PENDAHULUAN
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi dari pleksus arteri-vena di saluran
anus. Pleksus arteri-vena ini berfungsi sebagai katup untuk mencegah
inkontinensia flatus dan cairan. Perdarahan juga dapat terjadi pada pleksus arterivena.1
Prevalensi hemoroid cukup banyak ditemukan dalam praktek dokter seharihari. Sekitar lima ratus ribu orang di Amerika Serikat didiagnosa menderita
hemorrhoid setiap tahunnya. Bahkan 75% dari penduduk dunia pernah mengalami
hemorrhoid.2 Tingginya prevalensi hemorrhoid tersebut disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu kurangnya konsumsi makanan berserat, konstipasi, usia, keturunan,
kebiasaan duduk terlalu lama, peningkatan tekanan abdominal karena tumor, pola
buang air besar yang salah, hubungan seks peranal, kurangnya intake cairan,
kurang olah raga dan kehamilan.3 Prevalensi hemorrhoid juga tergolong cukup
tinggi di Indonesia. Hemorrhoid mendominasi sebanyak 20% dari pasien
kolonoskopi di RSCM Jakarta pada dua tahun terakhir.4 RS Bhakti Wira Tamtama
Semarang pada tahun 2008 menyatakan dari 1575 kasus di instalasi rawat jalan
klinik bedah, kasus hemorrhoid mencapai 16% dari seluruh total kasus di instalasi
tersebut.5
Kejadian hemorrhoid cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya
usia seseorang, dimana usia puncaknya adalah 45-65 tahun.2,6 Sekitar setengah
dari orang-orang yang berumur 50 tahun pernah mengalami hemorrhoid. 7 Suatu
penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2010
menunjukkan bahwa tingkat kejadian hemorrhoid lebih besar pada usia lebih dari
45 tahun.6,8
Hal ini menjadi dasar bagi penulis untuk menjadikan keluarga salah satu
pasien yang ditemui di Puskesmas sebagai keluarga binaan. Pada pasien ini
dilakukan kunjungan rumah dan pemeriksaan pada semua aspek keluarga untuk
menilai keadaan keluarga pasien, dimulai dari keadaan fisik masing-masing
anggota keluarga dan fungsi keluarga termasuk keadaan rumah hingga keadaan
psikologi masing-masing anggota keluarga serta hubungannya dengan lingkungan
sekitar. Pembinaan ini bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi morbiditas
dan mortalitas akibat penyakit yang dialami pasien dan keluarga.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTIFIKASI
Nama Penderita
Jenis Kelamin
Umur
Agama
Alamat
Tanggal Kunjungan
Dokter Muda Pembina
: Ny. Sukatmi
: Perempuan
: 71 tahun
: Kristen
: Jln. Rawa Jaya No. 667 RT 11/RW 03
Kel.Pahlawan Kec. Kemuning, Palembang
: 21 November 2016
: Risha Meilinda Marpaung, S.Ked
Riwayat penyakit yang sama sudah dirasakan hilang timbul sejak 2 tahun
yang lalu.
Penderita tinggal bersama keluarga di rumah sendiri, dengan sumber air dari
PAM, WC berada di dalam rumah, terpisah dari ruangan yang lain.
: Sakit ringan
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 120/70 mmHg.
Nadi
: 86x/menit, reguler
Pernapasan
: 19 x/menit, reguler
Suhu
: 36,6 0C.
Berat badan
: 45 kg
Tinggi badan
: 150 cm.
Status Gizi
: Normal
Keadaan Spesifik
4
Kepala
Bentuk
: Normoensefali, simetris
Rambut
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Tenggorokan
Leher
Thorak
Paru-paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, batas paru hepar ICS VI
Auskultasi
Jantung
Auskultasi
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), lien tidak teraba, hepar tidak teraba, tidak
teraba adanya benjolan
Perkusi : Timpani
Auskultasi
Anorektal
Pemeriksaan Neurologis
Fungsi motorik
Pemeriksaan
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Reflek fisiologis
Reflek patologis
Tungkai
Kanan
Luas
5
Eutoni
+ normal
-
Tungkai Kiri
Luas
5
Eutoni
+ normal
-
Lengan
Kanan
Luas
5
Eutoni
Lengan Kiri
+ normal
-
+ normal
-
Fungsi sensorik
Luas
5
Eutoni
kaku
kuduk
(-),
Brudzinsky
(-),
Farmakologi
o Paracetamol tablet 3x500 mg
o Acetylsistein tablet 3x200 mg
o Antihemoroid DOEN kombinasi supposituria 1x1 tiap selesai BAB,
sebelum tidur pada malam hari
2.7. PROGNOSIS
Quo ad Vitam
Quo ad Functionam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
7
Quo ad Sanationam
: Dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. DEFINISI
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Plexus hemorrhoidalis
tersebut merupakan jaringan normal yang terdapat pada semua orang yang
berfungsi untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan.1,9
3.2. EPIDEMIOLOGI
Menurut hasil penelitian sebelumnya, sekitar 75% orang dalam populasi
akan mengalami hemoroid dalam hidupnya.17 Hemoroid merupakan penyakit yang
bisa diderita oleh semua orang dengan prevalensi sama banyaknya pada laki-laki
maupun perempuan, dan sedikit meningkat pada wanita yang sedang mengandung
dan akan melahirkan.18 National Center for Health Statistics (NCHS) melaporkan
bahwa terdapat 10 juta orang di Amerika Serikat mengeluhkan hemoroid.
Prevalensi hemoroid yang dilaporkan di Amerika Serikat adalah 4,4%, dengan
puncak kejadian pada usia antara 45-65 tahun. Sedangkan pada usia dibawah 20
tahun penyakit hemoroid ini jarang terjadi.
Prevalensi meningkat pada ras Kaukasian dan individu dengan status
ekonomi tinggi.19,20,21 Penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan menunjukkan
bahwa jumlah pasien dengan diagnosis hemoroid pada tahun 2009-2011
berjumlah 166 orang dengan kelompok usia terbanyak yang menderita hemoroid
dimulai dari kelompok usia 15-44 tahun yaitu 77 orang (46,4%), serta kelompok
jenis kelamin laki-laki sebanyak 95 orang (57,2%).22 Penelitian yang telah
dilakukan di RSUD Dr. Soedarso Pontianak periode 2009-2012 menunjukkan
bahwa hemoroid paling paling banyak diderita pada kelompok usia 45-54 tahun
sebanyak 15 orang (24,2%) dan kelompok jenis kelamin laki-laki sebanyak 40
orang (64,5%).23
3.3. PATOGENESIS
Kanalis analis merupakan bagian terbawah dari usus besar yang berfungsi
untuk mengeluarkan feses. Secara anatomi, kanalis analis memiliki panjang
kurang lebih 1,5 inci atau sekitar 4 cm, yang berjalan ke bawah dan belakang dari
ampulla rekti sampai anus. Selain saat defekasi, dinding kanalis analis
dipertahankan oleh musculus levator ani dan musculus sphincter ani supaya saling
berdekatan.10 Mekanisme sphincter ani memiliki tiga unsur pembentuk yakni
musculus sphincter ani externus, musculus sphincter ani internus, dan musculus
puborectalis.
Musculus sphincter ani internus dibentuk oleh penebalan otot polos stratum
circulare pada ujung atas kanalis analis sehingga bekerja secara involuntar.
Sedangkan musculus sphincter ani externus dilapisi oleh otot lurik sehingga
bekerja secara voluntar.10 Vaskularisasi kanalis analis sebagian besar diperoleh
dari arteri hemorrhoidalis superior, arteri hemorrhoidalis medialis, dan arteri
hemorrhoidalis inferior. Arteri hemorrhoidalis superior merupakan kelanjutan
langsung dari arteri mesenterika inferior. Arteri hemorrhoidalis medialis
merupakan percabangan anterior arteri iliaka interna, dan arteri hemorrhoidalis
inferior merupakan cabang arteri pudenda interna.11 Sistem vena pada kanalis
analis berasal dari vena hemorrhoidalis superior dan vena hemorrhoidalis inferior.
Vena hemorrhoidalis superior berasal dari plexus hemorrhoidalis internus dan
berjalan ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya
melalui vena lienalis ke vena porta. Vena hemorrhoidalis inferior mengalirkan
darah ke dalam vena pudenda interna dan ke dalam vena iliaka interna dan sistem
kava.10
10
11
Penuaan
Pada orang lanjut usia terjadi penyerapan air yang berlebihan pada saluran
cerna. Sehingga konsistensi tinja yang dikeluarkan menjadi keras. Pada usia tua
terjadi degenerasi dari jaringan-jaringan tubuh, otot sphincter pun juga menjadi
tipis dan atonis. Karena sphincternya lemah maka dapat timbul prolaps. Selain itu
pada usia tua juga sering terjadi sembelit yang dikarenakan penyerapan air yang
berlebihan pada saluran cerna. Hal tersebut menyebabkan konsistensi tinja
menjadi keras. Sehingga terjadi penekanan berlebihan pada plexus hemorrhoidalis
yang dipicu oeh proses mengejan untuk mengeluarkan tinja.12,16
2.
Keturunan
Adanya kelemahan dinding vena di daerah anorektal yang didapat sejak
Konstipasi
Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar yang
disebabkan oleh tinja yang kering dan keras pada colon descenden yang
menumpuk karena absorpsi cairan yang berlebihan.18 Pada konstipasi diperlukan
waktu mengejan yang lebih lama. Tekanan yang keras saat mengejan dapat
mengakibatkan trauma berlebihan pada plexus hemorrhoidalis sehingga
menyebabkan hemorrhoid. Sebuah penelitian yang dilakukan pada pasien
hemorrhoid di RS Bakti Wira Tamtama Semarang tahun 2008 mengambil
kesimpulan bahwa konstipasi merupakan faktor risiko dari hemorrhoid (p<0,0001
dengan nilai.
12
apabila diiringi dengan peningkatan intake cairan yang cukup setiap hari.
Konsumsi cairan dapat membantu kerja serat makanan dalam tubuh. Suatu studi
meta-analisis di Barcelona menyimpulkan bahwa kebiasaan mengonsumsi serat
akan menurunkan gejala dan perdarahan pada hemorrhoid.
5.
Kehamilan
Kehamilan dapat menyebabkan peningkatan hormon progesteron pada
13
hemorrhoid.
Hal
tersebut
dikarenakan,
kurangnya
intake
cairan
dapat
15
Hemoroid derajat 3 dan 4 yang besar akan segera dapat dikenali dengan adanya
massa yang menonjol dari lubang anus yang bagian luarnya ditutupi kulit dan
bagian dalamnya oleh mukosa yang berwarna keunguan atau merah.
b. Palpasi:
Hemoroid interna pada stadium awal merupaka pelebaran vena yang lunak dan
mudah kolaps sehingga tidak dapat dideteksi dengan palpasi.
Setelah hemoroid berlangsung lama dan telah prolaps, jaringan ikat mukosa
mengalami fibrosis sehingga hemoroid dapat diraba ketika jari tangan meraba
sekitar rektum bagian bawah.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin, bertujuan untuk mengetahui adanya anemia dan infeksi.
Diagnosa hemorrhoid dapat ditegakkan salah satunya dengan anoskopi.
Anoskopi adalah pemeriksaan pada anus dan rektum dengan menggunakan sebuah
spekulum. Pemeriksaan ini dapat menentukan letak dari hemorrhoid tersebut.
Secara anoskopi, berdasarkan letaknya hemorrhoid terbagi atas:14,15
a. Hemoroid eksterna
Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemorrhoidalis inferior yang timbul di
sebelah luar musculus sphincter ani. Hemoroid eksterna berasal dari bagian
dentate line dan dilapisi oleh epitel mukosa yang telah termodifikasi serta banyak
persarafan serabut saraf nyeri somatik.9 Hemorrhoid eksterna diklasifikasikan
sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut dapat berupa pembengkakan bulat
kebiruan pada pinggir anus yang merupakan suatu hematoma. Bentuk ini sering
terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri. Hemorrhoid eksterna kronis atau skin tag biasanya merupakan
sequele dari hematoma akut.14
b. Hemorhoid interna
16
3.5. PENATALAKSANAAN10
Pada penderita hemorrhoid dapat ditangani dengan 2 (dua) macam
penatalaksanaan, yaitu penatalaksanaan farmakologis dan penatalaksanaan bedah.
Kedua macam penatalaksanaan tersebut memiliki keuntungan dan kerugiannya
masing-masing.9
a. Penatalaksanaan medis9
Nonfarmakologis
Penatalaksanaan ini bertujuan untuk mencegah semakin memburuknya
hemorrhoid dengan cara memperbaiki defekasi. Penatalaksanaan ini berupa
perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaikan pola/cara
defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang harus selalu ada
dalam setiap bentuk dan derajat hemorrhoid.9
Perbaikan defekasi disebut Bowel Management Program (BMP) yang terdiri
dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku buang air.
Bersamaan dengan program BMP tersebut di atas, biasanya juga dilakukan
tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air sehingga eksudat
atau sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan. Hindari penggunaan obat-obatan
anti inflamasi non steroid, makanan pedas dan berlemak.9
Konseling dan Edukasi
Melakukan edukasi kepada pasien sebagai upaya pencegahan hemoroid.
Pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan cara: 9
1. Konsumsi serat 25-30 gram perhari. Hal ini bertujuan untuk membuat
feses menjadi lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses mengedan dan
tekanan pada vena anus.
2. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari.
3. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segerakan ke kamar mandi saat
merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses.
Hindari mengedan.
Farmakologis
18
Memperbaiki defekasi
Meredakan keluhan subyektif
Menghentikan perdarahan
Menekan atau mencegah timbulnya gejala
Tindakan medis minimal invasive
19
BAB IV
PENCEGAHAN/PEMBINAAN
4.1. Genogram Keluarga Ny. Sukatmi
20
Suami/Meninggal
Sustiatmi/41 tahun
Suami:Mangatur
Silaban, 44 tahun
Christian
Natanael
Silaban, 8
tahun
Yohanes
Dimas
Prasetyo
Silaban, 5
Suami:Yoseph Heri
Sucipto, 41 tahun
Stella
Katarina, 14
tahun
Yoseph
Junior, 11
tahun
Fungsi psikologis:
Keluarga ini memiliki fungsi psikologis yang baik, tidak terdapat kesulitan
dalam menghadapi setiap masalah yang ada pada keluarga, serta hubungan
antara anggota keluarga yang harmonis. Apabila terdapat masalah, maka
akan
diselesaikan
dengan
cara
musyawarah.
Keluarga
ini
juga
22
23
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Riwanto Ign. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam:
Sjamsuhidajat R, Jong WD, penyunting. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3.
Jakarta: EGC; 2010. hal. 788-792.
2. Anonymous. Hemorrhoids. National Digestive Disease Information
Clearinghouse [serial on the internet]. 2010 [cited 2016 Nov 27]. Available
from: http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hemorrhoids.
3. Simadibrata M. Hemoroid. Dalam: Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati
S, Simadibrata M, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing; 2006. hal. 397-399.
4. Osman N. Indonesian Hemorrhoid Increase Blamed on Western Toilets. Jakarta
Globe [serial on the internet]. 2011 [cited 2011 Nov 23]. Available from:
http://www.thejakartaglobe.com/health/indonesian-hemorrhoid-increase
blamed-on-western-toilets/365518.
5. Irawati D. Hubungan antara Riwayat Keluarga, Konstipasi, dan Olahraga Berat
dengan Kejadian Hemorrhoid pada Pasien Rawat Jalan di Klinik Bedah Rumah
Sakit Tentara Bakti Wira Tamtama Semarang [karya tulis ilmiah]. Semarang:
Universitas Muhammadiyah Semarang; 2008.
6. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Volume 2. Edisi ke-7.
Jakarta: EGC; 2007. hal. 635.
7. Pearl K. Hemorrhoids. Hemorrhoids National Digestive Disease Information
Clearinghouse. 2004.
8. Mubarak H. Karakteristik Penderita Hemoroid Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin di RSUP H. Adam Malik tahun 2008-2009 [karya tulis ilmiah].
Medan: Universitas Sumatera Utara; 2010.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Hemoroid grade I dan II
dalam Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama Nomor Hk.02.02/Menkes/514/2015. 2015.
26
10. Snell R. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC; 2006. hal. 384-388.
11. Ramming KP. Penyakit Kolon dan Rektum. Dalam: Sabiston DC, penyunting.
Buku Ajar Bedah Volume 2. Jakarta: EGC; 2010. p. 14-17.
12. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Volume 2. Edisi ke-7.
Jakarta: EGC; 2007. hal. 635.
13. Guyton B, Hall J. Propulsi dan Pencampuran Makanan dalam Saluran
Pencernaan. Dalam: Guyton B, Hall J, penyunting. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC; 2008. hal.830.
14. Lindseth G. Gangguan Usus Besar. Dalam: Price S, Wilson L, penyunting.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC; 2006. hal. 467-468.
15. Anoscopy. New York: Harvard Health Publications; 2010 [cited 2011 Nov
1].
Available
from:
http://www.health.harvard.edu/diagnostictests/anoscopy.htm.
16. Gebbenslaben O, Hilger Y, Rohde H. Etiology of Thrombosed External
Hemorrhoid: Result from a Prospective Cohort Study. The Internet Journal
of Gastroenterology. 2005.
17. Baker H. Hemorrhoids. In: Longe JL, ed. Gale Encyclopedia of Medicine. 3rd
ed.
Detroit: Gale, 2006; 17661769.
18. Budiman D, dan Sutedjo K. Mencegah dan Mengobati Wasir. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2010: 4.
19. Kaidar-Person O, Person B, and Wexner SD. Hemorrhoidal Disease: A
Comprehensive Review. American College of Surgeons 2007; 204(1): 102.
20. Chong PS, and Bartolo DCC. Hemorrhoids and fissure in ano.
Gastroenterology Clinics of North America 2008; 37: 627644.
21. Lohsiriwat V. Hemorrhoids: From Basic Pathophysiology to Clinical
Management. World J Gasroenterol 2012; 18(17): 2011.
22. Wandari N. Prevalensi Hemoroid di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode
Januari 2009 Juli 2011. Skripsi Sarjana. Jurusan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Indonesia, 2011.
23. Putra, O S. Pola Distribusi Kasus Hemoroid di RSUD Dokter Sudarso
Pontianak Periode Januari 2009 Desember 2012. Skripsi Sarjana. Jurusan
Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, Indonesia, 2013.
27
LAMPIRAN 1
DENAH RUMAH
Kamar
Mandi 1
Kamar
Kamar
Jemur
an
kain
Tempat
menggosok
baju
Dapur
Ruang
Keluarga
Kamar Mandi
2
Kamar
Kamar
Ruang tamu
Kamar
DAPUR
28
KAMAR MANDI 2
KAMAR MANDI 1+
JEMURAN
TEMPAT
MENGGOSOK BAJU
29
RUANG TAMU
LAMPIRAN 2
APGAR SCORE
30
Variabel
Penilaian
APGAR
Ibu
APGAR
Anak I
APGAR
Anak II
APGAR
Anak III
Adaptation
APGAR
Menantu
I
2
Partnership
Growth
Affection
Resolve
2
2
2
2
1
1
2
2
2
2
Total
10
10
10
Variabel
APGAR
APGAR
Penilaian
Menantu Cucu I
Adaptation
II
2
Partnershi
Cucu
Cucu
III
2
IV
2
p
Growth
Affection
Resolve
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
Total
31
LAMPIRAN 3
SCREEM SCORE
Variabel Penilaian
Social
Penilaian
Interaksi keluarga ini dengan tetangga sekitar cukup
baik.
Culture
Religious
Economic
Educational
Medical
32