Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal
melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara
kongenital yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa
melalui dinding tersebut. Lubang itu dapat timbul karena lubang embrional yang
tidak menutup atau melebar, akibat tekanan rongga perut yang meninggi
(Mansjoer, 2002). Hernia inguinalis merupakan penonjolan yang keluar dari
rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari
pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis
dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus
(Sjamsuhidayat, 2004). Hernia inguinalis lebih banyak diderita oleh laki-laki
daripada perempuan. Hal ini dikarenakan pada laki-laki dalam waktu
perkembangan janin terjadi penurunan testis dari rongga perut. Jika saluran testis
tidak menutup dengan sempurna, maka akan menjadi jalan lewatnya hernia
inguinalis (Oswari, 2005). Disebutkan bahwa 1 dari 544 orang yaitu sekitar 0,18%
mengalami hernia inguinalis lateral. Meskipun terbilang angka insiden ini rendah
tetapi masalah ini bisa menjadi besar dikarenakan hernia ini dapat menjadi kondisi
kegawatan yang mengancam nyawa apabila organ perut yang masuk ke kantong
hernia tidak dapat kembali ke posisi awal dan terjepit sehingga menimbulkan
nyeri dan kerusakan organ tersebut
Pembedahan traktus gastrointestinal sering kali mengganggu proses
fisiologi normal pencernaan dan penyerapan. Mual, muntah dan nyeri dapat
terjadi selama pembedahan ketika digunakan anestesi spinal. Selain itu, nyeri pada
luka operasi juga akan timbul akibat terputusnya kontinuitas jaringan sehingga
terjadi penekanan pada pembuluh darah yang mengakibatkan metabolisme
anaerob. Hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan pergerakan sehingga
aktivitas sehari-hari dapat terganggu (Smeltzer, 2000). Kondisi yang seperti ini
mengharuskan adanya asuhan keperawatan yang tepat agar dapat mencapai
kesehatan yang optimal serta untuk menghindari komplikasi pada klien dengan
post operasi hernia inguinalis .

Jika tidak dilakukan tindakan keperawatan yang tepat, hernia


inguinalis dapat menyebabkan penyumbatan dan perdarahan pada saluran usus
yang lama kelamaan menimbulkan edema sehingga terjadi penekanan pembuluh
darah dan terjadi nekrosis, bila isi perut terjepit dapat mengakibatkan terjadinya
syok, asidosis metabolik, abses (Price, 2005). Untuk menghindari terjadinya
komplikasi, maka diperlukan tindakan bedah. Tindakan bedah pada hernia adalah
herniotomi atau herniorafi. Pada bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia
dimasukkan, kantong diikat, dan dilakukan Bassiny plasty atau tehnik yang lain
untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis (Mansjoer, 2002).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Pengertian Definisi Hernia?
1.2.2 Bagaimana Etiologi dan Patofisilogi hernia?
1.2.3 Bagaimana Konsep Asuhan Kepetawatan?
1.2.4 Bagaimana Penatalaksanaan pre, intra, post op hernia?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk memahami definisi Hernia
1.3.2 Untuk menegetahui etilogi dan patofisiologi
1.3.3 Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan
1.3.4 Untuk mengetahui Penatalaksanaan Pre, Intra, Post Hernia

BAB II
KAJIAN TEORI
A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN

Hernia adalah penonjolan bagian organ atau jaringan melalui lubang


abnormal (Brinner and sudarth,2010)
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ di tempat yang
normal melalui sebuah defek congenital atau yang didapat
Klasifikasi hernia :
a. Menurul letaknya terbagi atas :
1) Inguinalis , terbagi lagi menjadi :
Indirek / lateralis: hernia ini terjadi melalui cincin
inguinalis dan melewati corda spermatikus melalui
kanalis inguinalis. Umumnya terjadi pada pria dan
wanita. Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil.
Hernia ini dapat menjadi sangat besar dan sering
turun ke scrotum.
Direk / medialis : hernia ini melewati dinding
abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui
kanal seperti pada hernia inguinalis. Umumnya pada
lansia.
2) Femoralis : terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum
pada wanita dari pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat
lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara
bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat
dihindari kandung kemih masuk ke dalam kantung.
3) Umbilikal : pada orang dewasa umumnya pada wanita dan
karena peningkatan tekanan abdominal. Biasanya pada
klien gemuk dan wanita multipara.
b. Berdasarkan terjadinya, terbagi atas :
1) Hernia bawaan atau congenital
2) Hernia dapatan atau akuisita yakni hernia yang timbul
karena berbagai faktor pemicu.
c. Menurut sifatnya, terdiri dari :
1) Hernia reponible yaitu hernia dapat keluar masuk. Usus
keluar jika mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau

didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala


obstruksi usus.
2) Hernia ireponible yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat
dikembalikan ke dalam rongga.
3) Hernia strangulata atau inkarserata yaitu bila isi hernia
terjepit oleh cincicn hernia. Hernia inkarserata berarti isi
kantong terperangkap, tidak dapat kembali kedalam rongga
perut disertai akibatnya berupa gangguan pasase atau
vaskularisasi.
2. ETIOLOGI
a. Ketidakpatensian rongga yang tidak nyaman
b. Timbul karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar,
akibat tekanan rongga perut yang meninggi.
c. Cacat bawaan
d. Anomaly congenital atau karena sebab didapat
e. Adanya prosesus vaginalis yang terbuka
f. Genetik
g. Proses menua
h. Aktivitas fisik berat
3. PATOFISIOLOGI

Penyebab pasti terjadinya Hernia Ingunalis Lateralis masih belum


diketahui tetapi banyak faktor yang mendukung antara lain :Anomali
kongenital (sebab yang didapat atau bawaan), prosesus vaginalis yang
terbuka, meningkatnya tekanan intra abdomen karena kehamilan,
obesitas, mengangkat berat, tekanan saat batuk, kelemahan dinding
otot perut akibat pekerjaan angkat beban berat dalam jangka waktu
yang lama, faktor degeneratif juga mempengaruhi bisa terjadinya
Hernia.
Kelemahan otot abdomen sejak lahir menyebabkan ligamen inguinal
tidak menutup dengan sempurna shingga organ saluran cerna usus
dapat dengan mudah menembus otot. Pada bulan kedelapan kehamilan,
penurunan testisakan menarik peritonium kearah skrotum sehinga
terjadi penonjolan peritonium yang disebut prosesus vaginalis. Dalam
keadan normal kanal yang terbuka akan menutuppada usia 2 bulan.
Tekanan intra abdomen sering meningkat akibat obesitas, pekerjaan
berat, kehamilan. Peningkatan tekanan intra abdomen juga dapat

disebabkan oleh batuk dan aderataumatik.Bila kedua faktor tersebuat


ada bersamaan dengan kelemahan otot maka sudah pasti orang tersebut
akan mengalami Hernia.Gejala klinisnya adalah
keluhan yang
dirasakan dapat dari yang ringan hingga yang berat. Karena pada
dasarnya hernia merupakan isi rongga perut yang keluar melalui suatu
celah di dinding perut, keluhan berat yang timbul di sebabkan karena
terjepitnya isi perut tersebut pada celah yang dilaluinya. Jika masih
ringan, penonjolan yang ada dapat hilang timbul. Benjolan yang ada
tidak dirasakan nyeri atau hanya sedikit nyeri dan timbul jika kita
mengedan, batuk atau mengangkat beban berat. Biasanya benjolan
dapat hilang jika kita beristirahat. Jika pada benjolan yang ada
dirasakan nyeri hebat maka perlu dipikirkan adanya penjepitan isi
perut, biasanya jenis hernia inguinalis yang lateralis yang lebih
memberikan keluhan nyeri hebat dibandingkan inguinalis medialis.
Terkadang benjolan yang ada masih dapat dimasukan kembali dalam
rongga perut dengan tangan kita sendiri, yang berarti menandakan
bahwa penjepitan yang terjadi belum terlalu parah. Namun, jika
penjepitan yang terjadi sudah parah, benjolan tidak dapat dimasukkan
kembali, dan nyeri yang dirasakan sangatlah hebat. Nyeri dapat disertai
mual dan muntah. Hal ini dapat terjadi jika sudah terjadi kematian
jaringan isi perut yang terjepit tadi.
Apabila hernia tidak ditangani dapat terjadi komplikasi
diantaranya terjadinya perlengketan antara isi hernia dengan dinding
kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali,
keadaan ini disebut hernia inguinalis irreponibilis. Pada keadaan ini
belum ada gangguan penyaluran isi usus, isi hernia yang tersaring
menyebabkan keadaan irreponibilis adalah omentum, karena mudah
melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar
karena infiltrasi lemak. Bisa juga menyebabkan hematoma, infeksi
luka, bendungan vena femoralis terutama pada operasi hernia
femoralis. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin
banyaknya usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan
menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Timbul edema bila terjadi
obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian
timbul nekrosis. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul
perut kembung, muntah dan obstipasi,obstruksi, infeksi dan edema.
4. MANIFESTASI KLINIS

a. Berupa benjolan keluar masuk / keras


b. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan
c. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada

komplikasi
d. Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis
yang berisi kandung kencing.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laparaskopi : untuk menentukan adanya hernia inguinalis lateralis
apakah ada sisi yang berlawanan atau untuk mengevaluasi terjadi
hernia berulang atau tidak.
b. Pemeriksaan darah lengkap : lebih spesifik leukosit.
c. EKG : terjadi peningkatan nadi adanya nyeri.
d. USG Abdomen : untuk menentukan isi hernia.
e. Radiografi : terdapat bayangan udara pada thoraks.
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Secara konservatif (non operatif)
1) Reposisi hernia : hernia dikembalikan pada tempat semula
bisa langsung dengan tangan.
2) Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai
pengelolaan sementara, misalnya pemakaian korset.
b. Secara operatif
1) Hernioplasty : memindahkan fasia pada dinding perut yang
lemah, hernioplasty sering dilakukan pada anak-anak.
2) Hernioraphy. Pada bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia
dimasukan, kantong diikat, dan dilakukan bainyplasty atau
tehik yang lain untuk memperkuat dinding belakang kanalis
inguinalis. Ini sering dilakukan pada orang dewasa.
3) Herniotomy. Seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu
dibuang. Ini dilakukan pada hernia yang sudah nekrosis.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Asuhan keperawatan perioperatif terdiri dari 3 tahap yaitu mempunyai
pra, intra dan pasca operative, dimana perawat mempunyai peran integral
dalam rencana asuhan kolaboratif dengan pembedahan.
1. Perawatan Preoperatif
Perawatan preoperatif meliputi :
Kelengkapan rekam medis dan status
Memeriksa kembali persiapan pasien

Informed concent
Menilai keadaan umum dan TTV
Memastikan pasien dalam keadaan puasa
Pada fase preoperatif ini perawat akan mengkaji kesehatan fisik dan
emosional klien, mengetahui tingkat resiko pembedahan, mengkoordinasi
berbagai pemeriksaan diagnostik, mengidentifikasi diagnosa keperawatan
yang mengambarkan kebutuhan klien dan keluarga, mempersiapkan
kondisi fisik dan mental klien untuk pembedahan.
2. Perawatan Intraoperatif
Perawatan intraoperatif meliputi :
Melaksanakan orientasi pada pasien
Melakukan fiksasi
Mengatur posisi pasien
Menyiapkan bahan dan alat
Drapping
Membantu melaksanakan tindakan pembedahan
Memeriksa persiapan instrument
Pada fase intraoperatif perawat melakukan 1 dari 2 peran selama
pembedahan berlangsung,yaitu perawat sebagai instrumentator atau
perawat sirkulator.Perawat instrumentator memberi bahan-bahan yang
dibutuhkan selama pembedahan berlangsung dengan menggunakan
teknik aseptic pembedahan yang ketat dan terbiasa dengan instrumen
pembedahan.Sedangkan perawat sirkulator adalah asisten instrumentator
atau dokter bedah.
3. Perawatan Post Operasi
Pada fase postoperasi setelah pembedahan,perawatan klien dapat menjadi
komplek akibat fisiologis yang mungkin terjadi.klien yang mendapat
anastesi umum cenderung mendapat komplikasi yang lebih besar dari
pada klien yang mendapat anastesi lokal. Perawatan post operative
meliputi :
Mempertahankan jalan napas dengan mengatur posisi kepala.
Melaksanakan perawatan pasien yang terpasang infus di bantu
dengan perawat anastesi
Mengukur dan mencatat produksi urine
Mengatur posisi sesuai dengan keadaan.
Mengawasi adanya perdarahan pada luka operasi
Mengukur TTV setiap 15 menit sekali

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosakeperawatan yang munculpadakeperawatan pre operatif, intra


operatif, dan post operatifantaralain :
1. Pre Operasi :

Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang


prosedur tindakan operasi

Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dari


brancart ke meja operasi
2. Intra Operasi :

Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan


perdarahan

Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pemajaan peralatan,


hipoksia jaringan, perubahaan posisi, faktor pembekuan,
perubahaan kulit

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan


pemajaan lingkungan.
c. Intervensi Keperawatan
1. Pre Operasi
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur
tindakan operasi
Tujuan
: Pasien mengerti tentang prosedur tindakan operasi
Kriteria Hasil :
Pasien tidak cemas
Pasien dapat menjelaskan tentang prosedur tindakan
operasi yang akan dilakukan
INTERVENSI

RASIONAL

Bantu pasien mengekspresikan perasaan marahAnsietas


kehilangan dan takut

memberikan

berkelanjutan
dampak

serangan

jantung
Kaji tanda tanda ansietas verbal dan non Reaksi verbal / non verbal dapat
verbal

menujukan rasa agitasi, marah dan


gelisah

Jelaskan tentang prosedur pembedahan sesuaiPasien dapat beradaptasi dengan

jenis operasi

prosedur pembedahan yang akan


dilaluinya

dan

akan

merasa

nyaman
Beri dukungan pra bedah

Hubungan emosional yang baik


antara perawat dan pasien akan
mempengaruhi penerimaan pasien
terhadap pembedahan.

Hindari konfrontasi

Konfrontasi dapat meningkatkan


rasa

marah,

kerjasama

menurunkan

dan

mungkin

memperlambat penyembuhan
Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin danOrientasi
aktifitas yang diharapkan

dapat

menurunkan

kecemasan

Berikan kesempatan kepada pasien untukDapat menghilangkan ketegangan


mengungkapkan kecemasannya

terhadap kekewatiran yang tidak di


ekspresikan

Berikan privasi untuk pasien dengan orangKehadiran keluarga dan teman


terdekat

teman yang dipilih pasien untuk


menemani
akan

aktivitas

pengalihan

menurunkan

perasaaan

terisolasi
Kolaborasi

pemberian

indikasi seperti diazepam

anti

cemas

sesuaiMeningkatkan

relaksasi

menurunkan kecemasan

Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur premedikasi

anastesi
Tujuan
Ketidaktahuan prosedur pasien teradaptasi
Kriteria Hasil :
Pasien kooperatif terhadap intervensi premedikasi
anastesi
Persiapan prabedah dapat terlaksana secara optimal

dan

INTERVENSI
Jelaskan prosedur rutin prabedah

RASIONAL
Untuk dapat mempersiapkan pasien
yang menjalani pembedahan dengan
baik

Pemeriksaan tanda tanda vital pra bedah

Prosedur standar untuk


membandingkan hasil TTV sewaktu
diruangan

Siapkan sarana kateter IV dan obat obat

Untuk pemberian cairan dan

premedikasi dan lakukan pemasangan kateter pemberian premedikasi sebelum


IV dan pertimbangkan pemeberian agen

dilakukan tindakan operasi

premedikasi
Lakukan pemindahan dan pengaturan posisi Untuk menghindari cedera atau
saat pemindahan pasien dari barngkar ke

trauma yang diakibatkan penempatan

meja operasi

posisi yang salah

2. Intra Operasi
1) Resiko

tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan


perdarahan
Tujuan : Tidak terjadinya kekurangan cairan tubuh selama
pembedahan
Kriteria Hasil :
TTV dalam batas normal
Akaral hangat
Pengisian kapiler < 3 detik
Produksi urine 0,5 cc/kgBB/Jam
INTERVENSI

Monitoring tanda tanda vital

RASIONAL
Untuk mengevaluasi terjadinya
kekurangan cairan tubuh dan untuk
menetukan intervensi selanjutnya

Mengobservasi kelancaran IV line yang

Untuk memastikan kebutuhan cairan

terpasang

tubuh tetap terpenuhi

Memonitoring produksi urine selama

Sebagai indikator akan pemenuhan

pembedahan ( 0,5 cc/kg BB/Jam ), warna

kebutuhan caiaran tubuh

urine
Monitoring perdarahan dan menghitung

Untuk mengetahui jumlah

jumlah pemakaian kasa

perdarahan adan sebagai data untuk


menentukan intervensi selanjutnya

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian

Dengan pemberian Transfusi darah

transfusi darah sesuai dengan kebutuhan

akan mempercepat proses pengantian


cairan tubuh yang hilang

2) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pemajaan peralatan,

hipoksia jaringan, perubahaan posisi, faktor pembekuan, perubahaan


kulit
Tujuan : Tidak terjadinya cedera selama pembedahan
Kriteria hasil :
Tidak terjadinya cedera sekunder akibat pengaturan posisi
bedah
Tidak adanya cedera akibat pemasangan alat alat penunjang
pembedahan
INTERVENSI

RASIONAL

Kaji ulang identitas pasien dan jadwal

Untuk mencegah kesalahan pasien

prosedur operasi sesuai dengan jadwal

dan kesalahan dalam prosedur


operasi

Lepaskan gigi palsu/ kawat gigi, kontak lensa, Menghindari cedera akibat
perhiasan sesuai dengan protokol operasi

penggunaan alat alat penunjang


operasi

Pastikan brangkar ataupun meja operasi

Untuk mencegah pasien jatuh

terkunci pada waktu memindahkan pasien

sehingga menimbulkan cedera

Pastikan penggunaan sabuk pengaman pada

Untuk menghindari pergerakan dari

saat operasi berlangsung

pasien pada saat operasi dan


menghindari pasien jatuh

Persiapkan bantal dan peralatan pengaman

Untuk menghindari cedera akibat

untuk pengaturan posisi pasien

penekanan pada posisi operasi

pasien yang lama


Pastikan keamanan elektrikal selama selama

Mencegah cedera pada daerah

pembedahan

sekitarnya yang tidak mengalami


proses pembedahan

Letakan plate diatermi sesuai dengan prosedur Jika tidak diletak dengan benar
dapat menimbulkan cedera pada
daerah sekitar penempatan diatermi
plate dan mengganggu kelancaran
operasi
Pastikan untuk mencatat jumlah pemakaian

Untuk mencegah tertinggalnya alat

kasa, instrument, jarum dan pisau operasi

atau bahan habis pakai dalam


anggota tubuh pasien yang
dioperasi

3)

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan


pemajaan lingkungan
Tujuan : tidak terjadinya infeksi pasca pembedahan
Kriteria :
Tidak adanya tanda tanda infeksi pasca operasi di ruangan
Luka bersih tertutup
Area sekitar luka bersih
INTERVENSI

RASIONAL

Pastikan semua tim bedah telah melakukanSebagai

langkah

awal

dalam

pencucian tangan sesuia dengan prosedurpencegahan infeksi


yang benar
Lakukan desinfeksi area pembedahan danUntuk menjaga area operasi tetap
pemasangan

doek

steril

pada

daerahdalam keadaan steril

pembedahan
Cek

kadaluarsa

alkes

yang

akanUntuk

dipergunakan

mencegah

infeksi

akibat

penggunaan alat kesehatan yang


sudah tidak dapat dipergunakan

Pertahankan sterilitas selama pembedahan

Dengan mempertahankan steriltas

resiko infeksi dapat dicegah


Tutup luka dengan dengan pembalut atauUntuk mencegah terpaparnya luka
kasa steril

dengan lingkungan yang beresiko


menyebabkan infeksi silang

4)

Resiko tinggi perubahan suhu tubuh berhubungan dengan pemajaan


suhu yang tidak baik, penggunaan obat/ zat anastesi, dehidrasi
Tujuan : tidak terjadinya penurunan suhu tubuh pasien selama
pembedahan
Kriteria :
Tidak terjadinya hipotermi selama pembedahan
Pasien tidak mengeluh dingin
INTERVENSI

RASIONAL

Kaji suhu pasien pra bedah

Sebagai

data

untuk

menentukan

intervensi selnjutnya
Kaji suhu lingkungan dan modifikasi sesuaiDengan pengaturan suhu lingkungan
lingkungan

selimut

penghangat,membuat pasien merasa nyaman

meningkatkan suhu ruangan)

selama pembedahan

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan yang dapat di ambil :

1. Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ di

tempat yang normal melalui sebuah defek congenital atau yang


didapat
2. Gejala klinisnya adalah keluhan yang dirasakan dapat dari yang
ringan hingga yang berat. Karena pada dasarnya hernia merupakan
isi rongga perut yang keluar melalui suatu celah di dinding perut,
keluhan berat yang timbul di sebabkan karena terjepitnya isi perut
tersebut pada celah yang dilaluiny
3. Apabila hernia tidak ditangani dapat terjadi komplikasi diantaranya
terjadinya perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali,
keadaan ini disebut hernia inguinalis irreponibilis.

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes. E. Marilyn (2000), rencanaasuhankeperawatan, edisi 3, Jakarta: EGC.
Price. A. Silvia (2006), Pathophysiolg : Clinical Concepts of Disease Processes,
(dr. Brahm U. Pendit. dkk: penerjemah) volume 2, edisi 6, Jakarta: EGC.
Smeltzer. C. Suzanne (2010), Brunner and Suddarths textbook of
Medical-Surgical Nursing, (dr. H. Y. Kuncara. dkk: penerjemah), volume
2,edisi VIII, Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai