki rhesus positif sedangkan bayi memiliki rhesus negatif atau
ibu memiliki golongan darah O sedangkan bayi memiliki golongan darah A, B,
atau AB.
Bayi yang memiliki kelainan pada hati dan gangguan kesehatan lainnya.
Bayi yang mengalami infeksi juga dapat mengalami gangguan fungsi hati
Bayi
mengalami
kekurangan
enzym
G6PD
(Glukosa
Phospate
Dehidrogenase), yaitu enzim Yang bertugas memperkuat dinding sel darah merah
4
2.1.4
Efek Hiperbilirubinemia
Perhatian utama pada hiperbilirubinemia adalah potensinya dalam menimbulkan
kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi.
Bilirubin dapat menghambat enzim-enzim mitokondria serta mengganggu sintesis
DNA. Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf
(terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf.
Kerusakan jaringan otak yang terjadi seringkali tidak sebanding dengan
konsentrasi bilirubin serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang terjadi
ditentukan oleh konsentrasi dan lama paparan bilirubin terhadap jaringan.
2.1.5
karena itu biasanya tiga hari setelah lahir, di RSIA Tambak dilakukan pengambilan
sampel darah untuk pemeriksaan bilirubin, kecuali terdapat kecurigaan kuning
sebelumnya.
2.1.6
bayi perlahan pada bagian dada dengan jari dan ini terlihat terdapat perbedaan
warnanya. Lampu neon yang putih biasanya menyulitkan kita untuk melihat perbedaan
warnanya, jadi sebaiknya cek pada waktu siang hari.
Jika kadar bilirubin tidak terlalu tinggi biasanya tidak perlu pengobatan.
Biasanya dokter menyarankan untuk memberikan ASI atau susu formula lebih
sering, serta dijemur pada saat pagi hari pukul 7 sampai 9 pagi.
Namun bila kadar bilirubin cukup tinggi (di atas 10 mg/dl), maka harus
2.1.8
Fototerapi
Fototerapi adalah Tindakan dimana bayi disinar dengan sinar biru yang diarahkan
ke kulit sehingga terjadi perubahan kimia pada molekul bilirubin di dalam jaringan
bawah kulit, oleh karena itu bilirubin dapat segera dibuang tanpa perlu dimetabolisme
terlebih dahulu oleh hati.
Pada saat dilakukan fototerapi, baju bayi dilepas, mata ditutup untuk menghindari
paparan sinar yang terlalu terang, dan posisi tidur bayi diubah beberapa kali supaya
seluruh tubuh terpapar sinar.
2.2 IKTERUS
Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera
akibat akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus
mencapai 35-40 mmol/l sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik.
Jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune artinya kuning) atau ikterus (bahasa
Latin untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran
mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut.
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa
karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara klinis,
ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.
Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah > 13 mg/dL. Pada bayi
baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali:
6
2.2.1
IKTERUS NEONATORUM
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya
produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada
neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa
normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan
usianya lebih pendek.
Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau
usia gestasi < 37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data
epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus
yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada
kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak
memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut
ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada
bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi,
penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis).
2.2.1.1 Etiologi (Penyebab)
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
a. Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan
berumur lebih pendek.
b. Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil
transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat)penurunan
ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
7
c. Sirkulus
enterohepatikus
meningkat
karena
masih
berfungsinya
uterin.
Polisitemia.
Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.
Ibu diabetes.
Asidosis.
Hipoksia/asfiksia.
Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan
sirkulasi
enterohepatik.
2.2.1.2 Patofisiologi
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit.
Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 35. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa
minggu.
1. Ikterus fisiologis
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin
serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai
ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar
bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan
kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir.
Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin
terkonyugasi < 2 mg/dL.
Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor
lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang
lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai
beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin
maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya
8
ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia
relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa 120
hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan peningkatan
sirkulasi enterohepatik.
terjadinya kolestasis yang disebut sebagai ikterus obstruktif saluran empedu, sebelum
sumbatan melebar. Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan
tanda adanya kolestasis. Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan
abses menyertai demam dan septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit
ikterus obstruktif.
2.2.2.1 Etiologi jaundice obstruktif
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran
misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan
9
cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran.
Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor
ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar
menimbulkan gangguan aliran empedu.
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain
kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur
sfingter papila vater.
Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma,
karsinoma ampulla, karsinoma pankreas, striktur bilier.
2.2.2.2 Patofisiologi jaundice obstruktif
Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk
pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obatobatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen
endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon.
Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan
komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus
halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses
biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus.
Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea
dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level
protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa
menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia.
Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin
terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam
empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan
retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun
meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil);
level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh.
Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik,
disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam
empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan
perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan
10
11
Virus hepatitis A
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari
hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Jika terlalu
banyak bilirubin yang dilepaskan ke seluruh tubuh bayi maka itu menyebabkan warna
kuning yang disebut hiperbilirubin.
Hiperbilirubin adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total yang
lebih dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera
dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus, yaitu
keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak.
Hiperbilirubin ini keadaan fisiologis (terdapat pada 25-50 % neonatus cukup bulan dan
lebih tinggi pada neonates kurang bulan). Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan
riwayat kehamilan ibu dan prematuritas. Selain itu, asupan ASI pada bayi juga dapat
mempengaruhi kadar bilirubin dalam darah.
13
14