Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi dari pleksus arteri-vena di saluran
anus. Pleksus arteri-vena ini berfungsi sebagai katup untuk mencegah
inkontinensia flatus dan cairan. Perdarahan juga dapat terjadi pada pleksus arterivena.1
Prevalensi hemoroid cukup banyak ditemukan dalam praktek dokter seharihari. Sekitar lima ratus ribu orang di Amerika Serikat didiagnosa menderita
hemorrhoid setiap tahunnya. Bahkan 75% dari penduduk dunia pernah mengalami
hemorrhoid.2 Tingginya prevalensi hemorrhoid tersebut disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu kurangnya konsumsi makanan berserat, konstipasi, usia, keturunan,
kebiasaan duduk terlalu lama, peningkatan tekanan abdominal karena tumor, pola
buang air besar yang salah, hubungan seks peranal, kurangnya intake cairan,
kurang olah raga dan kehamilan.3 Prevalensi hemorrhoid juga tergolong cukup
tinggi di Indonesia. Hemorrhoid mendominasi sebanyak 20% dari pasien
kolonoskopi di RSCM Jakarta pada dua tahun terakhir.4 RS Bhakti Wira Tamtama
Semarang pada tahun 2008 menyatakan dari 1575 kasus di instalasi rawat jalan
klinik bedah, kasus hemorrhoid mencapai 16% dari seluruh total kasus di instalasi
tersebut.5
Kejadian hemorrhoid cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya
usia seseorang, dimana usia puncaknya adalah 45-65 tahun.2,6 Sekitar setengah
dari orang-orang yang berumur 50 tahun pernah mengalami hemorrhoid. 7 Suatu
penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2010
menunjukkan bahwa tingkat kejadian hemorrhoid lebih besar pada usia lebih dari
45 tahun.6,8
Hal ini menjadi dasar bagi penulis untuk menjadikan keluarga salah satu
pasien yang ditemui di Puskesmas sebagai keluarga binaan. Pada pasien ini
dilakukan kunjungan rumah dan pemeriksaan pada semua aspek keluarga untuk
menilai keadaan keluarga pasien, dimulai dari keadaan fisik masing-masing

anggota keluarga dan fungsi keluarga termasuk keadaan rumah hingga keadaan
psikologi masing-masing anggota keluarga serta hubungannya dengan lingkungan
sekitar. Pembinaan ini bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi morbiditas
dan mortalitas akibat penyakit yang dialami pasien dan keluarga.

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTIFIKASI
Nama Penderita
Jenis Kelamin
Umur
Agama
Alamat
Tanggal Kunjungan
Dokter Muda Pembina

: Ny. Sukatmi
: Perempuan
: 71 tahun
: Kristen
: Jln. Rawa Jaya No. 667 RT 11/RW 03
Kel.Pahlawan Kec. Kemuning, Palembang
: 21 November 2016
: Risha Meilinda Marpaung, S.Ked

2.2. ANAMNESIS (Autoanamnesis dan Alloanamnesis pada Tanggal 21


November 2016)
Keluhan Utama
Keluar darah saat BAB sejak 2 hari yang lalu
Keluhan Tambahan
Batuk berdahak
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 2 hari yang lalu, pasien mengeluh kelua darah, merah segar,
menetes saat BAB, lendir (-). Darah segar menetes setelah BAB sebanyak 23 tetes. Pasien mengatakan sudah sering mengalami ini segera setelah pasien
memakan makanan pedas. Pasien merasa ada yang ikut keluar dari anus
kemudian masuk kembali dengan sendirinya. Nyeri perut (-), benjolan pada
perut (-), sering mengedan (-), nyeri di sekitar anus (-), gatal di sekitar anus
(-), sering mengedan (-). Pusing (+), pucat (-), badan lemas (-), batuk (+),
berdahak, kadang-kadang, pilek (-). Riwayat pengobatan sebelumnya (+),
obat yang dimasukkan dari anus, keluhan berkurang. Nafsu makan normal,
BAK normal, nyeri (-). Pasien belum ada berobat. Kemudian pasien dibawa
berobat ke Puskesmas Ariodillah.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit yang sama sudah dirasakan hilang timbul sejak 2 tahun
yang lalu.

Riwayat hipertensi ada, rutin minum obat dan kontrol.

Riwayat diabetes melitus disangkal.


Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.


Riwayat Kebiasaan dan Pola Hidup

Riwayat kebiasaan makan sayur dan buah sering.


Riwayat sulit BAB disangkal.
Riwayat Lingkungan

Penderita tinggal bersama keluarga di rumah sendiri, dengan sumber air dari
PAM, WC berada di dalam rumah, terpisah dari ruangan yang lain.

2.3. PEMERIKSAAN FISIK (21 November 2016)


Status Generalis
Keadaan umum

: Sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 120/70 mmHg.

Nadi

: 86x/menit, reguler

Pernapasan

: 19 x/menit, reguler

Suhu

: 36,6 0C.

Berat badan

: 45 kg

Tinggi badan

: 150 cm.

Status Gizi

: Normal

Keadaan Spesifik
4

Kepala
Bentuk

: Normoensefali, simetris

Rambut

: Hitam keputihan, mudah rontok

Mata

: Cekung (-), edema palpebra (-), konjungtiva pucat (-),


sklera ikterik (-), Pupil bulat isokor 3mm, reflek cahaya
+/+ normal

Hidung

: Napas cuping hidung (-), mukosa edema (-), hiperemis


(-), deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga

: Meatus auditori eksterna lapang (+), serumen (+), edema


(-), hiperemis (-), sekret (-), nyeri tarik aurikula (-), nyeri
tekan tragus (-), nyeri tekan mastoid (-)

Mulut

: Sianosis (-), pucat (-), bibir pecah-pecah (-), cheilitis (-),


typhoid tongue (-), tremor (-)

Tenggorokan

: Dinding faring hiperemis (-), T0-T0 hiperemis (-)

Leher

: Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat.

Thorak
Paru-paru

Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi (-)

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, batas paru hepar ICS VI

Auskultasi

: Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba

Perkusi : Batas atas

: ICS II linea midclavicularis sinistra

Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra


Batas kiri

: ICS IV linea midclavicularis sinistra

Auskultasi

: HR: 86 x/menit, irama reguler, pulsus defisit (-), BJ I-II

normal, murmur (-), gallop (-)


Abdomen

Inspeksi : datar, sikatriks (-)

Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), lien tidak teraba, hepar tidak teraba, tidak
teraba adanya benjolan

Perkusi : Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Lipat paha dan genitalia: Pembesaran KGB (-)


Ekstremitas

: Akral hangat, pucat (-), sianosis (-), edema


pretibial (-), CRT < 2

Anorektal

: tidak terdapat benjolan mukosa yang keluar


melalui anus, terdapat pembengkakan pada kulit
anus, teraba adanya massa di sekitar jam 6, pasien
disuruh mengedan, tampak keluar menapai sfingter
eksternal, kemudian masuk kembali secara spontan.

Pemeriksaan Neurologis

Fungsi motorik
Pemeriksaan

Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Reflek fisiologis
Reflek patologis

Tungkai
Kanan
Luas
5
Eutoni
+ normal
-

Tungkai Kiri
Luas
5
Eutoni
+ normal
-

Lengan
Kanan
Luas
5
Eutoni

Lengan Kiri

+ normal
-

+ normal
-

Fungsi sensorik

: dalam batas normal

Fungsi nervi kraniales

: dalam batas normal

Luas
5
Eutoni

Gejala rangsang meningeal

kaku

kuduk

(-),

Brudzinsky

(-),

Brudzinsky II (-), Kernig sign (-)


Pemeriksaan Laboratorium
Rencana pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, Trombosit, Leukosit)
2.4. DIAGNOSIS BANDING
Hemoroid grade II
Kondiloma akuminata
2.5. DIAGNOSIS KERJA
Hemoroid grade II
2.6. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
o Komunikasi, informasi, edukasi. Komunikasi dan informasi yang baik
mengenai penyakit kepada pasien dan keluarga. Edukasi mengenai
menghindari makanan pedas dan berlemak (daging, mentega, susu).
Diet serat 25-30 gram/hari. Minum air sebanyak 6-8 gelas/hari. Segera
ke kamar mandi saat merasa akan BAB, jangan ditahan supaya feses
tidak keras. Selalu hindari keinginan untuk mengedan.

Farmakologi
o Paracetamol tablet 3x500 mg
o Acetylsistein tablet 3x200 mg
o Antihemoroid DOEN kombinasi supposituria 1x1 tiap selesai BAB,
sebelum tidur pada malam hari
2.7. PROGNOSIS
Quo ad Vitam
Quo ad Functionam

: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
7

Quo ad Sanationam

: Dubia

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. DEFINISI
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Plexus hemorrhoidalis
tersebut merupakan jaringan normal yang terdapat pada semua orang yang
berfungsi untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan.1,9
3.2. EPIDEMIOLOGI
Menurut hasil penelitian sebelumnya, sekitar 75% orang dalam populasi
akan mengalami hemoroid dalam hidupnya.17 Hemoroid merupakan penyakit yang
bisa diderita oleh semua orang dengan prevalensi sama banyaknya pada laki-laki
maupun perempuan, dan sedikit meningkat pada wanita yang sedang mengandung
dan akan melahirkan.18 National Center for Health Statistics (NCHS) melaporkan
bahwa terdapat 10 juta orang di Amerika Serikat mengeluhkan hemoroid.
Prevalensi hemoroid yang dilaporkan di Amerika Serikat adalah 4,4%, dengan
puncak kejadian pada usia antara 45-65 tahun. Sedangkan pada usia dibawah 20
tahun penyakit hemoroid ini jarang terjadi.
Prevalensi meningkat pada ras Kaukasian dan individu dengan status
ekonomi tinggi.19,20,21 Penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan menunjukkan
bahwa jumlah pasien dengan diagnosis hemoroid pada tahun 2009-2011
berjumlah 166 orang dengan kelompok usia terbanyak yang menderita hemoroid
dimulai dari kelompok usia 15-44 tahun yaitu 77 orang (46,4%), serta kelompok
jenis kelamin laki-laki sebanyak 95 orang (57,2%).22 Penelitian yang telah
dilakukan di RSUD Dr. Soedarso Pontianak periode 2009-2012 menunjukkan
bahwa hemoroid paling paling banyak diderita pada kelompok usia 45-54 tahun
sebanyak 15 orang (24,2%) dan kelompok jenis kelamin laki-laki sebanyak 40
orang (64,5%).23

3.3. PATOGENESIS
Kanalis analis merupakan bagian terbawah dari usus besar yang berfungsi
untuk mengeluarkan feses. Secara anatomi, kanalis analis memiliki panjang
kurang lebih 1,5 inci atau sekitar 4 cm, yang berjalan ke bawah dan belakang dari
ampulla rekti sampai anus. Selain saat defekasi, dinding kanalis analis
dipertahankan oleh musculus levator ani dan musculus sphincter ani supaya saling
berdekatan.10 Mekanisme sphincter ani memiliki tiga unsur pembentuk yakni
musculus sphincter ani externus, musculus sphincter ani internus, dan musculus
puborectalis.
Musculus sphincter ani internus dibentuk oleh penebalan otot polos stratum
circulare pada ujung atas kanalis analis sehingga bekerja secara involuntar.
Sedangkan musculus sphincter ani externus dilapisi oleh otot lurik sehingga
bekerja secara voluntar.10 Vaskularisasi kanalis analis sebagian besar diperoleh
dari arteri hemorrhoidalis superior, arteri hemorrhoidalis medialis, dan arteri
hemorrhoidalis inferior. Arteri hemorrhoidalis superior merupakan kelanjutan
langsung dari arteri mesenterika inferior. Arteri hemorrhoidalis medialis
merupakan percabangan anterior arteri iliaka interna, dan arteri hemorrhoidalis
inferior merupakan cabang arteri pudenda interna.11 Sistem vena pada kanalis
analis berasal dari vena hemorrhoidalis superior dan vena hemorrhoidalis inferior.
Vena hemorrhoidalis superior berasal dari plexus hemorrhoidalis internus dan
berjalan ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya
melalui vena lienalis ke vena porta. Vena hemorrhoidalis inferior mengalirkan
darah ke dalam vena pudenda interna dan ke dalam vena iliaka interna dan sistem
kava.10

10

Gambar 2.1 Vaskularisasi kanalis analis11


Sistem simpatik dan sistem parasimpatik memegang peranan penting dalam
persarafan rektum. Serabut simpatik berasal dari plexus mesenterikus inferior dan
sistem parasakral yang terbentuk dari ganglion-ganglion simpatis lumbal ruas
kedua, ketiga, dan keempat. Sedangkan persarafan parasimpatik berasal dari saraf
sakral kedua, ketiga, dan keempat.11
Penderita hemorrhoid sering mengeluh merasa tidak nyaman akibat
benjolan yang keluar dari anus. Keluhan tersebut dikarenakan gangguan rotasi
bantalan anus. Dalam keadaan normal, bantalan anus akan menempel secara
longgar pada lapisan otot sirkuler. Namun ketika defekasi, musculus sphincter ani
externa akan berelaksasi. Bantalan anus akan berotasi ke arah luar (eversi)
membentuk bibir anorektum. Faktor endokrin, usia, konstipasi, dan mengejan
dalam waktu yang lama menyebabkan gangguan eversi pada bantalan tersebut.3,12
Defekasi merupakan suatu proses pembuangan kotoran seperti pembuangan
tinja atau feses. Pada prosesnya, rektum dan kanalis analis memiliki peranan
untuk mengeluarkan massa feses yang terbentuk dengan cara yang terkontrol.
Refleks kontraksi dari rektum dan otot sphincter akan menimbulkan keinginan
untuk defekasi. Refleks tersebut dipicu oleh gerakan usus yang mendorong feses
ke arah rektum. Selain itu, dengan adanya kontraksi dari sphincter ani externa dan
sphincter ani interna menyebabkan feses tidak keluar secara terus menerus
melainkan sedikit demi sedikit.13

11

Faktor risiko hemoroid:


1.

Penuaan
Pada orang lanjut usia terjadi penyerapan air yang berlebihan pada saluran

cerna. Sehingga konsistensi tinja yang dikeluarkan menjadi keras. Pada usia tua
terjadi degenerasi dari jaringan-jaringan tubuh, otot sphincter pun juga menjadi
tipis dan atonis. Karena sphincternya lemah maka dapat timbul prolaps. Selain itu
pada usia tua juga sering terjadi sembelit yang dikarenakan penyerapan air yang
berlebihan pada saluran cerna. Hal tersebut menyebabkan konsistensi tinja
menjadi keras. Sehingga terjadi penekanan berlebihan pada plexus hemorrhoidalis
yang dipicu oeh proses mengejan untuk mengeluarkan tinja.12,16
2.

Keturunan
Adanya kelemahan dinding vena di daerah anorektal yang didapat sejak

lahir akan memudahkan terjadinya hemorrhoid setelah mendapat paparan


tambahan seperti mengejan terlalu kuat atau terlalu lama, konstipasi, dan lain-lain.
Dalam suatu penelitian dengan subjek pria dan wanita usia >40 tahun di Semarang
tahun 2007 menunjukkan bahwa riwayat hemorrhoid dalam keluarga merupakan
faktor risiko hemorrhoid. Hasil penelitian tersebut diperkuat dengan penelitian
pada penderita hemorrhoid di RS. Bakti Wira Tamtama Semarang pada tahun
2008. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa keturunan merupakan faktor risiko
dari hemorrhoid.
3.

Konstipasi
Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar yang

disebabkan oleh tinja yang kering dan keras pada colon descenden yang
menumpuk karena absorpsi cairan yang berlebihan.18 Pada konstipasi diperlukan
waktu mengejan yang lebih lama. Tekanan yang keras saat mengejan dapat
mengakibatkan trauma berlebihan pada plexus hemorrhoidalis sehingga
menyebabkan hemorrhoid. Sebuah penelitian yang dilakukan pada pasien
hemorrhoid di RS Bakti Wira Tamtama Semarang tahun 2008 mengambil
kesimpulan bahwa konstipasi merupakan faktor risiko dari hemorrhoid (p<0,0001
dengan nilai.
12

Beberapa penyebab konstipasi antara lain:


Peningkatan stress psikologis: Emosi yang kuat diperkirakan
menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus
melalui kerja epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stress juga dapat
menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi
colon).
Ketidaksesuaian diet
Makanan yang lunak akan menghasilkan suatu produk yang tidak
cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan
makanan yang rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar akan
membuat makanan tersebut bergerak lebih lambat di saluran cerna.
Namun dengan meningkatkan intake cairan dapat mempercepat
pergerakan makanan tersebut di saluran cerna.
Penggunaan obat-obatan
Obat-obatan seperti morfin, codein, obat-obatan adrenergik dan
antikolinergik lain dapat memperlambat pergerakan colon melalui
mekanisme kerja sistem syaraf pusat sehingga dapat menyebabkan
konstipasi.
4.

Konsumsi makanan rendah serat


Serat makanan yang tinggi mampu mencegah dan mengobati konstipasi

apabila diiringi dengan peningkatan intake cairan yang cukup setiap hari.
Konsumsi cairan dapat membantu kerja serat makanan dalam tubuh. Suatu studi
meta-analisis di Barcelona menyimpulkan bahwa kebiasaan mengonsumsi serat
akan menurunkan gejala dan perdarahan pada hemorrhoid.
5.

Kehamilan
Kehamilan dapat menyebabkan peningkatan hormon progesteron pada

wanita hamil akan mengakibatkan peristaltik saluran pencernaan melambat dan


otot-ototnya berelaksasi. Sehingga akan mengakibatkan konstipasi yang akan
memperberat sistem vena. Pelebaran vena pada wanita hamil juga dapat dipicu
oleh penekanan bayi atau fetus pada rongga abdomen. Selain itu proses

13

melahirkan juga dapat menyebabkan hemorrhoid karena adanya penekanan yang


berlebihan pada plexus hemorrhoidalis.
6.

Kurangnya melakukan aktivitas fisik


Kebiasaan melakukan gerakan ringan dapat mengurangi frekuensi untuk

duduk dan merupakan salah satu pencegahan dari kekambuhan hemorrhoid.


Selain itu dengan melakukan olahraga yang ringan seperti berenang dan
menggerakkan daerah perut diharapkan dapat melemaskan dan mengurangi
ketegangan dari otot. Namun dengan melakukan aktivitas yang terlalu berat
seperti mengangkat benda berat akan meningkatkan risiko kejadian hemorrhoid.
Hal tersebut dikarenakan terjadi peregangan musculus sphincter ani yang
berulang sehingga ketika penderita mengejan akan terjadi peregangan yang
bertambah buruk.
7.

Kurangnya intake cairan


Kurangnya intake cairan setiap hari dapat meningkatkan kejadian

hemorrhoid.

Hal

tersebut

dikarenakan,

kurangnya

intake

cairan

dapat

menyebabkan tinja menjadi keras sehingga seseorang akan cenderung mengejan


untuk mengeluarkan tinja tersebut. Sementara itu, proses mengejan tersebut dapat
meningkatkan tekanan pada plexus hemorrhoidalis. Dengan intake cairan yang
cukup setiap harinya dapat membantu melunakkan tinja dan membersihkan usus.
Sehingga tidak perlu mengejan untuk mengeluarkan tinja. Menurut seorang dokter
penyakit dalam RS. Cipto Mangunkusumo setiap orang membutuhkan air kurang
lebih 30 mililiter per kilogram berat badan setiap hari.
Selain itu, keadaan lain yang meningkatkan kejadian hemoroid, yaitu batuk
kronik, hamil, lemahnya dinding pembuluh darah, sering mengedan, penggunaan
toilet yang berlama-lama (misal duduk dalam waktu yang lama di toilet), dan
peningkatan tekanan intraabdomen.
3.4. GAMBARAN KLINIS6,7,8
14

Gambaran klinis hemoroid tergambar dalam diagnosis hemoroid, yaitu


didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Hemoroid
sering tidak menimbulkan gejala klinis, terutama pada tahap awal sehingga sering
terjadi keterlambatan diagnosis. Gejala umumnya muncul pada tahap lanjut akibat
dari gesekan antara feses dan hemoroid pada derajat lanjut. Meskipun hemoroid
tidak mengancam jiwa, tetapi penyakit ini sangat berpotensi mengurangi kualitas
hidup seseorang.
Anamnesis hemoroid, terdiri atas keluhan utama, keluhan tambahan,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kebiasaan, riwayat
pengobatan, dan riwayat penyakit dalam keluarga. Pasien dengan hemoroid
biasanya datang dengan:9
1. Perdarahan pada waktu defekasi, darah berwarna merah segar. Darah
dapat menetes keluar dari anus beberapa saat setelah defekasi.
2. Prolaps suatu massa pada waktu defekasi. Massa ini mula-mula dapat
kembali spontan sesudah defekasi, tetapi kemudian harus dimasukkan secara
manual dan akhirnya tidak dapat dimasukkan lagi.
3. Pengeluaran lendir.
4. Iritasi didaerah kulit perianal.
5. Gejala-gejela anemia (seperti : pusing, lemah, pucat).
Pemeriksaan Fisik terdiri atas pemeriksaan dari kepala sampai kaki, terdiri
atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, serta adanya pemeriksaan status
lokalis, yaitu daerah anorektum.9
1. Periksa tanda-tanda anemia
2. Pemeriksaan status lokalis
a. Inspeksi:
Hemoroid derajat 1, tidak menunjukkan adanya suatu kelainan diregio anal.
Hemoroid derajat 2, tidak terdapat benjolan mukosa yang keluar melalui anus,
akan tetapi bagian hemoroid yang tertutup kulit dapat terlihat sebagai
pembengkakan.

15

Hemoroid derajat 3 dan 4 yang besar akan segera dapat dikenali dengan adanya
massa yang menonjol dari lubang anus yang bagian luarnya ditutupi kulit dan
bagian dalamnya oleh mukosa yang berwarna keunguan atau merah.
b. Palpasi:
Hemoroid interna pada stadium awal merupaka pelebaran vena yang lunak dan
mudah kolaps sehingga tidak dapat dideteksi dengan palpasi.
Setelah hemoroid berlangsung lama dan telah prolaps, jaringan ikat mukosa
mengalami fibrosis sehingga hemoroid dapat diraba ketika jari tangan meraba
sekitar rektum bagian bawah.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin, bertujuan untuk mengetahui adanya anemia dan infeksi.
Diagnosa hemorrhoid dapat ditegakkan salah satunya dengan anoskopi.
Anoskopi adalah pemeriksaan pada anus dan rektum dengan menggunakan sebuah
spekulum. Pemeriksaan ini dapat menentukan letak dari hemorrhoid tersebut.
Secara anoskopi, berdasarkan letaknya hemorrhoid terbagi atas:14,15
a. Hemoroid eksterna
Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemorrhoidalis inferior yang timbul di
sebelah luar musculus sphincter ani. Hemoroid eksterna berasal dari bagian
dentate line dan dilapisi oleh epitel mukosa yang telah termodifikasi serta banyak
persarafan serabut saraf nyeri somatik.9 Hemorrhoid eksterna diklasifikasikan
sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut dapat berupa pembengkakan bulat
kebiruan pada pinggir anus yang merupakan suatu hematoma. Bentuk ini sering
terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri. Hemorrhoid eksterna kronis atau skin tag biasanya merupakan
sequele dari hematoma akut.14

b. Hemorhoid interna

16

Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemorrhoidalis superior dan media


yang timbul di sebelah proksimal dari musculus sphincter ani. berasal dari bagian
proksimal dentate line dan dilapisi mukosa.9
Hemoroid internal dibagi menjadi 4 grade, yaitu:9
a. Grade 1 : hemoroid mencapai lumen anal kanal
b. Grade 2 : hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat
pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
c. Grade 3 : hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk kembali
secara manual oleh pasien.
d. Grade 4 : hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal kanal meski
dimasukkan secara manual
Kedua jenis hemorrhoid ini sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35%
penduduk yang berusia di atas 25 tahun.14

Gambar 2.2 Hemoroid interna dan hemoroid eksterna14


Risiko perdarahan dapat dideteksi oleh adanya stigmata perdarahan berupa
bekuan darah yang masih menempel, erosi, kemerahan di atas hemorrhoid.3
Diagnosis pasti hemoroid dapat diperoleh dari pemeriksaan penunjang
histopatologi. Pemeriksaan histopatologi dapat menyingkirkan diagnosis banding
seperti kanker rektal, polip anal, solitary rectal ulcer syndrome, dan lainnya
melalui gambaran histopatologi jaringannya dibandingkan dengan anoskopi yang
hanya dapat menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran
hemoroid.
17

3.5. PENATALAKSANAAN10
Pada penderita hemorrhoid dapat ditangani dengan 2 (dua) macam
penatalaksanaan, yaitu penatalaksanaan farmakologis dan penatalaksanaan bedah.
Kedua macam penatalaksanaan tersebut memiliki keuntungan dan kerugiannya
masing-masing.9
a. Penatalaksanaan medis9
Nonfarmakologis
Penatalaksanaan ini bertujuan untuk mencegah semakin memburuknya
hemorrhoid dengan cara memperbaiki defekasi. Penatalaksanaan ini berupa
perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaikan pola/cara
defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang harus selalu ada
dalam setiap bentuk dan derajat hemorrhoid.9
Perbaikan defekasi disebut Bowel Management Program (BMP) yang terdiri
dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku buang air.
Bersamaan dengan program BMP tersebut di atas, biasanya juga dilakukan
tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air sehingga eksudat
atau sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan. Hindari penggunaan obat-obatan
anti inflamasi non steroid, makanan pedas dan berlemak.9
Konseling dan Edukasi
Melakukan edukasi kepada pasien sebagai upaya pencegahan hemoroid.
Pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan cara: 9
1. Konsumsi serat 25-30 gram perhari. Hal ini bertujuan untuk membuat
feses menjadi lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses mengedan dan
tekanan pada vena anus.
2. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari.
3. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segerakan ke kamar mandi saat
merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses.
Hindari mengedan.
Farmakologis
18

Penatalaksanaan farmakologis bertujuan untuk memperbaiki defekasi


sekaligus meredakan atau menghilangkan keluhan serta gejala. Obat-obat
farmakologis hemorrhoid dapat dibagi atas:9

Memperbaiki defekasi
Meredakan keluhan subyektif
Menghentikan perdarahan
Menekan atau mencegah timbulnya gejala
Tindakan medis minimal invasive

Tindakan untuk menghentikan atau memperlambat semakin memburuknya


penyakit dengan tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasive, antara
lain:9
Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya
5% fenol dalam minyak nabati. Terapi ini efektif untuk hemorrhoid derajat I dan
II.
Ligasi dengan gelang karet
Penatalaksanaan ini digunakan pada hemorrhoid yang besar atau mengalami
prolaps. Penempatan gelang karet ini cukup jauh dari garis mukokutan untuk
menghindari timbulnya nyeri yang merupakan penyulit pada penatalaksanaan
jenis ini.
Penatalaksanaan bedah
Tindakan ini terdiri dari dua tahap yaitu pertama yang bertujuan untuk
menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit dan kedua untuk
mengangkat jaringan yang sudah lanjut.
Bedah beku
Teknik ini menggunakan pendinginan dengan suhu yang rendah, namun
dapat menyebabkan kematian mukosa yang sukar ditentukan. Sehingga teknik ini
hanya cocok digunakan sebagai terapi paliatif karsinoma rektum.
Hemoroidektomi

19

Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun,


penderita hemorrhoid derajat III dan IV, penderita dengan perdarahan berulang,
dan anemia yang tidak sembuh dengan terapi sederhana lainnya.
3.6. KOMPLIKASI9
Anemia
Komplikasi paskapembedahan pada derajat hemoroid lanjut dapat
menyebabkan kekambuhan, perdarahan rektum hingga perforasi
rektum dan fistula rektovagina akan mengakibatkan peningakatan
biaya terapi.

BAB IV
PENCEGAHAN/PEMBINAAN
4.1. Genogram Keluarga Ny. Sukatmi
20

Suami/Meninggal

Ny. Sukatmi / 71 tahun


PASIE
N

Tri Yuniarsih/45tahun Anthonius/ 44 tahun

Sustiatmi/41 tahun

Suami:Mangatur
Silaban, 44 tahun

Christian
Natanael
Silaban, 8
tahun

Yohanes
Dimas
Prasetyo
Silaban, 5

Suami:Yoseph Heri
Sucipto, 41 tahun

Stella
Katarina, 14
tahun

Yoseph
Junior, 11
tahun

4.2. Home Visite (9 Fungsi Keluarga)


1. Fungsi holistik, merupakan fungsi keluarga yang meliputi fungsi biologis,
fungsi psikologis, dan fungsi sosial ekonomis.
Fungsi biologis :
Dari wawancara yang dilakukan, didapatkan riwayat penyakit kronis yaitu
hipertensi dan diabetes melitus yang berasal dari almarhum suami pasien.
Di keluarga ini tidak terdapat penyakit menular. Berdasarkan hasil
pemeriksaan, seluruh anggota keluarga Ny. Sukatmi memiliki tanda-tanda
vital dalam batas normal dan keadaan spesifik tidak ditemukan kelainan
selain pada Ny. Sukatmi, yakni terdapat penyakit hemoroid. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa fungsi biologis keluarga Ny. Sukatmi
cukup baik.
21

Fungsi psikologis:
Keluarga ini memiliki fungsi psikologis yang baik, tidak terdapat kesulitan
dalam menghadapi setiap masalah yang ada pada keluarga, serta hubungan
antara anggota keluarga yang harmonis. Apabila terdapat masalah, maka
akan

diselesaikan

dengan

cara

musyawarah.

Keluarga

ini

juga

membesarkan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang sehingga tercipta


suasana harmonis di dalam keluarga. Berdasarkan uraian tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa fungsi psikologis keluarga ini berjalan dengan baik.
Fungsi sosial ekonomi:
Dari wawancara didapatkan bahwa Ny. Sukatmi merupakan seorang
pensiunan pegawai RSUP Dr. Mohammad Hoesin yang penghasilannya
tetap tiap bulannya, tetapi hanya setengah dari penghasilan dulu, dan suami
Ny. Sukatmi sudah meninggal. Anak pertama Ny. Sukatmi, Tri Yuniarsih,
kerja sebagai cleaning service, anak kedua bekerja sebagai pegawai swasta,
anak ketiga hanya sebagai ibu rumah tangga. Ketiga anak Ny. Sukatmi
tinggal bersama Ny. Sukatmi. Menantu Ny. Sukatmi, Mangatur Silaban
bekerja sebagai guru, dan Yoseph Heri Sucipto bekerja sebagai satpam di
RS Charitas. Dari sudut pandang ekonomi, ekonomi Ny. Sukatmi tergolong
menengah.
Keluarga Ny. Sukatmi mengaku tidak pernah mengalami konflik dengan
tetangga sekitar dan sering ikut berpartisipasi di dalam kegiatan di sekitar
rumahnya, seperti membantu untuk kerja bakti membersihkan lingkungan,
dan membantu persiapan acara resepsi pernikahan tetangga. Dari sudut
pandang sosial, keluarga Ny. Sukatmi memiliki sosialisasi yang baik.
2. Fungsi fisiologis keluarga diukur dengan APGAR score. APGAR score
adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari
sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan
anggota keluarga yang lain. APGAR score meliputi:
Adaptation :

22

Keluarga ini sudah mampu beradaptasi antar sesama anggota keluarga,


saling mendukung, saling menerima dan memberikan saran satu dengan
yang lainnya.
Partnership :
Berdiskusi adalah kegiatan rutinitas yang dilakukan keluarga ini setiap hari.
Semua masalah dalam kehidupan sehari-hari dibahas dalam diskusi
keluarga. Komunikasi dalam keluarga ini sudah baik, mereka saling
membagi berbagai pengalaman, saling mengisi tolong menolong jika
anggota keluarga memiliki beberapa permasalahan.
Growth:
Keluarga ini juga saling memberikan dukungan antar anggota keluarga
akan hal-hal yang baru yang dilakukan anggota keluarga tersebut.
Affection:
Interaksi dan hubungan kasih sayang antara anggota ini sudah terjalin
dengan baik
Resolve:
Keluarga ini memiliki rasa kebersamaan yang cukup tinggi dan sering
menghabiskan waktu bersama dengan anggota keluarga lainnya.
Adapun skor APGAR keluarga ini adalah 9, dengan interpretasi Baik.
(data terlampir).
3. Fungsi patologis dinilai dengan SCREEM score.
Social, keluarga ini merupakan keluarga yang memiliki jiwa sosial yang
tinggi. Keluarga ini selalu berinteraksi dengan tetangga sekitar setiap hari.
Keluarga saling memberikan dukungan dan bantuan terhadap tetangga
sekitar.
Culture, keluarga ini memberikan apresiasi dan kepuasan yang cukup
terhadap budaya, tata krama, dan sopan santun.
Religious, keluarga ini cukup taat menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran
agama yang dianutnya.
Economic, status ekonomi keluarga ini menengah/cukup.
Educational, Tingkat pendidikan keluarga ini sedang, ibu tamatan sarjana.
Anak tertua SMA, anak kedua Sarjana, anak ketiga Sarjana, cucu-cucu
masih sekolah.

23

Medical, keluarga ini sudah mampu mendapat pelayanan kesehatan yang


memadai. Semua masalah kesehatan dalam keluarga selalu diatasi dengan
pergi berobat ke puskesmas.
4. Fungsi hubungan antarmanusia
Di dalam keluarga ini hubungan antar sesama anggota keluarga sangat baik.
Selain itu hubungan kepada anggota lain misalnya tetangga sekitar juga
sudah sangat baik.
5. Fungsi keturunan (genogram)
Fungsi genogram dalam keadaaan baik (sudah dijelaskan di atas)
6. Fungsi perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan)
Pengetahuan tentang kesehatan keluarga ini baik. Informasi mengenai
kesehatan juga didapat dengan mudah pada lingkungan sekitar. Kesadaran
akan pentingnya kesehatan juga sudah baik. Sikap sadar akan kesehatan
dan beberapa tindakan yang mencerminkan pola hidup sehat dilakukan
dengan baik. Di rumah Ny. Sukatmi rajin membersihkan rumah dan
memasak, tidak menumpuk pakaian, mencuci tangan sebelum makan,
minum, setelah BAB dan BAK, tetapi jarang makan sayur dan buahbuahan.
Keluarga ini memerlukan penyuluhan dan promosi kesehatan dalam hal
pencegahan primer dan sekunder, yaitu early diagnosis and prompt
treatment, agar dapat menurunkan morbiditas dan mengoptimalkan activity
daily living (ADL).
7. Fungsi nonperilaku (lingkungan, pelayanan kesehatan, keturunan)
Lingkungan sekitar tempat tinggal cukup padat penduduk. Sering dilakukan
kegiatan gotong royong. Pada saat hujan lebat, daerah sekitar rumah sering
banjir, akan tetapi tidak sampai masuk ke dalam rumah Ny. Sukatmi.
Keluarga ini aktif memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan berupa
Puskesmas dan bersosialisasi dengan lingkungan. Adanya penyakit

24

keturunan diabetes melitus dan hipertensi membuat anak-anak Ny. Sukatmi


menjaga pola makan dan sering memeriksakan kesehatan mereka.
8. Fungsi indoor
Gambaran lingkungan dalam rumah sudah memenuhi syarat-syarat
kesehatan, lantai dan dinding dalam keadaan bersih, ventilasi, sirkulasi
udara dan pencahayaan baik, sumber air bersih dekat dengan rumah,
jamban ada di dalam rumah, serta pengelolaan sampah dan limbah baik.
9. Fungsi outdoor
Gambaran lingkungan luar rumah sudah cukup baik, jarak rumah dengan
jalan raya tidak jauh, tidak ada kebisingan disekitar rumah, jarak rumah
dengan sungai juga cukup jauh, dan tempat pembuangan umum jauh dari
lokasi rumah, rumah berdempetan dengan rumah yang lain.
4.3. Upaya Pencegahan dan Pembinaan
Upaya pencegahan dan pembinaan yang saya ajukan selaku Pembina
kesehatan keluarga Ny. Sukatmi dapat ditinjau dari beberapa aspek.
1. Diseased-oriented point of view
Dalam rangka tatalaksana penyakit pasien berupa hemoroid, saya membagi
penatalaksanaan menjadi dua bagian utama, yaitu penatalaksanaan umum dan
khusus. Pada penatalaksanaan umum, saya menekan pada konsep komunikasi,
informasi, dan edukasi (KIE). Penjelasan mengenai penyakit yang diderita,
penyebab penyakit, hal-hal yang dapat memperberat penyakit, cara pencegahan,
dan tatalaksana awal saya berikan kepada pasien. Saya juga menekankan
pentingnya kepatuhan di dalam penatalaksanaan di dalam mencapai kesembuhan
yang optimal. Penatalaksanaan khusus yang saya berikan pada pasien berupa
medikamentosa dan suportif. Terapi farmakologis rutin untuk hemoroid pada
kasus adalah anti hemoroid kombinasi DOEN supposituria, dikarenakan obat ini
relatif lebih aman dipakai dan harganya terjangkau/tersedia di puskesmas serta
obat antihipertensi untuk mengontrol tekanan darah pasien.
25

2. Preventive medicine point of view


Dalam rangka meningkatkan health literacy pasien, saya mengedukasi
pentingnya pencegahan pada pasien. Dan apabila telah terjadi penyakit, maka
segeralah berobat ke puskesmas untuk early diagnosis and prompt treatment. Hal
ini akan mengurangi morbiditas dan mengoptimalkan activity of daily living
(ADL) pasien. Pada pasien ini terutama dapat dilakukan tindakan pencegahan
dengan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Riwanto Ign. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam:
Sjamsuhidajat R, Jong WD, penyunting. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3.
Jakarta: EGC; 2010. hal. 788-792.
2. Anonymous. Hemorrhoids. National Digestive Disease Information
Clearinghouse [serial on the internet]. 2010 [cited 2016 Nov 27]. Available
from: http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hemorrhoids.
3. Simadibrata M. Hemoroid. Dalam: Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati
S, Simadibrata M, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing; 2006. hal. 397-399.
4. Osman N. Indonesian Hemorrhoid Increase Blamed on Western Toilets. Jakarta
Globe [serial on the internet]. 2011 [cited 2011 Nov 23]. Available from:
http://www.thejakartaglobe.com/health/indonesian-hemorrhoid-increase
blamed-on-western-toilets/365518.
5. Irawati D. Hubungan antara Riwayat Keluarga, Konstipasi, dan Olahraga Berat
dengan Kejadian Hemorrhoid pada Pasien Rawat Jalan di Klinik Bedah Rumah
Sakit Tentara Bakti Wira Tamtama Semarang [karya tulis ilmiah]. Semarang:
Universitas Muhammadiyah Semarang; 2008.
6. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Volume 2. Edisi ke-7.
Jakarta: EGC; 2007. hal. 635.
7. Pearl K. Hemorrhoids. Hemorrhoids National Digestive Disease Information
Clearinghouse. 2004.
8. Mubarak H. Karakteristik Penderita Hemoroid Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin di RSUP H. Adam Malik tahun 2008-2009 [karya tulis ilmiah].
Medan: Universitas Sumatera Utara; 2010.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Hemoroid grade I dan II
dalam Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama Nomor Hk.02.02/Menkes/514/2015. 2015.
26

10. Snell R. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC; 2006. hal. 384-388.
11. Ramming KP. Penyakit Kolon dan Rektum. Dalam: Sabiston DC, penyunting.
Buku Ajar Bedah Volume 2. Jakarta: EGC; 2010. p. 14-17.
12. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Volume 2. Edisi ke-7.
Jakarta: EGC; 2007. hal. 635.
13. Guyton B, Hall J. Propulsi dan Pencampuran Makanan dalam Saluran
Pencernaan. Dalam: Guyton B, Hall J, penyunting. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC; 2008. hal.830.
14. Lindseth G. Gangguan Usus Besar. Dalam: Price S, Wilson L, penyunting.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC; 2006. hal. 467-468.
15. Anoscopy. New York: Harvard Health Publications; 2010 [cited 2011 Nov
1].
Available
from:
http://www.health.harvard.edu/diagnostictests/anoscopy.htm.
16. Gebbenslaben O, Hilger Y, Rohde H. Etiology of Thrombosed External
Hemorrhoid: Result from a Prospective Cohort Study. The Internet Journal
of Gastroenterology. 2005.
17. Baker H. Hemorrhoids. In: Longe JL, ed. Gale Encyclopedia of Medicine. 3rd
ed.
Detroit: Gale, 2006; 17661769.
18. Budiman D, dan Sutedjo K. Mencegah dan Mengobati Wasir. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2010: 4.
19. Kaidar-Person O, Person B, and Wexner SD. Hemorrhoidal Disease: A
Comprehensive Review. American College of Surgeons 2007; 204(1): 102.
20. Chong PS, and Bartolo DCC. Hemorrhoids and fissure in ano.
Gastroenterology Clinics of North America 2008; 37: 627644.
21. Lohsiriwat V. Hemorrhoids: From Basic Pathophysiology to Clinical
Management. World J Gasroenterol 2012; 18(17): 2011.
22. Wandari N. Prevalensi Hemoroid di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode
Januari 2009 Juli 2011. Skripsi Sarjana. Jurusan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Indonesia, 2011.
23. Putra, O S. Pola Distribusi Kasus Hemoroid di RSUD Dokter Sudarso
Pontianak Periode Januari 2009 Desember 2012. Skripsi Sarjana. Jurusan
Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, Indonesia, 2013.

27

LAMPIRAN 1
DENAH RUMAH

Kamar
Mandi 1
Kamar
Kamar

Jemur
an
kain
Tempat
menggosok
baju

Dapur

Ruang
Keluarga

Kamar Mandi
2

Kamar
Kamar

Ruang tamu

Kamar

DAPUR

28

KAMAR MANDI 2

KAMAR MANDI 1+
JEMURAN

TEMPAT
MENGGOSOK BAJU

29

RUANG TAMU

LAMPIRAN 2
APGAR SCORE

30

Skor untuk masing-masing kategori adalah :


0 = Jarang/tidak sama sekali
1 = Kadang-kadang
2 = Sering/selalu
Tiga kategori penilaian yaitu :
5 = Kurang
6-7 = Cukup
8-10 = Baik
Rata-rata APGAR score pada keluarga ini = 9 (Baik)

Variabel
Penilaian

APGAR
Ibu

APGAR
Anak I

APGAR
Anak II

APGAR
Anak III

Adaptation

APGAR
Menantu
I
2

Partnership

Growth

Affection
Resolve

2
2

2
2

1
1

2
2

2
2

Total

10

10

10

Variabel

APGAR

APGAR

Penilaian

Menantu Cucu I

Adaptation

II
2

Partnershi

APGAR APGAR APGAR


Cucu II

Cucu

Cucu

III
2

IV
2

p
Growth

Affection
Resolve

2
2

2
2

2
2

2
2

2
2

Total

31

LAMPIRAN 3
SCREEM SCORE
Variabel Penilaian
Social

Penilaian
Interaksi keluarga ini dengan tetangga sekitar cukup
baik.

Culture

Keluarga ini memberikan apresiasi dan kepuasan yang


baik terhadap budaya, tata krama, dan perhatian

Religious

terhadap sopan santun.


Keluarga ini cukup taat menjalankan ibadah sesuai

Economic
Educational

dengan ajaran agama yang dianutnya.


Status ekonomi keluarga ini menengah.
Tingkat pendidikan keluarga ini sedang, ibu tamatan
sarjana. Anak tertua SMA, anak kedua Sarjana, anak
ketiga Sarjana, cucu-cucu masih sekolah.

Medical

Keluarga ini tergolong cukup mendapat pelayanan


kesehatan yang memadai.

32

Anda mungkin juga menyukai