Anda di halaman 1dari 13

BAB I

KONSEP DASAR

A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya
tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapakasa atau
tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma (Afriyanto. 2015).
B. Etiologi:
1.

Trauma

a.

Langsung (kecelakaan lalu lintas)

b.

Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk


sehingga terjadi fraktur tulang belakang)

2. Patologis

: Metastase dari tulang

3. Degenerasi
4. Spontan

: Terjadi tarikan otot yang sangat kuat.


(Lukman. 2009)

C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
D. Pathways
(Terlampir)
E. Jenis Fraktur
1. Menurut jumlah garis fraktur :
a.

Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)

b.

Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)

c.

Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang


lepas)

2. Menurut luas garis fraktur :


a.

Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)

b.

Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)

c.

Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak
ada perubahan bentuk tulang)

3. Menurut bentuk fragmen :


a.

Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)

b.

Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)

c.

Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)

4. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :


a.

Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 derajat

patah tulang terbuka :


Derajat
I

II

Luka
Laserasi < 2 cm

Fraktur
Sederhana

Laserasi < 1 cm, dengan luka bersih

Dislokasi

Laserasi > 2 cm, kontusi otot

Fragmen minimal
Dislokasai

disekitarnya
III

Luka lebar

Komunitif

Rusak hebat atau hilangnya jaringan

Segmental

disekitarnya, terkontaminasi

Fragmen tulang ada


yang hilang

b.

Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia


luar)
(Muttaqin.A. 2005)

F. Gambaran Klinis
Menurut (Lukman. 2009) Tanda-tanda klasik fraktur:
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Krepitasi
4. Pembengkakan lokal
5. Perubahan warna
6. Kelainan bentuk
7. Pemendekan ekstremitas
8. Peningkatan temperatur lokal
9. Pergerakan abnormal
10. Echymosis
11. Kehilangan fungsi.
G. Penatalaksanaan
1. Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri


dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).
Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
a.
Pembersihan luka
b.
Exici
c.
Hecting situasi
d.
Antibiotik
2. Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi Upaya untuk memanipulasi fragmen
tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Dapat juga
diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis.
c. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah
fraktur

direduksi,

fragmen

tulang

harus

diimobilisasi,

atau

dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi


penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan
logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
d. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi

harus

dipertahankan

sesuai

kebutuhan.

Status

neurovaskuler (mis. Pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan,


gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada
tanda

gangguan

neurovaskuler.

Kegelisahan,

ansietas

dan

ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis.


meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk
analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.

Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk


memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri. Pengembalian
bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika.
Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal.
(Helmi Noor Zairin. 2012)

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Primer
1. Airway ( Jalan Nafas )
a. Lakukan Look, listen, feel ( Lihat, dengar dan raba )
b. Buka jalan napas adekuat
c. Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervikal dengan
menggunakan teknik head tilt/chin lift/jaw trust, dan hati-hati pada
korban trauma.
d. Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut.
e. Finger sweep untuk membersihkan sumbatan didaerah mulut.
f. Suction bila perlu.
2. Breathing ( Pernafasan )
Lihat dengar dan rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut,
kemudian cek frekuensi nafas, kualitas nafas dan keteraturan nafas atau
tidak.
3. Circulation (perdarahan)
a. Lihat adanya perdarahan eksterna/interna.
b. Jika ada perdaraha eksterna langsung hentikan dengan ditekan atau
bebat dan tinggikan.
c. Perhatikan tanda-tanda syok/ gangguan sirkulasi : cpilary refill time,
nadi, sianosis,pulse arteri distal.
4. Disability
Biasanya ditunjukan untuk mengkaji kondisi neuromuscular :
a. Lakukan/Cek GCS untuk mengetahuai status kesadaran pasien
b. Periksa keadaan ekstreminitas ( kemampuan motorik dan sensorik )
5. Eksposure
Lakukan pengkajian head to toe pada pasien untuk mengetahui adanya
perlukaan atau perdarah lain di seluruh anggota tubuh.

B. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas / istirahat
Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
2. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang sebagai respons terhadap nyeri /

ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah), takikardi (respon stress,


hipovelemia) penurunan / tak ada nadi pada bagian distal yang cedera :
pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian distal yang terkena
pembekakan jaringan atau hematoma pada sisi cedera.
3. Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan / sensasi, spasme

otot,

eksemutan

Tanda : Deformitas lokal : angutasi abnormal, pemendekan, rotasi,


krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi agitasi (mungkin
berhubungan dengan nyeri / ansietes atau trauma lain).
4. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terkolalisasi pada
area jaringan) kerusakan tulang : dapat berkurang pada imobilisasi) ; tak
ada

nyeri

akibat

kerusakan

saraf.

Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)


5. Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, ovulasi jaringam pendarahan, perubahan warna
pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
6. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Lingkungan cedera.
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan
dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara
berurutan dari kepala sampai kejari kaki.
a. Inspeksi: Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi,
kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme
otot dan keadaan kulit.
b. Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan
kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit
biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.
c. Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
d. Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara
melalui struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit
bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit
jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002)
D. Prosedur diagnostik
1. Pemerikasaan rontgen, menentukan luasnya fraktur, trauma
2. Scan tulang, tomogram, memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi jaringan lunak

3. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai ada kerusakan vaskuler


4. Hitung darah lengkap
5. Ht mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan
bermakna pada sisi fraktur / organ jauh pada trauma multiple).
Kreatmin, trauma otot meningkat beban creatrain untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cederah hati.
E. Diagnosa Keperawatan Utama
1. Nyeri akut b.d agen injury pembedahan
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri/ ketidak nyamanan,kerusakan
musculoskeletal,

terapi

pembatasan

aktivitas

dan

penurunan

ke

kuatan/tahanan.
3. Resiko infeksi b.d ketidaknyamanan pertahanan primer, kerusakan kulit,
trauma jaringan insisi pembedahan post operasi
(NANDA (Nursing Diagnosis and Clasification) 2009-2011)

F. Intervensi dan Rasionalisasi


N
O
1.

Dx Kep

Tujuan dan

Intervensi
Kriteria Hasil
Nyeri akut b.d NOC: Setelah NIC:
1. kaji skala nyeri 1.
agen
injury dilakukan
pembedahan
tindakan
keperwatan
diharapkan nyeri
dapat berkurang
dengan kriteri2. Ajarkan tehnik
2.
hasil:
relaksasi pada
1. Ekspresi
saat nyeri
wajah
klien
rileks
3.
2. Skala nyeri 3-3. Memberikan
0
lingkungan
yang tenang

Rasional
pendekatan
komprehensif untuk
menentukan
intervensi.
Dapat menurunkan
stimulus nyeri

Lingkungan
yang
tenang
akan
menurunkan
stimulus nyeri

.
4. Dapat mengurangi
4. Memberikan
ketegangan nyeri
posisi nyaman

5. Memberikan
5.
informasi
kepada pasien
dan
keluarga
tentang
penyebab nyeri
dan lama nyeri
akan
berlangsung
6. Kolaborasi
6.
dengan
tim
medis
dalam
pemberian obat
analgetik.

2.

Gangguan
mobilitas fisik
b.d
nyeri/
ketidak
nyamanan,ker
usakan
musculoskelet
al,
terapi
pembatasan
aktivitas dan
penurunan ke
kuatan/tahanan
.

Pengetahuan tentang
mengurangi nyeri.

Analgetik
dapat
menurunkan nyeri

Setelah
1. Kaji
1. Untuk
memnuhi
dilakukan
kemampuan
kebutuhan aktivitas
tindakan
pasien dalam
pasien
keperawatan
mobilisasi
diharapkan
hambatan
2. Latih pasien
mobilitas fisik
dalam
2. Melatih
pasien
dapat terpenuhi
pemenuhan
secara mandiri
melalui dengan
keb
ADLs
kriteria hasil:
secara
1. Klien
mandiri
meningkat
sesuai
dalam
kemampuan
aktivitas fisik
pasien
3. Ajarkan
3. Memberikan
pasien
kebebesan
pada
tentang
kegiatan
tubuh
tekhnik
pasien
mobilisasi
4. Meringankan pasien
4. Konsultasi
dalam
hal
dengan terapi
mobilisasi fisik
fisik tentang
ambulasi
sesuai
kebutuhan.

3.

Resiko infeksi
b.d
ketidaknyaman
an pertahanan
primer,
kerusakan
kulit, trauma
jaringan insisi
pembedahan
post operasi

NOC:
NIC:
Setelah
1. Kaji tanda- 1. Untuk mengetahui
dilakukan
tanda
keadaan luka
Infeksi
tindakan
2. Menjaga
2. Untuk
mencegah
keperawatan
kebersihan
terjadinya
infeksi
diharapkan tidak
kondisi
terjadi infeksi
balutan
dengan kriteria
hasil: 1. Tidak
ada tanda-tanda 3. Melakukan
medikasi
3. Untuk
mencegah
infeksi
perawatan
terkontaminasi
luka operasi
kuman pada luka
bedah

4. Anjurkan
kepada
4. Untuk
mencegah
keluarga dan
infeksi
pasien untuk
menjaga
kebersihan
luka
5. Kolaborasi
dengan tim
dapat
medis dengan 5. Antibiotik
mencegah infeksi
obat
antibiaotik
(NANDA (Nursing Diagnosis and Clasification) 2009-2011)

DAFTAR PUSTAKA
Afriyanto. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur. Aplikasijurnalpdf.
Grace, P.A.2007. Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: Erlangga.
Helmi Noor Zairin. 2012. Buku Saku Kedaruratan Dibidang Bedah Ortopedi.
Selemba Medika, Jakarta.
Ikatan Apoteker Indonesia. 2009. Informasi Spesialis Obat (ISO) Indonesia. EGC,
Jakarta.
Jong, D. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 3: Jakarta: EGC.
Lukman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin.A. & Sari. K. 2008. Asuhan keperawatan perioperatif, Konsep, Proses
dan Aplikasi. Jakarta. Salemba Medika.
Muttaqin.A. 2005. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. EGC, Jakarta.
NANDA

(Nursing

Diagnosis

and

Clasification)

2009-2011.

Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi, Jakarta: EGC.

Diagnosa

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN SISTEM
MUSKULOSKELETAL: FRAKTUR DIRUANG IGD
RSUD Dr. H. SOEWONDO KENDAL

Disusun Oleh :
Ibnu Purwa Jadmika
(15.0325.N)

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PEKAJANGAN PEKALONGAN
2016

PATHWAY
Trauma
langsung

Kondisi
patologis

Trauma tdk
langsung

Fraktur

Diskontinuitas
tulang

Pergeseran
fragmen tulang

Kerusakan
fragmen
tulang

Perubahan
jaringan sekitar
Pergeseran
fragmen tulang
deformitas

Gangguan
fungsi

MK : Hambatan
mobilitas fisik

Laserasi kulit

MK :
Kerusakan
integritas
jaringan
kulit

Spasme
otot
Arteri/vena
putus

MK : Nyeri

Peningkatan
tek. kapiler

Tekanan
sumsum
tulang lebih
tinggi dari
kapiler

Pelepasan
histamin

Reaksi stress
klien

Protein
plasma
hilang

Melepaskan
katekolamin

perdarahan

Kehilangan
volume
cairan
MK : Shock
hipovolemik

edema

Memobilisasi
asam lemak

Penekanan
pembuluh
darah

Bergabung
dengan
trombosit

Penurunan
perfusi
jaringan

MK :
Gangguan
perfusi
jaringan

emboli

Menyumbat
pembuluh
darah

Anda mungkin juga menyukai