Anda di halaman 1dari 16

ABSES RETROFARING

• suatu peradangan yang disertai pembentukan


pus pada daerah retrofaring.
• Abses retrofaring sering terjadi pada anak usia
6 bulan sampai 6 tahun dengan puncak insiden
pada usia 3 tahun.
Etiologi
Secara umum abses retrofaring terbagi 2 jenis yaitu :
1. Akut.
• Sering pada anak berumur < 4 – 5 tahun.
• Terjadi akibat infeksi pada saluran nafas atas seperti
pada adenoid, nasofaring, rongga hidung, sinus
paranasal dan tonsil yang meluas ke kelenjar limfe
retrofaring ( limfadenitis ) → supurasi pada daerah
tersebut.
• Pada orang dewasa : infeksi langsung oleh karena
trauma akibat penggunaan instrumen / benda asing.
Etiologi
2. Kronis
• Biasanya terjadi pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih
tua.
• Pada banyak kasus sering dijumpai adanya kuman aerob dan
anaerob secara bersamaan.
• Beberapa organisme yang dapat menyebabkan abses
retrofaring adalah :
• 1. Kuman aerob : Streptococcus beta – hemolyticus group A
( paling sering ), Streptococcus pneumoniae, Streptococcus
non hemolyticus, Staphylococcus aureus , Haemophilus sp
• 2. Kuman anaerob : Bacteroides sp, Veillonella,
Peptostreptococcus,Fusobacteria
Patofisiologi
• Terjadi akibat infeksi tuberkulosis ( TBC ) pada vertebra
servikalis → pus secara langsung menyebar melalui
ligamentum longitudinal anterior.
• Selain itu abses dapat terjadi akibat infeksi TBC pada
kelenjar limfe retrofaring yang menyebar dari kelenjar
limfe servikal.
Gejala klinis
Gejala utama abses retrofaring ialah rasa nyeri dan sukar menelan.
Gejala pada anak:
• rasa nyeri → menangis terus (rewel) dan tidak mau makan minum.
• demam
• leher kaku
• sesak napas,
• perubahan suara
• gejala dan tanda tonsilitis, faringitis, dan juga otitis media.

Pada bayi, nyeri tenggorok dan/atau pembengkakan leher, asupan gizi


yang kurang disertai letargi.
Gejala klinis
Gejala pada orang dewasa :
• demam
• sukar dan nyeri menelan
• rasa sakit di leher ( neck pain )
• keterbatasan gerak leher
• dispnea pada bentuk kronis, sampai terjadi pembengkakan yang
besar dan menyumbat hidung serta saluran nafas
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
• Darah perifer lengkap
• Kultur darah
• Kultur pus
• Protein C-reaktif (CRP) > 100

2. Pemeriksaan radiologi

3. CT scan leher
Diagnosis
• Riwayat infeksi saluran napas bagian atas atau trauma
• Gejala dan tanda klinik
• Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Rontgen jaringan lunak leher lateral → lini
pertama pada anak yang stabil.
• Tampak pelebaran ruang retrofaring > 7 mm pada anak
dan dewasa.
• Pelebaran ruang retrofaring menunjukkan adanya massa
• Tampak pelebaran retrotrakeal > 14 mm (anak) dan > 22
mm (dewasa).
• Dapat terlihat air or fluid level → infeksi anaerob
b. CT Scan dengan kontras
• Tampak lesi hipodens pada ruang retrofaringeal dengan
penebalan cincin perifer dari dinding nodus limfoid.
• Pembengkakan jaringan lunak, lapisan lemak yang
terobliterasi, dan efek massa
• Membantu dalam menandai batas lesi dan
menentukan adanya keterlibatan vaskular atau tidak.

c. MRI (jarang digunakan)


d. Ultrasonografi
Diagnosis banding
• Adenoiditis
• Tumor
• Aneurisma arteri
• Epiglotitis
• Abses peritonsil
Terapi
• Medikamentosa
1. Antibiotik ( parenteral )
Pilihan utama adalah clindamycin yang dapat diberikan
tersendiri atau dikombinasikan dengan sefalosporin generasi
kedua ( seperti cefuroxime) atau beta – lactamase – resistant
penicillin seperti ticarcillin / clavulanate selama kurang dari 10
hari.
2. Simptomatis
3. Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk memperbaiki
keseimbangan cairan elektrolit.
4. Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika.
Terapi
• Tindakan bedah
a. Aspirasi pus ( needle aspiration )
b. Insisi dan drainase :
• Pasien diletakkan pada “posisi Trendelenburg”, dimana leher dalam
keadaan hiperekstensi dan kepala lebih rendah dari bahu.
• Insisi vertikal dilakukan pada daerah yang paling berfluktuasi dan
selanjutnya pus yang keluar harus segera diisap dengan alat penghisap
untuk menghindari aspirasi pus.
• Lalu insisi diperlebar dengan forsep atau klem arteri untuk memudahkan
evakuasi pus.
Komplikasi
• Penjalaran ke ruang parafaring
• Mediastinitis
• Obstruksi jalan napas sampai asfiksia
• Bila pecah spontan, dapat menyebabkan pneumonia aspirasi
dan abses paru
• Sepsis
Prognosis
• Umumnya baik jika abses retrofaringeal diidentifikasi segera,
ditangani secara agresif, dan komplikasi tidak terjadi.
• Jika pasien mengalami komplikasi serius → tingkat kematian
40-50%
DAFTAR PUSTAKA
– Fachruddin D. Abses Leher Dalam. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008. Hal. 226-30.
– Adams, G.L. Penyakit-Penyakit Nasofaring Dan Orofaring. Dalam:
Boies, Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC. 1997. Hal.333.
– Kahn JH, O’Connor RE. Retropharyngeal Abscess in Emergency
Medicine. Terakhir diperbaharui: 17 Juni 2010. Tersedia pada:
http://emedicine.medscape.com/ article/764421-overview#showall.

Anda mungkin juga menyukai