Anda di halaman 1dari 36

ABSES LEHER

DALAM
Rio Yansen Cikutra
112015140

Pendahuluan

Terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai


akibat penjalaran infeksi (gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga
tengah dan leher).

Nyeri tenggorok, demam, terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher


curiga abses leher dalam.

Kebanyakan kuman penyebab adalah golongan Streptococcus,


Staphylococcus, kuman anaerob Bacteroides atau kuman campuran.

Abses leher dalam dapat berupa:

abses peritonsil

abses retrofaring

abses parafaring

abses submandibula

angina Ludovici (Ludwigs Angina)

Anatomi Mulut

Anatomi Faring

Ruang Retrofaring, Parafaring,


Submandibula

Vaskularisasi Tonsil

Abses Peritonsil

Definisi : Akumulasi pus terlokalisir di jaringan peritonsil yang terbentuk


akibat dari tonsilitis supuratif.

Terbentuk dari jaringan ikat longgar cepat membentuk material


purulen.

Inflamasi dan supurasi progresif bisa menyebar langsung melibatkan


palatum mole, dinding lateral faring, dan kadang-kadang dasar dari
lidah.

Epidemiologi : di Amerika Serikat adalah sekitar 30 kasus per 100.000


orang per tahun, tidak ada predileksi jenis kelamin ataupun ras, hanya
1/3 kasus yang terjadi pada anak.

Etiologi : komplikasi tonsilitis akut, biasanya bakteri aerob dan anaerob.


Streptococcus beta hemolyticus yang paling sering, Staphlococcus,
Pneumococcus, dan Haemophilus.

Patofisiologi : kelanjutan dari episode tonsilitis eksudatif peritonsilitis


abses.

Proses : Infiltrat edema hiperemis supurasi

Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan uvula ke arah


kontralateral.

Gejala : demam, nyeri tenggorok, odinofagia, hipersalivasi, otalgia,


suara bergumam (hot potato voice), foetor ex ore, trismus (iritasi pada
m.pterigoid interna)

Pemeriksaan Penunjang :

Pemeriksaan Lab:
Darah perifer lengkap, elektrolit, kultur darah.
Tes Monospot
Kultur swab tenggorok

Pemeriksaan Radiologi:
Foto X-Ray Leher AP/Lateral
CT-Scan (kumpulan cairan hipodens pada apex tonsil yang terkena, dengan
penebalan pinggiran)
USG

Aspirasi jarum

Diagnosis

Pembengkakan unilateral area peritonsil, trismus, deviasi uvula,


disposisi inferior kutub superior dari tonsil yang terkena

Penatalaksanaan

Medikamentosa

Cairan IV (intake sulit, dehidrasi)

Analgetik, antipiretik

Antibiotik (seharusnya menunggu hasil kultur).

Antibiotik empiris : penisilin IV dosis tinggi, cephalexin atau sefalosporin lain


(dengan atau tanpa metronidazol).

Alternatif lain : (1) cefuroxime or cefpodoxime (dengan atau tanpa metronidazol),


(2) klindamisin, (3) trovafloxacin, atau (4) amoksisilin/klavulanat

Dosis penisilin dewasa 600 mg IV tiap 6 jam selama 12-24 jam, dan anak 12.50025.000 U/Kg tiap 6 jam

Metronidazole dosis awal dewasa 15 mg/kg dan maintenance dose 6 jam setelah
dosis awal dengan infus 7,5 mg/kg selama 1 jam diberikan selama 6-8 jam dan
tidak boleh lebih dari 4 gr/hari.

Antibiotik diberikan selama 7-10 hari, boleh peroral jika sudah bisa intake oral.

Steroid (kontroversial) : mengurangi waktu rawat inap, nyeri tenggorok, demam,


dan trismus

Kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres dingin pada leher

Penatalaksanaan

Bedah

Aspirasi Jarum

Insisi dan Drainase

Tonsilektomi

Tonsilektomi a Chaud dilakukan bersama-sama dengan


drainase abses.

Tonsilektomi a tiede dilakukan 3-4 hari setelah drainase

Tonsilektomi a froid dilakukan 4-6 minggu setelah drainase

Pada umumnya dilakukan setelah 2-3 minggu, sesudah infeksi


tenang.

Komplikasi

Abses pecah spontan perdarahan, aspirasi paru atau piemia.

Abses parafaring mediastinitis.

trombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.

Angina Ludovici.

Perdarahan saat intraoperatif.

Prognosis

Kebanyakan pasien yang diobati dengan antibiotik dan drainase adekuat


sembuh dalam beberapa hari.

Keluhan berulang/ tidak membaik tonsilektomi

Abses Retrofaring

Peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah retrofaring

sumber infeksi : infeksi di hidung, adenoid, nasofaring, sinus paranasal,


ISPA menyebar ke kelenjar limfe retrofaring, Trauma (tulang
ikan/tindakan medis), Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas
(abses dingin).

biasanya pada anak yang berusia di bawah 5 tahun, usia >6 tahun
kelenjar limfe atrofi.

Abses di ruang ini dapat disebabkan oleh organisme berikut:

Organisme aerob, seperti streptococcus beta hemolitikus dan Staphylococcus


aureus.

Organisme anaerob, seperti Bacteroides dan Veillonella.

Organisme Gram negatif, seperti Haemophilus parainfluenzae dan Bartonella


henselae.

Gejala dan Tanda

Rasa nyeri dan sukar menelan

Demam

Leher kaku

Sesak napas, stridor

Dinding belakang faring tampak benjolan, biasanya unilateral.

Mukosa terlihat bengkak dan hiperemis

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Lab :

Darah Lengkap

Kultur darah dan pus.

Pemeriksaan radiologi :

X-Ray Leher lateral (pelebaran jaringan lunak retrofaring)

Foto x-ray dada untuk melihat pneumonia aspirasi dan mediastinitis

CT-Scan leher (lesi hipodens pada ruang retrofaringeal dengan penebalan


cincin perifer)

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi saluran napas


bagian atas atau trauma, gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan
penunjang foto Rontgen jaringan lunak leher lateral.

Foto Rontgen akan tampak pelebaran ruang retrofaring > 7 mm pada


anak dan dewasa, serta pelebaran retrotrakeal > 14 mm pada anak dan
> 22 mm pada orang dewasa

Penatalaksanaan

Medikamentosa

Antibiotika dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob

Simptomatik

Non Medikamentosa

Insisi dan drainase (posisi tredelenburg)

Komplikasi
penjalaran ke ruang parafaring, ruang vaskuler visera
mediastinitis
obstruksi jalan napas sampai asfiksia
pneumonia aspirasi dan abses paru
dislokasi atlantooksipital
abses epidural
sepsis
erosi vertebra servikal 2 dan 3
defisit nervus kranialis (nervus IX-XII ada di dalam fasia servikalis)
trombosis septik sekunder dari erosi ke dalam arteri karotid
kompresi arteri karotid dan vena jugularis interna
palsi nervus fasialis

Prognosis
Prognosis baik jika ditangani secara cepat dan tanpa komplikasi. Tingkat
kematian bisa setinggi 40-50% jika pasien mengalami komplikasi serius.

Abses Parafaring

Peradangan yang disertai pembentukan pus pada ruang parafaring

Etiologi:

Langsung : tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi

Supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus
paranasal, mastoid, dan vertebra servikal.

Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring, atau submandibula.

Gejaala : trismus, edema angulus mandibula, demam tinggi, edema


dinding lateral faring, odinofagia, dan disfagia

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Lab :

Darah lengkap

Kultur

Pemeriksaan Radiologi :

X-Ray Leher AP/Lateral dan Thorax

CT-Scan

Penatalaksanaan

Medikamentosa

Antibiotika dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob

Simptomatik

Non Medikamentosa

Insisi dan drainase (Insisi Mosher)

Komplikasi

Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke


bawah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum

tromboflebitis atau septikemia

Abses Submandibula

Peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah submandibula

Etiologi :

Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur, atau
kelenjar limfa submandibula

Campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif


anaerob.

Kuman aerob yang sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp,


Haemofilus influenza, Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis,
Klebsiell sp, Neisseria sp.

Kuman anaerob yang sering ditemukan adalah kelompok batang gram


negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium.

Gejala : demam, nyeri leher, edema di bawah mandibula, edema di


bawah lidah, trismus

Pemeriksaan fisik : pembengkakan di daerah submandibula, fluktuatif,


dan nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material yang bernanah atau
purulent (merupakan tanda khas).

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Lab :

Darah lengkap

Kultur

Pemeriksaan Radiologi :

X-Ray Leher AP/Lateral dan Thorax

CT-Scan

Penatalaksanaan

Medikamentosa

Antibiotika dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob

Simptomatik

Non Medikamentosa

Insisi dan drainase.

Angina Ludovici

Infeksi ruang submandibula berupa selulitis (peradangan jaringan ikat)


dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula,
tidak membentuk abses, sehingga keras pada perabaan submandibula.

Karakter spesifik : melibatkan dasar mulut serta kedua ruang


submandibularis (sublingualis dan submaksilaris) pada kedua sisi
(bilateral).

Etiologi : berasal dari gigi atau dasar mulut, oleh kuman aerob dan
anaerob.

90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh odontogen baik melalui


infeksi dental primer, post-ekstraksi gigi maupun oral hygiene yang
kurang.

Gejala : nyeri tenggorok dan leher, edema submandibula, hiperemis,


dan keras pada perabaan

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Lab :

Darah lengkap

Kultur

Pemeriksaan Radiologi :

X-Ray Leher AP/Lateral, Thorax, Panoramik

CT-Scan

USG

Penatalaksanaan

3 fokus utama:

1. menjaga patensi jalan napas.


2. terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan
membatasi penyebaran infeksi.
3. dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.
Trakeostomi, intubasi, fiber-optic Endotracheal Tube
Pemberian dexamethasone IV selama 48 jam, diawali dengan dosis
10mg, lalu diikuti dengan pemberian dosis 4 mg tiap 6 jam selama 48
jam.
Antibiotik IV Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta unit IV terbagi setiap 4
jam) merupakan lini pertama pengobatan angina Ludwig, dapat
dikombinasi dengan metronidazol

Eksplorasi dengan tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan


evaluasi pus

Ekstraksi gigi penyebab infeksi

Komplikasi

Obstruksi jalan napas tiba-tiba

Trobosis sinus kavernosus

Aspirasi

Sepsis

Mediastinitis

Efusi perikardial/pleura

Thrombophlebitis supuratif

Prognosis
Prognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas
untuk mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta
pengurangan radang.
diagnosis dini, perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian
antibiotik intravena yang adekuat serta penanganan dalam ICU, penyakit
ini dapat sembuh tanpa mengakibatkan komplikasi.

Kesimpulan
Abses leher dalam merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa akibat
komplikasi-komplikasinya yang serius seperti obstruksi jalan napas,
kelumpuhan saraf kranial, mediastinitis, dan kompresi hingga ruptur arteri
karotis interna. Lokasinya terletak di dasar mulut dan dapat menjadi
ancaman yang sangat serius.
Oleh karena itu, penatalaksanaan abses leher dalam meliputi operasi
untuk evakuasi dan drainase abses, identifikasi kuman penyebab dan
pemberian antibiotik. Hal ini akan mengurangi komplikasi yang
mengancam jiwa dan mempercepat perbaikan.

Anda mungkin juga menyukai