Anda di halaman 1dari 18

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Persentasi Kasus :
SMF PENYAKIT THT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

I.

Nama Mahasiswa

: Kristalenta Lamey

TandaTangan :

NIM

:11-2015-469

Dokter Pembimbing

: dr. Arroyan Wardana, Sp.THT ...................

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap

: Euis Suryani

Jenis kelamin : Perempuan

Umur

: 24 tahun

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Karyawan

Pendidikan

: SMA

Alamat

: Jl.Warahan 3 gang 12

Menikah

: Belum Menikah

ANAMNESA
Diambil Secara

: Autoanamnesis

Pada tanggal

: 4 Agustus 2016

Keluhan utama

: Sakit pada tenggorokan

Keluhan tambahan

: Flu dan demam

Jam

: 10.30 WIB

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :


Pasien merasa Sakit pada tenggorokan sejak 4 minggu yang lalu. Keluhan sakit dari
ringan , makin lama makin memberat dan menetap. Keluhan disertai dengan Flu dan
demam. Pasien mengeluhkan nafsu makan menurun karena sakit pada tenggorokan
dirasa mengganggu terutama saat menelan. Suara juga menjadi semakin serak.
Dua minggu SMRS pasien sering merasakan nyeri tenggorokan dan sulit
menelan makanan. Pasien juga mengatakan flu yang disertai demam.

Sepuluh hari SMRS Pasien datang ke Puskesmas diberi obat Antibiotik, obat
penurun demam dan Vitamin C tablet dan cek darah lengkap di labolatorium tetapi
keluhan tidak membaik dan hasil cek darah lengkap masih dalam batas normal.
Hari ini pasien datang ke RS Koja dan setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan
klinis didapatkan Tonsil T3-T3. Pasien dianjurkan operasi dan diarahkan konsul ke
bagian IPD dan ANASTESI.
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Pasien mengatakan sering radang tenggorokan sejak kecil. Pasien suka
mengkonsumsi minuman dingin. Riwayat alergi udara dingin, riwayat sering sakit
gigi bahkan riwayat TBC atau penyakit paru lainnya tidak dimiliki oleh pasien. Pasien
menceritakan bahwa ketika pasien terlalu minum air dingin, pasien suka merasa
seperti tenggorokan ada yang mengganjal dan akhirnya menjadi nyeri.
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :
Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan seperti pasien.
Riwayat Personal-Sosial :
Pasien bercerita bahwa rumah pasien tinggal selalu dijaga kebersihannya, dan
ventilasi di rumah cukup memadai.
PEMERIKSAAN FISIK
Suhu : Febris Nafas : 18x/menit

Nadi

:80 kali/menit

TELINGA
Bentuk daun telinga

KANAN
Normal, tidak
radang,

atau

KIRI
tofus, Normal,

ada

fistule radang,

tidak

ada

atau

tofus,
fistule

pre/retroaurikula
Kelainan congenital
Tidak tampak
Radang, Tumor
Tidak tampak
Nyeri tekan tragus
Negative
Penarikan daun telinga
Tidak ada nyeri
Kelainan
pre-,
infra-, Tidak tampak

pre/retroaurikula
Tidak tampak
Tidak tampak
Negative
Tidak ada nyeri
Tidak tampak

retroaurikula
Region mastoid
Liang telinga

Normal, tidak ada radang


Tampak serumen

Normal, tidak ada radang


Tampak serumen

Membrane tympani

Utuh, reflek cahaya positif Utuh, reflek cahaya positif


arah jam 5

arah jam 7

KANAN
Positif
Tidak ada lateralisasi
Tidak dilakukan
Normal

KIRI
Positif
Tidak ada lateralisasi
Tidak dilakukan
Normal

TES PENALA
Rinne
Weber
Swabach
Penala yang dipakai

Kesan : Pendengaran pasien dalam batas normal


HIDUNG

Bentuk
: tidak ada malformasi atau krepitasi
Tanda peradangan
: tidak ada tanda peradangan
Daerah sinus Fromtalis dan Maxillaris: normal tidak ada rasa nyeri
Vestibulum
: tampak secret, tidak tampak krusta atau
furunkel
Cavum nasi
: tampak lapang pada kedua cavum nasi
Konka inferior kanan
:eutrofi dan berwarna merah muda
Konka inferior kiri
: eutrofi dan berwarna merah muda
Meatus nasi inferior kanan
:meatus nasi tampak merah muda, tidak
ada sekret
Meatus nasi inferior kiri
: meatus nasi tampak merah muda, tidak
secret

Konka medius kanan

Konka medius kiri

: tampak eutrofi dengan mukosa merah


muda serta tidak ada sekret
: tampak eutrofi dengan mukosa merah

Meatus nasi medius kanan

muda serta tidak ada sekret


: meatus nasi tampak merah muda tidak

Meatus nasi medius kiri

ada sekret pada muara tuba


: meatus nasi tampak merah muda tidak

Septum nasi

ada sekret pada muara tuba


: tidak tampak adanya deviasi

RHINOPHARYNX
Koana
Septum nasi posterior
Muara tuba eustachius
Tuba eustachius
Torus tubarius

:tidak dilakukan
:tidak dilakukan
:tidak dilakukan
:tidak dilakukan
: tidak dilakukan

Post nasal drip

:tidak dilakukan

PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI
Sinus frontalis kanan, grade
: tidak dilakukan
Sinus frontalis kiri, grade
: tidak dilakukan
Sinus maxillaries kanan, grade
: tidak dilakukan
Sinus maxillaries kiri, grade
: tidak dilakukan

TENGGOROKAN
PHARYNX
Dinding pharynx
: tidak tampak mukosa pharynx kemerahan
Arcus
: tidak tampak kelainan
Tonsil
: tonsil T1-T1, tidak tampak kripta yang melebar dan

detritus
Uvula

: letaknya ditengah, tidak ada hiperemis, edema, atau

Gigi

pemanjangan
: struktur gigi banyak yang berlubang

LARYNX
Epiglottis
Arytenoid
Pita suara
Rima glotidis
Cincin, trachea
Sinus piriformis
Kelenjar limfe submandibula dan cervical

: tidak dilakukan
:tidak dilakukan
:tidak dilakukan
:tidak dilakukan
:tidak dilakukan
:tidak dilakukan
:tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto rontgen sinus paranasal:
o Sinus frontalis kanan kiri normal
o Sinus ethmoidalis kanan kiri normal
o Sinus maksilaris kanan tertutup perselubungan homogen, kiri normal.
o Sinus sphenoidalis kanan kiri tertutup perselubungan homogen
o Septum nasi di tengah
o Tampak dilatasi chonca nasi inferior kiri
Kesan : Sinusitis maksilaris kanan dan sphenoidalis bilateral
Dilatasi chonca nasi inferior kiri
2. CT-Scan SPN + Kontras
RESUME
1. Subjective
Dari anamnesis didapatkan data , seorang perempuan berusia 31 tahun datang
dengan keluhan hidung kanan yang tersumbat menetap sejak 6 bulan yang lalu
4

disertai keluarnya cairan bening yang kadang bercampur darah encer, penciuman
berkurang, dan suara menjadi sengau. Dua minggu SMRS pasien merasakan sakit
kepala, yang mengganggu dan nyeri di daerah dekat kantong mata kanan. Sepuluh
hari SMRS Pasien datang ke RSUD Koja diberi obat semprot hidung dan dianjurkan
untuk foto rontgen SPN . Keluhan tidak membaik. Enam hari SMRS pasien datang
lagi ke RS Koja dan dianjurkan untuk CT-Scan SPN dengan kontras. Hari ini pasien
datang ke RS dengan keluhan yang sama dan membawa hasil CT-Scan SPN.
Dari riwayat penyakit dahulu didapatkan pasien sering bersin-bersin yang
tidak menentu waktunya sejak 3 tahun yang lalu. Pasien memiliki alergi terhadap
seafood.
2. Objective
Dari pemeriksaan fisik melalui endoskopi didapatkan tampak massa berwarna
putih keabu-abuan yang berasal dari muara sinus maksilaris. Dari hasil pemeriksaan
rontgen sinus paranasalis didapatkan hasil sinusitis maksilaris kanan dan spenoidalis
bilateral, dilatasi chonca nasi inferior kiri. Dari hasil CT-scan didapatkan gambaran
massa dari sinus maksilaris kanan.
3. Assesment
Working Diagnosis (WD)
o Polip Antrokoanal
Dasar Diagnosis : keluhan hidung kanan yang tersumbat menetap, disertai
dengan rinorea, hiposmia dan suara menjadi sengau. Dari hasil
pemeriksaan fisik tampak massa berwarna putih keabu-abuan yang
berasal dari muara sinus maksilaris. Pada pemeriksaan CT-Scan tampak
gambaran massa jaringan lunak yang memenuhi sinus maksila kanan dan
meluas melalui ostium sinus maksila ke kavum nasi.
Differential Diagnosis (DD)
o Papiloma Skuamosa
Dasar Diagnosis : Secara makroskopis mirip dengan polip tetapi lebih
vaskular, padat dan tidak mengkilat.
o Angiofibroma Nasofaring
Dasar Diagnosis : Hidung tersumbat progresif, rinorea kronis, gangguan
penciuman.
o Hipertrofi konka
Dasar Diagnosis : Hidung tersumbat

4. Planning
Nasacort nasal spray (2x2puff)
Metilprednosolon 4mg (3x1)
Cefixime (2x1)
Anjuran
Jika mengganggu dan tidak respon terhadap pengobatan yang adekuat
dapat dilakukan polipektomi dengan tindakan BSEF (Bedah Sinus Endoskopi
Fungsional)
PROGNOSIS
Ad Vitam

: Bonam

Ad Functionam

: dubia ad bonam

Ad Sanationam

: dubia ad bonam

Tinjauan Pustaka
Polip antrokoanal adalah suatu lesi polipoid jinak yang berasal dari mukosa
antrum sinus maksila yang inflamasi dan udematus, dapat meluas ke koana.
Terbanyak berasal dari mukosa dinding antrum bagian posterior. Polip ini juga dikenal
sebagai Killians polyps karena ia pertama kali ditemukan oleh Killian pada tahun
1753. Polip antrochoanal (ACP) terdiri dari 2 komponen yaitu komponen kistik dan
padat. Etiopatogenesis polip antrokoanal sampai saat ini masih kontroversi. Polip
antrokoanal banyak ditemukan pada anak dan dewasa muda dengan gejala utama
hidung tersumbat unilateral dan rinore. Nasoendoskopi dan tomografi komputer
merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosis polip antrokoanal.1
Etiologi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi
alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum
diketahui dengan pasti tetapi ada keragu raguan bahwa infeksi dalam hidung atau
sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal
dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian
menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak
mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak
mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang
dewasa dan jarang pada anak anak. Pada anak anak, polip mungkin merupakan
gejala dari kistik fibrosis.2
Etiologi polip antrochoanal (ACP) belum diketahui pasti. Sinusitis kronis
(65%) dan alergi seperti rinitis alergi (70%) ditemukan mempunyai hubungan dengan
terjadinya

ACP.

Sinusitis maksila

menghalangi fungsi mukosiliar dari

dan penyakit

mukosa

sinus.

kompleks

ostiomeatal

Beberapa

penelitiann

menunjukkan kemungkinan peran aktivator dan inhibitor urokinase plasminogen dan


peran metabolit asam arakidonat dalam patogenesis ACP. Yang dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya polip antara lain :
1. Alergi terutama rinitis alergi.
7

2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. infeksi
5. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi
konka2
Patofisiologi
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat
di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler,
sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa
yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung
sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.3
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab
tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama,
vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa.
Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk
suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus
etmoid. Setelah polip terus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini
terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh
orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis
alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim
sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip
akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.3
Gejala Klinis 4
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di
hidung. Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat
keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau
anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan
terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore. Bila penyebabnya adalah
alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung.
Pada rinoskopi anterior polip hidung seringkali harus dibedakan dari konka
hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaan antara polip dan konka
polipoid ialah
8

i. Polip :

Bertangkai

Mudah digerakkan

Konsistensi lunak

Tidak nyeri bila ditekan

Tidak mudah berdarah

Pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin) tidak mengecil.

ii. Polip antrokhoanal :

Rasa sumbatan di hidung.


Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya.

Hiposmia atau anosmia

Epistaksis

Mendengkur

Nyeri pada pipi

Sleep apneu

Nyeri kepala

Post nasal drip

Bernafas dengan mulut


Timbulnya gejala biasanya pelan dan insidius, dapat juga tiba-tiba dan cepat

setelah infeksi akut. Sumbatan di hidung adalah gejala utama yang dirasakan semakin
memberat. Sering juga ada keluhan pilek lama yang tidak sembuh-sembuh, suara
sengau, serta sakit kepala. Pada sumbatan hidung yang hebat dapat menimbulkan
gejala hiposmia bahkan anosmia, dan rasa berlendir di tenggorok. 4
Diagnosis 5
Dari anamnesis ditemukan adanya sumbatan hidung unilateral disertai nasal
discharge, kadang-kadang disertai dengan nyeri kepala, serta ditemukannya massa
polipoid pada hidung melalui rinoskopi anterior dan/atau posterior, dari pemeriksaan
fisik biasanya mengarah kepada polip antrokoanal yaitu ditemukannya polip yang
berasal dari mukosa sinus maksilaris dengan pertumbuhannya kedalam ostium sinus
maksilaris hingga mencapai koana posterior dan polip terlihat di nasofaring.

Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga
hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi
anterior dapat terlihat adanya massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus
medius dan mudah digerakkan.
Pembagian polip nasi menurut Mackay dan Lund:
a. Grade 0 : Tidak ada polip
b. Grade 1 : Polip terbatas pada meatus media
c. Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media, tampak di rongga hidung tapi
belum menyebabkan obstruksi total
d. Grade 3 : Polip sudah menyebabkan obstruksi total
Pemeriksaan radiologis mengunakan CT-Scan dan MRI (jarang) dapat
membantu menegakkan diagnosis

polip antrokoanal. Pada CT-Scan biasanya

ditemukan gambaran massa jaringan lunak pada antrum yang sampai ke bagian
hidung dan nasofaring. Pemeriksaan CT-Scan juga diperlukan untuk mengevaluasi
perluasan penyakit serta hubungannya dengan kelainan etmoidal, yang nantinya akan
membantu untuk merencanakan terapi.
Pemeriksaan Penunjang 5
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah naso-endoskopi. Polip
stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior
tetapi tampak dengan pemneriksaan nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga
sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.
Foto polos sinus paranasal ( posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus,
namun kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat
untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses
radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada KOM.
1) Naso-endoskopi
Naso-endoskopi memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip
berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak
terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksan
naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang

10

berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi dapat juga
dilakukan biopsi.
2) Pemeriksaan radiologi
Foto polos sinus paranasal (AP, caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan
penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus, tetapi
pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip.
3) CT scan
Sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus
paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada komplek
osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi
dengan medikamentosa.
Penatalaksanaan 6
MEDIKA MENTOSA
Satu-satunya pengobatan yang efektif untuk polip nasal adalah kortikosteroid.
Baik bentuk oral maupun topikal, memberikan respon anti inflamasi non-spesifik.
yang mengurangi ukuran polip dan mengurangi gejala sumbatan hidung. Obat-obatan
lain tidak memberikan dampak yang berarti.Selain itu, terapi medika mentosa juga
bertujuan untuk menunda selama mungkin perjalanan penyakit, mencegah
pembedahan dan mencegah kekambuhan setelah prosedur pembedahan.
a. Kortikosteroid oral
Pengobatan yang telah teruji untuk sumbatan yang disebabkan polip nasal
adalah kortikosteroid oral seperti prednison. Agen anti inflamasi non-spesifik ini
secara signifikan mengurangi ukuran peradangan polip dan memperbaiki gejala
lain secara cepat. Tetapi masa kerja sebentar dan polip sering tumbuh kembali dan
munculnya gejala yang sama dalam waktu mingguan hingga bulanan.
b.

Kortikosteroid topikal hidung atau nasal spray


Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya diberikan kortikosteroid intranasal
selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik, pengobatan ini diteruskan sampai polip
atau gejalanya hilang.Respon anti-inflamasi non-spesifiknya secara teoritis
mengurangi ukuran polip dan mencegah tumbuhnya polip kembali jika digunakan
berkelanjutan. Tersedia semprot hidung steroid yang efektif dan relatif aman untuk

11

pemakaian jangka panjang dan jangka pendek seperti fluticson, mometason,


budesonid dan lain-lain. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid intranasal
mungkin harganya mahal dan tidak terjangkau oleh sebagian pasien, sehingga
dalam keadaan demikian langsung diberikan kortikosteroid oral.
c. Kortikosteriod sistemik
Pengunaan kortikosteroid sistemik jangka pendek merupakan metode
alternatif untuk menginduksi remisi dan mengontrol polip. Berbeda dengan steroid
topikal, steroid sistemik dapat mencapai seluruh bagian hidung dan sinus, termasuk
celah olfaktorius dan meatus media dan memperbaiki penciuman lebih baik dari
steroid topikal. Penggunaan steroid sistemik juga dapat merupakan pendahuluan
dari penggunaan steroid topikal dimana pemberian awal steroid sistemik bertujuan
membuka obstruksi nasal sehingga pemberian steroid topikal spray selanjutnya
menjadi lebih sempurna.
d. Antibiotik
Polip nasi dapat menyebabkan obstruksi dari sinus yang berakibat timbulnya
infeksi. Pengobatan infeksi dengan antibiotik akan mencegah perkembangan polip
lebih

lanjut

dan

mengurangi

Pemilihan antibiotik dilakukan

perdarahan

selama

berdasarkan kekuatan daya

pembedahan.
bunuh dan

hambat terhadap spesies staphylococcus, dan golongan anaerob yang


merupakan mikroorganisme tersering yang ditemukan pada sinusitis kronik. Kalau
ada tanda-tanda infeksi harus diberikan juga antibiotik. Pemberian antibiotik pada
kasus polip dengan sinusitis sekurang-kurangnya selama 10-14 hari.
Follow up

Pasien dengan gejala minimal dapat dimonitor sekali setahun atau dua kali setahun.
Pasien dengan gejala obstruktif yang mengganggu memerlukan follow up yang

lebih
sering, terutama jika mereka sedang menerima kortikosteroid oral dosis tinggi atau
menggunakan semprot hidung steroid topikal dalam jangka lama.
Intervensi bedah pada polip nasal dipertimbangkan setelah terapi medikamentosa
gagal dan untuk pasien dengan infeksi / peradangan sinus berulang yang
memerlukan perawatan dengan berbagai antibiotik.
NON-MEDIKA MENTOSA 7

12

Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip
yang sangat masif dipertimbangkan untuk terapi bedah. . Terapi bedah yang dipilih
tergantung dari luasnya penyakit (besarnya polip dan adanya sinusitis yang
menyertainya), fasilitas alat yang tersedia dan kemampuan dokter yang menangani.
Indikasi Operasi

Polip menghalangi saluran nafas.


Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksisinus.
Polip berhubungan dengan tumor.
Pada anak-anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitis

yang

gagal pengobatan maksimum dengan obat- obatan.


Kontraindikasi Operasi

Absolut- penyakit jantung dan penyakit paru


Relatif- gangguan pendarahan, anemia, infeksi akut yang berat (eksaserbasi asma
akut)

Tindakan Pra-Operasi
Pra-operasi kondisi pasien perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Kondisi
pasien yang hipertensi, memakai obat-obat antikoagulansia juga harus diperhatikan,
demikian pula yang menderita asma dan lainnya. Menjelang operasi, selama 4 atau 5
hari sebelum operasi pasien diberi antibiotik dan kortikosteroid sistemik dan lokal.
Hal ini penting untuk mengeliminasi bakteri dan mengurangi inflamasi, karena
inflamasi akan menyebabkan edema dan perdarahan yang banyak, yang akan
mengganggu kelancaran operasi.
Kortikosteroid juga bermanfaat untuk mengecilkan polip sehingga operasinya
akan lebih mudah dijalankan.
Naso-endoskopi prabedah untuk menilai anatomi dinding lateral hidung dan
variasinya. Pada pemeriksaan ini operator dapat menilai kelainan rongga hidung,
anatomi dan variasi dinding lateral misalnya meatus medius sempit karena deviasi
septum, konka media bulosa, polip meatus medius, konka media paradoksikal dan
lainnya. Sehingga operator bisa memprediksi dan mengantisipasi kesulitan dan
kemungkinan timbulnya komplikasi saat operasi. Pada polip stadium 1 dan 2 kadangkadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan
pemeriksaan nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai
polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.

13

Foto polos sinus paranasal (posisi waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus,
namun kurang bermanfaat pada kasus polip.
CT scan sinus paranasal diperlukan untuk mengidentifikasi penyakit dan
perluasannya serta mengetahui landmark dan variasi anatomi organ sinus paranasal
dan hubungannya dengan dasar otak dan orbita serta mempelajari daerah-daerah
rawan tembus ke dalam orbita dan intra kranial. Konka-konka, meatus-meatus
terutama meatus media beserta kompleks ostiomeatal dan variasi anatomi seperti
kedalaman fossa olfaktorius, adanya sel Onodi, sel Haller dan lainnya perlu diketahui
dan diidentifikasi, demikian pula lokasi a.etmoid anterior, n.optikus dan a.karotis
interna penting diketahui.
Terapi pembedahan bertujuan menghilangkan obstruksi hidung dan mencegah
kekambuhan. Oleh karena sifatnya yang rekuren, kadang-kadang terapi pembedahan
juga

mengalami

kegagalan

dimana

7-50%

pasien

yang

menjalani

pembedahan akan mengalami kekambuhan.


Terapi pembedahan dapat dilakukan:
1) Polipektomi
Sebelum polipektomi hidung dilakukan, perlu diberikan premedikasi
dan anestesi topikal memadai. Kawat pengait kemudian dilingkarkan
pada tangkai polip tanpa perlu diikatkan erat-erat, kemudian polip
dengan tangkai dan dasar pedikel seluruhnya ditarik bersamaan. Infeksi
sinus akibat tangkai polip yang menyumbat ostium, biasanya mereda
lebih cepat setelah polipektomi. Jika polip kembali kambuh dan disertai
sinusitisrekurens, mungkin terdapat indikasi koreksi bedah terhadap
penyakit sinus.
2) Etmoidektomi
Etmoidektomi,artinya di samping mengangkat polip yang berada
dalam hidung, diangkat juga polip yang berada di dalam sinus
paranasalis. Jadi kita berusaha untuk membersihkan sampai ke akar-akarnya.
Keuntungan cara operasi ini adalah kans residif lebih kecil dan kalau memang
terjadi, maka jangka waktunya cukup lama. Kerugian operasi ini ialah prosedur operasi
lebih sukar dan waktu perawatan lebih panjang serta resiko komplikasi post operasi
relatif lebih besar. Operasi Etmoidektomi di bagi menjadi dua yaitu:
1) Etmoidektomi Intranasal

14

Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia). Dapat juga


dengan bius lokal (analgesia). Setelah konka media di dorong ke tengah, maka
dengan cunam sel etmoid yang terbesar ( bula etmoid ) dibuka. Polip yang
ditemukan dikeluarkan sampai bersih. Sekarang tindakan ini dilakukan dengan
menggunakan endoskop,sehigga apa yang akan dikerjakan dapat dilihat dengan
baik. Perawatan pasca-bedah yang terpenting ialah memperhatikan kemungkinan
perdarahan.
2) Etmoidektomi Ekstranasal
- Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di daerah itu sinus etmoid
dibuka, kemudian dibersihkan.
3) Operasi Caldwell-Luc
Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan menembus tulang pipi.
Supaya tidak terdapat cacat di muka, maka insisi dilakukan di bawah bibir, di bagian
superior ( atas ) akar gigi geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas tulang pipi
diangkat kearah superior, sehingga tampak tulang sedikit di atas cuping hidung, yang
disebut fosa kanina.
4) Bedah Sinus Endoskopi Fungsional(BSEF)
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional(BSEF) merupakan teknik yang lebih baik
tidak hanya membuang polip tapi juga membuka celah di meatus media, yang
merupakan tempat asal polip yang tersering sehingga akan membantu mengurangi
angka kekambuhan.
Indikasi umumnya adalah untuk rinosinusitis kronik atau rinosinusitis akut
berulang dan polip hidung yang telah diberi terapi medikamentosa yang optimal.
Indikasi lain BSEF termasuk didalamnya adalah rinosinusitis dengan komplikasi
dan perluasannya, mukokel, sinusitis alergi yang berkomplikasi atau sinusitis
jamur yang invasif dan neoplasia.

Differential Diagnosis
Papiloma Squamosa 5
Secara makroskopik mirip dengan polip, tetapi lebih vaskular, padat dan tidak
mengikat. Ada 2 jenis papiloma, pertama eksofitik atau fungiform dan kedua

15

endofitik disebut papiloma inverted. Papiloma inverted ini sangat invasif, dapat
merusak jaringan disekitarnya. Tumor ini sangat cenderung untuk residif dan dapat
berubah menjadi ganas.
Angiofibroma Nasofaring 5
Angiofibroma nasofaring adalah tumor jinak pembuluh darah di nasofaring
yang secara histologik jinak , secara klinis bersifat ganas, karena mempunyai
kemampuan mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya, seperti sinus
paranasal, pipi, mata dan tengkorak serta sangat mudah berdarah yang sulit
dihentikan.
Patogenesis
Tumor pertama kali tumbuh di bawah mukosa di tepi sebelah posterior dan
lateral koana di atap nasofaring. Tumor akan tumbuh besar dan meluas di bawah
mukosa, sepanjang atap nasofaring, mencapai tepi posterior septum dan meluas ke
arah bawah membentuk tojolan massa di atap rongga hidung posterior. Perluasan ke
arah anterior akan mengisi rongga hidung, mendorong septum ke sisi kontralateral
dan memipihkan konka. Pada perluasan kearah lateral, tumor melebar ke arah
foramen sfenopalatina, masuk ke fisura pterigomaksila dan akan mendesak dinding
posterior sinus maksila. Bila meluas terus, akan masuk ke fosa intratemporal yang
akan menimbulkan benjolan di pipi dan rasa penuh di wajah.
Diagnosis
Diagnosis biasanya hanya ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Gejala yang
paling sering ditemukan (lebih dari 80%) ialah hidung tersumbat yang progresif dan
epistaksis berulang yang masif. Adanya obstruksi hidung memudahkan terjadinya
penimbunan secret, sehingga timbul rinorea kronis yang diikuti oleh gangguan
penciuman.Tuba eustachius akan menimbulkan ketulian atau otalgia. Sefalgia hebat
menunjukkan bahwa tumor sudah meluas ke intracranial.
Pada pemeriksaan fisik rinoskopi posterior akan terlihat massa tumor yang
konsistensinya kenyal, warnanya bervariasi dari au-abu sampai merah muda. Bagian
tumor yang terlihat di nasofaring biasanya diliputi oleh selaput lender berwarna
keunguan, sedangkan bagian yang meluas keluar nasofaring berwarna putih atau abuabu.
Hipertrofi Konka

16

Gejala pada hipertrofi konka adalah hidung tersumbat. Hipertrofi adalam pembesaran
dari organ atau jaringan karena ukuran selnya yang meningkat. Penyebab hipertrofi
konka adalah rhinitis alergi dan non alergi(vasomotor rhinitis) dan kompensasi dari
septum deviasi kontralateral.
Prognosis1
Rekurensi polip nasi merupakan suatu masalah yang masih dihadapi oleh para
ahli. Angka rata-rata terjadinya rekurensi sangat bervariasi. Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Drake dkk selama 2 tahun menunjukkan bahwa 5% pasien memiliki
riwayat polipektomi lima kali atau lebih. Sangat sulit untuk mempelajari faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap terjadinya kekambuhan. Diperkirakan bahwa pasien yang
mengalami polip pada usia yang lebih muda dan memiliki riwayat keluhan hidung yang
lama biasanya lebih besar berkemungkinan mengalami kekambuhan. Pasien dengan
penyakit nasal yang berat sering membutuhkan operasi yang lebih besar. Namun hal ini
tidak menurunkan angka kemungkinan terjadinya kekambuhan. Pasien dengan asma akan
mengalami kekambuhan yang lebih sering pada umumnya, dan apabila juga terdapat
hipersensitivitas terhadap aspirin akan lebih bertambah lagi kemungkinannya.
Polip nasi mirip seperti gulma. Sangat sulit untuk dieradikasi secara tuntas. Oleh
sebab itu, tujuan dari manajemennya adalah mengontrol gejala. Apabila pasien hanya
memiliki gejala minimal, terapi pun dapat minimal. Apabila gejalanya lebih berat,
terapinya pun harus lebih luas. Terapi medis maupun bedah keduanya tidak menjamin
polip tidak akan kembali lagi. Namun akan sangat meningkatkan kualitas hidup individu.

Daftar Pustaka
1. PL Dhingra. Disease of Ear, Nose & Throat. 5th Edition. New Delhi. Elsevier.
2010

17

2. Soepardi, Efiaty. Hadjat, Fachri. Iskandar, Nurbaiti. Penatalaksanaan dan


Kelainan Telinga Hidung Tenggorok edisi II. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta
2010
3. Calderon, Devalia, Davies. Biology of Nasal Epithelium dalam Nasal
Polyposis. Copenhagen: Munksgaard,1997. 31-41
4. Kapita Selekta Kedokteran edisi III jilid I. Penerbit Media Aesculapius FK-UI
2010.
5. Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok edisi VI cetakan 1. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta
2007.h.101-102
6. Archer. Nasal Polyps, Non surgical treatment. http://emedicine.com
7. Adams, George. Boies, Lawrence. Higler, Peter. Buku Ajar Penyakit Telinga
Hidung Tenggorok. Ed.6. Jakarta :EGC.1997.h 173-94

18

Anda mungkin juga menyukai