Anda di halaman 1dari 13

I.

GOUT ARHTRITIS
A. Definisi
Arhitis pirai (gout) adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di
seluruh dunia. Artritis pirai merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai
akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi
asam urat didalam cairan ekstraselular. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi
artritis gout akut, akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang (tofi), batu
asam urat, dan yang jarang adalah kegagalan ginjal (nefropati urat). Gangguan
metabolisme yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan
sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,O mVdl dan 6,O mg/dl.
B. Epidemiologi
Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Hippocrates bahwa gout jarang pada pria sebelum masa remaja
(adolescens) sedangkan pada perempuan jarang sebelum menopause. Pada tahun
1986 dilaporkan prevalensi gout di Arnerika Serikat adalah 13.6/1000 pria dan
6.4/1000 perempuan. Prevalensi gout bertambah dengan meningkatnya taraf
hidup. Prevalensi di antara pria African American lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok pria caucasian.
Di Indonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang artritis pirai
(AP). Pada tahun 1935 seorang dokter kebangsaan Belanda bernama Van der
Horst telah melaporkan 15 pasien artritis pirai dengan kecacatan (lumpuhkan
anggota gerak) dari suatu daerah di Jawa Tengah. Penelitian lain7 mendapatkan
bahwa pasien gout yang berobat, rata-rata sudah mengidap penyakit selama lebih
dari 5 tahun. Hal ini mungkin disebabkan banyak pasien gout yang mengobati
sendiri (self medication). Satu study yang lama di Massachusetts (Framingham
Arhitis pirai (gout) adalah penyakit yang sering ditemukan Study) mendapatkan
lebih dari 1 % dari populasi dengan dan tersebar di seluruh dunia. Artritis pirai
merupakan kadar asam urat kurang dari 7 mg/100 ml pernah mendapat kelompok
penyakit heterogen sebagai akibat deposisi serangan artritis gout akut.
C. Patologi Gout

Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma dikelilingi oleh butir


kristal monosodium urat (MSU). Reaksi inflamasi disekeliling kristal terutama
terdiri dari sel mononuklear dan sel giant. Erosi kartilago dan korteks tulang
terjadi di sekitar tofus. Kapsul fibrosa biasanya prominen di sekeliling tofi. Kristal
dalam tofi berbentuk jarum (needle shape) dan sering membentuk kelompok kecil
secara radier.
Komponen lain yang penting dalam tofi adalah lipid glikosaminoglikan
dan plasma protein. Pada artritis gout akut cairan sendi juga mengandung krital
monosodium urat monohidrat pada 95% kasus Pada cairan aspirasi dari sendi
yang diambil segera pada saat inflamasi akut akan ditemukan banyak kristal
didalam lekosit. Hal ini disebabkan karena terjadi proses fagositosis.
D. Patogenesis Artrltls Gout
Awitan (onset) serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar
asam urat serum, meninggi ataupun menurun. Pada kadar urat serum yang stabil,
jarang mendapat serangan. Pengobatan dini dengan alopurinol yang menurunkan
kadar urat serum dapat mempresipitasi serangan gout akut. Pemakaian alkohol
berat oleh pasien gout dapat menimbulkan fluktuasi konsentrasi urat serum.
Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal monosodium
urat dari depositnya dalam tofi (crystals shedding). Pada beberapa pasien gout
atau yang dengan hiperurisemia asimptomatik kristal urat ditemukan pada sendi
metatarsofalangeal dan lutut yang sebelumnya tidak pemah mendapat serangan
akut. Dengan demikian gout, seperti juga pseudogout, dapat timbul pada keadaan
asimptomatik. Pada penelitian penulis didapat 2 1 % pasien gout dengan asam
urat normal. Terdapat peranan temperatur, PH dan kelarutan urat untuk timbul
serangan gout akut. Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur lebih
rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan mengapa
kristal MSU diendapkan pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk
pengendapan kristal MSU pada metatarsofalangea1l (MTP-1) berhubungan juga
dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.
Penelitian Simkin didapatkan kecepatan difusi molekul urat dari ruang
sinovia kedalam plasma hanya setengah kecepatan air. Dengan demikian

konsentrasi urat dalam cairan sendi seperti MTP- 1 menjadi seimbang dengan urat
dalam plasma pada siang hari selanjutnya bila cairan sendi diresorbsi waktu
berbaring, akan terjadi peningkatan kadar urat lokal. Fenomena ini dapat
menerangkan terjadinya awitan (onset) gout akut pada malam hari pada sendi
yang bersangkutan. Keasaman dapat meninggikan nukleasi urat in vitro melalui
pembentukan dari protonatedsolidphases. Walaupun kelarutan sodium urat
bertentangan terhadap asam urat, biasanya kelarutan ini meninggi, pada
penurunan pH dari 7,5 menjadi 5,8 dan pengukuran pH serta kapasitas buffer pada
sendi dengan gout, gaga1 untuk menentukan adanya asidosis. Hal ini
menunjukkan bahwa perubahan pH secara akut tidak signifikan mempengaruhi
pembentukan kristal MSU sendi.
Peradangan atau inflamasi merupakan reaksi penting pada artritis gout
terutarna gout akut. Reaksi ini merupakan reaksi pertahanan tubuh non spesifk
untuk menghindari kerusakan jaringan akibat agen penyebab. Tujuan dari proses
inflamasi adalah: Menetralisir dan menghancurkan agen penyebab; Mencegah
perluasan agen penyebab ke jaringan yang lebih luas.
Peradangan pada artritis gout akut adalah akibat penumpukan agen
penyebab yaitu kristal monosodium urat pada sendi. Mekanisme peradangan ini
belum diketahui secara pasti. Hal ini diduga oleh peranan mediator kimia dan
selular. Pengeluaran berbagai mediator peradangan akibat aktivasi melalui
berbagai jalur, antara lain aktivitas komplemen (C) dan selular.
i).

Aktivasi Komplemen

Kristal urat dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur klasik


dan jalur alternatif. Melalui jalur klaslk, terjadi aktivasi komplemen C 1 tanpa
peran imunoglobulin. Pada kadar MSU meninggi, aktivasi sistem komplemen
melalui jalur alternatif terjadi apabila jalur klasik terhambat. Aktivasi C lq melalui
jalur klasik menyebabkan aktivasi kolikrein dan berlanjut dengan mengaktifkan
Hageman faktor (Faktor XII) yang penting dalam reaksi kaskade koagulasi. Ikatan
partikel dengan C3 aktif (C3a) merupakan proses opsonisasi. Proses opsonisasi
partikel mempunyai peranan penting agar partikel tersebut mudah dikenal, yang
kemudian difagositosis dan dihancurkan oleh netrofil, monosit atau makrofog.

Aktivasi komplemen C5 (C5a) menyebabkan peningkatan aktivitas proses


kemotaksis sel neutrofil, vasodilatasi serta pengeluaran sitokin IL-1 dan TNF.
Aktivitas C3a dan C5a menyebabkan pembentukan membrane attack complex
(MAC). Membrane attack complex merupakan komponen akhir proses aktivasi
komplemen yang berperan dalam ion channel yang bersifat sitotoksik pada sel
patogen maupun sel host. Hal ini membuktikan bahwa melalui jalur aktivasi "
komplemen cascade ", kristal urat menyebabkan proses peradangan melalui
mediator IL-1 dan TNF serta sel radang neutrofil dan makrofag.
ii).

Aspek Selular Artrltls Gout

Pada artritis gout, berbagai sel dapat berperan dalam proses peradangan,
antara lain sel makrofag, neutrofil sel sinovial dan sel radang lainnya. Makrofag
pada sinovium merupakan sel utama dalam proses peradangan yang dapat
menghasilkan berbagai mediator kimiawi antara lain IL-1, TNF, IL-6 dan GMCSF (Granulocyte-Macrophage Colony-Stimulating Factor). Mediator ini
menyebabkan kerusakan jaringan dan mengaktivasi berbagai sel radang. Kristal
urat mengaktivasi sel radang dengan berbagai cara sehinggga menimbulkan
respons fungsional sel dan gene expression. Respons fungsional sel radang
tersebut antara lain berupa degranulasi, aktivasi NADPH oksidase gene
expression sel radang melalui jalur signal transduction factor yang menyebabkan
gen berekspresi dengan aktivasi transcription factor yang menyebabkan gen
berekspresi dengan mengeluarkan berbagai sitokin dan mediator kimiawi lain.
Signal transductionpathway melalui 2 cara yaitu, dengan mengadakan ikatan
dengan reseptor (cross-link) atau dengan langsung menyebabkan gangguan non
spesifik pada membran sel.
Ikatan dengan reseptor (cross-link) pada sel membran akan bertambah kuat
apabila kristal urat berikatan sebelumnya dengan opsonin, misalnya ikatan dengan
imunoglobulin (Fc dan IgG) atau dengan komplemen (C 1 q C3b). Kristal urat
mengadakan ikatan cross-link dengan berbagai reseptor, seperti reseptor adhesion
molecule (Integrin), non tyrosin kinase, reseptor FC, komplemen dan sitokin.
Aktivasi reseptor melalui tirosin kinase dan second messenge akan mengaktifkan
transcription factor. Transkripsi gen sel radang ini akan mengeluarkan berbagai

mediator kimiawi antara lain IL- 1. Telah dibuktikan neutrofil yang diinduksi oleh
kristal urat menyebabkan peningkatan mikrokristal fosfolipase D yang penting
dalam jalur transduksi signal. Pengeluaran berbagai mediator akan menimbulkan
reaksi radang lokal maupun sistemik dan menimbulkan kerusakan jaringan.
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik gout terdiri dari artritis gout akut, interkritikal gout dan
gout menahun dengan tofi. Ketiga stadium ini merupakan stadium yang klasik dan
didapat deposisi yang progresif kristal urat.
i).

Stadium Artritis Gout Akut

Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan yang tirnbul sangat cepat
dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi
terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat monoartikuler
dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala
sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Lokasi yang paling sering
pada MTP-1 yang biasanya disebut podagra. Apabila proses penyakit berlanjut,
dapat terkena sendi lain yaitu pergelangan tangan, kaki, lutut dan siku. Serangan
akut ini dilukiskan oleh Sydenham sebagai: sembuh beberapa hari sampai
beberapa minggu, bila tidak diobati, rekuren yang multipel, interval antar
serangan singkat dan dapat mengenai beberapa sendi.I6 Pada serangan akut yang
tidak berat, keluhan-keluhan dapat hilang dalam beberapa jam atau hari. Pada
serangan akut berat dapat sembuh dalcm beberapa hari sampai beberapa minggu
Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma lokal, diet tinggi
purin, kelelahan fisik, stres, tindakan operasi, pemakaian obat diuretik atau
penurunan
dan peningkatan asam urat. Penurunan asam urat darah secara mendadak dengan
alopurinol atau obat urikosurik dapat menimbulkan kekambuhan.
ii).

Stadium Interkritikal

Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode


interkritik asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda
radang akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini
menunjukkan bahwa proses peradangan tetap berlanjut, walaupun tanpa keluhan.

Keadaan ini dapat terjadi satu atau beberapa kali pertahun, atau dapat sampai 10
tahun tanpa serangan akut. Apabila tanpa penanganan yang baik dan pengaturan
asam urai yang tidak benar, maka dapat timbul serangan akut lebih sering yang
dapat mengenai beberapa sendi dan biasanya lebih berat. Manajemen yang tidak
baik, maka keadaan interkritik akan berlanjut menjadi stadium menahun dengan
pembentukan tofi.
iii).

Stadium Artritis Gout Menahun

Stadium

ini

umumnya

pada

pasien

yang

mengobati

sendiri

(selfmedication) sehingga dalam waktu lama tidak berobat secara teratur pada
dokter. Artritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan terdapat
poliartikular. Tofi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang-kadang
dapat timbul infeksi sekunder. Pada tofus yang besar dapat dilakukan ekstirpasi,
namun hasilnya kurang memuaskan. Lokasi tofi yang paling sering pada cuping
telinga, MTP- 1, olekranon, tendon Achilles dan jari tangan. Pada stadium ini
kadang-kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun.
F. Diagnosis
Dengan menemukan kristal urat dalam tofi merupakan diagnosis spesifik
untuk gout. Akan tetapi tidak semua pasien mempunyai tofi, sehingga tes
diagnostik ini kurang sensitif. Oleh karena itu kombinasi dari penemuan
penemuan di bawah ini dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis :

Riwayat inflamasi klasik amitis monoartikuler khusus pada sendi MTP-1;


Diikuti oleh stadium interkritik di mana bebas simptom;
Resolusi sinovitis yang cepat dengan pengobatan kolkisin;
Hiperurisemia.
Kadar asam urat normal tidak dapat menghindari diagnosis gout. Logan

dkk mendapatkan 40% pasien gout mempunyai kadar asam urat normal. Hasil
penelitian penulis didapatkan sebanyak 2 1 % artritis gout dengan asam urat
normal. Walaupun hiperurisemia dan gout mempunyai hubungan kausal,
keduanya mempunyai fenomena yang berbeda. Kriteria untuk penyembuhan
akibat pengobatan dengan kolkisin adalah hilangnya gejala objektif inflamasi pada
setiap sendi dalam waktu 7 hari. Bila hanya ditemukan artritis pada pasien dengan
hiperurisemia tidak bisa didiagnosis gout. Pemeriksaan radiografi pada serangan

pertama arhitis gout akut adalah non spesifik. Kelainan utama radiografi pada
kronik gout adalah inflamasi asimetri, artritis erosif yang kadang-kadang disertai
nodul jaringan lunak.
G. Komplikasi Penyakit Arthritis Pirai
i).
Penyakit Ginjal
Komplikasi asam urat yang paling umum adalah gangguan-gangguan pada ginjal.
Gangguan pada ginjal terjadi akibat dari penangan pada penderia asam urat akut
terlambat menangani penyakitnya. Pada penderita asam urat ada dua penyebab
gangguan pada ginjal yaitu terjadinya batu ginjal (batu asam urat) dan risiko
kerusakan ginjal.batu asam urat terjadi pada penderita yang memiliki asam urat
lebih tinggi dari 13 mg/dl. 23
Asam urat merupakan hasil buangan dari metabolisme tubuh melalui urine.
Seperti yang telah diketahui, urine di proses di ginjal. Oleh sebab itu, jika kadar di
dalam darah terlalu tinggi maka asam urat yang berlebih akan membentuk kristal
dalam darah. Apabila jumlahnya semakin banyak, akan mengakibatkan
penumpukkan dan pembentukkan batu ginjal. Batu ginjal terbentuk ketika urine
mengandung substansi yang membentuk kristal, seperti kalsium, oksalat dan asam
urat. Pada saat yang sama, urine mungkin kekurangan substansi yang mencegah
kristal menyatu. Kedua hal ini menjadikannya sebuah lingkungan yang ideal
untuk terbentuknya batu ginjal. Batu ginjal tidak menampakan gejala sampai batu
ginjal tersebut bergerak di dalam ginjal atau masuk ke saluran kemih (ureter),
suatu saluran yang menghubungkan ginjal dan kandungan kemih (Noviyanti,
2015). Sekitar 20-40% penderita gout minimal mengalami albuminuri sebagai
akibat gangguan fungsi ginjal. Terdapat tiga bentuk kelainan ginjal yang
diakibatkan hiperurisemia dan gout (Hidayat, 2009):
1. Nefropati urat yaitu deposisi kristal urat di interstitial medulla dan pyramid
ginjal, merupakan proses yang kronik, ditandai dengan adanya reaksi sel giant di
sekitarnya.
2. Nefropati asam urat yaitu presipitasi asam urat dalam jumlah yang besar pada
duktur kolektivus dan ureter, sehingga menimbulkan keadaan gagal ginjal akut.

Disebut juga sindrom lisis tumor, dan sering didapatkan pada pasien leukemia dan
limfoma pasca kemoterapi.
3. Nefrolitiasis yaitu batu ginjal yang didapatkan pada 10-25% dengan gout
primer. 24
ii).

Penyakit Jantung

Kelebihan asam urat dalam tubuh (hiperurisemia) membuat seseorang berpotensi


terkena serangan jantung. Pada orang yang menderita hiperurisemia terdapat
peningkatan risiko 3-5 kali munculnya penyakit jantung koroner dan stroke.
Hubungan antara asam urat dengan penyakit jantung adalah adanya kristal asam
urat yang dapat merusak endotel atau pembuluh darah koroner. Hiperurisemia
juga berhubungan dengan sindroma metabolik atau resistensi insulin, yaitu
kumpulan kelainan-kelainan dengan meningkatnya kadar insulin dalam darah,
hipertensi, sklerosis (Noviyanti, 2015).
iii).

Penyakit Diabetes Mellitus

Berdasarkan hasil studi baru Eswar Krishnan yang merupakan asisten


Profesor Rheumatology di Stanford University dengan hasil penelitian yang
dipresentasikan di pertemuan tahunan American College of Rheumatology
didapati kesimpulan bahwa, kadar asam urat yang tinggi dalam darah berkaitan
dengan risiko peningkatan diabetes hampir 20% dan risiko peningkatan kondisi
yang mengarah pada perkembangan penyakit ginjal dari 40%.
Para peneliti meninjau catatan dari sekitar 2.000 orang dengan gout dalam
database Veterans Administration. Pada awal penelitian, semua peserta penelitian
tidak menderita diabetes atau penyakit ginjal. Selama periode tiga tahun, 9% lakilaki dengan gout yang memiliki kadar asam urat tidak terkontrol berada pada
kondisi yang mengarah pada perkembangan diabetes dibandingkan dengan 6%
dari mereka dengan kadar asam urat yang terkontrol. Pada penderita diabetes
ditemukan 19% lebih tinggi dengan kadar asam urat yang tidak terkontrol.
Kadar asam urat dalam darah yang lebih tinggi dari angka 7 mg/dl
dianggap tidak terkontrol. Penelitian kedua dilakukan oleh peneliti yang sama
menggunakan database yang sama. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
lebih dari 3 tahun dengan periode gout pada pria yang memiliki kadar asam urat

yang tidak terkontrol memiliki risiko 40% lebih tinggi untuk penyakit ginjal
dibandingkan dengan pria dengan kadar asam urat terkontrol. Penelitian tersebut
tidak membuktikan bahwa kadar asam urat yang tidak terkontrol menyebabkan
masalah kesehatan, tetapi menunjukkan hubungan peningkatan kadar tersebut
dengan masalah kesehatan (Noviyanti, 2015).
H. Penatalaksanaan Artritis Gout
Secara umum penanganan artritis gout adalah memberikan edukasi,
pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini
agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain, misalnya pada ginjal.
Pengobatan artritis gout akut bertujuan menghilangkan keluhan nyeri sendi dan
peradangan dengan obat-obat, antara lain kolkisin, obat anti inflamasi non steroid
(OAINS), kortikosteroid, atau hormon ACTH. Obat penurun asam urat seperti
alopurinol atau obat urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut. Namun
pada pasien yang telah rutin mendapat obat penurun asam urat, sebaiknya tetap
diberikan. Pemberian kolkisin dosis standar untuk artritis gout akut secara oral 3-4
kali, 0,5-0,6 mg per hari dengan dosis maksimal6 mg. Pemberian OAINS dapat
pula diberikan.
Dosis tergantung dari jenis OAINS yang dipakai. Di samping efek anti
inflamasi obat ini juga mempunyai efek analgetik. Jenis OAINS yang banyak
dipakai pada artritis gout akut adalah indometasin. Dosis obat ini adalah 150-200
mg/hari selama 2-3 hari dan dilanjutkan 75- 100 mghari sampai minggu
berikutnya atau sampai nyeri atau peradangan berkurang. Kortikosteroid dan
ACTH diberikan apabila kolkisin dan OAINS tidak efektif atau merupakan kontra
indikasi. Pemakaian kortikosteroid pada gout dapat diberikan oral atau parenteral.
Indikasi pemberian adalah pada artritis gout akut yang mengenai banyak sendi
(poliartikular). Pada stadium interkritik dan menahun, tujuan pengobatan adalah
untuk menurunkan kadar asam urat, sampai kadar normal, guna mencegah
kekambuhan. Penurunan kadar asam urat dilakukan dengan pemberian diet rendah
purin dan pemakaian obat allopurinol bersama obat urikosurik yang lain.
II. NEFROPATI URAT
A. Definisi

Gouty nephropathy atau chronic uric acid nephropathy atau nefropati urat
kronik adalah suatu keadaan asam urat atau kristal urat terdeposit pada parenkim
dan lumen tubulus secara independen dan menyebabkan cedera langsung pada
ginjal selama suatu periode waktu sehingga menyebabkan gagal ginjal.6,7
Nefropati urat kronik adalah suatu bentuk penyakit ginjal kronik yang diinduksi
oleh penumpukan monosodium urat pada interstitial medula, yang menyebabkan
respons inflamasi kronik, serupa dengan yang terjadi pada pembentukan
mikrotofus pada bagian tubuh lain, yang berpotensi menyebabkan fibrosis
interstitial dan gagal ginjal kronik.8
Nefropati urat kronik yang pada masa lalu sering ditemukan pada pasien
dengan tophaceous gout, saat ini jarang ditemukan. Namun demikian pasien
penyakit ginjal kronik dengan sedimen urin serta hiperurisemia yang tak sesuai
dengan derajat gangguan ginjalnya memenuhi kriteria nefropati urat kronik. Studi
pada hewan menunjukkan bahwa pada penyakit ginjal kronik terjadi
hiperurisemia ringan, yang terjadi lewat dua mekanisme yang mengkompensasi
penurunan efisiensi ekskresi ginjal yaitu peningkatan ekskresi asam urat usus dan
penurunan produksi karena penurunan aktivitas xantin oksidase.8
Peningkatan kadar urat plasma yang tidak sesuai dengan derajat gangguan
ginjal didefinisikan sebagai berikut:8
Kadar urat plasma > 9 mg/dL (535 mol/L) jika kadar kreatinin plasma 1,5
mg/dL (132 mol/L)
Kadar urat plasma > 10 mg/dL (595 mol/L) jika kadar kreatinin plasma 1,5
2,0 mg/dL (132 to 176 mol/L)
Kadar urat plasma > 12 mg/dL (714 mol/L) dengan gagal ginjal yang lebih
berat
B. Patogenesis Nefropati Urat Kronik
Data histopatologis menunjukkan inflamasi interstitial dan fi brosis
bersamaan dengan deposit kristal asam urat. Beberapa studi menunjukkan indeks
ginjal dan fungsi endotel yang abnormal pada pasien hiperurisemia asimptomatik.
Studi Heinin dan Johnson pada binatang pengerat membuktikan bahwa
hiperurisemia meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan lesi pada

mikrovaskular ginjal, glomerular dan tubulointerstitial, namun mekanismenya


masih belum diketahui. Walaupun demikian, data pada manusia belum dapat
membuktikannya.6 Studi lain pada otopsi 79 99% pasien gout menunjukkan lesi
histologis pada nefropati urat kronik berupa glomerulosklerosis, fibrosis
interstital, arteriosklerosis dan seringkali disertai penumpukan kristal urat
interstitial fokal.9-12
Walaupun terlihat ada hubungan antara gout dengan kelainan ginjal, masih
terdapat kontroversi apakah asam urat merupakan etiologinya, karena sulit
menggambarkan cedera ginjal karena penumpukan kristal urat secara umum,
banyaknya pasien gout juga menderita hipertensi yang gambarannya serupa, serta
apakah penurunan kadar asam urat dapat memperlambat penurunan fungsi ginjal.8
Weiner dkk.13 menemukan bahwa kadar asam urat pada awal studi
berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit ginjal pada model
berdasarkan LFG (OR 1,07 (95% CI 1,01 1,14)) dan kadar kreatinin (OR 1,11
(95% CI 1,01 1,21)), disimpulkan bahwa peningkatan kadar asam urat adalah
faktor risiko independen timbulnya penyakit ginjal pada populasi umum. Studi
Domrongkitchaiporn dkk.14 menunjukkan bahwa OR terjadinya penurunan fungsi
ginjal adalah 1,82 pada kadar asam urat > 6,29 mg/ dl dibandingkan dengan kadar
asam urat <4,5 mg/dl. Pada studi ini, hiperurisemia bukan merupakan hasil dari
penurunan fungsi ginjal, karena semua pasien yang diteliti memiliki LFG > 60
ml/min per 1,73 m2 pada awal studi.
Studi Obermayr dkk.7 selama 7 tahun terhadap 21.000 pasien dengan
berbagai kadar asam urat dan laju filtrasi glomerulus yang sepadan menunjukkan
bahwa setelah dilakukan penyesuaian terhadap LFG, OR ``a pasien dengan kadar
asam urat 7,0 8,9 mg/dL dan 25% pada pasien dengan kadar > 9,0 mg/ dL.
Dengan penyesuaian jenis kelamin dan umur, OR pada 2 kelompok meningkat
11% dan 19%. Hasil ini menunjukkan efek toksik langsung atau tak langsung
asam urat pada perkembangan CKD stage 3. Studi ini juga menemukan adanya
interaksi antara kadar asam urat dengan hipertensi pada timbulnya CKD stage 3.
Pengaruh kadar asam urat pada timbulnya gangguan ginjal baru adalah linear pada
kadar 6 7 mg/dL pada perempuan dan kadar 7 8 mg/dL pada laki-laki,

kemudian OR meningkat tajam pada kadar di atasnya. Pengaruh peningkatan


kadar asam urat terhadap OR timbulnya gangguan ginjal baru meningkat tajam
pada pasien hipertensi dan perempuan.
Studi Darmawan dkk.4 menunjukkan bahwa hiperurisemia, kadar ureum
dan kreatinin serum, klirens kreatinin membaik setelah terapi dengan prednison
dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS). Fungsi ginjal, kadar kolesterol dan
trigliserida serum, kadar glukosa puasa dan fungsi hati juga mengalami perbaikan
dengan diet rendah kalori, rendah purin dan rendah lemak. Secara umum
disimpulkan tidak terjadi urolitiasis dan perburukan fungsi ginjal jika kadar asam
urat serum dipertahankan di bawah 5 mg/dL. Persentase pasien dengan kadar
serum kreatinin > 5 mg/dL menurun secara bermakna setelah kontrol
hiperurisemia selama 10 tahun, dan tidak ada lagi pasien dengan klirens kreatinin
< 30 ml/menit. Studi Iseki dkk.15 terhadap 6.400 subjek dengan fungsi ginjal
normal, didapatkan bahwa kadar asam urat > 8,0 mg/dL dibandingkan dengan <
5,0 mg/dL berhubungan dengan peningkatan risiko timbulnya gangguan ginjal
dalam 2 tahun sebesar 2,9 kali pada laki-laki dan 10 kali pada perempuan. Hal ini
tak terpengaruh usia, indeks massa tubuh, tekanan darah sistolik, kolesterol total,
albumin serum, kadar gula darah, merokok, alkohol, kebiasaan olahraga,
proteinuria dan hematuria. Malah, peningkatan kadara asam urat lebih prediktif
dibandingkan proteinuria terhadap timbulnya gangguan ginjal.
C. Tata Laksana Nefropati Urat Kronik
Seperti penatalaksanaan penurunan asam urat pada gout lainnya, harus
dipertimbangkan kemungkinan interaksi obat dan efek samping serta kondisi
komorbid. Gout bukanlah suatu penyakit yang selalu progresif. Kadar asam urat
kadang kembali normal tanpa penggunaan obat antihiperurisemik jika pasien
berhenti mengonsumsi alkohol, jika obat antihipertensi diganti dengan diuretik
tiazid, atau pasien obesitas menurunkan berat badan. Diet rendah purin kadang
tidak dapat dilaksanakan dan hanya dapat sedikit menurunkan kadar asam urat.
Suatu studi menunjukkan bahwa diet rendah kalori yang dapat meningkatkan
sensitivitas insulin berhasil menurunkan berat badan 7,7 kg dan hiperurisemia
sebesar 17%.21

Berdasarkan studi-studi di atas, obat rikosurik seperti benzbromaron dan


benziodaron serta anti xantin oksidase (XO) seperti alopurinol dapat digunakan
untuk mencegah nefropati urat kronik. Penggunaan alopurinol untuk menurunkan
kadar asam urat ternyata mencegah gangguan ginjal, proteinuria, hipertensi,
kelainan vaskular, dan hipertrofi ginjal; diperkirakan lewat kemampuannya
menurunkan kadar asam urat serum. Benziodaron, obat urikosurik, kurang efektif
menurunkan asam urat dan hanya sebagian menurunkan ekspresi renin.
Namun, benziodaron lebih efektif mencegah perubahan glomerular
(proteinuria dan glomerulosklerosis) dibandingkan perubahan vaskular dan
interstitial. Hal ini mungkin karena perubahan glomerular berhubungan dengan
kadar asam urat, atau karena cedera interstitial tidak dicegah secara efektif akibat
efek urikosurik benziodaron.15 Dua faktor harus dipertimbangkan pada tata
laksana nefropati urat kronik.
Faktor pertama adalah metabolit aktif alopurinol, yaitu oksipurinol,
mengalami perjalanan yang sama dengan asam urat, yang direabsorbsi, secara
aktif di tubulus. Pada pasien dengan fungsi ginjal normal, klirensnya dipengaruhi
semua hal yang mempengaruhi klirens urat, terutama kontraksi volume termasuk
akibat diuretik akan meningkatkan konsentrasi plasma oksipurinol dan
memperpanjang waktu paruhnya. Oleh karena itu, pada pasien gagal ginjal, dosis
alopurinol harus diturunkan menjadi 100 mg perhari atau bahkan 100 mg
seminggu 3 kali.
Faktor kedua adalah klirens urat harus diperhitungkan independen
terhadap LFG. Oksipurinol direabsorpsi secara aktif oleh ginjal, sehingga pada
semua derajat gangguan ginjal, retensi oksipurinol terjadi lebih besar pada pasien
dengan FEur yang menurun. FEur menurun lebih besar dengan penggunaan
diuretik, seperti benzbromaron atau azapropazon, sedangkan furosemid malah
menurunkan kadar urat plasma. Kedua faktor tersebut menjadi pertimbangan
bahwa alopurinol tidak selalu obat pilihan pada pasien gagal ginjal. Obat
urikosurik, seperti probenesid, malah mengganggu transpor tubular diuretik.

Anda mungkin juga menyukai