PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Empiema merupakan komplikasi yang paling sering dari pneumonia pneumokokus,
yang terjadi sekitar 2 % dari semua kasus. Meskipun telah ada antibiotik yang potensial,
pneumonia bakterial masih menyebabkan morbiditas dan mortalitas di Amerika. Setiap tahun
angka kejadian pneumonia bakterial diperkirakan sekitar 4 juta dengan rata-rata 20 %
membutuhkan perawatan di rumah sakit. Karena sebanyak 40 % penderita yang dirawat di
rumah sakit dengan pneumonia bekterial memiliki efusi pleura. Efusi terjadi akibat
pneumonia merupakan persentase yang besar dari efusi pleura. Angka morbiditas dan
mortalitas pada penderita pneumonia yang disertai efusi pleura lebih tinggi daripada penderita
yang hanya menderita pneumonia saja.
Terdapat 91 kematian di rumah sakit di Indonesia, penyebab utamanya adalah infeksi
bakteri parah (49,5%), diare (13,2%), dan kurang gizi (7,7%). Pneumonia atau empiema
sebanyak 29 kematian di rumah sakit pada kelompok kotri dan 39 persen pada kelompok
plasebo. Apabila penerimaan di rumah sakit dipertimbangkan berdasarkan penyebabnya,
pneumonia/empiema adalah yang paling utama, baik secara tunggal atau bersamaan dengan
TB, malaria, dan kurang gizi. Bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonela adalah bakteri
yang paling sering ditemukan dari biakan darah.
Meskipun tidak diketahui kapan sebenarnya emfiema dimulai, namun tampaknya
terjadi dalam beberapa tahun antara perubahan patofisiologi awal dan onset timbulnya gejala.
Karena secara klinik tidak mungkin untuk menentukan apakah pasien menderita bronkitis
kronis atau emfiema, dan pasien biasanya memiliki beberapa keadaan yang ada pada
keduanya, kriterianya akan ditampilkan pada pembahasan mengenai asuhan keperawatan
empiema.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit empiema pada dewasa ?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan empiema pada pasien dewasa ?
1
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan empiema pada dawasa.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk dapat mengetahui bagaimana konsep dasar penyakit empiema pada pasien
dewasa.
b. Untuk dapat mengetahui bagaimana konsep dasar asuhn keperawatan empiema pada
pasien dewasa.
D. Manfaat Penulisan
E. Metode Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) didalam ronggga pleura dapat
setempat atau mengisi seluruh rongga pleura (Ngastiyah,1997).
Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura
2
badannya terasa lemas, kesehatan makin menurun, pucat, clubbing fingers, dada datar
dan adanya tanda-tanda cairan pleura. Bila terjadi fibrotoraks, trakea , dan jantung
akan tertarik ke sisi yang sakit.
3. Etiologi
Terjadinya empiema dapat melalui 3 jalur, yaitu :
Infeksi dalam Paru
Bakteri
Pneumonia
Abses paru
Bronkiektasis
TB paru
Fistula bronko-pleura
Dan penyakit paru lain
Trauma thorax
Pembedahan otak
Amoebik liver abses
Torasentesis pada pleura
Trauma tumor
Sufrenik abses
Staphilococcus Pyogenes
Streptococcus Pyogenes
Bakteri gram negatif
Bakteri anaerob
4. Faktor Predisposisi
Factor utama dari emfisema adalah paparan jangka panjang terhadap iritan di udara,
termasuk:
a. Asap tembakau
b. Asap marijuana
c. Polusi udara
d. Asap manufaktur
e. Batubara dan debu silica
Dalam kasus yang jarang, emfisema disebabkan oleh kekurangan protein (warisan) yang
bertugas melindungi struktur elastis dalam paru-paru. Hal ini sering disebut emfisema
defisiensi antitripsi Alpha-1.
Faktor risiko Faktor-faktor yang meningkatkan risiko emfisema meliputi:
a. Merokok: Emfisema paling mungkin berkembang pada perokok rokok, tetapi perokok
cerutu dan pipa juga rentan. Risiko untuk semua jenis perokok meningkat sesuai
dengan jumlah usia dna jumlah tembakau yang dihisap
b. Usia: Meskipun kerusakan paru-paru pada emfisema terjadi secara bertahap, sebagian
besar orang yang terkena emfisema akibat tembakau mulai mengalami gejala pada
usia atanra 40 dan 60.
c. Paparan terhadap asap rokok: Perokok pasif adalah orang yang tidak sengaja
menghisap asap dari rokok orang lain. Menjadi perokok pasif dapat meningkatkan
risiko emfisema.
d. Pekerjaan yang menimbulkan paparan terhadap debu atau asap: Jika anda menghirup
asap dari bahan kimia tertentu atau debu dari produk biji-bijian, kapas, kayu, atau
4
Efusi parapneumoni komplikasi merupakan invasi bakteri pada celah pleura yang
mengakibatkan peningkatan jumlah neutrofil, asidosis cairan pleura dan peningkatan
konsentrasi LDH. Efusi ini sering bersifat steril karena bakteri biasanya dibersihkan
secara cepat dari celah pleura.
Pembentukan empiema terjadi dalam 3 tahap, yaitu :
1. Fase eksudatif
Selama fase eksudatif, cairan pleura steril berakumulasi secara cepat ke dalam celah
pleura. Cairan pleura memiliki kadar WBC dan LDH yang rendah, glukosa dan pH
dalam batas normal. Efusi ini sembuh dengan terapi antibiotik, penggunaan chest tube
tidak diperlukan.
2. Fase fibropurulen
Invasi bakteri terjadi pada celah pleura, dengan akumulasi leukosit PMN, bakteri dan
debris. Terjadi kecendrungan untuk lokulasi, pH dan kadar glukosa menurun,
sedangkan kadar LDH menngkat.
3. Fase organisasi
Bentuk lokulasi. Aktivitas fibroblas menyebabkan pelekatan pleura visceral dan
parietal. Aktivitas ini berkembang dengan pembentukan perlengketan dimana lapisan
pleura tidak dapat dipisahkan. Pus, yang kaya akan protein dengan sel inflamasi dan
debris berada pada celah pleura. Intervensi bedah diperlukan pada tahap ini.
Gambaran bakteriologis efusi parapneumoni dengan kultur positif berubah seiring
berjalannya waktu. Sebelum era antibiotik, bakteri yang umumnya didapatkan adalah
Streptococcus pneumoniae danstreptococci hemolitik. Saat ini, organisme aerob lebih
sering diisolasi dibandingkan organisme anaerob. Staphylococcus aureus dan S
pneumoniae tumbuh pada 70 % kultur bakteri gram positif aerob. Bakteriologi suatu efusi
parapneumoni berhubungan erat dengan bakteriologi pada proses pneumoni. Organisme
aerob gram positif dua kali lebih sering diisolasi dibandingkan organisme aerob gram
negatif. Klebsiela, Pseudomonas, dan Haemophilus merupakan 3 jenis organisme aerob
gram negatif yang paling sering diisolasi.
Bacteroides danPeptostreptococcus merupakan organisme anaerob yang paling
sering diisolasi. Campuran bakteri aerob dan anaerob lebih sering menghasilkan suatu
empiema dibandingkan infeksi satu jenis organisme. Bakteri anaerob telah dikultur 36
sampai 76 % dari empiema. Sekitar 70 % empiema merupakan suatu komplikasi dari
6. Pathway
7. Gejala Klinis
a. Tanda-tanda umum :
1) Demam dan keluar keringat mala
2) Nyeri pleura
3) Dispnea
4) Anoreksia dan penurunan berat badan
5) Pada auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas
6) Pada perkusi dada ditemukan suara flatness
7) Pada palpasi ditemukan penurunan fremitus
b. Tanda dan gejala empiema akut :
1) Panas tinggi dan nyeri pleuritik
2) Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura
3) Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia, dan
clubbing finger
4) Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural
5) Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah dan
nanah banyak sekali
c. Tanda dan gejala empiema kronis :
1) Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan
2) Badan lemah, kesehatan semakin menurun
3) Pucat, clubbing finger
4) Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura
5) Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit
6) Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan
8. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :
Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup).
Dada berbentuk barrel-chest.
Sela iga melebar.
Sternum menonjol.
Retraksi intercostal saat inspirasi.
Penggunaan otot bantu pernapasan.
8
10. Prognosis
a. Pengosongan Nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek toksisnya.
Closed drainage toracostomy water sealed drainage dengan indikasi :
1) Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
2) Nanah terus terbentuk setelah dua minggu
3) Terjadinya piopneumotoraks
b. Upaya WSD juga dapat dibantu dengan pengisapan negative sebesar 10-20 cmH2O. Jika
setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh cara lain seperti pada empiema
kronis.
10
11
Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin
dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini, segmen dari tulang iga dipotong
subperiosteal, dengan demikian dinding toraks jatuh ke dalam rongga pleura karena
tekanan atmosfer.
h. Pengobatan Kausal
Misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada
amoeboiasis, dan sebagainya.
i. Pengobatan Tambahan
Perbaiki keadaan umum lalu fisioterapi untuk membebaskan jalan napas.
3) Terjadinya piopneumotoraks
Upaya WSD juga dapat dibantu dengan pengisapan negative sebesar 10-20 cmH2O.
Jika setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh cara lain seperti pada
empiema kronis.
c. Drainase terbuka (open drainage)
Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga dengan
reseksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa
terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat misalnya aspirasi yang
terlambat atau tidak adekuat, drainase tidak adekuat sehingga harus seing mengganti
atau membersihkan drain.
d. Antibiotic
Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis, maka antibiotic memegang
peranan penting. Antibiotic harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan
dosisnya harus tepat. Pemilihan antibiotic didasarkan pada hasil pengecatan gram dan
apusan
nanah.
Pengobatan
selanjutnya
tergantung
pada
hasil
kultur
dan
h. Pengobatan Kausal
Misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada
amoeboiasis, dan sebagainya.
i. Pengobatan tambahan
Perbaiki keadaan umum lalu fisioterapi untuk membebaskan jalan napas.
mengenai rongga dada seperti peluru yang menebus dada dan paru, ledakan yang
menyebabkan peningkatan tekanan udara dan pernah tidaknya terjadi tekanan
mendadak di dada sehingga menyebabkan tekanan di dalamn paru meningkat.
Selain itu kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul pada dada
atau bisa juga karena tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah merokok atau terpapar polusi udara yang
berat.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada riwayat alergi pada keluarga.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : demam, berkeringat, pucat, compos mentis, ketakutan,
gelisah, penurunan BB, dispnea, lemah.
2) Pemeriksaan TTV
3) IPPA
2. Diagnosa keperawatan
3. Intervensi keperawatan
4. Implementasi keperawatan
5. Evaluasi
15