Anda di halaman 1dari 151

FORENSIK DAN MEDIKOETIKOLEGAL

NIDA PUSPITA AYU

CONTOH SOAL
Arif, 53 tahun, korban perampokan dibawa oleh warga ke UGD. Ditemukan
beberapa luka bacok di lengan bawah kiri. Pasien tampak pucat dan
ketakutan. Dr.Noah membuat visum, melakukan perawatan luka, kemudian
pasien disarankan dirawat inap untuk observasi. Setelah seminggu pasien
bisa pulang untuk rawat jalan. Saat kontrol, pasien datang dengan polisi
yang membawa surat visum kembali. Jenis surat visum yang akan dr.Noah
buat saat ini adalah
a. VER psikiatrik
b. VER lanjutan
c. VER jenazah
d. VER sementara
e. VER definitive

VISUM ET REPERTUM
Definisi Visum et Repertum
Keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan tertulis penyidik yang berwenang,
mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau
diduga bagian tubuh manusia berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah, untuk kepentingan
peradilan

Dasar Hukum
Pasal 133 KUHAP: Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
dan atau ahli lainnya
PP No 27 tahun 1983: Penyidik polri berpangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua,
kepangkatan penyidik pembantu adalah bintara serendah-rendahnya adalah Sersan Dua

Jenis Visum et Repertum dan beberapa hal terkait yang harus kita ketahui:
VeR perlukaan
(termasuk
keracunan)

Deskripsi luka

VeR kejahatan
susila

Bukti
persetubuhan

Bukti kekerasan

Perkiraan umur

Penyakit jiwa

Kejahatan
sebagai produk
penyakit jiwa

Psikodinamik
kejahatan

Sebab dan
Mekanisme
kematian

Cara kematian

VeR psikiatrik

VeR jenazah

Identifikasi

Penyebab luka

Derajat luka

Pantas tidaknya
korban untuk
dikawin

Waktu perkiraan
kematian

MACAM-MACAM Visum et Repertum


1. Untuk Korban Hidup
a. Visum et Repertum Definitif
Diberikan kepada korban yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut
dan cedera sudah dapat disimpulkan.
b. Visum et Repertum Sementara
Diberikan setelah pemeriksaan dan ternyata korban perlu diperiksa atau
dirawat lebih lanjut, baik di rumah sakit maupun di rumah.
c. Visum et Repertum lanjutan
Diberikan setelah visum sementara diberikan, selama kondisi cedera
belum dapat disimpulkan dampaknya: 1). Sembuh (secara medis krn
perlu kontrol), 2) Meninggal (saat dalam perawatan perlu otopsi), 3)
Pindah Rumah Sakit, 4) Pindah Dokter

2. Untuk Korban Mati

Disebut Visum et Repertum Jenazah, dengan tujuan pokok:


a. Menentukan identitas
b. Menentukan sebab kematian
c. Menentukan mekanisme kematian
d. Menentukan waktu/perkiraan kematian
e. Menentukan cara kematian

VeR hidup untuk kasus kejahatan seksual


Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan barang bukti
VeR harus dibuat berdasarkan keadaan yang didapatkan pada waktu permintaan pembuatan
VeR diterima oleh dokter
Bila korban datang atas inisiatif sendiri dilakukan pemeriksaan oleh dokter surat
permintaan VeR beberapa waktu kemudian dokter harus menolak membuat VeR, karena segala
sesuatu yang diketahui sebelum permintaan VeR datang merupakan rahasia kedokteran (KUHP
pasal 322)
Apabila tetap ingin membuat VeR dibuat berdasarkan keadaan saat ini hasil pemeriksaan
yang lalu diberikan dalam bentuk surat keterangan

SUSUNAN VISUM ET REPERTUM KASUS HIDUP


kekerasan umum
Bagian II
PENDAHULUAN
Bagian I

keterangan
permohonan
(identitas
pemohon)

VeR

Bagian III

Bagian IV

Bagian V

PEMBERITAAN

KESIMPULAN

PENUTUP

-Jenis luka dan


jenis
kekerasan
dan derajat luka
seperti:
luka
memar
karena
benda tumpul

- Pernyataan visum
telah dibuat sesuai
sumpah atau janji
sesuai jabatan

Berisi keterangan
Pro Justitia
mengenai
apa
Ditulis dibagian -keterangan dokter yang
ditemukan
atas visum
pada korban oleh
pembuat VeR
dokter
yang
-Identitas korban memeriksa
yang diperiksa
Dan peristiwa

OTOPSI FORENSIK

SEBAB

MEKANISME

CARA

Perlukaan atau penyakit


kekacauan fisik pada
tubuh kematian

Kekacauan fisik yang


dihasilkan oleh
penyebab kematian
kematian

Bagaimana penyebab kematian


itu datang

1. Wajar
pencekikan, luka tusuk
luka tembak,
adenokarsinoma paru

Perdarahan, asfiksia
(mati lemas), refleks
vagal

2.Tidak Wajar : pembunuhan,


bunuh diri, kecelakaan
3. Tidak dapat ditentukan

Tanatologi
Bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan
perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi
perubahan tersebut

Dipergunakan untuk kepentingan medikolegal

KEMATIAN
Mati somatis (mati klinis)
Terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat,
system kardiovaskular dan sistem pernapasan yang menetap (irreversibble)

Mati suri (suspended animation, apparent death)


Terhentinya ketiga sistem kehidupan yang ditentukan denganalat sederhana,
namun dengan alat yang lebih canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga
system tersebut masih berfungsi

Mati seluler (mati molekuler)


Kematian organ atau jaringan yang timbul beberapa saat setelah kematian
somatis

Mati serebral
Kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang
otak dan serebelum

Mati otak (mati batang otak)


Kerusakan seluruh otak secara ireversibel, termasuk batang
otak dan serebelum
Seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup
lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan

Tanda Kematian
Tanda Kematian Tidak Pasti
Pernafasan berhenti, dinilai selama 10
menit
Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15
menit
Kulit pucat
Tonus otot menghilang dan terjadi relaksasi
primer

Pembuluh darah retina mengalami


segmentasi ke arah tepi retina
Pengeringan kornea menimbulkan
kekeruhan

Tanda Pasti Kematian

Lebam mayat (livor mortis)


Kaku mayat (rigor mortis)
Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Pembusukan (decomposition, putrefaction)
Adiposera
Mummifikasi

TANDA KEMATIAN PASTI


PENURUNAN SUHU (ALGOR MORTIS)
Penurunan suhu tubuh mayat akibat terhentinya produksi panas dan terjadinya pengeluaran panas
secara terus-menerus. Ini disebabkan karena perbedaan suhu mayat dengan lingkungannya.

Penurunan suhu tubuh dipengaruhi oleh:


1. Faktor lingkungan (media)
semakin rendah suhu media tempat mayat terletak semakin cepat penurunan suhu tubuh mayat.
2. Keadaan FisikTubuh
penurunan suhu makin lambat bila jaringan lemak dan otot makin tebal.
3. Usia
penurunan suhu akan lebih cepat pada anak dan orangtua
4. Pakaian yang menutupi
5. Suhu tubuh sebelum kematian
RUMUS PERKIRAAN SAAT KEMATIAN BERDASARKAN PENURUNAN SUHU
98.6 F - suhu= saat kematian
1.5

LEBAM MAYAT (LIVOR MORTIS)


Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat
terbawah karena gaya gravitasi.
Mulai tampak sekitar 30 menit post mortal
Maksimal intensitasnya tercapai 8-12 jam post mortal
Artinya setelah 8 jam tidak akan hilang dengan penekanan

Warna lebam mayat berdasarkan perkiraan


penyebab kematiannya:
Merah kebiruan= lebam normal
Merah terang (cherry red)=keracunan CO,
Bright pink=keracunan CN,
Pink=suhu dingin
Merah gelap=asfiksia
Biru = keracunan nitrit
Coklat= keracunan aniline

KAKU MAYAT (RIGOR MORTIS)


Muncul dikarenakan menghilangnya adenosine
trifosfat (ATP) dari otot
0-2 jam post mortem terjadi relaksasi primer
Muncul 2 jam post mortem,
Menetap 12-24 jam
Setelah 24 jam terjadi relaksasi sekunder

Diagnosis Banding Kaku Mayat


Cadaveric Spasm

Cold stiffening

Heat stiffening

Terjadi segera setelah


mati tanpa melalui fase
relaksasi
Terjadi jika ada
ketegangan atau stress
emosional, misal orang
bunuh diri dengan
pisau, pisau masih
tergenggam erat,

Pada suhu yang sangat


dingin terjadi
pembekuan jaringan
lemak dan otot
Bila mayat dipindahkan
ke tempat dengan suhu
lingkungan yang lebih
tinggi maka kekakuan
akan hilang

Terjadi
karena
koagulasi
protein
akibat suhu yang tinggi
Terjadi pada korban
yang mati terbakar
Jenazah yang terbakar
seluruhnya
akan
menunjukkan
posisi
seperti seorang petinju
(pugelistic
attitude/boxer housing)

PEMBUSUKAN (DEKOMPOSISI)
Terbentuk oleh dua proses: autolisis dan putrefaction
Autolisis pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril oleh kerja enzim
digestif yang dilepaskan sel pasca mati
Putrefaksi Clostridium welchii melakukan proses pembusukan dengan darah sebagai media
pertumbuhan dan menghasilkan gas-gas alkane, H2S, dan HCN,serta asam amino dan lemak
Pertama kali tampak pada perut kanan bawah berwarna hijau kekuningan oleh karena
terbentuknya sulf-met-hemoglobin
Lalat menempatkan telur pada mayat 8-24 jam menetas menjadi belatung 4-5 hari
menjadi pupa 4-5 hari kemudian menjadi lalat dewasa

Adiposera
Terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau berminyak berbau
tengik akibat hidrolisis lemak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati
Faktor-factor yang mempermudah pembentukan adalah kelembaban tinggi, suhu
hangat, dan lemak tubuh yang cukup
Faktor-factor yang menghambat pembentukan adalah kelembaban rendah, suhu
dingin, dan adanya air yang mengalir

Mumifikasi
Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi
pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan
Jaringan menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput, dan tidak membusuk
Terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara baik, tubuh yang dehidrasi,
dan waktu yang lama

TRAUMATOLOGI
MEKANIK

Tajam
tumpul
Senjata api

LUKA
FISIK

Arus listrik
Petir
Suhu

KIMIAWI

Asam
Basa

Luka Akibat Kekerasan Benda Tumpul


Memar (Kontusio, hematom)
Luka Lecet ( ekskoriasi, abrasi)
Luka robek (vulnus laseratum)

Luka Memar
Perdarahan di daerah jaringan lunak bawah kulit
akibat ruptur pembuluh darah baik kapiler maupun
vena.
Umur luka memar berdasarkan perubahan warna:
Awal muncul: merah lalu ungu
4-5 hari: hijau
7-10 hari:kuning
14-15 hari:menghilang

Perbedaan Memar dan Lebam Mayat


Lebam Mayat

Luka Memar

Lokasi

Selalu pada bagian tubuh


terendah

Pada sembarang tempat

Pembengkakan

Tak terdapat

Sering ada

Bila ditekan

Biasanya hilang
(tergantung waktu)

Tidak hilang

Bila diinsisi/diiris

Tampak bintik-bintik darah


intravaskular

Tampak bintik-bintik darah


ekstravaskular

Luka Lecet (Abrasi)


Terjadi akibat cedera pada epidermis berupa
robeknya jaringan yang bersentuhan dengan
benda yang memiliki permukaan kasar atau
runcing
Luka bersifat superfisial yang terbatas hanya
pada lapisan kulit yang paling luar/epidermis.

Pembagian Luka Lecet


Luka lecet gores (scracth)
Luka lecet gesek/ serut (graze)
Luka lecet tekan (abrasion)
Luka lecet geser(friction abrasion)

Luka lecet gores (scratch)


Diakibatkan benda runcing (misal kuku jari yang menggores
kulit) yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis)
di depannya dann menyebabkan lapisan tersebut terangkat
shg dapat menunjukkan arah kekerasan yang terjadi.

Luka lecet gesek/ serut (graze)


Variasi luka lecet gores yang daerah persentuhannya
dengan kulit lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan dengan
melihat letak tumpukan epitel.

Luka Lecet Tekan


Luka lecet ini disebabkan penjejakan benda tumpul pada
kulit, sehingga sering digunakan utuk megidentifikasi
benda penyebab luka yang khas karena bentuk luka
menyerupai, seperti gigitan, kisi-kisi radiator mobil, dan
lain sebagainya

Luka Lecet Geser


Luka lecet ini disebabkan tekanan linier pada kulit disertai
gerakan bergeser, seperti pada kasus gantung atau jerat.

LUKA ROBEK
Luka robek merupakan luka terbuka akibat trauma
benda tumpul yang menyebabkan kulit teregang ke satu
arah dan batas elastisitas kulit terlampaui.
Ciri : tidak beraturan, tepi atau dinding tidak rata,
tampak jembatan jaringan antara kedua tepi luka,
bentuk dasar luka tidak beraturan, sering tampak luka
lecet atau luka memar di sisi luka.

LUKA AKIBAT KEKERASAN BENDA TAJAM


DEFINISI
Kelainan pada tubuh yang disebabkan oleh persentuhan dengan benda atau alat yang
bermata tajam dan berujung runcing, sehingga kontinuitas jaringan hilang.

CIRI-CIRI
Tepi rata, sudut luka tajam, tidak ada jembatan jaringan, sekitar luka bersih tidak ada memar

KLASIFIKASI
Luka tusuk
Luka iris
Luka bacok

LUKA TUSUK
Arah biasanya tegak lurus
Luka terbuka dengan DALAM LUKA LEBIH BESAR DARI PANJANG LUKA

LUKA IRIS
Arah kurang lebih sejajar dengan permukaan tubuh
PANJANG LUKA BIASANYA LEBIH BESAR DARI DALAMNYA
Tidak dijumpai jembatan jaringan

LUKA BACOK
Semacam luka iris yang terjadi akibat benda tajam yang lebih besar dengan
pengerahan tenaga yang lebih besar pula

Luka tusuk pisau mata satu

Luka bacok: tepi luka rata,


panjang = dalam

Luka tusuk pisau mata dua

Luka iris: jembatan jaringan (-),


tepi luka rata

Derajat Perlukaan
Luka Ringan
Tidak menimbulkan
penyakit atau halangan
untuk menjalankan
jabatan atau pekerjaan
(KUHP 352)
Umumnya tanpa luka,
atau dengan luka lecet
atau memar kecil di
lokasi yang tidak
berbahaya/tidak
menurunkan fungsi alat
tubuh

Luka Sedang
Di antara luka ringan
dan luka berat
Dapat merupakan
hasil dari tindak
penganiayaan (KUHP
pasal 351 (1) atau 353
(3))

Luka Berat
Jatuh sakit atau mendapat
luka yang tidak memberi
harapan akan sembuh sama
sekali atau menimbulkan
bahaya maut (KUHP 90)
Tidak mampu terus menerus
untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan
Kehilangan salah satu panca
indra
Cacat berat
Sakit lumpuh
Terganggu daya pikir selama
empat minggu lebih
Gugur atau matinya
kandungan seorang
perempuan

Luka Tembak
Components attending the bullet at the
time of firing

Definition
Gunshot wound is a wound caused by a
bullet with or without any other components
coming out of the gun barrel at the time of
firing

Smoke
Gunpowder particles
Flame

COMPONENTS ATTENDING THE BULLET


SMOKE
GUNPOWDER

BULLET

FLAME
BARREL

Luka Tembak Masuk

The bullet is the most responsible for causing the wound


Principally, a bullet causes an entrance wound, consisting of two part:
a hole surrounded by abrasion zone
Because the form of the wall inside the barrel is spiral groove, the
bullet passing it will rotate on its axis
This rotating movement keep the bullet move relatively in a straight
line after leaving the barrel
When it touches the skin, its rotating movement scratches the soft
tissue causing an abrasion zone
Because the kinetic energy of the bullet is far more powerful than the
elasticity of the skin, the bullet penetrate the skin easily and causing a
bullet hole

Bullet Hole

Abrasion Zone

A Bullet Hits the Target Perpendicularly

Abrasion Zone Shape


The shape of abrasion is influenced
by coming from where the bullet is
If the bullet perpendicularly hits the
target, a bullet hole surrounded by
abrasion ring is formed
When it obliquely hits the target
the shape of wound will be oval
This oval-shape wound consists of a
bullet hole and its abrasion zone
that is formed partially on one side
of the hole

Bullet Hole

Abrasion Zone
A Bullet Hits the Target Obliquely (Oval-shaped)

Bullet Direction
Bullet Hole

Abrasion Zone

FAT ZONE
Because the inside of the
barrel of a well-maintained
gun is always greased, it cause
the outside of the bullet
become greasy after passing it
This greasy bullet gives a
blackish dirty abrasion zone
called fat zone

A Greasy Bullet Hits The Target Obliquely

Bullet Hole

Blackish-dirty
Abrasion Zone
(Fat Zone)

Wound Shape
A bullet perpendicularly hitting a
body part having low density, such
as the stomach, will cause a
round-shape bullet wound
When it hits part of the body with
higher density, the head, for
instance, part of its kinetic energy
and the hot gas will be flung back
causing irregular laceration on the
soft tissue surrounding the bullet
hole creating stellar-shape wound

A Bullet Hits the Stomach Perpendicularly

Bullet Hole

Abrasion Zone
A Bullet Hits the Head Perpendicularly

Bullet Hole
Laceration

Luka Tembak Keluar

Exit Wound

If the bullet hits the body and the


penetrating power strong enough, it can
pass the body and causing an exit wound
on the opposite side of the body
Beside have no marginal abrasion, exit
wounds are characteristically large and
irregular, consisting of holes and
lacerations
This large and irregular wound take place
when splintered bone is carried out with
the bullet at exit

Laceration Like
No Abrasion Zone

Gunpowder Particles
Effect (Kelim Tatto)
Gun powder particles effect
black spots surrounding the
gunshot wound
Those gunpowder particles had
gone so deep into the flesh that
to remove them by rubbing the
skin surface was ineffective
Gunpowder particles can reach
the target at a range of 60 cm

Bullet Hole
Gunpowder
Particles
Abrasion Zone

Smoke Effects (Kelim


Jelaga)
Because of the imperfect
burning process, soot will be
resulted in
The soot is found only on the
surface, easily removed by
rubbing
Soot is capable of reaching
a target at a range of 20-30 cm

Bullet Hole
Soot
Gunpowder
Particles

Abrasion Zone

Flame Effect (Kelim


Api)
Flame/hot gas will burn
the skin when the bullet
hits the target
Flame can reach a target
at a range of 15 cm

Bullet Hole
Soot
Gunpowder
Particles
Abrasion Zone
Burn

GUNSHOT WOUND CLASIFICATION


Contact Wound (Luka Tembak Tempel)
A muzzle impression occurs when the muzzle of the
gun is placed tightly against the surface of the target
at the moment of firing.
Part of the body with high density, bone area, for
example, will receive a clearer muzzle impression
Hard pressure of the gun muzzle to the target is
called hard contact, whereas soft pressure is called
soft contact

Dirty Bullet Hole

Muzzle Rim Mark


Blackish Abrasion
Zone

Hard Contact
Luka tembak tempel
yang erat
Jejas
laras
jelas
mengelilingi
lubang
luka
Tidak akan dijumpai
kelim jelaga atau kelim
tattoo

Soft Contact
Luka tembak tempel
sebagian
Jejas laras tampak
sebagai garis lengkung
Terdapat kelim jelaga
dan kelim tattoo

Ringkasan Luka Tembak


Gambaran pada sasaran/luka tembak masuk (dari luar ke dalam)
Kelim tatoo: Butir mesiu yang tidak habis terbakar dan tertanam pada kulit
Kelim jelaga: Akibat jelaga yang keluar dari ujung laras
Kelim api: Hiperemi atau jaringan yang terbakar (jarak sangat dekat
Kelim lecet: Bagian yang kehilangan kulit ari akibat peluru yang menembus kulit
Kelim kesat: Zat pada anak peluru (minyak pelumas, jelaga, mesiu) yang terusap pada tepi lubang
Luka Tembak Masuk (LTM)
LTM Jarak jauh: Hanya komponen anak peluru (> 60 cm)
LTM Jarak dekat: Komponen anak peluru dan mesiu (< 60 cm, > 15 cm)
LTM Jarak sangat dekat: Anak peluru, mesiu, jelaga (< 15 cm)
LTM Tempel/kontak: Seluruh komponen dan jejak laras
Luka Tembak Keluar
Pada tempat anak peluru meninggalkan tubuh korban
Umumnya lebih besar dari LTM karena deformitas anak peluru
Jika menembus tulang berbentuk corong yang membuka searah gerak anak peluru
Dapat dijumpai daerah lecet jika pada tempat keluar terdapat benda keras

Bila ada kelim api, berarti korban ditembak dari jarak maksimal 15 cm (LUKA TEMBAK JARAK
SANGAT DEKAT)
Bila ada kelim jelaga, berarti korban ditembak dari jarak maksimal 30 cm. (LUKA TEMBAK
JARAK DEKAT)
Bila ada kelim tattoo, berarti korban ditembak dari jarak maksimal 60 cm (LUKA TEMBAK
JARAK DEKAT)
Bila hanya ada kelim lecet, cara pengutaraannya adalah sebagai berikut: berdasarkan sifat
lukanya luka tembak tersebut merupakan LUKA TEMBAK JARAK JAUH, ini mengandung arti:

1. Memang korban ditembak dari jarak jauh, yang berarti diluar jangkauan atau jarak
tempuh butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar.
2. Korban ditembak dari jarak dekat atau sangat dekat, akan tetapi antara korban
dengan moncong senjata ada penghalang; seperti bantal dan lain sebagainya.

Trauma Listrik
The essential factor in causing harm is the current (i.e. an electron flow) which is measured in
milliamperes (mA). This in turn is determined by the resistance of the tissues in ohms and the
voltage of the power supply in volts (V).
Usually, the entry point is a hand that touches an electrical appliance or live conductor, and the
exit is to earth (or ground), often via the other hand or the feet. In either case, the current will
cross the thorax, which is the most dangerous area for a shock because of the risks of cardiac arrest
or respiratory paralysis.
Internal and External Findings

30 mA

10 mA
Pain and muscle
twitching of the
hand

Hold-on effect,
the muscles will go
into spasm, which
cannot be
voluntarily released
because the flexor
muscles are
stronger than the
extensors

50 mA
Fatal ventricular
fibrillation is likely
to occur

The focal electrical lesion is usually a


blister electric mark, which occurs
when the conductor is in firm contact
with the skin and which usually
collapses soon after infliction, forming
a raised rim with a concave centre
The skin is pale, often white, and there
is an areola of pallor (owing to local
vasoconstriction), sometimes
accompanied by a hyperaemic rim
Crocodile skin

Asfiksia
Definisi
Suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan

oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea)

Etiologi
Penyebab alamiah penyakit yang menyumbat saluran napas seperti laryngitis difteri atau
menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru
Trauma mekanik trauma yang mengakibatkan asfiksia mekanik melalui sumbatan atau halangan pada
saluran napas
Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan

Hipoksik-hipoksia
Dimana oksigen gagal
untuk masuk ke
dalam sirkulasi darah

Anemik-hipoksia
Darah yang tersedia
tidak dpt membawa
oksigen yang cukup
untuk metabolisme
dalam jaringan

Stagnan-hipoksia
Di mana oleh karena
sesuatu terjadi
kegagalan sirkulasi

Histotoksik-hipoksia
Dimana oksigen yang
terdapat didalam darah,
oleh karena sesuatu hal,
tdk dapat dipergunakan
oleh jaringan

Fase Asfiksia
1.
2.
3.
4.

Fase dispnea
Fase Konvulsi
Fase Apnea
Fase akhir

Ada 4 stadium gejala / tanda dari asfiksia


Fase dispneu /
sianosis
Berlangsung kira-kira
4 menit.
Pernapasan terlihat
cepat, berat.
Nadi teraba cepat.
Tekanan darah
terukur meningkat.

Fase konvulsi

Fase apneu

Berlansung kira-kira
2 menit.
Awalnya berupa
kejang klonik lalu
kejang tonik
kemudian
opistotonik.
Kesadaran mulai
hilang, pupil dilatasi,
denyut jantung
lambat, dan tekanan
darah turun.

Berlangsung kira-kira
1 menit.
Depresi pusat
pernapasan (napas
lemah), kesadaran
menurun sampai
hilang dan relaksasi
spingter.

Fase akhir / terminal /


final
Paralisis pusat
pernapasan lengkap.
Denyut jantung
beberapa saat masih
ada lalu napas
terhenti kemudian
mati.

Pemeriksaan Jenazah
Pemeriksaan Luar
Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku
Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap
dan terbentuk lebih cepat distribusi lebam
lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan
aktivitas fibrinolisin sehingga sulit membeku dan
mudah mengalir
Terdapat busa halus pada hidung dan mulut
oleh karena peningkatan frekuensi dan
amplitude pernapasan dan sekresi lendir pada
fase dyspnea
Pembendungan pada mata berupa pelebaran
pembuluh darah konjungtiva bulbi & palpebral
terjadi pada fase konvulsi
Muncul Tardieus spot hipoksia dapat
merusak endotel kapiler pada jaringan ikat
longgar sehingga dapat pecah dan timbul bintikbintik perdarahan pada konjungtiva bulbi,
palpebral, wajah

Pemeriksaan Dalam
Darah berwarna lebih gelap dan
lebih encer
Busa halus di saluran pernapasan
Pembendungan sirkulasi sehingga
organ menjadi lebih berat, lebih gelap,
dan bila diiris mengeluarkan banyak
darah
Petekie pada mukosa-mukosa organ
dalam
Edema paru

Asfiksia
Pembekapan
(Smothering)

Penyumbatan

Pencekikan

(Gagging dan

(Manual

Choking)

Strangulation)

Penjeratan
(Strangaulation)

Gantung

Tenggelam

(Hanging)

(Drowning)

Pembekapan (Smothering)
Penutupan lubang hidung dan mulut yang menghambat pemasukan udara ke paru-paru
Bunuh diri (suicidal smothering) misal pada penderita penyakit jiwa menggunakan bantal untuk
menutupi hidung dan mulut
Pembunuhan (homicidal smothering) misal pada kasus pembunuhan anak sendiri
Kecelakaan (accidental smothering) missal pada bayi bulan-bulan pertama kehidupannya
Pemeriksaan luar luka lecet tekan atau geser pada hidung, bibir, dagu, permukaan gusi dan gigi

Penyumbatan (Gagging dan Choking)


Gagging sumbatan jalan napas pada orofaring
Choking sumbatan jalan napas pada laringofaring
Bunuh diri (suicidal choking) jarang terjadi karena ada reflex batuk dan muntah
Pembunuhan (homicidal choking) umumnya korban adalah bayi atau orang dengan fisik yang
lemah
Kecelakaan (accidental choking) tersedak makanan saat berbicara atau tertawa (bolus death)
Pemeriksaan luar terdapat benda asing pada mulut, orofaring, atau laringofaring

Pencekikan (Manual Strangulation)


Penekanan leher dengan tangan, yang menyebabkan dinding saluran napas bagian atas tertekan
dan terjadi penyempitan saluran napas sehingga udara pernapasan tidak dapat lewat
Pemeriksaan luar
Pembendungan muka dan kepala akibat tertekannya pembuluh vena dan arteri superfisial
Luka lecet kecil, dangkal, berbentuk bulan sabit akibat penekanan kuku jari
Fraktur tulang lidah (os hyoid) dan kornu superior kartilago thyroid unilateral

Penjeratan (Strangulation)
Penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, kawat dan sebagainya melingkari atau
mengikat leher hingga saluran pernapasan tertutup
Bunuh diri (self strangulation) pengikatan oleh korban sendiri dengan simpul hidup dengan
jumlah lilitan lebih dari satu
Pembunuhan pengikatan biasanya dengan simpul mati
Kecelakaan misalnya pekerja yang bekerja dengan tali kemudian terjatuh dan terlilit
Pemeriksaan luar
Jejas jerat biasanya mendatar, lebih rendah dari jejas jerat pada kasus gantung
Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparent scotch tape, kemudian dilihat di bawah
mikroskop
Terdapat luka lecet tekan di sekitar jejas jerat

Gantung (Hanging)

Kasus gantung hamper sama dengan kasus penjeratan, namun asal tenaga jerat
berasal dari tubuh korban sendiri
Berdasarkan posisi korban
- Complete hanging kedua kaki tidak menyentuh lantai
- Partial hanging kedua kaki masih menyentuh lantai
Berdasarkan posisi titik gantung
- Typical hanging titik gantung terletak di atas daerah oksiput dan tekanan pada
arteri karotis paling besar
Atypical hanging titik gantung terdapat di samping, sehingga leher dalam posisi
sangat miring (fleksi lateral)
Asfiksia seksual (Auto-erotic hanging)
Deviasi seksual yang menggunakan cara gantung atau jerat untuk mendapatkan
kepuasan terlambat mengendurkan tali atau melepaskan diri setelah kehilangan
kesadaran

Drowning
Definisi

Vicious Cycle of Drowning

Kematian akibat mati lemas


(asfiksia) disebabkan masuknya
cairan ke dalam saluran pernapasan

Klasifikasi
Immersion seluruh tubuh masuk
ke dalam air
Submersion sebagian tubuh
(kepala) masuk ke dalam air

Water enters
respiratory
passage

Deep
inspiration

Need for air

Cough reflex

Air driven out


of lungs

Air Tawar: Konsentrasi elektrolit lebih rendah Hemodilusi


darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli Hemolisis
Pelepasan ion K terjadi perubahan keseimbangan ion K dan
Ca dalam serabut otot jantung dan mendorong terjadinya
fibrilasi ventrikel

Asfiksia (Wet
Drowning)

Mekanisme
Kematian

Spasme Laring
(Dry Drowning)
Refleks Vagal (Dry
Drowning)

Air Asin: Konsentrasi elektrolit lebih tinggi air akan


ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan
interstitial paru oedem pulmonal
hemokonsentrasi, hipovolemi syok hipovolemik dan
henti jantung

Pemeriksaan Jenazah pada Kasus Drowning

External Findings
A washerwoman appearance in
the hands and soles (Look white
and wrinkled)
Goose flesh (cutis anserina)
Mushroom like appearance in
the nostrils, mouth, and airways
(white foam or hemorrhagic fluid)
Cadaveric spasm

Internal Findings
A white or hemorrhagic foam is
found in the trachea and bronchi
Water may be found in the
stomach.
There could be dilatation of the
right ventricle
Pulmonary edema
Brain swelling
Congestion

Pemeriksaan Laboratorium pada Kasus Drowning


Pemeriksaan Diatom
Merupakan alga bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (SiO2) yang tahan panas dan asam kuat
Pemeriksaan Destruksi Asam pada Paru
Jaringan perifer paru diambil sebanyak 100 gram tambahkan asam sulfat pekat diamkan
selama kurang lebih setengah hari agar jaringan hancur dipanaskan dalam lemari asam sambil
diteteskan asam nitrat pekat sampai terbentuk cairan yang jernih dinginkan dan lakukan
sentrifugasi hingga terbentuk sedimen lihat di bawah mikroskop
Pemeriksaan diatom positif bila terdapat 4-5 diatom/lpb atau 10-20 per satu sediaan
Pemeriksaan Getah Paru
Paru disiram air bersih iris bagian perifer ambil sedikit cairan perasan dari jaringan perifer
taruh pada gelas objek amati di bawah mikroskop

Pemeriksaan Darah Jantung (Getler Chloride Test)


This is analysis of blood in the right and left sides of the heart
In freshwater, the chloride level was high in the right than on the left
In saltwater, the chloride level was high in the left than on the right

Kasus Kejahatan Seksual


Pengertian
Perkosaan adalah pengertian hukum bukan istilah medis, sehingga digunakan istilah persetubuhan
Persetubuhan yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksudkan oleh undang-undang meliputi
persetubuhan di dalam perkawinan maupun di luar perkawinan

Pembuktian
Hakim tidak dapat menjatuhkan hukuman kepada seorang terdakwa kecuali dengan sekurangkurangnya 2 alat bukti yang sah ia yakin bahwa tindak pidana tersebut telah terjadi (pasal 183 KUHP)

Penentuan Jenis Delik


Perkosaan Kekerasan atau ancaman kekerasan menyetubuhi seorang wanita di luar perkawinan,
termasuk dengan sengaja membuat orang pingsan atau tidak berdaya (pasal 89 KUHP)
Persetubuhan di luar perkawinan
Bila wanita berusia >15 tahun tidak dapat dihukum kecuali jika perbuatan dilakukan dalam keadaan
wanita pingsan atau tidak berdaya
Bila wanita berusia 12-15 tahun dihukum karena wanita belum waktunya untuk dikawin, akan tetapi
harus ada pengaduan dari korban atau keluarganya (delik aduan)
Bila wanita berusia <12 tahun dihukum karena wanita belum waktunya untuk dikawin dan tidak
diperlukan adanya pengaduan dari korban (delik temuan)
Perzinahan Persetubuhan antara pria dan wanita di luar perkawinan, di mana salah satu diantaranya
telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya. Pasal 27 BW adalah mengenai asas monogamy, di mana
dalam waktu yang bersamaan seorang laki-laki hanya boleh dengan satu istri, dan seorang perempun hanya
noleh dengan satu suami.
Perbuatan cabul Kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau
membiarkan perbuatan cabul
Pada kasus homoseksual atau lesbian dimasukkan sebagai kejahatan seksual bila partnernya belum
dewasa, dikatakan dewasa bila secara yuridis berumur di atas 21 tahun atau dibawahnya tapi sudah pernah
kawin

Tanda Persetubuhan
Tanda Penetrasi
Robekan selaput dara pada
lokasi pukul 5 sampai 7
Luka lecet, memar, luka
robek di daerah kemaluan
Adanya penyakit menular
seksual
Tanda Ejakulasi
Pemeriksaan sperma dan
komponen cairan mani dengan
tes fosfatase asam
Pemeriksaan sperma
mikroskopik dengan pewarnaan
malachite green
Pemeriksaan sampel bercak
pakaian dengan tes Baechi
Pemeriksaan komponen sekret
kelenjar prostat, yaitu spermin
(uji Florence), cholin (uj), zink (uji
PAN)

Tanda Kekerasan
Luka lecet bekas kuku, gigitan
(bitemark), serta luka memar
pada tubuh
Pemeriksaan toksikologi obat
atau racun yang dapat
membuat pingsan

Penentuan Layak Dikawin


Pemeriksaan identitas diri
(KTP, SIM, dll)
Pemeriksaan erupsi gigi molar
II dan IIIa
Erupsi molar II 12 tahun
Mineralisasi mahkota molar
III tanpa pembentukan akar gigi
12-15 tahun
Erupsi molar III 17-21
tahun
Pernah atau belumnya
menstruasi, bila belum pernah
menstruasi diobservasi
selama 8 minggu di rumah
sakit

Abortus
Pengguguran kandungan menurut hukum
Tindakan menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu
kelahiran, tanpa melihat usia kandungannya
Tidak dipersoalkan apakah dengan pengguguran kehamilan tersebut lahir bayi
hidup atau mati
Yang dianggap penting adalah kandungan masih hidup sewaktu pengguguran
dilakukan
Abortus

Abortus
spontan

Abortus
Provokatus

Indikasi ibu

Terapeutik
Indikasi anak

Kriminalis

Pelaku abortus yang terkena pidana


Wanita yang sengaja menggugurkan kandungannya atau menyuruh
orang lain melakukannya (KUHP pasal 346)
Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita lain tanpa (KUHP
347) atau dengan seizinnya (KUHP 348)
Dokter, bidan atau juru obat yang melakukan kejahatan di atas (KUHP
349)
Orang yang mempertunjukkan alat/cara mengugurkan kandungan pada
anak dibawah 17 tahun (KUHP 283)
Barangsiapa menganjurkan/merawat/memberi obat kepada seseorang
wanita dengan memberi harapan agar gugur kandungannya (KUHP 299)

Infanticide
Definisi
Pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada saat dilahirkan atau tidak berapa
lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak

Kitab Undang-undang Hukum Pidana


Pasal 341 Ibu dengan sengaja merampas nyawa anaknya karena takut ketahuan diancam
karena pembunuhan anak sendiri dengan pidana penjara 7 tahun
Pasal 342 Apabila didahului oleh niat atau rencana membunuh sebelumnya, diancam karena
melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana dengan pidana penjara 9 tahun

Faktor Penting
Ibu Hanya ibu kandung sendiri yang dapat dihukum, apabila orang lain turut membantu maka
orang lain tersebut diancam sebagai tindak pembunuhan biasa
Waktu Tidak disebutkan batasan waktu, hanya dinyatakan pada saat dilahirkan atau tidak lama
kemudian belum timbul rasa kasih sayang seorang ibu
Psikis Terdorong oleh rasa ketakutan akan diketahu orang telah melahirkan anak

Tugas Dokter
Apakah bayi tersebut dilahirkan mati
atau hidup?
Berapakah umur bayi tersebut?
Apakah bayi tersebut sudah dirawat?
Apakah sebab kematiannya?

Lahir Mati (stillbirth)


Kematian hasil konsepsi sebelum
keluar atau dikeluarkan dari ibunya,
tanpa mempersoalkan usia
kehamilan
Janin tidak bernapas atau tidak
menunjukkan tanda kehidupan lain

Lahir Hidup (livebirth)


Keluar atau dikeluarkannya produk
konsepsi yang lengkap, tanpa
mempersoalkan usia gestasi dan
kondisi tali pusat, dan telah
menunjukkan tanda kehidupan

Lahir Mati

Lahir Hidup

Tanda maserasi (aseptic


decomposition) berlangsung dari
luar ke dalam

Tanda maserasi (aseptic


decomposition) tidak ada

Dada belum mengembang


diafragma belum turun ke sela iga 4-5

Dada sudah mengembang


diafragma turun ke sela iga 4-5

Pemeriksaan makroskopik paru


paru belum mengisi rongga dada,
tidak teraba derik udara

Pemeriksaan makroskopik paru


paru sudah mengisi rongga dada,
teraba derik udara, seperti spons

Uji apung paru hasil negatif


(tenggelam)
Pemeriksaan mikroskopik paru
adanya tonjolan (projections) yang
Bimbel UKDI MANTAP
berbentuk seperti bantal

Uji apung paru hasil positif


(terapung)
Pemeriksaan mikroskopik paru
tidak adanya tonjolan (projections)
yang berbentuk seperti bantal

Kemampuan Hidup (Viabilitas)


Parameter

Viable

Cukup Bulan

Umur kehamilan

>28 minggu

>36 minggu

Lanugo sedikit,terdapat pada dahi,

Panjang kepala-tumit

>35 cm

>48 cm

punggung, dan bahu


Kartilago telinga telah sempurna(bila
dilipat,cepat kembali ke keadaan semula)
Diameter tonjolan susu 7mm atau lebih
Kuku jari telah melewati ujung jari
Garis telapak kaki telah melewati
2/3 telapak kaki
Testis telah turun ke dalam skrotum
Labia minora telah tertutup oleh labia
mayor

Panjang kepala-tungging >23 cm

>30-33 cm

Berat badan

>1000 gram

>2500-3000 gram

Lingkar kepala

>32 cm

33 cm

Tanda cacat bawaan

(-)

(+/-)

Tanda Perawatan
Ada tidaknya tanda-tanda perawatan:

Ada tidaknya lumuran darah pada badan bayi


Ada tidaknya tanda-tanda perawatan tali pusat
Ada tidaknya lemak bayi yang jelas
Pemberian pakaian bayi

Tanda Lain Bayi Cukup Bulan

BIOETIK MEDIKOLEGAL

Informed
Consent

Informed Consent mengandung pengertian


suatu persetujuan yang diberikan oleh pasien
atau keluarga terdekat setelah mendapat
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan terhadap pasien serta segala resiko.
Permenkes No. 290 tahun 2008

Elemen Informed Consent

Threshold
Element
Information
Element
Consent
Element

Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat

keputusan medis
Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah
dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah
pengampuan
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan
understanding (pemahaman)
Pengertian berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa
konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure)
sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang
adekuat
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan,
kebebasan) dan authorization (persetujuan)
Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi ataupun
paksaan.
Pasien juga harus bebas dari tekanan yang dilakukan tenaga medis yang
bersikap seolah-olah akan dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya

Bentuk Persetujuan Tindakan Kedokteran

Persetujuan Tindakan Kedokteran dalam Keadaan Gawat


Darurat

Informasi Persetujuan Tindakan Kedokteran

Pemberi Informasi Persetujuan Tindakan Kedokteran

Orang yang Berhak Memberikan Persetujuan Tindakan Kedokteran

Persetujuan pada Individu yang Tidak Kompeten

Bimbel UKDI MANTAP

Bentuk Penyampaian Persetujuan Tindakan Kedokteran

Aspek Medikolegal Persetujuan Tindakan Kedokteran

Bioetika
Bioetika atau Biomedical Ethics
merupakan cabang dari etika normatif
merupakan etik yang berhubungan dengan praktek
kedokteran dan atau penelitian dibidang biomedis

Kaidah Dasar bioetika


Bertolak

dari Childress & Beauchamp yang memaparkan


adanya 4 kaidah dasar moral (KDM atau moral
principle/principle-based ethics atau ethical guidelines)
dalam buku sucinya The Principles of Biomedical Ethics
(1994)
yakni beneficence, non-maleficence, justice dan autonomy.
kemudian ditinjau melalui etika sehingga merupakan
maxim (kaidah dasar) yang berlaku normatif ketika dokter
menghadapi kasus kongkrit di klinik

KDM Kaidah Dasar Bioetika (KDB)

KDB:
1.

2.
3.
4.

Tindakan berbuat baik (beneficence)


Tidak merugikan (non-maleficence)
Keadilan (justice)
Otonomi (self determination)

Etika Klinis
(Jonsen, siegler & winslade, 2002)

1. Medical Indication
( terkait prosedur diagnostik dan terapi yang sesuai dari sisi etik kaidah yang
digunakan adalah beneficence dan nonmaleficence )
2. Patient Preferrence
(terkait nilai dan penilaian pasien tentang manfaat dan beban yang akan
diterimanya cerminan kaidah otonomi)
3. Quality of Life
(aktualisasi salah satu tujuan kedokteran :memperbaiki, menjaga atau meningkatkan
kualitas hidup insani terkait dengan beneficence, nonmaleficence & otonomi)
4. Contextual Features
(menyangkut aspek non medis yang mempengaruhi pembuatan keputusan, spt
faktor keluarga, ekonomi, budaya kaidah terkait justice )

The patients contexts for prima facies choice


(Agus Purwadianto ,

2004)

G eneral benefit
result, most of
people,

Time

Elective, educated,
bread-w inner, mature
person

Beneficence

Autonomy

Non
maleficence

Justi ce

Vulnerables,
emergency, life
saving, minor

> 1 person, others


similarity, community /
YL-BLOK 1- 2010
socials rights

beneficence
ketika kondisi pasien merupakan kondisi yang wajar dan berlaku
pada banyak pasien lainnya, sehingga dokter akan melakukan yang
terbaik untuk kepentingan pasien
dokter telah melakukan kalkulasi dimana kebaikan yang akan
dialami pasiennya akan lebih banyak dibandingkan dengan
kerugiannya.

prinsip prima facienya adalah sesuatu yang berubah menjadi atau


dalam keadaan yang umum

non maleficence
Dalam konteks, prinsip prima-facienya adalah ketika pasien
(berubah menjadi atau dalam keadaan) gawat darurat dimana
diperlukan suatu intervensi medik dalam rangka penyelamatan
nyawanya.
Atau konteks ketika menghadapi pasien yang rentan, mudah
dimarjinalisasikan dan berasal dari kelompok anak-anak atau
orang uzur ataupun juga kelompok perempuan (dalam konteks
isu jender).

autonomy
Dalam konteks autonomy, prima facie disini muncul (berubah
menjadi atau dalam keadaan) pada sosok pasien yang
berpendidikan, pencari nafkah, dewasa dan berkepribadian
matang.

justice
Prima facienya pada (berubah menjadi atau dalam keadaan)
konteks membahas hak orang lain selain diri pasien itu sendiri.
Hak orang lain ini khususnya mereka yang sama atau setara
dalam mengalami gangguan kesehatan di luar diri pasien, serta
membahas hak-hak sosial masyarakat atau komunitas sekitar
pasien.

Lampiran
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat

11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan


12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
YL-BLOK 1- 2010

Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
YL-BLOK 1- 2010

autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien

6. Menghargai rasionalitas pasien


7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan termasuk keluarga pasien
sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
YL-BLOK 1- 2010

justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten

14. Tidak member beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb

YL-BLOK 1- 2010

Selain 4 prinsip atau kaidah dasar moral tersebut,


dikenal prinsip "turunan"nya dengan nilai-nilai seperti :
1. Berani berkata benar/kejujuran (veracity) : truth telling
2. Kesetiaan (fidelity) : keep promise
3. Privacy (dari otonomi dan beneficence)
4. Konfidensialitas.
5. Menghormati kontrak (perjanjian)
6. Ketulusan (honesty) : tidak menyesatkan informasi kepada pasien
atau pihak ketiga seperti perusahaan asuransi, pemerintah, dll.
7. Menghindari membunuh

Kegagalan Medis/Hasil
Buruk/Adverse Event

Kegagalan
medis/hasil yang
buruk dapat
disebabkan oleh
empat hal, yaitu:

Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak


berhubungan dengan tindakan medis yang dilakukan dokter.
Hasil dari suatu risiko yang tak dapat dihindari, yaitu
Risiko yang tak dapat diketahui sebelumnya (unforeseeable);
atau
Risiko yang meskipun telah diketahui sebelumnya (foreseeable)
tetapi tidak dapat/tidak mungkin dihindari (unavoidable) atau
karena tindakan yang dilakukan adalah satu-satunya cara terapi.
Risiko tersebut harus diinformasikan terlebih dahulu.
Hasil dari suatu kelalaian medic (culpa).
Hasil dari suatu kesengajaan (dolus).

Suatu kekeliruan, suatu peristiwa yang


tidak diduga atau tidak dikehendaki dalam
pemberian pelayanan medis yang dapat
mengakibatkan (kejadian yang tidak
diinginkan/adverse event) atau tidak
sampai mengakibatkan luka (near miss)
pada pasien

Medical
Error

Medical
Error

Adverse
Event

Potential
Adverse
Events

Near Miss

Preventable Adverse Event

Klasifikasi Medical Error


Berdasarkan pada Tindakan yang Dilakukan

Malfeasance

Tindakan yang melanggar hukum atau tidak


tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya
melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang
memadai.

Misfeasance

Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat


tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper
performance), yaitu misalnya melakukan tindakan
medis dengan menyalahi prosedur.

Nonfeasance

Tidak melakukan tindakan medis yang merupakan


kewajiban baginya.

Berdasarkan pada Pihak yang Berkontribusi

Latent Error

Active Error

Kesalahan yang terjadi di luar


kendali operator garis depan,
seperti desain buruk, instalasi
tidak tepat, pemeliharaan buruk,
kesalahan keputusan manajemen,
struktur organisasi yang buruk

Kesalahan terjadi pada


tingkat/lingkup operator garis
depan

Malpraktik dalam Hukum Indonesia


Kata malpraktik tidak ditemukan dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia,
baik hukum-hukum general maupun hukumhukum yang bersifat lex specialis seperti
Undang Undang Praktik Kedokteran maupun
Undang Undang Kesehatan.
Malpraktik tidak ada dalam terminologi
hukum Indonesia melainkan menggunakan
istilah kelalaian

Klasifikasi Malpraktik
Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari
sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice
Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical
malpractice akan tetapi semua bentuk Juridical malpractice pasti
merupakan ethical malpractice (Lord Chief Justice, 1893).

Malpractice
Ethical
Malpractice

Juridical
Malpractice

Klasifikasi Juridical Malpractice


1. Criminal Malpractice (Malpraktik Pidana)
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan
tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni:
Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.
Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intentional
kecerobohan (recklessness) atau kealpaan (negligence).

2. Civil Malpractice (Malpraktik Perdata)


Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak
memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat
dikategorikan civil malpractice antara lain:
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain
berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat
atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka
melaksanakan tugas kewajibannya.

Kelalaian atau
kesengajaan yang
menyebabkan
kerugian selain
kematian atau
luka berat.

Pengaduan perdata dapat


diajukan pasien ke pengadilan
berdasarkan kerugian yang
dialaminya dengan dasar
wanprestas (pasal 1239 KUH
Perdata) atau perbuatan
melawan hukum (pasal 1365,
1366,dan 1367 KUH Perdata)

3. Administrative malpractice
Dokter dikatakan telah melakukan administrative malpractice
manakala tenaga perawatan tersebut telah melanggar hukum
administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power,
pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan
di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga
perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin
Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila
aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan
dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi

Pembuktian Gugatan Malpraktik Pidana


Cara Langsung

Memakai tolok ukur adanya 4D yakni:

Duty (Kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak berdasarkan
Adanya indikasi medis
Bertindak secara hati-hati dan teliti
Bekerja sesuai standar profesi
Sudah ada informed consent

Dereliction of Duty (Penyimpangan dari Kewajiban)


Jika seorang dokter melakukan tindakan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang
seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka dokter dapat dipersalahkan

Direct Cause (Penyebab Langsung)


Damage (Kerugian)
Dokter untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal)
dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan selain
diantaranya, dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai
dasar menyalahkan dokter. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya
adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).

Cara Tidak Langsung


Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi
pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya
sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin
res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada
memenuhi kriteria:
Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalai
Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab dokter
Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan
perkataan lain tidak ada contributory negligence

Norma dalam Praktik Kedokteran

Disiplin
Aturan Penerapan
Keilmuan
Kedokteran
Etika
Hukum
Aturan Penerapan Aturan Hukum
Etika Kedokteran Kedokteran
(KODEKI)

Praktik Kedokteran
Rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh dokter dan dokter gigi
terhadap pasien dalam
melaksanakan upaya kesehatan

Ijazah

Sertifikat
Kompetensi

Surat Tanda
Registrasi
(STR)

Praktik kedokteran
dokter wajib
berpedoman pada 3
nilai, yaitu:

Etika
Disiplin

Surat Izin
Praktik (SIP)

Hukum

Pelanggaran dan Penanganan Norma Praktik Kedokteran

ETIK vs HUKUM
Hukum mengatur perilaku manusia dalam kaitannya dengan
ketertiban hubungan antar manusia, dengan aturan yang
tertentu dan baku.
Etik mengatur manusia dalam membuat keputusan dan dalam
berperilaku (profesi), dengan menggunakan dialog antar
beberapa kaidah moral, dengan hasil yang tidak selalu
seragam.

Contoh cara berpikir Hukum:


Dalam meminta persetujuan tindakan medik, yang penting
adalah formulir persetujuan telah ditandatangani oleh pasien
atau yang mewakilinya

Contoh cara berpikir etik


Dalam meminta persetujuan tindakan medik, yang penting
adalah keputusan pasien dibuat setelah memahami semua
informasi yang diperlukan dalam membuat keputusan
tersebut.

PELANGGARAN ETIKA MURNI

1. Menarik imbalan yang tidak wajar


2. Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya
3. Memuji diri sendiri di depan pasien
4. Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran
berkesinambungan
5. Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri

ETIKA DOK
1. NORMA MORAL
- MASALAH MORAL

2. PELANGGARAN:
DILEMA NORMA
INTERNAL
(BAIK - BURUK)
3. DAMPAK
- KUALITAS MORAL
- KEHORMATAN
PROFESI
4. LINGKUP
- PERILAKU ETIK

DISIPLIN DOK
1. NORMA DISIPLIN
~ STD PROFESI
(KOMPETENSI,
YAN, PRLKU)
2. PELANGGARAN
LANGGAR STANDAR
PROFESI
(BENAR - SALAH)
3. KUALITAS PROFESI
(LAYANAN, PERILAKU)
- KEHORMATAN PROFESI
4. KOMPETENSI
YANMEDIK
PERILAKU PROF

HUKUM DOK
1. NORMA HUKUM

2. PELANGGARAN
NORMA HUKUM
(BENAR SALAH)
3. PENYELESAIAN
KONFLIK/
KEDAMAIAN
4. PERATURAN HK TTG YAN
KEDOKTERAN

ETIKA DOK

DISIPLIN DOK

HUKUM DOK

5. BENTUK: KODE
ETIK PROFESI
6. DISUSUN: ORG.
PROFESI
7. SANKSI
- MORAL/HT NURANI
- NASEHAT/
TEGURAN
- PENGUCILAN

5. ATURAN DISIPLIN
KEDOKTERAN
6. KOMPILASI OLEH KKI

8. YANG MEMERIKSA
- MKEK
- MKEKG
- ANGG PROFESI

8. MKDKI:
- DOKTER
- DOKTER GIGI
- SARJANA HUKUM

5. UU, PP, PERMEN,


KEPPRES DLL
6. NEGARA (DPR +
PEMERINTAH)
7. SANKSI
- PID: DENDA/
PENJARA
- PDT:
GANTI RUGI
- ADMINISTRASI:
PENCABUTAN
8.PENGADILAN:
-NEGERI
-TUN
ANGGOTA: HAKIM

7. SANKSI
~ TEGURAN RE-EDUKASI
~ CABUT STR /SIP

Norma Etika Kedokteran

Kewajiban
Umum

Kewajiban
Dokter
terhadap Diri
Sendiri

Diatur dalam
Kode Etik
Kedokteran
Indonesia
(KODEKI)

Kewajiban
Dokter
terhadap
Teman
Sejawat

Kewajiban
Dokter
terhadap
Pasien

Kewajiban Umum

Kewajiban Dokter terhadap Pasien

Kewajiban Dokter terhadap Teman Sejawat

Kewajiban Dokter terhadap Diri Sendiri

Alur Penanganan Pelanggaran Norma Etika Kedokteran

Pelanggaran
Etik Dokter

Persidangan
MKEK

Putusan
MKEK

Eksekusi
MKEK

Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran


etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka
ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan
Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggungjawaban (etik dan disiplin profesi)nya.

Pelanggaran
Etik Dokter

Persidangan
MKEK

Putusan
MKEK

Eksekusi
MKEK

Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis


(ketua dan anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa
adanya badan atau perorangan sebagai penuntut
Tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di
dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian
tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuanketentuan pembuktian yang lazim

Pelanggaran
Etik Dokter

Persidangan
MKEK

Putusan
MKEK

Eksekusi
MKEK

Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan


tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas
perintah pengadilan dalam bentuk permintaan keterangan ahli.

Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di


pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan,
menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK.
Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan
putusan MKEK.

Pelanggaran
Etik Dokter

Persidangan
MKEK

Putusan
MKEK

Eksekusi
MKEK

Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh


Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus Cabang
Perhimpunan Profesi yang bersangkutan.
Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada
Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah
dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan
telah menjalankan putusan

Norma Disiplin Profesi Kedokteran


Melanggar aturan yang
telah ditetapkan oleh
KKI (Bab 3 Keputusan
Konsil
Kedokteran
Indonesia Nomor
17/KKI/Per/VIII/2006)

1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten

2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki kompetensi sesuai
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki kompetensi
untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.

4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki kompetensi dan
kewenangan yang sesuai, atau tidak melakukan pemberitahuan perihal penggantian tersebut.
5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental
sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien
6. Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak
melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan
pembenar atau pemaaf yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien
7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
pasien
8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai (adequate information) kepada
pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran
9. Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat atau
wali atau pengampunya.

10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik, sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi.
11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai
dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan etika profesi.
12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri
dan atau keluarganya
13. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan atau keterampilan
atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara praktik kedokteran yang layak.
14. Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan menggunakan manusia sebagai subjek
penelitian, tanpa memperoleh persetujuan etik (ethical clearance) dari lembaga yg diakui pemerintah.
15. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak membahayakan
dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya

16. Menolak atau menghentikan tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang
layak dan sah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi.
17. Membuka rahasia kedokteran, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
atau etika profesi
18. Membuat keterangan medik yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang
diketahuinya secara benar dan patut

19. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan (torture) atau
eksekusi hukuman mati.
20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya
(NAPZA) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika profesi.
21. Melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi atau tindakan kekerasan terhadap
pasien, di tempat praktik.
22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya
23. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan atau memberikan
resep obat/alat kesehatan
24. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/ pelayanan yang
dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan
25. Ketergantungan pada narkotika, psikotropika, alkohol serta zat adiktif lainnya
26. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat Ijin Praktik (SIP)
dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah
27. Ketidakjujuran dalam menentukan jasa medik
28. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI
untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin

Tugas MKDKI

Pengaduan

Pemeriksaan

Keputusan

Pengaduan

Pemeriksaan

Keputusan

Pengaduan

Pemeriksaan

Keputusan

Pengaduan

Pemeriksaan

Keputusan

Konsil Kedokteran Indonesia

Nama dan Kedudukan

Tugas KKI

Wewenang KKI

Divisi KKI

REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI

Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 1 Tahun 2005

Jenis Surat Tanda Registrasi

Asas, Dasar, Kaidah, & Tujuan Praktik Kedokteran


Praktik kedokteran Indonesia harus berdasarkan pada:
Nilai ilmiah berdasarkan pada ilmu dan teknologi
Asas manfaat harus memberikan manfaat bagi manusia
Asas keadilan pelayanan adil dan merata tapi ttp bermutu
Asas kemanusiaan tidak membedakan suku, bangsa, agama, ras,
gender, status sosial, ekonomi, dan pandangan politik.
Asas keseimbangan tetap menjaga keserasian dg kepentingan
individu dan masyarakat
Asas perlindungan dan keselamatan mampu memberikan
peningkatan derajat kesehatan dengan tetap memperhatikan
perlindungan dan keselamatan pasien.

Euthanasia

Definisi
Secara harafiah Mati secara baik
dan mudah
Secara medis Membantu pasien
untuk mati cepat, untuk
membebaskan dari penderitaan
akibat penyakitnya

Aspek Hukum Euthanasia di Indonesia


Lex Generalis/umum
Undang-undang no. 8 tahun 1981 tentang KUHAP (Pasal 120, 133, 180)
Undang-undang tentang KUH Pidana (KUHP) (Pasal 338, 340, 344, 345,
359)
Undang-undang tentang KUH Perdata

Lex Spesialis/khusus
Undang-undang no 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Undang-undang no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

Klasifikasi Euthanasia
Berdasarkan Tindakan yang Dilakukan

Euthanasia Pasif
Mempercepat kematian dengan cara menolak memberikan atau mengambil tindakan
pertolongan, dan menghentikan pertolongan yang sedang berlangsung
Contoh: Tidak memberikan antibiotic pada pasien dengan pneumonia berat
Euthanasia Aktif
Secara aktif memberikan tindakan yang baik secara langsung atau tidak langsung apat
mengakibatkan kematian
Contoh: Memberikan tablet sianida pada pasien, menyuntikkan zat-zat yang dapat mematikan
tubuh

Berdasarkan Kesukarelaan Penderita


Euthanasia Voluntary
Mempercepat kematian atas permintaan pasien
Euthanasia Involuntary
Mempercepat kematian tanpa persetujuan/permintaan pasien, bahkan bertentangan dengan
pasien
Euthanasia Nonvoluntary
Mempercepat kematian sesuai dengan keinginan yang disampaikan lewat pihak kedua (keluarga)
atas keputusan pemerintah

Physician-assisted suicide

Suicide committed with the aid of physician at the request and with
the consent of the patient, since he or she self-administers the
means of death

The Rule of Double Effect


A set of criteria which states that an action having foreseen
harmful effect practically inseparable from the good effect

Example for Rule of Double Effect

Aturan hukum di Indonesia


melarang melakukan tindakan
euthanasia, kecuali auto
euthanasia (pasif dgn permintaan)

Anda mungkin juga menyukai