PRESKAS Difteri
PRESKAS Difteri
LAPORAN KASUS
1.1.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. A
: 4 Tahun 6 bulan
: Bougenville Bawah
Ayah/Wali
Tn. A
32 Tahun
Wiraswasta
SMA
Rp. 2.500.000,-
Ibu/Wali
Ny. A
30 Tahun
Ibu rumah tangga
SMA
-
Islam
Tanah Koja, Jatinegara Kaum,
Islam
Tanah Koja, Jatinegara
1.3.
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 16 Juli 2016 dengan Ibu
pasien dan berdasarkan data dari rekam medis
Keluhan Utama : Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan Tambahan : Nyeri menelan dan batuk berdahak.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak lima hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami demam tinggi.
Demam dirasakan sepanjang hari tetapi tinggi saat malam hingga esok paginya. Esok
harinya (empat hari sebelum masuk rumah sakit), ibu pasien memberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol sirup. Demam pun dirasakan sudah mulai turun.
Demam dirasakan sudah turun dalam waktu satu. Demam kembali muncul pada esok
harinya dan dirasakan sepanjang hari walaupun sudah diberi obat penurun panas.
1
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada saat menelan sejak 5 hari yang lalu. Nyeri pada
tenggorokan pasien juga diikuti dengan batuk yang berdahak. Nafsu makan pasien
mulai berkurang saat keluhan demam, nyeri tenggorkan dan batuk munculsehingga
pasien tampak lemas. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering jajan dipinggir
jalan seperti telur dan es potong ataupun makanan dan minuman yang sering dijual di
gerobak. Sebelum pasien mengaluhkan adanya sakit tenggorokan, pasien telah
memakan permen karet yang dibelinya dari warung dan tidak sengaja sempat tertelan.
Saat itu pasien mengeluhkan terasa ada yang menyangkut di tenggorokannya sehingga
ibu pasien mencoba membantu pasien untuk mengeluarkan sumbatan tersebut yang di
anggap oleh orang tua pasien tersebut adalah permenkaret yang menyangkut
ditenggorokan pasien. Ibu pasien juga mengeluhkan beberapa hari terakhir sebelum
munculnya demam pasien mengalami perubahan suara seperti agak berat dan parau.
Selain itu ibu pasien juga mengatakan bahwa saat tertidur, tampak ada suara ngorok
yang tidak biasanya didengar oleh ibu pasien saat pasien tersebut tertidur. Sakit
tenggorokan dan batuk pada psien tidak diiringi dengan keluhan di bagian telinga
ataupun pendengaran. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya gangguan di penghidu
dan pasien juga tidak mengeluhkan adanya gangguan pada bagian hidungnya.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien masih demam walaupun sudah
diberi obat penurun panas. Demam muncul bersamaan dengan nyeri tenggorokan dan
batuk yang berdahak. Nafsu makan pasien mulai menurun dan pasien menjadi lemas.
Hari masuk rumah sakit pasien nampak lemas, badannya panas dan
mengeluhkan nyeri tenggorokan. Oleh karena demam yang menetap disertai dengan
adanya sakit pada tenggorokannya, sehingga nafsu makan pasien mulai menurun, ibu
pasien akhirnya membawa pasien ke Poli THT RSUP Pesahabatan.
G3P3A0
Ibu kontrol kehamilan di bidan setiap bulan
selama masa kehamilan, mulai minum susu
dan vitamin asam folat sejak usia kehamilan
Penyakit yang
kehamilan
1 bulan.
diderita selama masa Demam, nyeri kepala, keputihan dan batuk
pilek selama kehamilan disangkal
Ibu pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan
lain selain vitamin, tidak merokok, dan
minum-minuman beralkohol.
Riwayat Kelahiran :
Kelahiran
Tempat kelahiran
Cara persalinan
Masa gestasi
Ketuban
Di Bidan
Spontan
Cukup bulan, 38 minggu
Pada saat pasien dibawa ke bidan belum ada
cairan ketuban yang merembes, ibu tidak tahu
air ketuban berwarna apa
Berat lahir 3800 gram
Panjang lahir 40 cm
Langsung menangis spontan
Lagsung buang air besar dalam 24 jam pertama
Nilai APGAR tidak tahu
Kelainan bawaan tidak ada
Keadaan bayi
Kesan: Bayi lahir spontan, neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilanu Riwayat imunisasi :
IMUNISASI
BCG
Hepatitis B
DPT / POLIO
Campak
DASAR
1 bulan
1 minggu, 1 bulan, 5bulan
0 , 2, 4 dan 6 bulan
9 bulan
ULANGAN
18 bulan
1.4.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan di Bougenvile Bawah tanggal 16 Junli 2016 jam 14.20
WIB
Kesan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
:
Suhu : 37,9 oC
Nadi : 98 x/menit, kuat angkat, reguler, isi cukup
RR
: 20 x/ menit
Status Antropometri
:
4
BB
-
: 12 kg
PB
: 92 cm
BB/U
: 17,5/18 x 100 % = 94 %
TB/U
: 114/110 x 100 % = 103 %
BB/TB
: 17,5/20 x 100 % = 87 %
BMI
: BB/TB2(dalam meter) = 15,35 (Underweight)
Kesan gizi menurut NCHS : Gizi kurang (kurva terlampir)
Status Generalis
Kepala
Rambut
Mata
: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+, isokor
2mm/2mm.
Telinga
: Bentuk normal, simetris, liang telinga lapang, serumen -/-,MT intak
RC +/+.
Hidung
: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi dekstra atau sinistra, sekret
(-) konka eutrofi, darah (-), pernapasan cuping hidung (-).
Tenggorokan : Arkus faring edema, uvula ditengah, Faring hiperemis, Tonsil T3- T3
tampak adanya selaput berwarna kuning bercampur putih kental yang
melapisi tonsil.
Mulut
Leher
Thorak
-
Pulmo
I : Normochest, dinding dada simetris
P : fremitus taktil kanan = kiri
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Cor
I : Tidak tampak ictus cordis
P : Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
P:
o Batas kanan atas : linea para sternalis dekstra ICS II
o Batas kiri atas : linea para sternalis sinistra ICS II
o Batas kanan bawah : linea parasternalis dekstra ICS IV
o Batas kiri bawah : linea midclavicularis sinistra ICS IV
A : BJ I tunggal, BJ II normal, Gallop -/-, Murmur -/Abdomen
: I : Datar, distensi (-)
A : Bising usus (+) normal ( 4 kali dalam 1 menit)
P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, nyeri tekan (-)
P : Timpani
Hepar
: Tidak teraba pembesaran
Lien
: Tidak teraba pembesaran
Ginjal
: Ballotement -/-
Ekstremitas
: Akral hangat (+), capilary refill time <2detik, sianosis (-), motorik
aktif, kekuatan normal.
Kulit
: ruam (-), lebam (-), sianosis (-), ptekiae (-), turgor kembali cepat
Genitalia
1.4.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah pada tanggal 15 Juli 2016
Pemeriksaan
Hasil
28 September 2015
Nilai Rujukan
Hematologi
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Leukosit
11,7
9,39
11,5-13,5 g/dl
5-14,5 ribu/mm3
Netrofil
63,7
17-60%
Limfosit
25,8
20-70%
Monosit
6,9
1-11%
Eosinofil
0,2
1-5%
Basofil
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
CRP
0,4
4,85
34
266
70,9
24,3
34,0
5,84
0-1%
3,87-5,39 juta/uL
34-40 %
150-440 ribu/mm3
75-87 fL
24-30 pg
31-37 %
0-0,3 %
Hitung Jenis :
Kesimpulan : terdapat peningkatan neutrofil dan crp yang menandakan adanya infeksi
6
1.5.
RESUME
Pasien anak perempuan usia 4 tahun, datang dengan keluhan demam sejak 5
hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan penurunan nafsu makan
nyeri tenggorokan dan perubahan suara menjadi lebih berat sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit. Demam dirasakan sepanjang hari dan tinggi saat malam hari. Ibu
pasien mengatakan bahwa saat pasien tertidur terdengar suara mengorok yang tidak
biasanya ibu pasien dengar -/+ 5 hari terakhir ini. Sebelum pasien mengeluhkan sakit
pada tenggorokannya ibu pasien mengatakan bahwa pasien tidak sengaja tersendak
permen karet yang dimakannya, yang akhirnya bisa dikeluarkan dengan cara
memuntahkannya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan tampak sakit sedang dan
kesadaran compos mentis . Tanda vital : Suhu 38,8 Celcius Nadi 99 x/menit, dan
RR : 20 x/menit. Pada pemeriksaan tenggorok didapatkan adanya pembesaran pada
tonsil dengan ukuran T3-T3 dengan selaput berwarna putih kekuningan yang
menutupi tonsil, dan arkus faring yang edem serta dinding faring yang hiperemis.
Dari pemeriksaan laboratorium saat awal masuk dilakukan pemeriksaan darah
rutin dan didapatkan hasil peningkatan neutrofil juga crp yang menandakan adanya
tanda infeksi pada pasien tersebut.
1.6.
DIAGNOSA KERJA
Tonsilitis membranosa
1.7.
DIAGNOSA BANDING
Tonsilitis difteri
1.8.
PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Tatalaksana di bangsal/ruang rawat :
a. Cairan IVFD KaEN 3B 18 tpm makro
Kebutuhan cairan rumatan anak dengan BB 12kg = (10 x 100) + (2 x 50)
= 1100 ml/ kgBB adalah :
= (1100) x 20 / (24 x 60) = 18,33 ~ 18 tpm makro
b. Obat :
7
Cefotaxime 2 x 600mg iv
Dosis 50 100 mg/KgBB/Hari
Ibuprofen 3 x 1 cth
Dosis 100 mg/5ml/kali
ADS 4000 unit
2. Non Medikamentosa
a. Diet : Makanan cair
b. Planning
Observasi TV dalam waktu setiap jam
Tetap lakukan terapi pasien dengan diagnosis Difteri sampai hasil Swab tenggorok
keluar
Lakukan cek Swab tenggorok
Cek Lab darah rutin tiap (jika perlu)
Observasi sesak / 4 jam
Edukasi
Jaga kebersihan dan kesehatan diri, keluarga dan lingkungan sekitar.
Minum obat sesuai aturan
Minum air putih yang banyak
Jaga asupan nutrisi dan cairan
c.
1.9.
-
PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
: ad bonam
: ad bonam
: dubia ad bonam
1.10.
FOLLOW UP PASIEN
:
KU : Sakit sedang, lemas
Kes : CM
Tanda Vital:
- S : 37,4C
- N : 100 x/menit
- RR : 23 x/menit
Status Generalis :
- Telinga : Bentuk normal, simetris, liang telinga lapang, serumen -/-,MT
intak RC +/+.
- Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi dekstra atau sinistra,
sekret (-) konka eutrofi, darah (-), pernapasan cuping hidung
-
(-).
Tenggorokan : Arkus faring edema, uvula ditengah, Faring hiperemis,
Tonsil T3- T3 tampak adanya selaput berwarna kuning
bercampur putih kental yang melapisi tonsil.
:
-
Cefotaxime 2x600mg iv
:
KU : Sakit sedang, lemas
Kes : CM
Tanda Vital:
- S : 36,7C
- N : 98 x/menit
- RR : 20 x/menit
Status Generalis :
- Telinga : Bentuk normal, simetris, liang telinga lapang, serumen -/-,MT
intak RC +/+.
- Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi dekstra atau sinistra,
sekret (-) konka eutrofi, darah (-), pernapasan cuping hidung
-
(-).
Tenggorokan : Arkus faring edema, uvula ditengah, Faring hiperemis,
Tonsil T3- T3 tampak adanya selaput berwarna kuning
bercampur putih kental yang melapisi tonsil.
:
-
Cefotaxime 2x600mg iv
:
KU : Sakit sedang, lemas
Kes : CM
10
Tanda Vital:
- S : 36,4C
- N : 102 x/menit
- RR : 22 x/menit
Status Generalis :
- Telinga : Bentuk normal, simetris, liang telinga lapang, serumen -/-,
MT intak RC +/+.
-
Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi dekstra atau sinistra,
sekret (-) konka eutrofi, darah (-), pernapasan cuping hidung
(-).
Tenggorokan : Arkus faring simetris, uvula ditengah, Faring
Hiperemis (-), Tonsil T2- T2
:
-
Cefotaxime 2x600mg iv
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah pada tanggal 20 Juli 2016 jam 11.35
Pemeriksaan
Hasil
30 September 2015
Nilai Rujukan
Hematologi
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Leukosit
12,0
7,92
11,5-13,5 g/dl
5-14,5 ribu/mm3
49,2
25-60%
Hitung Jenis :
Netrofil
11
Limfosit
40,1
25-50%
Monosit
7,6
1-11%
Eosinofil
1,7
1-5%
Basofil
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
CRP Kuantitatif
Kultur Darah
1,0
4,72
37
448
78,5
25,9
32,6
0,02
0-1%
4,11-5,95 juta/uL
34-40 %
150-440 ribu/mm3
75-87 fL
24-30 pg
31-37 %
0,0-0,3
Tidak
Jenis sampel
ditemukan
darah
pertumbuhan
bakteri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
ANATOMI
Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian
terpentingnya adalah tonsil palatine dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur lain adalah tonsil
lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa
Rosenmuller, dibawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.
a. Tonsil Palatina
Tonsil palatine adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil
pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan
pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjaang 2-5 cm,
masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil.
Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya
12
dikenal sebagai fosa supratonsilaris. Tonsil terletak di lateral orofaring dan dibatasi
oleh:
- Lateral
- Anterior
- Posterior
- Superior
- Inferior
Gambar 2.
Perdarahan Tonsil
Aliran getah bening
Aliran getah bening dari tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal
profunda bagian superior di bawah M. sternokleidomastoideus, selanjutnya ke
kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya
mempunyai pembuluh getah bening eferen.
Persarafan
Tonsil bagian atas endapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion
sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.
Imunologi tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2%
dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Pada tonsil terdapat sistem
imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membrane), makrofag, sel dendrite
dan APCs (antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi
antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis immunoglobulin spesifik, juga
terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil
14
15
Gambar
Klasifikasi
2.2
4.
Pembesaran Tonsil
FISIOLOGI TONSIL
Tonsil palatine merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting sebagai sistem
pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke saluran makanan atau
masuk ke saluran nafas. Mekanisme pertahanan dapat bersifat spesifik atau nonspesifik.
Apabila pathogen menembus lapisan epitel maka sel-sel fagositik mononuclear akan
mengenal dan mengeliminasi antigen.
Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan
asing dengan efektif, 2) sebagai organ utama produksi antibody dan sensitisasi sel limfosit T
dengan antigen spesifik. Dalam keadaan normal tonsil akan membantu mencegah terjadinya
infeksi. Tonsil bertindak sebagai filter untuk memperangkap bakteri dan virus yang masuk ke
tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga menstimulasi sistem imun untuk memproduksi
antibody untuk melawan infeksi. Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing
dan pathogen, selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Jika tonsil tidak mampu melindungi
tubuh, maka akan timbul inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu tonsillitis. Aktivasi
imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3-10 tahun.
TONSILITIS MEMBRANOSA
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga
mulut, yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsi faucial), tonsil lingual (tonsil
pangkal lidah), dan tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/Gerlachs tonsil).
Penyakit yang termasuk dalam golongan tonsillitis membranosa adalah (a) Tonsilitis difteri,
(b) Tonsilitis septik, (c) Angina Plaut Vincent, (d) Penyakit kelainan darah seperti leukemia
akut, anemia pernisiosa, neutropenia maligna, serta infeksi mono-nukleosis, (e) proses
16
spesifik luas dan tuberculosis, (f) Infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis dan blastomikosis,
(g) Infeksi virus morbili, pertusis dan skarlatina.
suatu protein yang mempunyai 2 fragmen, yaitu fragmen A (aminoterminal) dan fragmen
B (carboxylterminal) yang disatukan dengan ikatan disulfide. Fragmen B berfungsi untuk
melekatkan molekul toksin yang teraktifasi pada reseptor sel pejamu yang sensitif agar
selanjutnya fragmen A melakukan penetrasi ke dalam sel. Kedua fragmen ini penting
dalam menimbulkan efek toksik pada sel.
Toksin difteri mula-mula menempel pada membrane sel dengan bantuan fragen B dan
selanjutnya membrane A akan masuk dan menginaktivasi enzim translokase. Proses
transloksi tidak berjalan sehingga tidak terbentuk rangkaian polipeptida yang diperlukan,
dengan akibat sel akan mati. Nekrosis tampak jelas di daerah kolonisasi kuman. Sebagai
respon terjadi inflamasi local yang bersama-sama dengan jaringan nekrotik membentuk
bercak eksudat yang mula-mula mudah dilepas. Produksi toksin semakin banyak, daerah
infeksi semakin lebar dan terbentuklah eksudat fibrin. Terbentuklah suatu membrane yang
melekat erat berwarna kelabu kehitaman, tergantung dari jumlah darah yang tergantung.
Selain fibrin, membrane juga terdiri dari sel-sel radang, eritrosit, dan sel-sel epitel. Bila
dipaksa melepas membrane akan terjadi perdarahan. Membran akan terlepas sendiri
dalam periode penyembuhan.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala local dan gejala
akibat eksotoksin.
a. Gejala umum seperti gejala infeksi yaitu demam biasanya subfebris, nyeri kepala,
tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan.
b. Gejala local berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama
makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu. Membran ini dapat meluas ke
palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea dan bronkus serta dapat menyumbat
saluran napas. Membran semu ini melekat pada dasarnya, sehingga apabila diangkat
akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila berjalan terus, kelenjar
limfe leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher
sapi (bull neck) atau disebut juga Burgemeesters hals.
c. Gejala akibat eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, yaitu pada
jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai saraf
cranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada
ginjal menmbulkan albuminuria.
18
2. Tatalaksana Medikamentosa
- Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur, dengan
dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya penyakit. Oleh
karena pada pemberian ADS terdapat kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik,
-
14 hari.
Kortikosteroidn1,2 mg/kgBB per hari.
Antipiretik untuk simptomatik.
3. Pengobatan Carrier
Carrier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai reaksi
Schick negative tetapi mengandung basil diphtheria dalam nasofaringya. Pengobatan
yang dapat diberikan adalah penisilin oral atau suntikan, atau eritromisin selama satu
minggu. Mungkin diperlukan tindakan tonsilektomi.
Komplikasi
- Laringitis difteri dapat berlangsung cepat, membrane semu menjalar ke laring dan
-
otot-otot pernapasan.
Albuminuria sebagai akibat komplikasi ginjal
20
Pemeriksaan
mulut dan faring
hiperemis,
tampak membrane putih keabuan diatas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus
alveolaris, mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar.
Terapi
- Antibiotik spectrum luas selama 1 minggu
- Perbaiki hygiene mulut
- Vitamin C dan vitamin B kompleks
2.3.4 PENYAKIT KELAINAN DARAH
Tidak jarang tanda pertama leukemia akut, agina agranulositosis dan infeksi
mononucleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membrane semu. Kadangkadang terdapat perdarahan di selaput lender mulut dan faring serta pembesaran kelenjar
submandibula.
Leukemia Akut
Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di
bawah kulit sehingga tampak bercah bercak kebiruan. Tonsil membengkak ditutupi
membrane semu tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri yang hebat ditenggorok.
Angina Agranulositosis
21
Penyebabnya ialah akibat keracunan obat dari golongan amidopirin, sulfa, dan arsen.
Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan faring serta di sekitar ulkus tampak
gejala radang. Ulkus ini juga dapat ditemukan di genitalia dan saluran cerna.
Infeksi Mononukleosis
Pada penyakit ini terjadi tonsilofaringitis ulsero membranosa bilateral. Membran
semu yang menutupi ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan. Terdapat
pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak, dan regioinguinal. Gambaran darah khas yaitu
terdapat leukosit mononukleus dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain ialah
kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (reaksi
Paul Bunnel).
22
Etiologi
Tonsilitis Difteri
Kumman Corynebacterium
diphteriae
Tonsilitis Septik
Streptokokus
hemolitikus pada susu
sapi
23
Manifetasi
Diagnosis
Pemeriksaan faring:
Mukosa faring dan tonsil
hiperemis, bercak putih,
edema sampai uvula, dan
mulut berbau
Pemeriksaan faring:
Mukosa mulut dan faring
hiperemis, tampak
membrane putih keabuan
diatas tonsil, uvula, dinding
faring, gusi serta prosesus
alveolaris, mulut berbau
(foetor ex ore) dan kelenjar
submandibula membesar.
Terapi
2.6
TONSILEKTOMI
Indikasi
24
Gangguan perdarahan
Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat
Anemia
Infeksi akut yang berat
Asma
Tonus otot yang lemah
Sinusitis
Albuminuria
Hipertensi
Rinitis alergi
Demam yang tidak diketahui penyebabnya
Teknik Operasi
Pemilihan jenis teknik operasi difokuskan pada morbiditas seperti nyeri,
perdarahan perioperatif, dan pascaoperatif serta durasi operasi. Beberapa teknik
tonsilektomi dan peralatan baru ditemukan disamping teknik tonsilektomi standar. Di
Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik
Guillotine dan diseksi.
1. Guillotine
Tonsilektomi guillotine dipakai untuk mengangkat tonsil secara cepat dan
praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk melepas tonsil
25
beserta kapsul tonsil dari fossa tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak
seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan yang hebat.
2. Teknik Diseksi
Kebanyakan tonsilektomi saat ini di lakukan dengan metode diseksi. Metode
pengangkatan tonsil dengan meggunakan skapel dan dilakukan dalam anestesi.
Tonsil digenggam dengan menggunkan klem tonsil dan ditarik ke arah medial,
sehingga menyebabkan tonsil menjadi tegang. Dengan menggunakan sickle knife
dilakukan pemotongan mukosa dari pilar tersebut.
Komplikasi
a. Perdarahan
Merupakan komplikasi tersering (0,8-8,1%) dari jumlah kasus. Perdarahan dapat
terjadi selama operasi, segera operasi atau saat dirumah. Kematian akibat
perdarahan terjadi pada 1:35.000 pasien, sebanyak 1 dari 100 pasien kembali
karena perdarahan dan dalam jumlah yang sama membutuhkan transfusi darah.
b. Nyeri
Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf
glosofaringeus atau vagal, inflamasi, dan spasme otot faringeus yang
menyebabkan iskemia dan silus nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh
mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi.
c. Komplikasi lain
Dehidrasi, demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara (1:10.000),
aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring,
lesi di bibir, lidah, gigi dan pneumonia.
26
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien anak laki-laki berusia 4 tahun, datang dengan keluhan demam sejak 5
hari SMRS Pasien juga mengeluhkan penurunan nafsu makan, nyeri tenggorokan dan
batuk berdahak. Demam sempat hilang saat ibu pasien memberikan obat penurun
panas namun timbul lagi. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien akhir-akhir ini tidur
dengan suara mengorok yang tidak biasanya di alami pasien sebelumnya. Pasien
sempat mengalami tersendak oleh permen karet yang akhirnya bisa dikeluarkan
dengan cara memuntahkan permen karet tersebut.
27
2. Pemeriksaan fisik
- Suhu 38,7 Celcius
- Arkus faring edem,dinding
hiperemis,
Tonsil
T3-T3
Demam difteri
1. Anamnesa
Demam selama 5 hari
Nyeri tenggorokan
Batuk berdahak
Tidur dengan suara mengorok
faring
2. Pemeriksaan fisik
- Suhu 38,7 Celcius
- Arkus faring edema, dinding faring
terdapat
Pada Follow Up harian pasien, dilakukan observasi tanda vital (suhu, nadi, RR
dan tekanan darah) dan pemeriksaan penunjang lebih lanjut yaitu pemeriksaan darah
28
lengkap. LED, Swab tengorok dan kultur darah. Dalam perjalanan penyakitnya
didapatkan keluhan yang sama, pemeriksaan tanda vital yang stabil dan perubahan
dalam pemeriksaan penunjang Lab DPL.
Follow Up
Hasil Pemeriksaan
Keluhan (S,O)
17 07 2016
Hari ke 2
18 07 2016
Netrofil : 49,6
CRP 0,02
20 07 2016
ditemukan
mikroorganisme
Pada hari pertama pasien masuk sampai hari pertama perawatan pasien
mengalami demam, dan pada pemeriksaan darang lengkap didapatkan peningkatan
netrofil dan CRP. Hasil tersebut menandakan adanya infeksi mikroorganisme. Tetapi
pada hari ke 2 sampai ke 3 mulai terjadi mulai terjadi penurunan suhu tubuh. Pada
hari ke 4 dan 5 perawatan, terdapat hasil penurunan netrofil dan CRP yang signifikan,
29
sehingga pada hasil kultur darah pasien didapatkan hasil tidak ada pertumbuhan
mikroorganisme.
Awal diagnosa pasien adalah Tonsilitis membranosa dd/ Difteri. Tonsilitis
difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Corynebacterium Diphteriae.
Pada kasus suspek demam dengue pada pasien, tatalaksananya adalah sebagai
berikut :
Diagnosa Kerja :
Tonsilitis membranosa dd/
Difteri
hari
Isolasi dn Karantina
Penderita
diisolasi
sampai
biakan
30
diberikan
ibuprofen,
sejenis
obat
yang
tergolong
dalam
kelompok
31
DAFTAR PUSTAKA
32
4. Ballenger J.J. (eds). Anatomi bedah tonsil. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 13. Penerbit Binarupa Aksara: Jakarta. 1994.
5. Darrow D.H, Siemens C. Indications for tonsillectomy and adenoidectomy.
Laryngoscope. 2002; 112: p.6-10.
33