Anda di halaman 1dari 8

PROPOSAL KASUS PASIEN KELOLAAN

GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI PENDENGARAN


DI RSJD PROVSU MEDAN
TAHUN 2015

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

NAMA

: TRISMAN PUTRA GULO

NIM

: 1001058

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUMATERA UTARA
MEDAN 2015

Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran

A. Defenisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan dan penghidu. Klien merasakan stimulus yang
betulnya tidak ada (Damaiyanti, 2008).
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa di jumpai adanya rangsangan dari
luar, walaupun tampak sebagai suatu yang khayal, halusinasi sebenarnya
merupakan

bagian

dari

kehidupan

mental

penderita

yang

terasepsi

(Yosep,2010).
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang
nyata, artinya menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/rangsangan
dari luar. Halusinasi merupakan distorsi persepsi yang muncul dari berbagai
indera (Stuart & Laraia, 2005).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah / pola stimulus yang datang
disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus
tersebut (Nanda-1, 2012).
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
1) Faktor perkembangan terhambat
a) Usia sekolah (6-12 tahun) mengalami peristiwa yang tidak
menyenangkan selama sosialisasi dan kegiatan sekolah.
b) Usia remaja (12-21 tahun) mengalami krisis identitas yang tidak
terselesaikan.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
Komunikasi tertutup, tidak ada komunikasi, tidak ada kehangatan,
orang tua yang membandingkan anak-anaknya.
3) Faktor psikologis
Menutup diri, harga diri rendah, mudah kecewa dan putus asa.
4) Faktor genetik
Adanya keluarga yang menderita skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
1) Faktor sosial budaya

Kehilangan orang-orang yang dicintai dan lingkungan (permusuhan,


perceraian, dirawat di RS dan kematian).
2) Faktor biokimia
Stress yang mengakibatkan lepasnya dopamine atau zat halusinogenik
yang menyebabkan terjadinya halusinasi.
3) Faktor psikologis
Kecemasan tinggi dan memanjang, tidak mampu mengatasi masalah
atau kegagalan dalam hidup.
C. Tanda dan Gejala
Menurut Stuart & Sundeen (1998) dalam Trimelia (2011), data subjektif
dan objektif klien halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata cepat.
4. Respon verbal lambat atau diam.
5. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
6. Terlihat bicara sendiri.
7. Menggerakan bola mata dengan cepat.
8. Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu.
9. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari keruangan lain.
10. Disorientasi (waktu, tempat, orang).
11. Perubahan kemampuan dalam memecahkan masalah.
12. Perubahan perilaku dan pola komunikasi.
13. Gelisah, ketakutan, ansietas.
14. Peka rangsang.
15. Melaporkan adanya halusinasi.
D. Fase Terjadinya Halusinasi
Stage 1
Halusinasi

Pasien mengalami emosi yang berlanjut seperti :


secara

umum
perasaan cemas, kesepian dan perasaan berdosa.

diterima

sebagai

sesuatu
Ia beranggapan bahwa pengalamn pikiran dapat

yang alami
Stage 2
Secara umum

ia kontrol bila kecemasannya diatur.


Pengalaman sensori klien menjadi sering datang.
halusinasi
Klien

mulai

merasa

tidak

mampu

lagi

mendatangi klien.
mengontrolnya dan mulai menjaga jarak antara
dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien.

Klien mulai menarik diri dari orang lain dengan


Stage 3
Fungsi

waktu yang lama.


Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori
sensori

menjadi
abnormal yang datang, dari sinilah dimulai fase

tidak

relevan

dengan
gangguan psikotik.

kenyataan.
Stage 4
Klien mulai merasa terancam dengan datangnya
Klien mengalami gangguan
suara-suara tertentu bila klien tidak menuruti
dalam
menilai
ancaman atau perintah yang ia dengar dari
lingkungannya.
halusinasinya.bila klien tidak mendapatkan
komunikasi terapeutik akan terjadi gangguan
psikotik berat.
E. Rentang Respon Halusinasi

Adatif

Maladaptif

Pikiran logis

kadang pikiran terganggu

gangguan proses pikir/delusi

Persepsi akurat

ilusi

halusinasi

Emosi konsekuen

emosi berlebihan/kurang

mengalami emosi yg tinggi

Perilaku sesuai

perilaku yang tidak biasa

perilaku tidak terorganisir

Hubungan sosial positif

menarik diri

isolasi sosial

F. Pohon Masalah

Gangguan Sensori Persepsi :


Halusinasi Pendengaran

Menarik Diri

Kemauan menurun

Harga diri Rendah

Coping Individu
Kegagalan
G. Pengendalian Halusinasi
Menurut Trimelia (2011), untuk membantu pasien agar mampu mengontrol
halusinasi, keluarga dapat melatih pasien dengan empat cara yang sudah terbukti
dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi sebagai berikut :
1. Menghardik Halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul, sehingga halusinasi
tersebut terputus. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang
muncul atau tidak memperdulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan,
pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang
muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak
akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
2. Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi.
Fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan
dengan orang lain tersebut, sehingga halusinasi yang muncul akan terputus dan
juga dicegah untuk tidak muncul lagi. Sehingga salah satu cara yang efektif untuk
mengontrol halusinasi adalah bercakap-cakap dengan orang lain.
3. Melakukan aktivitas yang berjadwal
Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur, karena aktivitas yang teratur akan
mencegah munculnya halusinasi. Dengan beraktivitas secara berjadwal, pasien
tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang sering kali mencetuskan
halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami halusinasi bisa dibantu untuk

mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi
sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.
4. Menggunakan obat secara teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasi, pasien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai program. Pasien gangguan jiwa yang
dirawat dirumah sakit seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya pasien
mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi
seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih menggunakan obat
sesuai program dab berkelanjutan.
H. Strategi Pertemuan (SP) Pada Pasien
1. Strategi pertemuan satu (SP I)
Mengidentifikasi biodata klien.
Mengidentifikasi jenis halusinasi klien.
Mengidentifikasi isi halusinasi klien.
Mengidentifikasi waktu terjadinya halusinasi klien.
Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi pada klien.
Mengidentifikasi respon klien setelah melakukan interaksi.
2. Strategi pertemuan ke dua (SP II)
Melatih klien mengendalikan halusinasinya dengan cara menghardik
halusinasi.
Memberikan

kesempatan

kepada

klien

mempraktekkan

cara

menghardik halusinasi.
Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian.
Mengidentifikasi respon klien setelah melakukan interaksi.
3. Strategi pertemuan ke tiga (SP III)
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
Melatih klien mengendalikan halusinasinya dengan cara bercakapcakap dengan orang lain.
Menganjurkan klien untuk tetap melakukan interaksi kepada orang
lain.
Menganjurkan klien memasukkan cara bercakap-cakap dengan orang
lain dalam jadwal kegiatan harian.
Mengidentifikasi respon klien setelah melakukan interaksi.
4. Strategi pertemuan ke empat (SP IV)
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
Melatih klien mengendalikan halusinasinya dengan melakukan
kegiatan yang bisa dilakukan di rumah sakit.

Menganjurkan klien untuk tetap mengikuti kegiatan yang sudah di


jadwalkan.
Mengidentifikasi respon klien setelah melakukan interaksi.
5. Strategi pertemuan ke lima (SP V)
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien tentang penggunaan
obat secara teratur.
Menganjurkan klien untuk tetap mengikuti kegiatan yang sudah di
jadwalkan.
Mengidentifikasi respon klien setelah melakukan interaksi.
Strategi Pertemuan (SP) yang diujiankan adalah SP II.
1. Melatih klien mengendalikan halusinasinya dengan cara menghardik
halusinasi.
2. Memberikan kesempatan kepada klien mempraktekkan cara menghardik
halusinasi.
3. Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian.
4. Mengidentifikasi respon klien setelah melakukan interaksi.
Komunikasi terapeutik berdasarkan SP yang diujiankan.
a. Fase Orientasi
Selamat siang Ny. N, bagaimana perasaan Ny. N saat ini ? Apakah Ny. N
masih ingat dengan saya ? Apakah suara-suara bisikan itu masih terdengar
Ny. N ? Baiklah Ny. N, sesuai janji saya kemarin, saya akan melatih Ny.
N cara yang pertama untuk mengontrol halusinasi pendengaran dan kita
akan latihan selama 10 menit. Apakah Ny. N bersedia ?
b. Fase Kerja
Baiklah Ny. N, cara yang pertama untuk mengontrol halusinasi
pendengaran itu adalah dengan cara menghardik. Jadi cara melakukannya
yaitu kedua telinga ditutup sambil mengatakan Pergi,, pergi.. kamu
suara palsu,, kamu tidak nyata.. jangan ganggu saya lagi.. Apakah Ny.
N bisa mengulangi seperti yang saya lakukan tadi ? Benar sekali Ny. N !
Jadi, kalau Ny. N mendengar suara-suara bisikkan itu, buatlah seperti
yang telah kita lakukan tadi yaitu menghardik halusinasi. Bisa Ny. N ?
Bagus sekali Ny. N.
c. Fase Terminasi

Bagaimana perasaan Ny. N setelah kita latihan tadi ? Apakah Ny. N sudah
mengerti cara mengontrol halusinasi yang pertama ? Bagus sekali Ny. N.
Cara mengontrol halusinasi yang pertama ini, jangan sampai lupa
dilakukan sewaktu-waktu mendengar suara-suara bisikan itu ya Ny. N.
Besok pagi saya akan mengajarkan cara yang kedua untuk mengontrol
halusinasi, apakah Ny. N ada waktu buat besok ? Jam berapa Ny. N ? Oke
Ny. N, besok pagi siap minum obat, kita akan latihan cara yang ke dua ya
Ny. N. Jumpanya dimana Ny. N ? Disini Lagi ? Oke ! Baiklah Ny. N,
karena tadi saya sudah janji kita latihannya selama 10 menit dan
waktunya sudah selesai, Ny. N bisa kembali keruangan. Ny. N istirahat
ya, sampai jumpa besok pagi. Selamat siang Ny. N.

Anda mungkin juga menyukai