Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A . LATAR BELAKANG
Peristiwa interaksi obat terjadi sebagai akibat penggunaan bersama-sama dua
macam obat atau lebih. Interaksi ini dapat menghasilkan effek yang menguntungkan
tetapi sebaliknya juga dapat menimbulkan effek yang merugikan atau membahayakan.
Meningkatnya kejadian interaksi obat dengan effek yang tidak diinginkan adalah akibat
makin

banyaknya

dan

makin

seringnya

penggunaan

apa

yang

dinamakan

Polypharmacy" atau Multiple Drug Therapy.


Sudah kita maklumi bersama bahwa biasanya penderita menerima resep dari
dokter yang memuat lebih dari dua macam obat. Belum lagi kebiasaan penderita yang
pergi berobat ke beberapa dokter untuk penyakit yang Sama dan mendapat resep obat
yang baru.
Kemungkinan lain terjadinya interaksi obat adalah akibat kebiasaan beberapa
penderita untuk mengobati diri sendiri dengan obat-obatan yang dapat dibeli di toko-toko
obat secara bebas. Interaksi obat yang tidak diinginkan dapat dicegah bila kita
mempunyaii pengetahuan farmakologi tentang obat-obat yang dikombinasikan. Tetapi
haruslahl diakui bahwa pencegahan itu tidaklah semudah yang kita sangka, mengingat
jumlah interaksi yang mungkin terjadi pada orang penderita yang menerima pengobatan
polypharmacy cukup banyak. Mekanisme interaksi obat bermacam-macam dan
kompleks.
B.Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Apa yang dimaksud dengan interaksi obat ?


Apa saja obat yang terlibat dalam peristiwa interaksi tersebut?
Apa saja yang termasuk dalam mekanisme interaksi obat ?
Bagaimana interaksi obat dengan makanan ?
Interaksi obat dengan obat lainnya ?
Apa saja yang termasuk kedalam hasil interaksi obat ?
cara atau penatalaksaan dalam penggunaan obat yang baik ?

C.Tujuan Penulisan
1. Untuk lebih mengenal dan memperdalam ilmu tentang interaksi obat

2.
3.
4.
5.

Untuk mengetahui pengertian dari interkasi obat


Untuk mengetahui obat yang terlibat dalam peristiwa interaksi
Untuk mengetahui mekanisme yang terjadi pada interkasi obat
Untuk mengetahui hasil dari interaksi obat

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 . Pengertian Interaksi Obat


Definisi Interaksi Obat Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori
masalah terkait obat (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau
keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi
obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah
oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi.
Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama dapat berubah efeknya
secara tidak langsung atau dapat berinteraksi. Interaksi bisa bersifat potensiasi atau
antagonis efek satu obat oleh obat lainnya, atau adakalanya beberapa efek lainnya.
Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat
herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya. Definisi
yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya,
atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang lainnya.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan
toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila
menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah),
misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik.
2.2 Obat yang Terlibat dalam Peristiwa Interaksi
Interaksi obat paling tidak melibatkan 2 jenis obat diantaranya :
a. Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh
obat lain.
b. Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah
aksi atau atau efek obat lain.
1. Obat obyek
Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya
dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat-obat yang memenuhi ciri :
a. Obat-obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah
akan menyebabkan perubahan besar pada efek klinik yang timbul. Secara
farmakologi obat-obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat-obat dengan

kurva dosis respons yang tajam (curam; steep dose response curve).
Perubahan, misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat
mengurangi manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat.
b. Obat-obat dengan rasio toksis terapik yang rendah (low toxic therapeutic
ratio), artinya antara dosis toksik dan dosis terapetik tersebut perbandinganya
(atau perbedaanya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar)obat sudah
menyebabkan terjadinya efek toksis. Kedua ciri obat obyek di atas, yakni
apakah obat yang manfaat kliniknya mudah dikurangi atau efek toksiknya
mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan saling berkaitan dan tidak berdiri
sendiri-sendiri. Obat-obat seperti ini juga sering dikenal dengan obat-obat
dengan lingkupterapetik yang sempit (narrow therapeutic range).
Obat-obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek interaksi dalam
klinik meliputi,
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

antikoagulansia: warfarin,
antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi,
hipoglikemika: antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid dll,
anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,
glikosida jantung: digoksin,
antihipertensi,
kontrasepsi oral steroid,
antibiotika aminoglikosida,
obat-obat sitotoksik,
obat-obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.

1. Obat presipitan.
Obat-obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain. Untuk
dapat mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah obatobat dengan ciri sebagai berikut:
a. Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan
menggusur ikatan-ikatan yang protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat
yang tergusur ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah akan
meningkat dengan segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik.
Obat-obat yang masuk di sini misalnya aspirin, fenilbutazon, sulfa dan lain lain.
b. Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang
(inducer)enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat-obat yang

punya sifat sebagai perangsang enzim (enzyme inducer) misalnya rifampisin,


karbamasepin, fenitoin, fenobarbital dan lain-lain akan mempercepat eliminasi
(metabolisme) obat-obat yang lain sehingga kadar dalam darah lebih cepat
hilang. Sedangkan obat-obat yang dapat menghambat metabolisme (enzyme
inhibator) termasuk kloramfenikol, fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lainlain,akan meningkatkan kadar obat obyek sehingga terjadi efek toksik.
c. Obat-obat yang dapat mempengaruhi /merubah fungsi ginjal sehingga eliminasi
obat-obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat-obat golongan
diuretika dan lain-lain.
Ciri-ciri obat presipitan tersebut adalah pada proses distribusi (ikatan protein),
metabolisme dan ekskresi renal. Masih banyak obat-obat lain diluar ketiga ciri ini tadi
yang dapat bertindak sebagai obat presipitan dengan mekanisme yang berbeda-beda.

2.3. Mekanisme Interaksi Obat


Dalam perjalanannya, sejak dari proses fabrikasi hingga penggunaannya di dalam
tubuh, obat atau senyawa obat dapat mengalami 3 mekanisme interaksi, yaitu :
a.Interaksi farmasetik
Interaksi farmasetik adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat
diformulasikan atau disiapkan sebelum obat tersebut digunakan oleh pasien.
Bentuk interaksi ini ada 2 macam :
- Interaksi secara fisik : misalnya terjadi perubahan kelarutan
- Interaksi secara khemis : misalnya terjadi reaksi satu dengan yang lain atau
terhidrolisisnya suatu obat selama dalam proses pembuatan ataupun selama
dalam penyimpanan
Contoh :
1). Penurunan titik kelarutan
2). Reaksi hidrolisa saat pembuatan atau dalam penyiapan pada interaksi

kimia

dapat menyebabkan inkompatibilitas sediaan obat.


3). Penisillin G bila dicampur dengan vitamin C dan amfoterisin Bakan mengendap
dalam larutan garam fisiologis
b. Interaksi farmakokinetik
Interaksi ini terjadi perubahan dalam proses adsorbsi, distribusi, metabolisme,

atau eksresi sehingga mengakibatkan perubahan efek obat dimana dapat


meningkatkan atau mengurangi jumlah/konsentrasi obat.
1).Interaksi dalam proses Adsorbsi
Interaksi obat dengan makanan/minuman (Food drug interaction) Sifat
fisika kimia obat menentukan tempat absorpsi obat. Obat biasanya bersifat asam
lemah atau basa lemah. Obat asam lemah akan diserap di lambung (jika diberikan
secara oral dengan diminum, bukan di bawah lidah atau di dinding mulut bucal),
sementara yang bersifat basa lemah akan diserap di usus yang lingkungannya
memang lebih basa dibandingkan lambung.
Kecepatan pengosongan lambung juga tak kalah penting untuk absorpsi
obat secara oral. Semakin cepat pengosongan lambung, bagi obat bersifat asam
akan merugikan karena hanya sejumlah kecil obat yang terserap, namun
menguntungkan obat bersifat basa lemah karena segera mencapai tempat absorpsi
di usus, segera terjadi proses penyerapan.
Selain terkait sifat obat dan tempat absorpsi, makanan/minuman akan
mempengaruhi bentuk obat. Obat seharusnya berbentuk molekul kecil untuk bisa
terabsorpsi dengan baik. Maka perlu dilakukan uji disolusi/pelarutan obat saat
dilakukan formulasi obat. Namun, hal lain yang perlu diwaspadai adalah adanya
interaksi obat dengan makanan/minuman atau nutrien tertentu, sehingga terbentuk
senyawa kompleks bermolekul besar yang menghalangi obat diabsorpsi.
Interaksi dalam proses adsorbsi dapat terjadi dengan berbagai cara, misalnya :
a) Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat-obat seperti
morfin atau senyawa-senyawa antikolinergik dapat mengubah absorbsi obatobat lain.
b) Makanan juga dapat mengubah adsorbsi obat-obat tertentu misal : umumnya
antibiotika akan menurun adsorbsinya bila diberikan bersama dengan
makanan.
2).Interaksi dalam proses Distribusi
Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat-obatan dengan ikatan
yang lebih kuat menggusur obat-obat lain dengan ikatan protein yang lebih lemah
dari tempat ikatannya pada protein plasma. Akibatnya maka kadar obat bebas yang

tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala konsekuensinya, terutama
terjadinya efek toksik
3).Interaksi dalam proses Metabolisme
Pemacuan Enzim (Enzyme induction)
Suatu obat (presipitan) dapat memacu metabolisme obat lain (obat objek)
sehingga mempercepat eliminasi obat tersebut. Kenaikan kecapatan eliminasi
(pembuangan atau inaktivasi) akan diikuti dengan menurunnya kadar obat dalam
darah dengan segala konsekuensinya. Obat-obat yang dapat memacu enzim
metabolisme obat disebut sebagai enzyme inducer. Dikenal beberapa obat yang
mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni : Rifamicin, Antiepileptika.
Penghambatan Enzim(Enzyme inhibitor)
Metabolisme suatu obat juga dapat dihambat oleh obat lain. Obat-obat yang
mempunyai kemampuan menghambat enzim yang memetabolisir obat lain dikenal
sebagai penghambat enzim. Akibat dari penghambatan metabolisme obat ini adalah
meningkatnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya, oleh karena
terhambatnya prose eliminasi obat. Obat-obat yang dikenal dengan menghambat
aktifitas enzim metabolisme obat adalah : kloramfenikol, simetidin, alourinol, dll.
4).Interaksi dalam proses Ekskresi
Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi ginjal dapat
dipengaruhi oleh obat-obat lain. Yang paling dikenal adalah interaksi antara
probenosid dengan penisilin melalui kompetisi sekresi tubuli sehingga proses
sekresi penisilin terhambat, maka kadar penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh.
Obat-obat diuretik menyebabkan retensi lithium karena hambatan pada proses
sekresinya.
c Interaksi farmakokinetik
Interaksi ini terjadi perubahan dalam proses adsorbsi, distribusi, metabolisme, atau
eksresi sehingga mengakibatkan perubahan efek obat dimana dapat meningkatkan atau
mengurangi jumlah/konsentrasi obat.
Interaksi dalam proses Adsorbsi

Interaksi obat dengan makanan/minuman (Food drug interaction) Sifat fisika kimia
obat menentukan tempat absorpsi obat. Obat biasanya bersifat asam lemah atau basa
lemah. Obat asam lemah akan diserap di lambung (jika diberikan secara oral dengan
diminum, bukan di bawah lidah atau di dinding mulut bucal), sementara yang bersifat
basa lemah akan diserap di usus yang lingkungannya memang lebih basa dibandingkan
lambung.
Kecepatan pengosongan lambung juga tak kalah penting untuk absorpsi obat secara
oral. Semakin cepat pengosongan lambung, bagi obat bersifat asam akan merugikan
karena hanya sejumlah kecil obat yang terserap, namun menguntungkan obat bersifat
basa lemah karena segera mencapai tempat absorpsi di usus, segera terjadi proses
penyerapan.
Selain terkait sifat obat dan tempat absorpsi, makanan/minuman akan
mempengaruhi bentuk obat. Obat seharusnya berbentuk molekul kecil untuk bisa
terabsorpsi dengan baik. Maka perlu dilakukan uji disolusi/pelarutan obat saat dilakukan
formulasi obat. Namun, hal lain yang perlu diwaspadai adalah adanya interaksi obat
dengan makanan/minuman atau nutrien tertentu, sehingga terbentuk senyawa kompleks
bermolekul besar yang menghalangi obat diabsorpsi.
Interaksi dalam proses adsorbsi dapat terjadi dengan berbagai cara, misalnya;
1) Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat-obat seperti
morfin atau senyawa-senyawa antikolinergik dapat mengubah absorbsi obat-obat
lain.
2) Makanan juga dapat mengubah adsorbsi obat-obat tertentu misal : umumnya
antibiotika akan menurun adsorbsinya bila diberikan bersama dengan makanan.
Interaksi dalam proses Distribusi
Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat-obatan dengan ikatan yang
lebih kuat menggusur obat-obat lain dengan ikatan protein yang lebih lemah dari tempat
ikatannya pada protein plasma. Akibatnya maka kadar obat bebas yang tergusur ini akan
lebih tinggi pada darah dengan segala konsekuensinya, terutama terjadinya efek toksik.
Interaksi dalam proses Metabolisme
1) Pemacuan Enzim (Enzyme induction)

Suatu obat (presipitan) dapat memacu metabolisme obat lain (obat objek)
sehingga mempercepat eliminasi obat tersebut. Kenaikan kecapatan eliminasi
(pembuangan atau inaktivasi) akan diikuti dengan menurunnya kadar obat dalam
darah dengan segala konsekuensinya. Obat-obat yang dapat memacu enzim
metabolisme obat disebut sebagai enzyme inducer. Dikenal beberapa obat yang
mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni : Rifamicin, Antiepileptika.
2) Penghambatan Enzim(Enzyme inhibitor)
Metabolisme suatu obat juga dapat dihambat oleh obat lain. Obat-obat
yang mempunyai kemampuan menghambat enzim yang memetabolisir obat lain
dikenal sebagai penghambat enzim. Akibat dari penghambatan metabolisme obat
ini adalah meningkatnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya,
oleh karena terhambatnya prose eliminasi obat. Obat-obat yang dikenal dengan
menghambat aktifitas enzim metabolisme obat adalah : kloramfenikol, simetidin,
alourinol, dll.
Interaksi dalam proses Ekskresi
Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi ginjal dapat dipengaruhi
oleh obat-obat lain. Yang paling dikenal adalah interaksi antara probenosid dengan
penisilin melalui kompetisi sekresi tubuli sehingga proses sekresi penisilin terhambat,
maka kadar penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh.
Obat-obat diuretik menyebabkan retensi lithium karena hambatan pada proses
sekresinya.
2.4. Interaksi Obat dengan Makanan
Ketika suatu makanan atau minuman mengubah efek suatu obat, perubahan terseb
utdianggap sebagai interaksi obat-makanan. Interaksi seperti itu bisa terjadi. Tetapi
tidak semuaobat dipengaruhi oleh makanan, dan beberapa obat hanya dipengaruhi
oleh makanan-makanan tertentu. Interaksi obat-makanan dapat terjadi dengan obatobat yang diresepkan,obat yang dibeli bebas, produk herbal, dan suplemen. Meskipun
beberapa interaksi mungkin berbahaya atau bahkan fatal pada kasus yang langka, inter
aksi yang lain bisa bermanfaat danumumnya tidak akan menyebabkan perubahan yang
berarti terhadap kesehatan tubuh.

Makanan

dan obat dapat berinteraksi

dalam banyak cara yang berbeda. Sering, zattertentu di dalam makanan memberikan
efek. Perubahan-perubahan lain dapat disebabkanoleh jumlah protein dalam diet anda,
atau bahkan cara makanan tersebut disiapkan. Salah satucara yang paling umum makan
an mempengaruhi efek obat adalah dengan mengubah cara obat-obat tersebut diuraikan
( dimetabolisme ) oleh tubuh. Jenis protein yang disebut enzim,memetabolisme banyak
obat. Beberapa makanan

dapat membuat enzim-

enzim ini bekerja lebihcepat atau lebih lambat, baik


dengan memperpendek atau memperpanjang waktu yang dilaluiobat di dalam tubuh.
Jika makanan mempercepat enzim, obat akan lebih singkat beradadi dalam tubuh d
an dapat menjadi kurang efekteif. Jika makanan memperlambat enzim,obat akan ber
ada lebih lama dalam tubuh dan dapat menyebabkan efek samping yang tidakdikehend
aki.
Kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan dapat terjadinya interaksi
obat dengan makanan adalah :
a.Perubahan motilitas lambung dan usus, terutama kecepatan pengosonganlamb
ung dari saat masuknya makanan
b.
Perubahan pH, sekresi asam serta produksi empedu
c.Perubahan suplai darah di daerah splanchnicus dan di mukosa saluran cerna
d.
Dipengaruhinya absorpsi obat oleh proses adsorpsi dan pembentukan komple
ks
e.Dipengaruhinya proses transport aktif obat oleh makanan
Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Obat dengan Makanan
a. Obat-obat yang dikonsumsi dapat saling mempengaruhi yang dampaknya bisa
negatif dan bisa juga positif bagi kesehatan. Saling pengaruh yang terjadi bila kita
menggunakan lebih dari 1 macam obat disebut juga interaksi obat. Dalam praktek
sehari-hari, interaksi obat jarang dikatakan sebagai akibat kegagalan
pengobatan. Sesungguhnya pemberian obat kepada pasien yang

terlampau

banyak jenisnya, misalnya lebih dari 4 macam, sangat potensial menimbulkan


efek yang tidak diinginkan akibat interaksi obat. Interaksi obat adalah peristiwa di
mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan
bersamaan. Kemungkinan terjadinya

peristiwa

interksi

harus selalu

dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara

bersamaan atau hampior bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa


pengaruh yang merugikan, beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam
praktek pengobatan. Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau
terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat
dilakukan

upaya-upaya

optimalisasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi obat yaitu :


1.

Obat dengan indek terapi sempit.

2.

Obat yang mempunyai bioavaibilitas rendah.

3.

Formulasi obat.

4.

Stereokimia obat.

5.

Potensi obat.

6.

Obat yang mempunyai kurva dosis respon yang tajam / curam.

7.

Lama terapi / penggunaan obat.

8.

Dosis obat.

9.

Konsentrasi obat dalam darah dan jaringan (cairan tubuh).

10.

Waktu dan urutan penggunaan obat.

11.

Rute penggunaan obat

12.

Base line dari interaksi dan indek terapi.

13.

Jumlah obat yang mengalami metabolism.

14.

Kecepatan metabolisme obat

15.

Ikatan obat dengan protein

16.

Volume distribusi

17.

Problem farmakokinetik

2.5. Interaksi Obat dengan Obat Lainnya


Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi
yang menguntungkan, Misalnya :
1) Penicillin dengan probenesit: probenesit menghambat sekresi penicillin di
tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penicillin dalam plasma dan
dengan demikian meningkatkan efektifitas dalam terapi gonore;
2) Kombinasi obat anti hipertensi: meningkatkan efektifitas dan mengurangi
3)

efek samping:
Kombinasi obat anti kanker: juga meningkatkan efektifitas dan
mengurangi efek samping

4) kombinasi obat anti tuberculosis: memperlambat timbulnya resistansi


kuman terhadap obat;
5) antagonisme efek toksik obat oleh antidotnya masing-masing.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan
toksisitas dan atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi, jadi terutama
bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit, misalnya glikosida
jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitotastik. Demikian juga interaksi yang
menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau yang sering diberikan bersama
tentu lebih penting daripada obat yang dipakai sekali-kali.
Faktor-faktor penunjang interaksi obat
Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena :
1). Dokumentasinya masih sangat kurang;
2). Seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan para
dokter akan mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat
sehingga interaksi obat berupa peningkatan toksisitas seringkali dianggap
sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat sedangkan interaksi
berupa penurunan efektifitas seringkali diduga akibat bertambahnya
keparahan penyakit; selain itu, terlalu banyak obat yang saling
berinteraksi sehingga sulit untuk diingat;
3). Kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual
(populasi tertentu lebih peka misalnya berpenyakit parah, adanya
perbedaan kapasitas metabolisme antar individu ), penyakit tertentu
( terutama penyakit hati yang parah), dan faktor- faktor lain ( dosis besar,
obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).
Hal yang perlu diperhatikan pada interaksi obat
1). Tidak semua obat yang berinteraksi signifikan secara klinik
2). Interaksi tidak selamanya merugikan.
3). Jika dua obat berinteraksi tidak berarti tidak boleh diberikan
4). Interaksi tidak hanya untuk terapi yang berbeda tetapi kadang untuk
mengobati penyakit yang sama.
5). Interaksi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pengobatan.

Guna interaksi obat, diantaranya yaitu :


1. Meningkatkan kerja dari obat
Contoh : sulfametoksasol, analgetik dan kafein
2. Mnegurangi efek samping
Contoh : anestetika dan adrenalin
3. Memperluas spektrum
Contoh : kombinasi antiinfeksi
4. Memperpanjang kerja obat
Probenesid dan penisilin.

2.6. Hasil Interaksi Obat


Hasil interaksi obat dengan obat adalah respon klinis atau farmakologis dari
suatu pemberian kombinasi obat, yang berbeda dari yang seharusnya terjadi bila
kedua obat-obat diberikansendiri-sendiri. Efek yang terjadi dapat berupa :
a. Antagonisme saling menurunkan khasiat dari masing-masing obat
Kegiatan obat pertama dikurangi atau bahkan ditiadakan sama sekali oleh
obat kedua yang memiliki khasiat farmakologis yang bertentangan,
misalnya adrenalin dan histamin. Contoh : ekspektoran + antitusiv,
adrenalin + antihistamin
b. Sinergisme .
Kerjasama antara dua obat dan dikenal ada dua jenis yaitu Adisi efek
kombinas adalah sama dengan kegiatan dari masing-masing obat
Contoh : kombinasi asetosal dan parasetamol, juga trisulfa.
c. Potensiasi (mempertinggi potensi). Kegiatan obat dipertinggi oleh obat
kedua Kedua obat dapat memiliki kegiatan yang sama seperti estrogen dan
progesteron,sulfametoksasol dan trimethoprim asetosal dan kodein. Atau
satu obat tidak memiliki efek bersangkutan misalnya analgetik
dan klorpromazin, benzodiazepin/meprobamat dan alkohol, penghambatan
MAO dan amfetamin dan lainnya
Contoh : Sulfametoksasol + Trimetoprim --> efek sinergesme

Amoxicillin

Asam

Klavulanat

-->

Asam

Klavulanat

meningkatkan aktivitas amoksisilin karena dapat memproteksi


cincin beta laktam dari

amoxicillin.

2.7.Penatalaksanaan untuk mengurandi efek interaksi obat :


a.Selalu harus ditelusur mengenai pemakaian obat oleh pasien baik
yangdiperoleh melalui resep dokter maupun swamedikasi
b.Gunakan obat hanya bila ada indikasi yang jelas, dan bila tidak ada
alternatifnon farmakoterapi
c.Jika harus memberikan obat gabungan pastikan tidak ada interaksi
yangmerugikan.
d.Jika ada interaksi, lakukan tindakan tindakan yang perlu untuk
mencegahinteraksi
e.Lakukan evaluasi sesudah pemberian obat secara bersamaan
f.Dilakukan perhatian khusus untuk pengobatan bayi, anak-anak dan usia lanjut
g. Ditelusuri secara rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien sebelumnya
h.Jika ada keluhan sewaktu pengobatan selalu dianalisa terlebih dahulu
penyebabkeluhan tersebut
i.Dihindari sedapat mungkin pemberian obat bersama-sama lewat infus
j.Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul
bahwatidak ada interaksi yang merugikan

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi
obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang
signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama. Interaksi obat
secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas dan/atau pengurangan
efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan batas
keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung,
antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang
biasa digunakan bersamaan,
B.Saran
Untuk menghindari interaksi obat yang tidak diinginkan maka sebaiknya
1. Hindari semaksimal mungkin pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali jika
memang kondisi penyakityang diobati memerlukan gabungan obat dan pengobatan
gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara ilmiah manfaatnya. Misalnya:

pengobatan tuberkulosis,
pengobatan infeksi berat seperti sepsis, dan lain-lain.

2. Jika memang harus memberikan obat gabungan (lebih dari satu) bersamaan,
yakinkan bahwa tidak ada interaksi yang merugikan, baik secara kinetik atau
dinamik
3. Kenalilah sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada obat-obat
yang sering diberikan bersamaan dalam praktek polifarmasi.
4.Bacalah label obat dengan teliti, apabila kurang memahami dapat ditanyakan
dengandokter yang meresepkan.
5. Baca aturan pakai, label perhatian dan peringatan interaksi obat yang tercantum
dalam label atau wadah obat. Bahkan obat yang dijual bebas juga perlu aturan
pakaiyang disarankan.
6. Jangan campur obat dengan makanan atau membuka kapsul kecuali atas petunjuk
dokter.

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2012. Farmakologi dan Toksikologi : Jakarta
Arimjie. 2012. Model Molekuler Interaksi Obat Reseptor : Bandung
Ariamijaya, putu. 2011. Interaksi Obat denganMakanan : Denpasar
Anonim. Interaksi obat dalam klinik. UGM Farmasi Klinik (Clinical Farmacy). Mohamed
aslam. Interaksi obat. UGM : Yogyakarta
Farmasiiqbal. 2011. Interaksi Obat : Surabaya
Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3.EGC: Jakarta
Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor).1995.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3528/1/farmakologi-soetiono1.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26532/4/Chapter%20II.pdf
http://www.academia.edu/6810070/Kelompok_III_Makalah_Interaksi_Obat
Lamid, Sofyan. Farmakologi Umum I. EGC: Jakarta.
Medicafarma. 2010. Interaksi Obat : Jakarta
Mycek.2001.Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika : Jakarta

Nugroho, Endro Agung.2012.Prinsip Aksi dan Nasib Obat dalam tubuh.Pustaka Pelajar :
Yogyakarta
Pharmacyrspuriindah. 2009. Drug Interaction : Jakarta
Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai