Anda di halaman 1dari 59

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Tulang Belakang


Tulang belakang manusia adalah pilar atau tiang yang berfungsi sebagai penyangga
tubuh dan melindungi medulla spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas tulang belakang yang
tersusun secara segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang servikal (cervicalis), 12 ruas tulang
torakal (torakalis), 5 ruas tulang lumbal (lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu
(sakral), dan 4 ruas tulang ekor (koksigeus).6

Gambar 1. Ruas ruas tulang belakang

1
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena adanya
dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Pada pandangan dari
samping pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis di daerah servikal,
torakal dan lumbal. Keseluruhan tulang belakang maupun masing-masing tulang belakang
berikut diskus intervertebralisnya bukanlah merupakan satu struktur yang mampu melenting,
melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan antar
korpus ruas tulang belakang.6
Lingkup gerak sendi pada tulang belakang servikal adalah yang terbesar. Tulang
belakang torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk
toraks, sedangkan tulang belakang lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar
dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya makin kecil.6

Tulang belakang servikalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut :

1. Processus transversus mempunyai foramen transversum untuk tempat lewatnya arteri


vertebralis dan vena vertebralis.

2. Spina kecil dan bifida.

3. Corpus kecil dan lebar dari sisi ke sisi.

4. Foramen vertebrale besar dan berbentuk segitiga.


Gambar 2. Tulang Belakang
Servikalis

5. Processus articularis superior mempunyai fascies yang menghadap ke belakang dan atas;
procesus articularis inferior mempunyai fascies yang menghadap ke bawah dan depan.6

Vertebra thorakalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut:

1. Corpus berukuran besar dan berbentuk jantung.

2. Foramen vertebrale kecil dan bulat.

2
3. Processus spinosus panjang dan miring ke bawah.
4. Fovea costalis terdapat pada sisi-sisi corpus untuk bersendi dengan capitulum costae.

5. Fovea costalis terdapat pada processus transversalis untuk bersendi dengan tuberculum
costae.

6. Processus articularis superior mempunyai fascies yang menghadap ke belakang dan lateral,
sedangkan fascies pada procesus articularis inferior menghadap ke depan dan medial.6

Gambar 3. Tulang Belakang Thorakalis

Tulang belakang lumbalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut:

1. Corpus besar dan berbentuk ginjal.

2. Pediculus kuat dan mengarah ke belakang.

3. Lamina tebal.

4. Foramina vertebrale berbentuk segitiga.

5. Processus transversum panjang dan langsing. Gambar 4. Tulang Beakang Lumbalis

6. Processus spinosus pendek, rata, berbentuk segiempat, dan mengarah ke belakang.

3
7. Fascies articularis processus articularis superior menghadap ke medial dan yang inferior
menghadap ke lateral.6

Ruas ruas tulang belakang terbentuk oleh unit-unit fungsional yang terdiri dari segmen
anterior dan posterior.
a. Segmen anterior, sebagian besar fungsi segmen ini adalah sebagai penyangga badan.
Segmen ini meliputi korpus vertebrata dan diskus intervebralis yang diperkuat oleh
ligamentum longitudinale anterior di bagian depan dan limentum longitudinale posterior di
bagian belakang.
b. Segmen posterior, dibentuk oleh arkus, prosesus transverses dan prosesus spinosus. Satu
dengan lainnya dihubungkan oleh sepasang artikulasi dan diperkuat oleh ligament serta otot.6

Setiap ruas tulang belakang terdiri atas korpus di depan dan arkus neuralis di
belakang yang di situ terdapat sepasang pedikel kanan dan kiri, sepasang lamina, dua pedikel,
satu prosesus spinosus, serta dua prosesus transversus. Beberapa ruas tulang belakang
mempunyai bentuk khusus, misalnya tulang servikal pertama yang disebut atlas dan ruas
servikal kedua yang disebut odontoid.6

Kanalis spinalis terbentuk antara korpus di bagian depan dan arkus neuralis di
bagian belakang.Kanalis spinalis ini di daerah servikal berbentuk segitiga dan lebar,
sedangkan di daerah torakal berbentuk bulat dan kecil. Bagian lain yang menyokong
kekompakan ruas tulang belakang adalah komponen jaringan lunak yaitu ligamentum
longitudinal anterior, ligamentum longitudinal posterior, ligamentum flavum, ligamentum
interspinosus, dan ligamentum supraspinosus.6

4
Gambar 5. Perbedaan Ruas Ruas Tulang Belakang

Stabilitas tulang belakang disusun oleh dua komponen, yaitu komponen tulang dan
komponen jaringan lunak yang membentuk satu struktur dengan tiga pilar. Pertama yaitu satu
tiang atau kolom di depan yang terdiri atas korpus serta diskus intervertebralis. Kedua dan
ketiga yaitu kolom di belakang kanan dan kiri yang terdiri atas rangkaian sendi
intervertebralis lateralis. Secara keseluruhan tulang belakang dapat diumpamakan sebagai
satu gedung bertingkat dengan tiga tiang utama, satu kolom di depan dan dua kolom di
samping belakang, dengan lantai yang terdiri atas lamina kanan dan kiri, pedikel, prosesus
transversus dan prosesus spinosus.6

B. Anatomi Medula Spinalis

5
Medulla spinalis adalah saraf yang tipis yang merupakan perpanjangan dari sistem
saraf pusat dari otak dan melengkungi serta dilindungi oleh tulang belakang. Fungsi
utama medulla spinalis adalah transmisi pemasukan rangsangan antara perifer dan otak.
Medulla Spinalis merupakan bagian dari Susunan Saraf Pusat. Terbentang dari foramen magnum
sampai dengan L1, di L1 melonjong dan agak melebar yang disebut conus terminalis atau
conus medullaris. Terbentang dibawah cornu terminalis serabut-serabut bukan saraf yang
disebut filum terminale yang merupakan jaringan ikat. Terdapat 31 pasang saraf spinal; 8
pasang saraf servikal; 12 pasang saraf thorakal; 5 pasang saraf lumbal; 5 pasang saraf
sacral dan 1 pasang saraf coxigeal. Akar saraf lumbal dan sacral terkumpul yang disebut
dengan Cauda Equina. Setiap pasangan saraf keluar melalui intervertebral foramina. Saraf
spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal dan
CSF.
Struktur internal terdapat substansi abu-abu dan substansi putih. Substansi abu-abu
membentuk seperti kupu-kupu dikelilingi bagian luarnya oleh substansi putih. Terbagi
menjadi bagian kiri dan kanan oleh anterior median fissure dan median septum yang
disebut dengan posterior median septum. Keluar dari medulla spinalis merupakan akral
ventral dan dorsal dari saraf spinal. Substansi abu-abu mengandung badan sel dan dendrit
dan neuron efferent, akson tak bermyelin, saraf sensoris dan motorik dan akson terminal
dari neuron. Substansi abu-abu membentuk seperti huruf H dan terdiri dari 3 bagian yaitu:
anterior, posterior dan commisura abu-abu. Bagian posterior sebagai input/afferent,
anterior sebagai output/efferent, commisura abu-abu untuk refles silang dan substansi
putih merupakan kumpulan serat saraf bermyelin.

6
1. Spinal nerve
2. Dorsal root ganglion
3. Dorsal root (sensori)
4. Ventral root (motor)
5. Central canal
6. Grey matter
7. White matter

Peran medulla spinalis :


1. Pusat prosesing data.
2. jalur sensoris
3. Sistem piramidal dan ekstra-piramidal.

7
BAB III
GAMBARAN RADIOLOGI KELAINAN VERTEBRAE DAN
MEDULA SPINALIS

A. Anomali vertebrae
1. Anomali Kongenital Spina Bifida

Spina bifida adalah suatu defek neural tube congenital yang ditandai dengan
kegagalan arkus vertebrae untuk menutup. Hal ini menyebabkan terbentuknya
tonjolan mirip kista yang mungkin hanya terdiri dari meningen (meningokel) atau
meningen dan korda spinalis (mielomeningokel) keluar kolumna vertebralis.

Spina bifida terbagi diatas dua :

1. Spina bifida okulta


2. Spina bifida aperta

Gambar 4 : Klasifikasi Spina Bifida (8)

1 Spina Bifida Okulta

Bentuk ini merupakan spina bifida yang paling ringan. Kelainan seperti ini biasanya terdapat
didaerah sacrolumbal, sebagian besar ditutupi oleh kulit dan tidak tampak dari luar kecuali
adanya segumpal kecil rambut diatas daerah yang dihinggapi. Pada keadaan seperti ini
medula spinalis dan saraf-saraf biasanya normal dan gejala-gejala neurologik tidak

8
ditemukan. Spina Bifida Okulta sering didiagnosis secara tidak sengaja saat seseorang
mengalami pemeriksaan X-ray atau MRI untuk alasan yang lain. Pada neural tube defek
(NTD) jenis ini, tidak terjadi herniasi dari menings melalui defek pada vertebra. Lesi yang
terbentuk terselubung atau tersembunyi di bawah kulit. Pada tipe ini juga tidak disertai
dengan hidrosefalus dan malformasi Chiari II. (2,6,16)

2 Spina Bifida Aperta

Tipe ini merupakan salah satu bentuk dari spina bifida yang kehilangan lamina vertebranya
dan seluruh isi dari kanalis vertebralis mengalami prolaps membentuk sebuah defek dan
defek tersebut membentuk kantung pada menings yang berisi CSF, defek yang terbentuk
inilah yang disebut dengan meningocele. Sedangkan bila berisi korda spinalis dan akar saraf
disebut mielomeningocele. Korda spinalis tersebut biasanya berasal dari bentuk primitif,
yakni lempeng neural yang belum mangalami lipatan, hal ini disebut open myelomeningocele
atau rachischisis. Dan pada closed myelomeningocele, yakni apabila lempeng neural telah
terbentuk sempurna dan tertutup oleh membran dan kulit, meskipun tetap terlihat arkus
posterior dari vertebra. (5,7,8)

a) Meningokel
Spina bifida jenis ini mengalami simpel herniasi dari menings melalui defek
pada vertebra. Korda spinalis dan akar saraf tidak ikut mengalami herniasi melalui
bagian dorsal dari dural sac. Lesi yang timbul pada meningokel sangat penting untuk
dibedakan dengan mielomeningokel karena penanganan dan prognosisnya sangat
berbeda. Bayi yang lahir dengan meningokel biasanya pada pemeriksaan fisis
memberikan gambaran yang normal. Bayi yang lahir dengan meningokel tidak
memiliki malformasi neurologik seperti hidrosefalus dan Chiari II. Jenis ini
merupakan bentuk yang jarang terjadi. (7,8)
Meningokel spinal adalah penonjolan dura mater dan membrane araknoid
yang terjadi dengan defek pada kolum spinal, dengan medulla spinalis masih intak
didalam kanalis spinalis (spinal canal) . Meningokel jarang terjadi dan terdiri dari
kelompok lesi kistik heterogen yang diklasifikasian kepada 5 lokasi; posterior sacral
dan lumbal, posterior torakal, posterior servikal, anterior sacral dan anterolateral
lumbal, torakal dan servikal. Namun terdapat dua lokasi yang sering ditemukan(7,8)

I. Meningokel posterior sacral dan lumbal(8)


Disrafisme atau defek fusi pada midline apabila diaplikasikan
pada tulang spinal digolongkan dengan beberapa istilah yang boleh

9
mengelirukan. Contohnya bayi baru lahir yang lahir dengan
mielomeningokel atau meningokel selalunya diklasifikasikan sebagai
spina bifida cystica.
Insiden , factor genetic dan etiologi defek lempeng neural yang
tertutup secara umumnya dan secara khusus meningokel tidak dikenal
disebabkan definisi dari meningokel sendiri masih diperdebatkan dan
meningokel sering dikelompokkan dengan mielomeningokel. Sangat
sukar untuk mengetahui insiden dari meningokel dengan kemungkinan
frekuensi kejadiannya kurang dari satu per dua puluh di bandingkan
dengan frekuensi mielomeningokel. Pencegahan defek lempeng neural
terbuka melalui pemberian suplemen asam folat sebelum dan semasa
kehamilan dan juga sepanjang skrining prenatal telah mengurangkan
insiden defek lempeng neural terbuka yang mempengaruhi rasionya
kepada meningokel.

II. Meningokel sacral anterior(8)


Meningokel sacral anterior merupakan lesi yang tersembunyi
kerana tidak kelihatan abnormalitas. Lesi ini juga lebih jarang terjadi
daripada meningokel posterior disepanjang aksis spinal. Lesi ini
disebabkan oleh gangguan embriologi yang melibatkan massa sel
kaudal dan selalunya dikaitkan dengan anomaly rektal (termasuk anus
imperforata), malformasi uterus dan vagina, duplikasi pelvis renal atau
ereter, tulang pelvik dan anomali vertebral, dermoid dan teratoma
dikaitkan dengan kista. Abnormalitas embriologis pada elemen anterior
sacral menyebabkan herniasi dura mater yang mengakibatkan
perkembangan terjadinya meningokel sacral anterior. Kelainan ini
sering disertai dengan defek lempeng neural yang lain.

b) Mielomeningokel

Mielomeningokel adalah keadaan di mana terjadi herniasi korda spinalis dan


akar saraf membentuk kantung yang juga berisi menings. Kantung ini berprotrusi
melalui vertebra dan defek muskulokutaneus. Korda spinalis sering berakhir pada
kantung ini dan terbuka keluar disertai ekspose dari kanalis sentralis. Pembukaan dari
struktur saraf tersebut disebut neural placode. NTD tipe ini adalah bentuk yang

10
paling sering terjadi. Gangguan neurologis seperti hidrosefalus dan malformasi Chiari
II seringkali menyertai mielomeningokel. Sebagai tambahan, mielomeningokel
memiliki insidens yang tinggi sehubungan dengan malformasi intestinal, jantung, dan
esofagus, dan juga anomali ginjal dan urogenital. Bayi yang lahir dengan
mielomeningokel memiliki orthopedic anomalies pada extremitas bawah dan anomali
pada urogenital melalui keterlibatan akar saraf pada regio sakral. (16)
Tampak benjolan digaris tengah sepanjang tulang belakang. Kebanyakan
mielomenigokel berbentuk oval dengan sumbu panjangnya berorientasi vertikal.
Lokasi terbanyak adalah di daerah torakolumbal dan frekuensi makin berkurang
kearah distal. Kadang mielomeningokel disertai defek kulit atau permukaan yang
hanya dilapisi oleh selaput tipis. Kelainan neorologik bergantung pada tingkat, letak,
luas dan isi kelainan tersebut, karena itu dapat berupa paraplegia, paraparesis,
monoparesis, inkotinensia urin dan alvi, gangguan sensorik serta gangguan refleks.
(3,6)

Gambar 5: Meningokel dan Mielomeningokel(17)

DIAGNOSIS

Meningokel Spinal Posterior Lumbosacral(8)

Bayi baru lahir dengan meningokel posterior lumbosacral segera dapat dikenali dengan jelas.
Lesi bisa dengan saiz yang berbeda, bisa dikurangkan, transiluminasi baik, dan tertutup

11
sepenuhnya dengan kulit yang dapat bervariasi dengan derajat displastisitas yang berbeda.
Kemungkinan terjadinya ruptur pada kantung bisa terjadi dengan kebocoran cairan
serebrospinal terutamanya apabila elemen kutan displastik adalah nipis.

Pemeriksaan neurologis adalah normal tanpa deformitas pada ekstremitas bawah. Tonus
sfingter anus adalah normal. Lingkar kepala adalah normal dan ubun ubun kecil datar kerana
tidak terdapat ciri ciri hidrosefalus.

Meningokel Spinal Anterior(8)

Dulunya meningokel sacral anterior ditemukan disebabkan oleh efek massa. Kista akan
membesar dengan perlahan dalam beberapa decade dan menggeser rectum, kandung kemih,
dan uterus dan menyebabkan kesulitan dengan fungsi kemih dan usus. Kista ini saiznya kecil
semasa anak dan dengan perlahan membesar secara progressif disebabkan tekanan hidrostatik
dan pulsasi cairan serebrospinal. Oleh kerana lesi ini lebih sering pada perempuan, massa
kistik ditemukan apabila terjadinya distosia maternal, dengan konsekuensi fatal pada ibu jika
terjadinya rupture meningokel sehingga terjadinya meningitis.

Nyeri kepala mungkin terjadi semasa defekasi disebabkan peningkatan tekanan cairan
serebrospinal dalam kista, perubahan posisi menyebabkan perpindahan cairan dari ruangan
subaraknoid spinal kedalam kista menghasilkan nyeri kepala tekanan rendah. Pemeriksaan
neurologi tidak ada kelainan. Tergantung kepada saiz massa, kista bisa dipalpasi pada
abdomen, vagina atau rektal. Pada palpasi massanya terisi cairan,melekat dengan sacrum
pada anterior dan posterior rectum.

Pemeriksaan Radiologis

Pemilihan modalitas pencitraan yang paling tepat untuk kelainan kongenital tulang belakang
dipengaruhi banyak faktor . Metode pencitraan tulang belakang berbeda dari yang digunakan
untuk gambar kanal tulang belakang dan isinya . Usia pasien dan bidang yang diperlukan
juga mempengaruhi pilihan modalitas pencitraan . Cara terbaik untuk gambar anomali
rangka adalah dengan cara radiografi biasa, mungkin dikombinasikan dengan tomografi
konvensional , meskipun modalitas ini sekarang telah lebih diganti oleh penggunaan CT-scan.
Foto polos mungkin cukup dari sudut pandang ortopedi , tetapi memberikan informasi yang
kurang tentang defek pipa neural.(11)

12
Gambar 6 : Radiografi konvensional (A) menunjukkan satu massa bular homogen di mediastinum.
Foto verterbrae thorakal (B) menunjukkan anomaly segmental dan pelebaran pada vertebrae (18)

Apabila diduga terdapat kelainan tulang belakang , penyelidikan kanal tulang


belakang dan isinya sebaiknya dilakukan dengan MRI . Skintigrafi tulang dengan
diphosphonates teknesium-99m memiliki sensitivitas tinggi namun spesifisitas yang rendah .
Skintigrafi adalah prosedur yang berguna pada anak dengan sakit punggung yang tidak
diketahui penyebabnya . Dalam kasus dysraphism tulang belakang , MRI Memberikan
informasi lebih akurat dari CT atau myelography dalam mendefinisikan anatomi korda
spinalis(11).

Dalam evaluasi dari kanal tulang belakang , ultrasonografi terbatas pada periode neonatal,
meskipun cacat tulang belakang hanya ditutupi dengan jaringan lunak sampai kehidupan
dewasa. Ultrasonografi janin semakin digunakan sebagai alat skrining primer untuk kelainan
pipa neural. Ultrasonografi Membantu dalam menghindari Dihitung risiko 1 % keguguran
Terkait dengan amniosentesis diagnostik(11)

13
Radio anatomi (19)

Gambar 7 : Foto servikal

Gambar 8: Foto Thorakal

14
Gambar 9: Foto Lumbosakral

Myelografi

Myelogra adalah pemeriksaan diagnostik invasive yang menggunakan sinar X untuk


memeriksa canalis spinalis. Pemeriksaan dilakukan dengan menyuntikan media kontras
bersifat water soluble nonionic seperti metrizamide ke dalam ruang sub arakhnoid. Tujuan
pemeriksaan myelogra untuk memperlihatkan kelainan-kelainan pada ruang sub arachnoid,
saraf perifer dan medulla spinalis. (20)

15
Gambar 10: Prosedur penyuntikan media contrast.

Gambar 11 : Myelogram pada anak usia 5 tahun menunjukkan meningokel anterior thorakal dengan
kyphosis.(11)

16
Gambar 12 : CT Scan aksial (A) dan gambaran 3 dimensi dari CT Scan (B) menunjukkan meningokel
anterior yang besar pada vertebrae T7-T10. (18)

Gambar 13 : Bayi perempuan usia 6 bulan dengan massa pada region lumbal. (A) Myeolomeningokel
meluas ke daerah subkutan pada jaringan punggung. (B) CT menunjukkan hubungan yang jelas antar
placode, myelomeningokel dan akar saraf. (21)

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Gambar 17 : Sagittal MRI-T2 pada anak usia 5 tahun menunjukkan meningokel posterior yang besar
pada regio servikal. (11)

17
Gambar 18 : Sagittal MRI-T2 pada bayi usia 6 bulan menunjukkan meningokel anterior yang kecil. (11)

Gambar 19 : Aksial MRI-T2 pada anak usia 1 hari menunjukkan placode yang menonjol di
atas permukaan kulit karena ekspansi dari ruang subarachnoid yang merupakan ciri khas dari
myelomeningokel. (11)

18
Gambar 20 : MRI-T2 Sagital pada pasien sama. (11)

2.Anomali Kurvatura Vertebrae


Kelainan bentuk tulang belakang terjadi karena adanya perubahan posisi tulang
belakang sehingga menyebabkan perubahan kelengkungan batang tulang belakang.
Kelainan tulang belakang, yaitu :
1). Skoliosis
2). Lordosis
3). Kifosis

Gambar 6. Kelainan Bentuk Tulang Belakang

19
a. Skoliosis
Definisi
Skoliosis merupakan kelainan kelainan pada rangka tubuh berupa kelengkungan
tulang belakang, dimana terjadi pembengkokan tulang belakang kearah samping kiri atau
kanan atau kelainan tulang belakang pada bentuk C atau S.Tulang belakang melengkung ke
lateral (berbentuk S), yang dapat terjadi pada segmen servika l(leher), torakal (dada), maupun
lumbal (pinggang).8

Gambar 7. Tipe Tipe Skoliosis


Penyebab
1. Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan dalam
pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatu.
2. Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau
kelumpuhan akibat penyakit misalnya polio.
3. Skoliosis bisa disebabkan oleh kebiasaan posisi duduk yang salah. 8
Gejala berupa :
- Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
- Bahu / pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
- Nyeri punggung
- Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama.8

Di bawah ini adalah efek skoliosis terhadap paru dan jantung meliputi :

Efek Mild skoliosis (kurang dari 20o tidak begitu serius, tidak memerlukan
tindakan dan hanya dilakukan monitoring)

20
Efek Moderate skoliosis (antara 25 40o ), tidaklah begitu jelas , namun suatu
study terlihat tidak ada gangguan, namun baru ada keluhan kalau dilakukan
exercise.

Efek Severe skoliosis (> 400 ) dapat menimbulkan penekanan pada paru,
pernafasan yang tertekan, dan penurunan level oksigen, dimana kapasitas paru
dapat berkurang sampai 80%. Pada keadaan ini juga dapat terjadi gangguan
terhadap fungsi jantung.

Efek Very Severe skoliosis (Over 1000 ). Pada keadaan ini dapat terjadi trauma
pada pada paru dan jantung, osteopenia and osteoporosis.8

b. Lordosis
Definisi
Lordosis adalah kondisi di mana lumbal spinalis (tulang belakang tepat di atas
bokong) melengkung kedalam. Tulang belakang yang normal dilihat dari belakang akan
tampak lurus. Lain halnya pada tulang belakang penderita lordosis, akan tampak bengkok
terutama di punggung bagian bawah. Sedikit kelengkungan lordotik adalah normal. Terlalu
banyak kelengkungan lordotik disebut lordosis. Penyebab lordosis adalah posisi duduk,
kebiasaan tubuh yang salah, serta bawaan sejak lahir. Lordosis juga menyebabkan ketegangan
pada otot tulang punggung. Penderita lordosis akan sering mengalami sakit pinggang, distrofi
otot,dysplasia pinggul, serta gangguan neuromuscular.9

Gambar 8. Lordosis

21
Penyebab

Umumnya lordosis idiopatik terjadi pada anak-anak. Hal ini disebut benign juvenile
lordosis. Namun, lordosis dapat terkena pada umur berapapun. Penyebab lainnya adalah :

- Obesitas
- Osteoporosis
- Discitis (peradangan pada diskus spinal vertebra)
- Postur tubuh yang buruk
- Spondylolisthesis

- Achondroplasia 9

c. Kifosis
Definisi
Kifosis adalah gangguan tulang belakang progresif di mana punggung atas
menunjukkan sebuah kelengkungan ke depan abnormal, mengakibatkan kelainan tulang
yang kadang kdang digambarkan sebagai bungkuk. Kifosis terdiagnosis jika kurvanya
lebih dari 50 derajat, menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS).
Mayo Clinic memberikan batas lebih rendah untuk diagnosis kifosis yaitu kelengkungan
40 derajat atau lebih. Pada remaja, penyebab paling umum dari kifosis adalah penyakit
sheurmann. Pada orang tua, penyebab paling umum kifosis adalah degenerasi diskus
vertebralis.10

Gambar 9. Perbedaan tulang belakang yang normal dengan kifosis

22
Penyebab Kifosis

Penyebab kyphosis tergantung pada jenis kifosisnya.

1. Jenis kyphosis pada anak-anak dan remaja, jenis yang paling umum termasuk :

a. Jenis Postural kyphosis. Jenis ini terutama menjadi jelas pada masa remaja.

Permulaan umumnya lambat.

Ini lebih sering terjadi pada anak perempuan.

Biasa disebut bungkuk udang.

Postur tubuh yang buruk atau membungkuk dapat menyebabkan


peregangan pada ligamen tulang belakang dan pembentukan abnormal dari
tulang tulang belakang (vertebrae).

Kyphosis postural sering disertai dengan kurva ke dalam berlebihan


(hyperlordosis) di tulang belakang (lumbar) yang lebih rendah.

Hyperlordosis adalah cara kompensasi tubuh untuk kurva keluar berlebihan


pada tulang belakang bagian atas.

Sepertiga dari kasus-kasus yang parah hyperkyphosis sebagian besar patah


tulang belakang.10

B. Gambaran Radiologi pada Kelainan Kurvatura Tulang


Belakang
Pemeriksaan kelainan tulang belakang untuk mengetahui beratnya lengkungan tulang
belakang dan deformitas yang tejadi pada bentuk tulang belakang agar dapat dilakukan terapi
untuk merubah bentuk tulang belakang yang normal kembali.1,

1. Skoliosis

23
Gambar 10. Struktural dan nonstruktural kelengkungan pada skoliosis

Pada gambar a merupakan posisi AP berdiri tegak pada radiografi yang terlihat
dextroscoliosis pada upper thoracic level (segmen spinal antara garis putus-putus ; sudut
Cobb 58,8o) dan levoskoliosis pada level thorakolumbal (segmen spinal antara garis yang
tidak putus-putus; sudut Cobb, 32,6o).8,2

Pada gambar b merupakan posisi membungkuk ke kanan yang memperlihatkan sudut


Cobb adalah 32o (>25o) dengan kelengkungan ke arah kanan pada upper thoracic level,
mengindikasikan merupakan kelengkungan yang struktural.8,3

Pada gambar c merupakan posisi membungkuk ke kiri memperlihatkan sudut Cobb


15o(<25o) dengan kelengkungan ke arah kiri pada level thorakolumbal mengindikasikan
merupakan kelengkungan yang nonstruktural.8

24
Gambar 11 . Jenis Jenis Foto Polos Vertebra pada Skoliosis

2. Lordosis
Tampak gambaran melengkung ke anterior

Gambar 12. Pengukuran dengan Cobbs

25
Gambar 13. Foto lateral pada lordosis dengan kurva 69

Gambar 14. Lordosis

3. Kifosis

26
Penilaian radiografi untuk kifosis meliputi radiografi berdiri PA dan lateral seluruh
spinal. (Gambar 26) memperlihatkan (1) penyempitan sela diskus, (2) kehilangan tinggi
anterior normal vertebra yang terkena, menimbulkan penjepitan 5 derajat atau lebih pada tiga
vertebra atau lebih; (3) bentuk corpus seperti baji, (4) Penebalan ligamentum.5,10

Gambar 15. Foto PA dan lateral pada kifosis

Gambar 16. Bentuk Corpus seperti Baji dan Penebalan ligamentum pada Kifosis

27
Gambar 18. Foto Polos Lateral Tulang Belakang

Gambaran radiologi Radiografi lateral tulang belakang thorakal menunjukkan kifosis dengan
kurva dari T3-T12 adalah 73

C. TRAUMA VERTEBRAE

Cedera tulang belakang yang disebabkan oleh trauma dapat menimbulkan gejala yang
bervariasi, dari rasa sakit, kelumpuhan, inkontinensia. Penyebab utama dari cedera tulang
belakang yaitu kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh,cedera olahraga, dan kekerasan.
Penelitian pengobatan untuk cedera tulang belakang meliputi dikendalikan hipotermia dan
sel induk. Mekanisme cedera : Tipe pergeseran yang penting. Fraktur dapat terjadi akibat
kekuatan minimal saja pada tulang osteoporotik atau patologik.
1. Hiperekstensi
Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering pada leher,
pukulan pada muka atau dahi akan memaksa kepala ke belakang dan tanpa
menyangga oksiput sehingga kepala membentur bagian atas punggung. Ligamen
anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf mungkin mengalami fraktur. cedera
ini stabil karena tidak merusak ligamen posterior.

2. Fleksi
Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra. Vertebra
akan mengalami tekanan dan remuk yang dapat merusak ligamen posterior. Jika

28
ligamen posterior rusak maka sifat fraktur ini tidak stabil sebaliknya jika ligamentum
posterior tidak rusak maka fraktur bersifat stabil. Pada daerah cervical, tipe
subluksasi ini sering terlewatkan karena pada saat dilakukan pemeriksaan sinar-X
vertebra telah kembali ke tempatnya.

3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior


Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior dapat
mengganggu kompleks vertebra pertengahan di samping kompleks posterior.
Fragmen tulang dan bahan diskus dapat bergeser ke dalam kanalis spinalis. Berbeda
dengan fraktur kompresi murni, keadaan ini merupakan cedera tak stabil dengan
risiko progresi yang tinggi. Fleksi lateral yang terlalu banyak dapat menyebabkan
kompresi pada setengah corpus vertebra dan distraksi pada unsur lateral dan
posterior pada sisi sebaliknya. Kalau permukaan dan pedikulus remuk, lesi bersifat
tidak stabil.

4. Pergeseran aksial (kompresi)

Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada spina servikal atau lumbal
akan menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan mematahkan lempeng
vertebra dan menyebabkan fraktur vertikal pada vertebra; dengan kekuatan yang
lebih besar, bahan diskus didorong masuk ke dalam badan vertebral, menyebabkan
fraktur remuk (burst fracture). Karena unsur posterior utuh, keadaan ini didefinisikan
sebagai cedera stabil. Fragmen tulang dapat terdorong ke belakang ke dalam kanalis
spinalis dan inilah yang menjadikan fraktur ini berbahaya; kerusakan neurologik
sering terjadi.

5. Rotasi-fleksi
Cedera spina (tulang belakang) yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi
fleksi dan rotasi. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya;
kemudian dapat robek, permukaan sendi dapat mengalami fraktur atau bagian atas
dari satu vertebra dapat terpotong. Akibat dari mekanisme ini adalah pergeseran atau
dislokasi ke depan pada vertebra di atas, dengan atau tanpa dibarengi kerusakan
tulang. Semua fraktur-dislokasi bersifat tak stabil dan terdapat banyak risiko
munculnya kerusakan neurologik.

29
6. Translasi Horizontal
Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat bergeser
ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan sering terjadi
kerusakan syaraf.

1. Trauma Cervikal

Pemeriksaan radiologik bergantung pada keadaan pasien. Pada pasien dengan


trauma berat (tidak sadar, fraktur multipel, dan sebagainya) pemeriksaan harus
dilakukan dengan hati-hati dan semua foto harus dibuat dengan pasien berbaring
terlentang dan manipulasi sedikit mungkin. Foto yang terpenting adalah foto lateral
dengan pasien berbaring dan sinar horizontal.
Biasanya segmen bawah tulang leher (CVI-VII) tertutup bahu. Untuk mengatasi
hal tersebut bahu direndahkan dengan cara menarik kedua lengan penderita ke bawah.
Proyeksi oblik dapat menambah informasi tentang keadaan pedikel, foramina
intervertebra dan sendi apofiseal. Bila keadaan pasien lebih baik sebaiknya dibuat :
- Foto AP, termasuk dengan mulut terbuka untuk melihat C1 dan C2
- Foto lateral
- Foto oblik kanan dan kiri

Interpretasi pada pemeriksaan foto polos vertebrae cervikal


a. Adequacy : harus mencakup semua 7 vertebra dan C7-T1 junction.

30
Gambar 7. Foto Lateral C-Spine Yang Baik

b. Alignment : Menilai empat garis paralel


Anterior vertebral line (batas anterior dari vertebral bodies)
Posterior vertebral line (batas posterior dari vertebral bodies)
Spinolaminar line (batas posterior dari canalis spinalis)
Posterior spinous line (ujung dari posesus spinous)

Gambar 8. Alignment Pada C-Spine Proyeksi Lateral

c. Bone :

Pedikel
Facet
Lamina
Processus Spinosus
Prosessus Odontoideus

31
Gambar 9. Bone Pada C-Spine Proyeksi Lateral

d. Corpus Vertebrae :

e. Discus Intervertebralis :
Harus kurang lebih sama di margin anterior dan posterior. Disc space harus
simetris. Disc space juga harus kira-kira sama di semua tingkatan. Pada pasien
yang lebih tua, penyakit degeneratif dapat menyebabkan dan memacu kehilangan
ketinggian diskus.

Gambar 10. Disc Space Pada C-Spine Proyeksi Lateral

f. Soft Tissue Space :

32
Ketebalan maksimum Soft Tissue Space adalah sebagai berikut:
Nasofaring space (C1) 10 mm (dewasa)
Retropharyngeal space (C2-C4) - 5-7 mm
Retrotracheal space (C5-C7) - 14 mm (anak), 22 mm (dewasa).

Gambar 11. Soft Tissue Space Pada C-Spine Proyeksi Lateral

Alignment pada tampilan AP harus dievaluasi dengan menggunakan tepi badan


vertebra dan pilar artikular
Tinggi vertebral bodies pada cervikal harus kira-kira sama pada tampilan AP
Tinggi masing-masing ruang sendi harus kurang lebih sama di semua tingkatan
Proses spinosus terletak di tengah dan dalam alignment yang baik

Gambar 12. Alignment Pada Proyeksi AP

33
Klasifikasi Trauma Vertebrae Cervical :
a) Klasifikasi berdasarkan mekanisme trauma :
- Hiperfleksi
- Fleksi-rotasi
- Hiperekstensi
- Ekstensi-rotasi
- Kompresi vertikal
b) Klasifkasi berdasarkan derajat kestabilan :
- Stabil
- Tidak Stabil
Stabilitas dalam hal trauma tulang servikal dimaksudkan tetap utuhnya
komponen ligamento-skeletal pada saat terjadinya trauma, sehingga
memungkinkan tidak bterjadinya pergeseran satu segmen tulang leher terhadap
lainnya.
A. Trauma Hiperfleksi:
1. Subluksasi anterior : terjadi robekan pada sebagian di posterior tulang
leher, ligamen longitudinal anterior. Menyebabkan hilangnya lordosis
cervical normal, anterior displacement dari corpus vertebra, jarak
melebar antara prosesus spinosus. Termasuk lesi stabil. Tanda penting
pada subluksasi anterior adalah adanya angulasi ke posterior (kifosis)
lokal pada tempat kerusakan ligamen.

Gambar 16. Gambar Subluksasi Anterior

2. Bilateral interfacetal dislocation : Terjadi robekan pada ligamentum


longitudinal anterior dan kumpulan di ligamentum di posterior tulang
leher. Lesi tidak stabil. Tampak dislokasi anterior korpus vertebra.

34
Terdapat bow tie atau bat wing appearance dari overriding facet-facet yang
terkunci. Dilokasi total sendi apofiseal.

Gambar 17. Bilateral interfacetal dislocation

3. Flexion Tear drop Fracture dislocation : Tenaga fleksi murni ditambah


komponen kompresi menyebabkan robekan pada ligamentum
longitudinale anterior dan kumpulan ligamen psterior disertai fraktur
avulsi pada bagian anterior-inferior korpus vertebra. Lesi tidak stabil .
tampak tulang servikal dalam fleksi
- Fragmen tulang berbentuk segitga pada bagian anterior inferior korpus
vertebra
- Pembengkakan jaringan lunak pravertebra.

Gambar 18. Flexion Tear drop Fracture dislocation

35
4. Wedge fracture : vertebra terjepit sehingga terjadi fraktur anterosuperior
dari corpus vertebra menyebakan corpus berbentuk baji. Ligamen
longitudinal anterior dan kumpulan ligamentum posterior utuh sehingga
lesi ini besifat stabil.

Gambar 19. Cervical Wedge Fracture

5. Clay sholvelers fracture : Fleksi tulang leher dimana terdapa kontraksi


ligamen posterior tulang leher mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada
prosesus spinosus, biasanya pada C VI CVII atau Th

Gambar 20. Clay Sholvelers Fracture

B. Trauma Fleksi-rotasi
Terjadi dislokasi interfacetal pada satu sisi. Lesi stabil walaupun terjadi
kerusakan pada ligamen posterior termasuk kapsul sendi apofiseal yang

36
bersangkutan. Tampak dislokasi anterior korpus vertebra. Vertebra yang
bersangkutan dan vertebra proksimalnya dalam posisi oblik, sedangkan
vertebra distalnya tetap pada posisi lateral

Gambar 21. Trauma Fleksi-Rotasi

C. Trauma hiperekstensi
1. dislokasi hiperekstensi
Dapat terjadi fraktur pedikel, prosesus artikularis, lamina dan prosesus
spinosus. Fraktur avulsi korpus vertebra bagian posterior-inferior. Lesi
tidak stabil karena terdapat kerusakan pada elemen posterior tulang leher
dan ligamen yang bersangkutan
2. Hangmans fracture
Terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior CII terhadap CIII

Gambar 22. Hangmans Fracture

37
D. Trauma Ekstensi-Rotasi
Terjadinya fraktur pada prosesus artikularis satu sisi.

E. Trauma Kompresi Vertikal

Terjadinya fraktur ini akibat diteruskannya tenaga trauma melalui kepala,


kondilus oksipitalis, ke tulang leher.
1) Bursting Fracture dari atlas (Jeffersons fracture)
2) Bursting fracture vertebra servikal tengah dan bawah

Gambar 23. Trauma Kompresi Vertikal

2.Trauma Vertebrae Torakal-Lumbal

Pemeriksaan radiologi rutin untuk trauma tulang belakang torakal dan lumbal adalah
proyeksi AP dan lateral. Bila trauma berat, maka foto dibuat dengan pasien tidur terlentang
dan foto lateral dibuat dengan sinar horizontal.
Fraktur vertebra torakal bagian atas dan tengah jarang terjadi, kecuali bila trauma
berat atau ada osteoporosis. Karena kanalis spinal di daerah ini sempit, maka sering
disertai kelainan neurologik. Mekanisme trauma biasanya bersifat kompresi atau trauma
langsung.
Pada daerah torakolumbal dan lumbal, mekanisme trauma dapat bersifat fleksi,
ekstensi, rotasi, atau kompresi vertikal. Trauma fleksi merupakan yang paling sering dan
menimbulkan fraktur kompresi. Trauma rotasi paling sering terjadi pada vertebra

38
torakolumbal dan dapat menimbulkan fraktur dislokasi disebabkan karena kerusakan
elemen posterior vertebra.
Jenis-jenis fraktur torakolumbar seperti berikut:
1. Fraktur kompresi (Wedge fractures)
Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang
tertekan dan membentuk patahan irisan. Vertebra dengan fraktur
kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran vertebra
sebenarnya

Gambar 24. Wedge Fractures

2. Fraktur remuk (Burst fractures)


Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secara
langsung, dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi masuk
ke kanalis spinalis. Tipe burst fracture sering terjadi pada thoraco lumbar
junction dan terjadi paralysis pada kaki dan gangguan defekasi ataupun
miksi. Diagnosis burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan
untuk mengetahui letak fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut
merupakan fraktur kompresi, burst fracture atau fraktur dislokasi.

39
Gambar 25. Burst Fractures

3. Fraktur dislokasi
Fraktur dislokasi terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari
tempatnya karena kompresi, rotasi atau tekanan. Pengelupasan komponen
akan terjadi dari posterior ke anterior dengan kerusakan parah pada
ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi facet dan akhirnya
kompresi korpus vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi dari bagian
anterior ke posterior. kolumna vertebralis. Pada mekanisme rotasi akan
terjadi fraktur pada prosesus transversus dan bagian bawah costa. Fraktur
akan melewati lamina dan seringnya akan menyebabkan dural tears dan
keluarnya serabut syaraf. Kolumna mengalami kerusakan sehingga sangat
tidak stabil, cedera ini sangat berbahaya.

40
Gambar 26. Dislocation Fractures

4. Chance fractures
Fraktur ini sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan
tinggi dan tiba-tiba mengerem sehingga membuat tubuh penderita
terlempar kedepan melawan tahanan tali pengikat (seat-belt injury).
Vertebrae dalam keadaan hiperfleksi, korpus vertebra kemungkinan dapat
hancur selanjutnya kolumna posterior dan media akan rusak sehingga
fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak stabil. Chance fraktur merujuk
kepada fraktur kompresi dari corpus vertebra dengan fraktur
horizontal/transversal dari elemen posterior. Fraktur ini juga sering
ditandai dengan kerusakan dari 3 buah kolumna vertebralis yang
berdekatan.
.

41
Gambar 27. Chance Fractures

D. Spondilitis Vertebrae

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan nama Potts
disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang
banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap
tahunnya dikarenakan penyakit ini.

PATOLOGI
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau
penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari
fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya,
fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering
adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius.
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan
suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra
diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batsons yang
mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal

42
inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan
terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau
lebih vertebra.

Walaupun semua vertebrae dari columna vertebralis dapat diserang namun yang
terbanyak menyerang bagian thorax. Vertebra lumbalis juga dapat terserang dan akhirnya
vertebra cervicalis pun tidak terlepas dari serangan ini. focus yang pertama dapat terletak
pada centrum corpus vertebrae atau pada metaphyse, bisa juga pertama kali bersifat
subperiosteal. Penyakit ini juga dapat menjalar, sehingga akhirnya corpus vertebrae tidak lagi
kuat untuk menahan berat badan dan seakan-akan hancur sehingga dengan demikian columna
vertebralis membengkok. Kalau hal ini terjadi pada bagian thorax, maka akan terdapat
pembengkokan hyperkyphose yang kita kenal sebagai gibbus. Sementara itu proses dapat
menimbulkan gejala-gejala lain, diantaranya dapat terkumpulnya nanah yang semakin lama
semakin banyak, nanah ini dapat menjalar menuju ke beberapa tempat diantaranya dapat
berupa :
1. Suatu abscess paravertebrae, abscess terlihat dengan bentuk spoel di kiri-kanan columna
vertebralis.
2. Abscess dapat pula menembus ke belakang dan berada di bawah fasia dan kulit di
sebelah belakang dan di luar columna vertebralis merupakan suatu abscess akan tetapi
tidak panas. Umumnya abscess ini dinamakan abscess dingin. Abscess dingin artinya
abscess tuberculose.

43
3. Dapat pula abscess menjalar mengelilingi tulang rusuk, sehingga merupakan senkungs
abscess yang terlihat di bagian dada penderita.
4. Abscess juga dapat menerobos ke pleura sehingga menimbulkan empyme.
5. Pada leher dapat juga terjadi abscess yang terletak dalam pharynx sehingga merupakan
retropharyngeal abscess.
6. Dapat pula abscess terlihat sebagai supraclavicular abscess.
7. Pada lumbar spine abscess dapat turun melalui musculus iliopsoas yang kemudian
menurun sampai terjadi abscess besar yang terletak di bagian dalam dari paha.
Semua abses tersebut di atas dapat menembus kulit dan menyebabkan timbulnya fistel yang
bertahun-tahun. Kecuali abses-abses tersebut di atas, tuberculose pada vertebrae dapat pula
memberikan komplikasi, ialah paraplegia, umumnya disebut Potts Paraplegia. Komplikasi
ini disebabkan karena adanya tekanan pada Medulla Spinalis. Adapun pathogenesis dari
proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut : tekanan dapat berasal dari proses yang terletak di
dalam canalis spinalis. Jika di dalam canalis spinalis ada proses tuberculose yang terletak
pada corpus bagian belakang yang merupakan dasar dari canalis spinalis, maka proses tadi
menimbulkan pengumpulan nanah/jaringan granulasi langsung menekan medulla spinalis.
Dalam hal ini meskipun nanah hanya sedikit, akan tetapi cukup untuk memberikan tekanan
yang hebat pada Medulla Spinalis. (2,4)

Sorrel-Dejerine mengklasifikasikan Potts paraplegia menjadi :


(1) Early onset paresis
Terjadi kurang dari dua tahun sejak onset penyakit
(2) Late onset paresis
Terjadi setelah lebih dari dua tahun sejak onset penyakit
Sementara itu Seddon dan Butler memodifikasi klasifikasi Sorrel menjadi tiga tipe yaitu :
(1) Type I (paraplegia of active disease) / berjalan akut

44
Onset dini, terjadi dalam dua tahun pertama sejak onset penyakit, dan dihubungkan
dengan penyakit yang aktif. Dapat membaik (tidak permanen).
(2) Type II
Onsetnya juga dini, dihubungkan dengan penyakit yang aktif, bersifat permanen
bahkan walaupun infeksi tuberkulosa menjadi tenang.
(3) Type III / yang berjalan kronis
Onset paraplegi terjadi pada fase lanjut. Tidak dapat ditentukan apakah dapat
membaik. Bisa terjadi karena tekanan corda spinalis oleh granuloma epidural, fibrosis
meningen dan adanya jaringan granulasi serta adanya tekanan pada corda spinalis,
peningkatan deformitas kifotik ke anterior, reaktivasi penyakit atau insufisiensi
vaskuler (trombosis pembuluh darah yang mensuplai corda spinalis).
Klasifikasi untuk penyebab Potts paraplegia ini sendiri dijabarkan oleh Hodgson
menjadi:
I. Penyebab ekstrinsik :
(1) Pada penyakit yang aktif
a. Abses (cairan atau perkijuan)
b. Jaringan granulasi
c. Sekuester tulang dan diskus
d. Subluksasi patologis
e. Dislokasi vertebra
(2) Pada penyakit yang sedang dalam proses penyembuhan
a. Transverse ridge dari tulang anterior ke corda spinalis
b. Fibrosis duramater
II. Penyebab intrinsik :
Menyebarnya peradangan tuberkulosa melalui duramater melibatkan meningen dan
corda spinalis.

III. Penyebab yang jarang :


(1) Trombosis corda spinalis yang infektif
(2) Spinal tumor syndrome
Dapat pula proses tuberculosa menghancurkan corpus sehingga canalis spinalis
membengkok dan menekan pada tulang dindingnya. Tekanan tadi menyebabkan paraplegia.
Kemungkinan lain ialah terdapat sequestra dan pus di sekeliling canalis spinalis tadi yang
juga menekan pada medulla spinalis. Dengan demikian banyak sebab-sebab yang dapat

45
menekan medulla spinalis dengan keras sehingga menimbulkan gejala paraplegia. Secara
klinis paraplegia dapat dibagi menjadi early onset, ialah jika paraplegia segera timbul sebagai
kelanjutan dari proses spondylitis tuberculose. Type kedua adalah paraplegia late onset,
paraplegia ini terjadi setelah penyakit spondilitis sifatnya tenang untuk beberapa waktu
lamanya kemudian timbul gejala-gejala paraplegia secara perlahan-lahan.
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis :
(1) Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah
ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada orang
dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak
ditemukan diregio lumbal.
(2) Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan
sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps
vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas
spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat
trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal.
(3) Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan
dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di
bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan
karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah
ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah
vertebral.
(4) Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat
diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan
lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan
tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta
lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang
melibatkan elemen posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-
10%.
Lesi Spondilitis tuberkulosa berawal suatu tuberkel kecil yang berkembang lambat,
bersifat osteolisis lokal, awalnya pada tulang subkhondral di bagian superior atau inferior

46
anterior dari corpus vertebra. Proses infeksi Myocobacterium tuberkulosis akan
mengaktifkan chaperonin 10 yang merupakan stimulator poten dari proses resorpsi tulang
sehingga akan terjadi destruksi korpus vertebra dianterior. Proses perkijuan yang terjadi
akan menghalangi proses pembentukan tulang reaktif dan mengakibatkan segmen tulang
yang terinfeksi relatif avaskular sehingga terbentuklah sequester tuberkulosis. Destruksi
progresif di anterior akan mengakibatkan kolapsnya corpus vertebra yang terinfeksi dan
terbentuklah kifosis ( angulasi posterior ) tulang belakang. Proses terjadinya kifosis dapat
terus berlangsung walaupun telah terjadi resolusi dari proses infeksi. Kifosis yang progresif
dapat mengakibatkan problem respirasi dan paraplegi. Dengan adanya peningkatan sudut
kifosis di regio torakal, tulang-tulang iga akan menumpuk menimbulkan bentuk deformitas
rongga dada berupa barrel chest.
Infeksi akhirnya menembus korteks vertebra dan membentuk abses paravertebral.
Diseminasi lokal terjadi melalui penyebaran hematogen dan penyebaran langsung dibawah
ligamentum longitudinal anterior. Apabila telah terbentuk abses paravertebral, lesi dapat
turun mengikuti alur fascia muskulus psoas yang dapat mencapai trigonum femoralis.
Pada usia dewasa , discus intervertebralis avaskular sehingga lebih resisten terhadap
infeksi dan kalaupun terjadi adalah sekunder dari corpus vertebra. Pada anakanak karena
discus intervertebralis masih bersifat avaskular, infeksi discus dapat terjadi primer. Gejala
utama adalah nyeri tulang belakang, nyeri biasanya bersifat kronis dapat lokal maupun
radikular. Pasien dengan keterlibatan vertebra segmen cervical dan thorakal cenderung
menderita defisit neurologis yang lebih akut sedangkan keterlibatan lumbal biasanya
bermanifestasi sebagai nyeri radikular. Selain nyeri terdapat gejala sistemik berupa demam,
malaise, keringat malam, peningkatan suhu tubuh pada sore hari dan penurunan berat
badan. Tulang belakang terasa nyeri dan kaku pada pergerakan.

2.5 GAMBARAN KLINIS


Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dan tergantung pada banyak faktor
(7). Biasanya onset Pott's disease berjalan secara mendadak dan berevolusi lambat. Durasi
gejala-gejala sebelum dapat ditegakkannya suatu diagnosa pasti bervariasi dari bulan hingga
tahun; sebagian besar kasus didiagnosa sekurangnya dua tahun setelah infeksi tuberkulosa.
Gambaran Spondilitis Tuberkulosa antara lain : :
Badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun.

47
Suhu subfebril terutama pada malam hari serta sakit pada punggung, Pada anak-
anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
Pada awal dapat dijumpai nyeri intercostal yaitu nyeri yang menjalar dari tulang
belakang ke garis tengah keatas dada melalui ruang intercosta, hal ini karena
tertekannya radiks dorsalis ditingkat thoracal
Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal.
Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus karena proses destruksi lanjut berupa :
Paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf, akibat penekanan medulla
spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri,
Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai bersifat UMN dan adanya batas
deficit sensorik setinggi tempat gibus/lokalisasi nyeri interkostal
Pemeriksaan fisik
Adanya gibus dan nyeri setempat
Spastisitas
Hiperreflesia tendon lutut/Achilles dan reflex patologik pada kedua belah sisi
Batas defisit sensorik akibat mielitis transversa dan gangguan miksi jarang
dijumpai
Spondilitis corpus vertebra dibagi menjadi tiga bentuk :
1. Pada bentuk sentral.
Detruksi awal terletak di sentral corpus vertebra, bentuk ini sering ditemukan pada
anak.Bentuk paradikus.
2. Bentuk paradikus.
Terletak di bagian corpus vertebra yang bersebelahan dengan discus intervertebral,
bentuk ini sering ditemukan pada orang dewasa.
3. Bentuk anterior.
Dengan lokus awal di corpus vertebra bagian anterior, merupakan penjalaran per
kontinuitatum dari vertebra di atasnya.

48
Gambaran Radiologis
Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.
Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti adanya
tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang abnormal).
Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti adanya
tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat setelah 3-8
minggu onset penyakit.
Jika mungkin lakukan rontgen dari arah antero-posterior dan lateral.
Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau sudut inferior
corpus vertebrae, osteoporosis regional yang kemudian berlanjut sehingga tampak
penyempitan diskus intervertebralis yang berdekatan, serta erosi corpus vertebrae
anterior yang berbentuk scalloping karena penyebaran infeksi dari area
subligamentous
Infeksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel, lamina, prosesus transversus atau
prosesus spinosus.
Keterlibatan bagian lateral corpus vertebra akan menyebabkan timbulnya deformita
scoliosis (jarang)
Pada pasien dengan deformitas gibbus karena infeksi sekunder tuberkulosa yang
sudah lama akan tampak tulang vertebra yang mempunyai rasio tinggi lebih besar dari
lebarnya (vertebra yang normal mempunyai rasio lebar lebih besar terhadap
tingginya). Bentuk ini dikenal dengan nama long vertebra atau tall vertebra, terjadi
karena adanya stress biomekanik yang lama di bagian kaudal gibbus sehingga
vertebra menjadi lebih tinggi. Kondisi ini banyak terlihat pada kasus tuberkulosa
dengan pusat pertumbuhan korpus vertebra yang belum menutup saat terkena
penyakit tuberkulosa yang melibatkan vertebra torakal.
Dapat terlihat keterlibatan jaringan lunak, seperti abses paravertebral dan psoas.
Tampak bentuk fusiform atau pembengkakan berbentuk globular dengan kalsifikasi.
Abses psoas akan tampak sebagai bayangan jaringan lunak yang mengalami
peningkatan densitas dengan atau tanpa kalsifikasi pada saat penyembuhan. Deteksi
(evaluasi) adanya abses epidural sangatlah penting, oleh karena merupakan salah satu
indikasi tindakan operasi (tergantung ukuran abses).

49
Figure: Tuberculous spondylitis. Lateral
radiograph demonstrates obliteration of the disk
space (straight arrow) with destruction of the
adjacent end plates (curved arrow) and anterior
wedging

Figure. Subligamentous spread of spinal


tuberculosis. Lateral radiograph demonstrates
erosion of the anterior margin of the vertebral body
(arrow) caused by an adjacent soft-tissue abscess.

Computed Tomography Scan (CT)


Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga yang
sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterior seperti pedikel tampak
lebih baik dengan CT Scan.

Figure. Tuberculous spondylitis. Axial CT scan


demonstrates lytic destruction of the vertebral body
(black arrow) with an adjoining soft-tissue abscess
(white arrow).

Figure. Calcified psoas abscess. Axial CT scan


demonstrates bilateral tuberculous psoas abscesses
with peripheral calcification (arrows).

50
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang bersifat kompresif
dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang belakang. Bermanfaat untuk :
Membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan bersifat konservatif atau
operatif.
Membantu menilai respon terapi. Kerugiannya adalah dapat terlewatinya fragmen
tulang kecil dan kalsifikasi di abses.
Figure. Tuberculous spondylitis. Sagittal T2-
weighted MR image demonstrates areas of
increased signal intensity due to edema in
vertebral bodies. Accompanying disk
narrowing (white arrow) and extension of the
disease into the spinal canal (black arrow) are
also seen.

51
D.spondylolisthesis

Kata spondylolisthesis berasal dari bahsa Yunani yang terdiri atas kata spondylo
yang berarti tulang belakang (vertebra) dan listhesis yang berarti bergeser. Maka
spondilolistesis adalah suatu pergeseran korpus vertebrae (biasanya kedepan) terhadap korpus
vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi pada pertemuan lumbosacral
(lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut dapat terjadi
pula pada tingkat vertebra yang lebih tinggi. 3

Umumnya diklasifikasikan ke dalam lima bentuk : kongenital atau displastik, isthmus,


degeneratif, traumatik dan patologis. Banyak kasus dapat diterapi secara konservatif.
Meskipun demikian, pada individu dengan radikulopati, klaudikasio neurogenik,
abnormalitas postural dan cara berjalan yang tidak berhasil dengan penanganan non-operatif,
dan terdapatnya pergeseran yanf progresif, pembedahan dianjurkan. Tujuan pembedahan
adalah untuk menstabilkan segmen spinal dan dekompresi elemen saraf jika dibutuhkan

Etiologi dan Klasifikasi


Etiologi spondylolistesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital tampak pada
spondilolistesis tipe 1 dan 2, dan postur, gravitasi, tekanan rotasional dan stres/ tekanan konsentrasi
tinggi pada sumbu tubuh berperan penting dalam terjadinya pergeseran tersebut. Terdapat 5 tipe utama
spondilolistesis :4

a. Tipe I disebut dengan spondilolistesis displastik (kongenital) dan terjadi akibat kelainan
kongenital. Biasanya pada permukaan sacral superior dan permukaan L5 inferior atau
keduanya dengan pergeseran vertebra L5. 4
b. Tipe II, istmhik atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus atau pars
interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis yang bermakna pada individu di
bawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars interartikularis tanpa adanya pergeseran tulang,
keadaan ini disebut dengan spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami pergeseran kedepan
dari vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan spondilolistesis. Tipe II dibagi dalam
tiga subkategori :
Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress spondilolistesis dan
umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktur rekuren yang disebabkan oleh
hiperekstensi. Juga disebut dengan stress fraktur pars interarticularis dan paling
sering terjadi pada laki-laki.
Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis.
Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars interartikularis masih tetap
intak, akan tetapi meregang dimana fraktur mengisinya dengan tulang baru. 4
Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada bagian pars
interartikularis. Pencitraan radioisotop diperlukan dalam menegakkan diagnosis
kelainan ini.

Gambar 5. Klasifikasi spondilolistesis tipe II

c. Tipe III, merupakan spondilolistesis degenerative, dan terjadi sebagai akibat degenerasi
permukaan sendi vertebra. Perubahan pada permukaan sendi tersebut akan mengakibatkan
pergeseran vertebra ke depan atau ke belakang. Tipe spondilolistesis ini sering dijumpai
pada orang tua. Pada tipe III, spondilolistesis degenerative pergeseran vertebra tidak
melebihi 30 %.
d. Tipe IV, spondilolistesis traumatic, berhubungan dengan fraktur akut pada elemen
posterior (pedikel, lamina atau permukaan/ facet) dibandingkan dengan fraktur pada
bagian pars interartikularis.
e. Tipe V, spondilolistesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur tulang sekunder
akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang lainnya.

2.5 Patofisiologi

Sekitar 5-6 % pria dan 2-3 % wanita mengalami spondilolistesis. Pertama sekali tampak pada
individu yang terlibat aktif dengan aktifitas fisik yang berat seperti angkat besi, senam dan sepak bola.
Pria lebih sering menunjukkan gejala dibandingkan dengan wanita, terutama diakibatkan oleh
tingginya aktivitas fisik pada pria. Meskipun beberapa anak-anak dibawah usia 5 tahun dapat
mengalami spondilolistesis, sangat jarang anak-anak tersebut didiagnosis dengan spondilolistesis.
Spondilolistesis sering terjadi pada anak usia 7-10 tahun.

Peningkatan aktivitas fisik pada masa remaja dan dewasa sehari-hari mengakibatkan
spondilolistesis sering dijumpai pada remaja dan dewasa. Spondilolistesis dikelompokkan ke dalam
lima tipe utama dimana masing-masing mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut antara lain
tipe displastik, isthmic, degenerative, traumatic dan patologik. Spondilolistesis displastik merupakan
kelainan kongenital yang terjadi karena malformasi lumbosacral joints dengan permukaan sendi yang
kecil dan inkompeten. Spondilolistesis displastik sangat jarang terjadi, akan tetapi cenderung
berkembang secara progresif, dan sering berhubungan dengan deficit neurologis berat. Sangat sulit
diterapi karena bagian elemen posterior dan prosessus transversus cenderung berkembang kurang
baik, meninggalkan area permukaan kecil untuk fusi pada bagian posterolateral.

Spondilolistesis displastik terjadi akibat defek arkus neural, seringnya pada sacrum bagian
atas atau L5. Pada tipe ini, 95 % kasus berhubungan dengan spina bifida occulta. Terjaid kompresi
serabut saraf pada foramen S1, meskipun peregserannya minimal. Spondilolistesis isthmic merupakan
bentuk spondilolistesis yang paling sering. Spondilolistesis isthmic (juga sering disebut
spondilolistesis spondilolitik) merupakan kondisi yang paling sering dijjumpai dengan angka
prevalensi 5-7 %. Fredericson et al menunjukkan bahwa defek spondilolistesis biasanya didapatkan
pada usia 6-16 tahun, dan pergeseran tersebut sering lebih cepat. Ketika pergeseran terjadi, jarang
berkembang progresif, meskipun suatu penelitian tidak mendapatkan hubungan antara progresifitas
pergeseran dengan terjadinya gangguan diskus intervertebralis pada usia pertengahan. Telah dianggap
bahwa kebanyakan spondilolistesis isthmic tidak bergejala, akan tetapi insidensi timbulnya gejala
tidak diketahui. Secara kasar 90 % pergeseran isthmus merupakan pergeseran tingkat rendah (low
grade : kurang dari 50 % yang mengalami pergeseran) dan sekitar 10 % bersifat high grade (lebih dari
50 % yang mengalami pergeseran).

Sistem grading untuk spondilolistesis yang umum dipakai adalah system grading Meyerding
untuk menilai beratnya pergeseran. Kategori tersebut didasarkan pengukuran jarak dari pinggir
posterior korpus vertebra superior hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak
berdekatan dengannya pada foto rontgen lateral. Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang
korpus vertebra superior total :

Grade 1 adalah 0-25 %


Grade 2 adalah 25-50 %
Grade 3 adalah 50-75 %
Grade 4 adalah 75-100 %
Spondiloptosis lebih dari 100 %
Gambar 6. Sistem grading spondilolistesis

Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan spondilolisis menjadi


spondilolistesis. Tekanan / kekuatan gravitasional dan postural akan menyebabkan tekanan yang besar
pada pars interartikularis. Lordosis lumbal dan tekanan rotasional dipercaya berperan penting dalam
perkembangan defek litik pada pars interartikularis dan kelemahan pars interartikularis pada pasien
muda. Terdapat hubungan antara tingginya aktivitas selama masa kanak-kanak dengan timbulnya
defek pada pars interartikularis.

Pada Tipe degenerative, instabilitas intersegmental terjadi akibat penyakit diskus degenerative
atau facet arthropaty. Proses tersebut dikenal dengan spondilosis. Pergeseran tersebut terjadi akibat
spondilosis progresif pada 3 kompleks persendian tersebut. Umumnya terjadi pada L4-5, dan wanita
usia tua yang umumnya terkena. Cabang saraf L5 biasanya terkena akibat stenosis resesus lateralis
sebagai akibat hipertrofi ligament atau permukaan sendi.

Pada Tipe traumatic, banyak bagian arkus neural yang terkena / mengalami fraktur, sehingga
menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak stabil. Spondilolistesis patologis terjadi akibat penyakit
yang mengenai tulang, atau berasal dari metastasis atau penyakit metabolic tulang, yang
menyebabkan mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta penipisan bagian posterior sehingga
menyebabkan pergeseran (slippage). Kelainan ini dilaporkan terjadi pada penyakit Pagets,
tuberculosis tulang, Giant cell Tumor dan metastasis tumor. 4

Gambaran Klinis

Gambaran klinis spondilolistesis sangat bervariasi dan bergantung pada tipe pergeseran dan
usia pasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran klinisnya berupa low back pain yang biasanya
menyebar ke paha bagian dalam dan bokong, terutama selama aktivitas tinggi. Gejala jarang
berhubungan dengan derajat pergeseran (slippage), meskipun sangat berkaitan dengan instabilitas
segmental yang terjadi. Tanda neurologis berhubungan dengan derajat pergeseran dan mengenai
system sensoris, motoric dan perubahan reflex akibat dari pergeseran serabut saraf.

Progresifitas listesis pada individu dewasa muda biasanya terjadi bilateral dan berhubungan
dengan gambaran klinis/fisik berupa :5

Terbatasnya pergerakan tulang belakang


Tidak dapat memfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh
Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal
Hiperkifosis lumbosacral junction
Kesulitan berjalan
Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis)

Pasien dengan spondilolistesis degenerative biasanya pada orang tua dan muncul dengan
nyeri tulang belakang (back pain), radikulopati, klaudikasio neurogenic atau gabungan beberapa
gejala tersebut. Pergeseran tersebut paling sering terjadi pada L4-5 dan jarang terjadi L3-4. Gejala
radikuler sering terjadi akibat stenosis resesus lateralis dan hipertrofi ligamen atau herniasi diskus.
Cabang akar saraf L5 sering terkena dan menyebabkan kelemahan otot ekstensor halluces longus.
Penyebab gejala klaudikasio neurogenic selama pergerakan adalah bersifat multifactorial. Nyeri
berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk. Fleksi memperbesar ukuran
kanal dengan menegangkan ligamentum flavum, mengurangi overriding lamina dan pembesaran
foramen. Hal tersebut mengurangi tekanan pada cabang akar saraf, sehingga mengurangi nyeri yang
timbul. 5

2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis.

1. Gambaran Klinis
Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan gejala khas. Umunya
nyeri yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Aktivitas membuat nyeri makin
bertambah buruk dan istirahat akan dapat menguranginya. Spasme otot dan kekakuan
dalam pergerakan tulang belakang merupakan ciri yang spesifik. Gejala neurologis seperti
nyeri pada bokong dan otot hamstring tidak sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti
subluksasi vertebra. Keadaan umum pasien biasanya baik dan masalah tulang belakang
umumnya tidak berhubungan dengan penyakir atau kondisi lainnya.

2. Pemeriksaan Fisik
Postur pasien biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi bersifat ringan. Dengan
subluksasio berat, terdapat gangguan bentuk postur. Pergerakan tulang belakang berkurang
karena nyeri dan terdapatnya spasme otot. Penyangga badan kadang-kadang memberikan
rasa nyeri pada pasien, dan nyeri umumnya terletak pada bagian dimana terdapatnya
pergeseran/keretakan, kadang nyeri tampak pada beberapa segmen distal dari level/tingkat
dimana lesi mulai timbul. Ketika pasien dalam posisi telungkup (prone) di atas meja
pemeriksaan, perasaan tidak nyaman atau nyeri dapat diidentifikasi ketika palpasi
dilakukan secara langsung diatas defek pada tulang belakang. Nyeri dan kekakuan otot
adalah hal yang sering dijumpai. Pada banyak pasien, lokalisasi nyeri disekitar defek dapat
sangat mudah diketahui bila pasien diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki
mereka keatas seperti posisi fetus. Defek dapat diketahui pada posisi tersebut. Pemeriksaan
neurologis terhadap pasien dengan spondilolistesis biasanya negative. Fungsi berkemih
dan defekasi biasanya normal, terkecuali pada pasien dengan sindrom cauda equine yang
berhubungan dengan lesi derajat tinggi.

3. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos vertebra merupakan modalitas pemeriksaan awal dalam diagnosis spondilosis
atau spondilolistesis. X ray pada pasien dengan spondilolistesis harus dilakukan pada
posisi tegak/berdiri. Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah modalitas standard dan
posisi lateral persendian lumbosacral akan melengkapkan pemeriksaan radiologis. Posisi
lateral pada lumbosacral joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu
dalam mengidentifikasi defek pada pars interartikularis, karena defek lebih terbuka pad
aposisi tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri. Pada beberapa kasus
tertentu studi pencitraan seperti bone scan atau CT scan dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosis. Pasien dengan defek pada pars interartikularis sangat mudah terlihat dengan CT
scan. Bone scan (SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi stress/tekanan
pada defek pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto polos. Scan positif
menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah dimulai, akan tetapi tidak
mengindikasikan bahwa penyembuhan yang definitive akan terjadi. CT scan dapat
menggambarkan abnormalitas pada tulang dengan baik, akan tetapi MRI sekarang lebih
sering digunakan karena selain dapat mengidentifikasi tulang juga dapat mengidentifikasi
jaringan lunak (diskus, kanal dan anatomi serabut saraf ) lebih baik dibandingkan dengan
foto polos. 5
Gambar 7. Gambaran MRI
spondilolistesis L4-L5

Anda mungkin juga menyukai