Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN PUSTAKA

Gulma Sebagai Suatu Masalah di Perkebunan


Tanaman perkebunan mudah terpengaruh oleh gulma, terutama sewaktu
masih muda. Apabila pengendalian gulma diabaikan sama sekali, maka
kemungkinan

besar

usaha

tanaman

perkebunan

itu

akan

rugi

total.

Pengendalian gulma yang tidak cukup pada awal pertumbuhan tanaman


perkebunan akan memperlambat pertumbuhan dan masa sebelum panen
(http://fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlinta-4.htm).
Gulma sebagai tumbuhan seperti halnya tanaman budidaya, maka
kebutuhan untuk pertumbuhannya, perkembangannya dan reproduksinya akan
saling mempunyai kesamaan. Persaingan untuk cahaya, air, nutrisi, dan ruang
dapat terjadi padanya. Gulma merupakan suatu masalah penting dalam segi
gangguan pada pertumbuhan tanaman secara ekonomis (Moenandir, 1993).
Masalah gulma pada perkebunan tanaman tahunan (karet, kelapa sawit,
kelapa, teh, kopi, kina) berbeda dengan perkebunan semusim (tebu, jagung,
tembakau, rosella). Pada umumnya masalah gulma lebih dirasakan pada
perkebunan dengan pertanaman yang luas, karena ada keterkaitannya dengan
faktor waktu yang terbatas, tenaga kerja, dan biaya (Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984).
Tumbuhan yang lazim sebagai gulma mempunyai beberapa ciri yang khas
yaitu pertumbuhannya cepat, mempunyai daya bersaing yang kuat dalam
perebutan faktor-faktor kebutuhan hidup, mempunyai toleransi yang besar
terhadap suasana lingkungan yang ekstrim, mempunyai daya berkembang biak
yang besar baik secara generatif maupun vegetatif ataupun kedua-duanya, alat
perkembangbiakannya mudah tersebar melalui angin, air, maupun binatang, dan

Universitas Sumatera Utara

bijinya memiliki sifat dormansi yang memungkinkan untuk bertahan hidup dalam
kondisi yang tidak menguntungkan (Nasution, 1986).

Biologi A. intrusa (Forssk)


Nama lain A. intrusa (Forssk.) Blume adalah A. gangetica. Dalam dunia
tumbuhan termasuk ke dalam famili Acanthaceae, genus Asystasia. Ada juga
jenis yang lain yaitu A. coromandeliana Nees var. micrantha Nees. Asal
tumbuhan ini dari Afrika. A. intrusa merupakan gulma penting di perkebunan
(http://biotrop.org/database.php, 2008).
A. intrusa merupakan tumbuhan herba yang tumbuh cepat dan mudah
berkembangbiak. Berbatang lunak, dapat tumbuh dalam keadaan yang kurang
baik. Daun berhadapan, sering berpasangan, berbentuk bulat panjang, pangkal
bulat dan bertangkai. Bunga mengelompok, banyak, sedikit berbunga tunggal,
berwarna putih atau ungu, kelopak bunga menutupi ovari. Buah kapsul,
2-3

cm panjangnya,

berbiji

empat

atau

kurang

dalam

buah

kapsul

(http://www.doa.gov.my/pgnet/rumpai/rump003/asystasia_intrusa.html., 2006).

Penyebaran A. intrusa
A. intrusa dapat ditemukan di daerah sampai 500 m di atas permukaan
laut, dapat tumbuh baik pada daerah ternaungi ataupun pada daerah terbuka. Pada
daerah ternaungi seperti pada perkebunan kelapa sawit dan karet banyak
menghasilkan daun dan menghasilkan lebih organ vegetatif, merupakan rumput
liar subur dan kompetitif dan membutuhkan unsur hara tinggi terutama N dan P.
A. intrusa menghasilkan biji dengan baik dengan viabilitas mencapai 85%
(http://biotrop.org/database.php, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Biji
dan

A.

ringan

intrusa

kecil

sehingga

mudah

berwarna

hitam

diterbangkan

kecoklat-coklatan,
oleh

angin.

kecil

Biji

ini

pecah dari polong dengan keadaan lingkungan yang tepat baik dari suhu
dan penyinaran yang cukup. Bila penyinaran matahari lama saat biji
pecah

maka

jarak

loncat

biji

semakin

jauh

dari

pohonnya

(http://www.doa.gov.my/pgnet/rumpai/rump003/asystasia_intrusa.html., 2006).

Pengaruh Negatif A. intrusa


Kerugian total yang ditimbulkan oleh A. intrusa dalam nilai uang hampir
tidak mungkin dihitung. Apabila dicoba untuk menghitung juga, maka diperlukan
suatu persamaan yang memerlukan nilai kerugian tanaman budidaya, biaya
pengendalian, kerusakan lingkungan, pengaruh terhadap kesehatan manusia,
kerugian ternak, pengaruh terhadap kualitas kehidupan dan lingkungan dan
banyak lagi faktor (Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984).
Bila biji-biji A. intrusa sudah berkecambah dan mulai muncul maka akan
terdapat populasi gulma tertentu dalam suatu lahan dan gulma tersebut juga akan
menyita hampir semua cadangan yang dapat mendukung pertumbuhan di lahan
tersebut bila penyiangan tidak tepat pada saat periode kritis. Dan bila penyiangan
tidak dilakukan pada saatnya, maka hasil panen akan berkurang akibat persaingan
dengan gulma tersebut (http://biotrop.org/database.php, 2008).
Kerugian terhadap tanaman budidaya bervariasi, tergantung dari jenis
tanaman budidaya itu sendiri, iklim, jenis gulma itu sendiri, dan tentu
saja praktek pertanian disamping faktor lain. Secara umum kerugian tanaman
budidaya yang disebabkan gulma berkisar 28 % dari kerugian total
(Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984).

Universitas Sumatera Utara

Pengendalian A. intrusa
Pengendalian A. intrusa hampir sama dengan pengendalian gulma lain.
Terdapat beberapa metoda/cara pengendalian gulma. Teknik pengendalian
meliputi :
a. Pengendalian dengan upaya prefentif (pembuatan peraturan/perundangundangan, karantina, sanitasi, dan peniadaan sumber invasi).
b. Pengendalian

secara

mekanik/fisik

(pengerjaan

tanah,

penyiangan,

pencabutan, pembabatan, penggenangan, dan pembakaran).


c. Pengendalian secara kultur teknis (pengendalian jenis unggul terhadap gulma,
pemilihan saat tanam, cara tanam-perapatan jarak tanam, tanaman sela, rotasi
tanaman, dan penggunaan mulsa).
d. Pengendalian secara hayati (pengadan musuh alami, manipulasi musuh alami,
dan pengelolaan musuh alami yang ada di suatu daerah).
e. Pengendalian secara kimiawi (herbisida dengan berbagai formulasi, surfaktan,
alat aplikas).
(Sukman dan Yakup, 1995).
Pengendalian mekanis merupakan usaha menekan pertumbuhan gulma
dengan cara merusak bagian-bagian gulma sehingga gulma tersebut mati atau
pertumbuhannya terhambat. Teknik pengendalian ini hanya mengandalkan
kekuatan fisik atau mekanik (Sukman dan Yakup, 1995).
Penggunaan tanaman penutup tanah terutama jenis polongan seperti
Pueraria javanica, Centrocema pubescens, Calopogonium mucunoides , dan
C. caeraleum untuk mencegah pertumbuhan gulma-gulma noksius terutama jenis
rerumputan, merupakan cara pengendalian kultur teknis yang dipandang paling

Universitas Sumatera Utara

berhasil di daerah perkebunan. Jenis-jenis tanaman penutup tanah ini dapat


berkembang secara cepat dalam waktu 1-3 tahun setelah tanam. Disamping itu
penggunaannya dapat meningkatkan kesuburan tanah terutama kandungan
nitrogen (Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984).
Pengendalian hayati (biological control) dengan arti sempit sebagai
penggunaan musuh alami baik yang diintroduksikan maupun yang sudah ada di
suatu daerah kemudian dikelola agar penekanan terhadap populasi organisme
pengganggu yang menjadi ssaran meningkat. Pengendalian hayati pada gulma
adalah suatu cara pengendalian dengan menggunakan musuh-musuh alami baik
hama (insekta), penyakit (patogen) guna menekan pertumbuhan gulma. Hal ini
biasa ditujukan terhadap suatu species gulma asing yang telah menyebar secara
meluas di suatu daerah (Sukman dan Yakup,1995)
Pengendalian secara kimiawi sangat meningkat setelah Perang Dunia II,
kemudian mengalami peningkatan dan kemunduran yang erat hubungannya
dengan biaya yang tersedia dan tersedianya herbisida di pasaran. Meningkatnya
penggunaan herbisida di perkebunan mungkin disebabkan oleh beberapa faktor
sebagai beriku; perkebunan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sehingga dapat
mendukung biaya yang dibutuhkan bagi pengendalian kimiawi, herbisidaherbisida yang telah mendapat persetujuan cukup memberikan hasil yang baik
(Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984).
Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif,
terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya keracunan
tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya.
Sehubungan dengan sifatnya ini maka pengendalian gulma secara kimiawi ini

Universitas Sumatera Utara

harus merupakan pilihan terakhir apabila cara-cara pengendalian gulma lainnya


tidak berhasil (http://fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlinta-4.htm).

Pengendalian Gulma Dengan Herbisida


Herbisida dapat dipakai untuk menggantikan pengolahan tanah, tetapi
banyak dilakukan dalam hubungannya dengan praktek agronomi lainnya, bukan
untuk menggantikan. Kombinasi antara beberapa faktor dalam manajemen
produksi ini tergantung pada praktek agronomi yang dipakai, keadaan ekologi,
dan pertimbanagan ekonomi lainnya (Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984).
Efisiensi penggunaan herbisida terjadi bila ada manipulasi keadaan setelah
diketahui cara kerja herbisida. Cara kerja berhubungan dengan peristiwa
pemberian herbisida pada tumbuhan sampai terjadi kematian (Moenandir, 1988).
Penggunaan herbisida ataupun zat kimia lain untuk mengendalikan gulma
harus dilakukan secara hati-hati dan bijaksana dengan memenuhi 6 (enam) tepat,
yaitu:
- Tepat mutu
- Tepat waktu
- Tepat sasaran
- Tepat takaran.
- Tepat konsentrasi
- Tepat cara aplikasinya
Selain itu, harus pula mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, dan aman bagi
lingkungan. Untuk itu, herbisida dapat dikelompokkan berdasarkan: cara kerjanya
(kontak atau sistemik), selektivitasnya (selektif atau tidak selektif), dan waktu
aplikasinya (pra-tumbuh atau pasca-tumbuh) (Noor, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Herbisida sendiri hanya sedikit jumlahnya yang dibutuhkan, namun harus


dapat tersebar merata sehingga perlu adanya formulasi herbisida. Bahan aktif ialah
bagian dari sebuah formulasi kimia yang dengan langsung dapat merespon
pengaruh herbisida. Daya kerja dan selektivitas herbisida ditentukan pula oleh
beda formulasinya (Moenandir, 1988).
Untuk dapat mematikan tumbuhan, molekul herbisida harus mencapai titik
yang tepat dalam tubuh tumbuhan sehingga menimbulkan suatu reaksi berantai
yang akhirnya mematikan tumbuhan itu. Jadi molekul herbisida itu harus masuk
ke dalam sistem tumbuhan, ditranslokasikan, terhindar dari detokfikasi, dan
akhirnya dalam jumlah yang cukup sampai pada suatu reaksi penting untuk
kehidupan tanaman dan merusak reaksi tersebut sehingga tumbuhan itu mati
(Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984).
Penghambatan atau pemacuan pertumbuhan suatu tumbuhan ditentukan
oleh dosis/konsentrasi herbisida tersebut. Suatu herbisida pada dosis/konsentrasi
tertentu dapat bersifat selektif, tetapi bila dosis/konsentrasi tersebut dinaikkan
atau diturunkan berubah menjadi tidak selektif. Selektifitas juga ditentukan
oleh

bentuk

formulasi

dan

mode

of

action

dari

suatu

herbisida

(Sukman dan Yakup, 1995).


Herbisida mempunyai kemampuan membunuh dalam konsentrasi rendah.
Dosis herbisida yang diaplikasikan (pada dosis sub-lethal) menentukan jumlah
yang ditranslokasikan, sehingga sejumlah kisaran laju dosis dalam pengendalian
gulma dengan herbisida perlu dilaksanakan. Tentang konsentrasi herbisida,
jumlahnya dapat menentukan hambatan atau pemacuan pada suatu pertumbuhan.

Universitas Sumatera Utara

Pada umumnya dengan makin meningkatnya konsentrasi makin meningkat pula


penekanannya (Moenandir, 1988).
Toksisitas dapat diartikan dengan respon yang ditimbulkan/terlihat pada
tumbuhan, tanah dan jasad sasaran yang lain akibat perlakuan herbisida.
Penampilan suatu tumbuhan setiap saat merupakan perpaduan faktor luar dan
faktor dalam. Oleh karena itu, toksisitas sangat berkaitan dengan dosis
herbisida maupun sifat fisik dan fisika daripada herbisida yang diaplikasikan
(Sukman dan Yakup,1995).
Herbisida memiliki efektivitas yang beragam. Berdasarkan cara kerjanya,
herbisida kontak mematikan bagian tumbuhan yang terkena herbisida, dan
herbisida sistemik mematikan setelah diserap dan ditranslokasikan ke seluruh
bagian gulma. Menurut jenis gulma yang dimatikan ada herbisida selektif yang
mematikan gulma tertentu atau spektrum sempit, dan herbisida nonselektif yang
mematikan banyak jenis gulma atau spektrum lebar. Herbisida berbahan aktif
glifosat, parakuat, dan 2,4 - D banyak digunakan petani, sehingga banyak
formulasi yang menggunakan bahan aktif tersebut (Fadhly dan Tabri, 2007).
Untuk meningkatkan daya berantas herbisida perlu adanya pencampuran
herbisida. Pemakaian campuran herbisida dapat meningkatkan spektrum
pengendalian, menurunkan dosis herbisida. Campuran herbisida dengan bahan
aktif glifosat akan mematikan gulma dengan menghambat jalur biosintesa asam
amino, sedangkan herbisida dengan bahan aktif 2,4 - D dapat menghambat
pertumbuhan gulma dengan mempercepat respirasi. Sehingga adanya kedua bahan
aktif tersebut dapat lebih mempercepat kematian gulma. Efektifitas pemberian
herbisida antara lain ditentukan dosis herbisida (Nurjannah, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Glifosat
Herbisida glifosat adalah herbisida yang dipakai di seluruh dunia. Glifosat
yang pertama ditemukan pada tahun 1970 oleh John E. Franz, yang bekerja untuk
Monsanto. Herbisida glifosat sudah populer sejak dipasarkan pertama kali pada
tahun 1974 (Cox, 2004).
Glifosat bekerja menghambat metabolisme tanaman dan beberapa hari
setelah penyemprotan, tumbuhan jadi layu, kuning dan mati. Herbisida Glifosat
juga mengandung bahan kimia yang membuat herbisida untuk menempel pada
daun sehingga glifosat dapat bergerak dari permukaan tumbuhan ke dalam selnya
tumbuhan (Lang, 2005).
Glifosat membunuh gulma dengan menghambat aktivitas dari enzim 5 asam enolpyruvylshikimic - 3 - synthase fosfat (EPSPS), yaitu penting bagi
sintesa dari asam amino yaitu tyrosine, tryptophan, dan phenylalanine. Asam
amino ini penting pada sintesa dari protein penghubung metabolisme primer dan
sekunder. EPSPS berada pada kloroplas tumbuhan, tapi tidak hadir di hewan
(http://www.mcn.org/1/caspar/Gorse/UCDGlyphosate.pdf, 2001).
Nama Umum

: Glifosat

Nama Kimia

: [(phosphonomethyl)amino]acetic acid

Rumus Empiris

: C3H8NO5P

Rumus

Bangun
:

(http://www.mcn.org/1/caspar/Gorse/UCDGlyphosate.pdf, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Parakuat
Bahan aktif ini merupakan bahan kimia yang digunakan sebagai herbisida
kontak untuk mengendalikan gulma tanaman dengan daya bunuh luar biasa.
Parakuat ditemukan para ahli kimia di permulaan tahun 1950 di Inggris
(http://www.paraquat.com/AboutParaquat, 2009).
Parakuat memiliki rumus kimia 1,1 ' - dimethyl - 4,4 ' - bipyridinium
dichloride. Anggota lain dari kelas ini termasuk diquat, cyperquat, diethamquat,
difenzoquat, dan morfamquat. Parakuat pertama sekali dihasilkan untuk
penggunaan secara umum tahun 1961 oleh ICI (sekarang Syngenta),
(http://www.paraquat.com/AboutParaquat, 2009).
Aktifitas herbisida gugusan ini sangat dipengaruhi oleh cahaya dan suhu.
Kelembaban dan suhu tinggi dapat menghentikan aktivitasnya. Cahaya penting
dalam pembentukan free radical dan perubahan dalam permeabilitas membran.
Suhu dan intensitas cahaya tinggi mempercepat khlorosis setelah aplikasi
herbisida golongan ini (Moenandir, 1988).
Parakuat bekerja pada kloroplas dari tumbuhan hijau. Di sini, reaksi
fotosintesis menyerap cahaya untuk menghasilkan gula sebagai hara tanaman.
Parakuat secara tepat menuju sistem biokimia yang dikenal sebagai fotosistem I.
Parakuat menghasilkan elektron bebas, penggerak fotosintesis . Ion parakuat
bereaksi dengan elektron fotosistem I untuk membentuk Oksigen radikal bebas
dengan cepat mengonversi radikal bebas ke superoxides. Siap bereaksi dengan
asam yang mengandung lemak tak jenuh komponen dari selaput sel.
Sebagai hasil perubahan kimia dramatis ini, membran dihancurkan, dan isi sel

Universitas Sumatera Utara

pecah

dan

menyebabkan

kematian.

Keseluruhan

proses

terjadi

sangat

cepat sehingga tidak ada ukuran translokasi dari parakuat.


Nama Umum

: Paraquat

Nama Kimia

: 1,1 ' - dimethyl - 4,4 ' - bipyridinium dichloride

Rumus Empiris

: C12H14N2Cl2

Rumus Bangun

(http://www.paraquat.com/AboutParaquat, 2009).

2,4-D
2,4 - dichlorophenoxyacetic acid (2,4 - D) adalah herbisida sistemik yang
digunakan untuk mengendalikan gulma berdaun lebar. Merupakan herbisida yang
banyak digunakan di dunia, dan ketiga paling umum dipakai di Amerika Utara.
2,4-D dikembangkan selama Perang Dunia II oleh satu Tim Inggris di
Laboratorium Rothamsted, di bawah kepemimpinan dari Judah Hirsch Quastel,
untuk meningkat hasil panen satu bangsa saat berperang. Setelah diperkenalkan
secara umum tahun 1946, menjadi herbisida selektif pertama yang sukses dan
sangat baik mengganti pengendalian gulma di lahan gandum, jagung, padi, dan
serelia lainnya, karena hanya membunuh tumbuhan dikotil saja, monokotil tidak
(http://www.pesticideinfo.org/Detail_chemical.jsp., 2008).
2,4 - dichlorophenoxyacetic acid (2,4 - D) biasanya dipakai sebagai satu
herbisida untuk membunuh gulma berdaun lebar. Formulasi ini melemahkan kayu,
menerobos kulit kayu setelah diaplikasi. Penyerap 2,4 - D. melalui akar dan daun-

Universitas Sumatera Utara

daun gulma setelah 4 - 6 jam aplikasi tanpa turun hujan. Jika hujan 2,4 - D akan
larut pada air hujan dan aliran permukaan dari gulma dan tanah sebelum
jumlahnya cukup diserap oleh gulma. 2,4 D berada pada jaringan floem gulma
setelah diserap dan bersamaan dengan translokasi bahan makanan ke seluruh
tubuh tumbuhan. Akumulasi dari herbisida terjadi pada daerah meristematik dari
batang dan akar. 2,4 - D bekerja akibat dari auxin atau perkembangan gulma,
mengatur hormon. Gulma diaplikasi dengan 2,4 D mengakibatkan metabolisme
gulma terganggu dengan merangsang nukleus

dan sintesa protein yang

mempengaruhi aktivitas dari enzim, pernapasan, dan divisi sel, jaringan floem
hancur dan terganggu translokasi hasil fotosintesis sehingga mengakibatkan
kematian (http://www.epa.gov/TEACH/chem_summ/24D_summary.pdf, 2006).
2,4-D dalam bentuk asam, garam, atau ester yang diaplikasi lewat daun,
mendifusikan molekulnya lewat kutikula, masuk ke dalam apoplas, dan akhirnya
masuk sel setelah berpenetrasi pada plasmolema (Moenandir, 1988).
Nama Umum

: 2,4-D

Nama Kimia

: 2,4 - dichlorophenoxyacetic acid

Rumus Bangun

(http://www.pasticideinfo.org/Detail_chemical.jsp., 2008).

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE


Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua unit percobaan sebagai berikut;
I. Penentuan kemampuan biji A. intrusa menyebar dari induk, dan
II. Dose Response A. intrusa terhadap parakuat, glifosat, dan campuran glifosat +
2,4 D
Kedua percobaan dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan. Percobaan dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Juli
2009.

I. Jarak Pergerakan Biji A. intrusa dari Induk


Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji A. intrusa
yang diambil dari kebun Adolina PTPN, polibag (diameter 35 cm, tinggi 40 cm),
lembaran plastik putih transparan, insektisida profenopos (Curacron 25 EC),
top soil.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi cangkul, meteran,
gembor, alat ukur (meteran), gunting, parang.

Metode Penelitian
Untuk menentukan jarak pergerakan biji dari induk ke sekitarnya,
dilakukan pengamatan setiap pukul 16.00 WIB setiap harinya dengan
menggunakan meteran.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non
faktorial dengan perlakuan :

Universitas Sumatera Utara

1. 1 A. intrusa per polibeg (A1)


2. 10 A. intrusa per polibeg (A2)
3. 20 A. intrusa per polibeg (A3)
Setiap perlakuan diulang 3 kali.
Data hasil penelitian di analisis dengan sidik ragam dengan metode linier
sebagai berikut :
Yij = + i + j + ij
dimana:
Yij:

Hasil pengamatan dari blok ke-i dengan perlakuan ke j.

Nilai tengah sebenarnya.

i :

Pengaruh blok ke-i

j:

Efek perlakuan ke-j

ij:

Efek galat percobaan pada blok-i yang mendapat perlakuan ke j.


Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan

dengan uji beda rataan yaitu uji Duncan dengan taraf 5 %.

Universitas Sumatera Utara

II. Dose Response Asystasia Terhadap Parakuat, Glifosat, dan Campuran


Glifosat + 2,4 - D
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji A. intrusa
yang diambil dari perkebun Adolina PTPN IV , glifosat (Round up 480 AS),
parakuat (Gramoxone 276 SL), glifosat + 2,4-D (Sidastar 300/100 SL), top soil,
insektisida profenopos (Curacron 25 EC), polibeg (diameter 35 cm, tinggi 40 cm).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi cangkul, meteran,
alat semprot punggung (knapsack sprayer), timbangan, gembor, ember, gelas
ukur, oven.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non
faktorial. Setiap perlakuan dibuat dalam 4 ulangan.
Herbisida yang digunakan :
H1

= Paraquat diklorida (Gramoxone 276 SL)

H2

= Isopropilamina glifosat (Round up 480 AS)

H3

= IPA glifosat dan 2,4 D DMA (Sidastar 300/100 SL)

Dosis rekomendasi parakuat, glifosat, dan glifosat + 2,4 D berturut-turut adalah:


414 g b.a/ha; 720 g b.a/ha; 600 g b.a/ha + 200 g b.a/ha.
Masing masing herbisida diaplikasi dengan lima taraf dosis ditambah
kontrol (tanpa herbisida). Dosis herbisida tersebut dibuat sebagai berikut :
D0 = 0
D1 = x
D2 = x

Universitas Sumatera Utara

D3 = 1 x
D4 = 2 x
D5 = 4 x
x : dosis rekomendasidasi pada label
Maka diperoleh 3 unit petak percobaan dari 3 jenis herbisida:
Data hasil penelitian di analisis dengan sidik ragam dengan metode linier
sebagai berikut :
Yij = + i + j + ij
dimana:
Yij:

Hasil pengamatan dari blok ke-i dengan perlakuan ke j.

Nilai tengah sebenarnya.

i :

Pengaruh blok ke-i

j:

Efek perlakuan ke-j

ij:

Efek galat percobaan pada blok-i yang mendapat perlakuan ke j.


Data hasil penelitian yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda

rataan yaitu uji Duncan dengan taraf 5 %.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai