Anda di halaman 1dari 21

Tinjauan Pustaka

Infeksi Virus pada Demam Berdarah Dengue

Jennifer
10.2012.023 / D6
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: jennifer@civitas.ukrida.ac.id
Tutor : dr. Ernawaty Tamba

Pendahuluan

Pada negara tropis yang curah hujannya cukup banyak seperti Indonesia, saat peralihan dari
musin hujan kemusim panas banyak terdapat genangan-genangan air. Lingkungan genangan air
ini merupakan sarana tempat berkembangnya jentik nyamuk, diantaranya nyamuk Aedes aegypti
penyebab demam berdarah dengue. Demam berdarah dengue (DBD) menjadi masalah utama
kesehatan, hal ini bukan hanya di Indonesia tetapi di juga diseluruh negara di Asia Tenggara.
Demam berdarah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah
penderitanya cederung meningkat dan penyebarannya semakin meluas. Penyakit DBD
merupakan penyakit menular yang terutama menyerang anak-anak. DBD menyerang khususnya
pada musim peralihan dan musim hujan karena terdapat banyak genangan-genangan air yang
menjadi tempat perkembangannya nyamuk yang menjadi vector terinfeksi virus dengue. Demam
berdarah dengue, suatu penyakit demam berat yang sering mematikan, disebabkan oleh virus,
ditandai oleh gangguan permeabilitas kapiler, dan hemostasis tubuh, dan pada kasus berat
menebabkan sindrom syok.1

Tujuan penulisan makalah ini ialah untuk membahas mengenai penyakit demam berdarah
dengue. Dalam tulisan ini diulas mengenai cara anamnesis pasien, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, penyebab, proses perjalanan virus dalam tubuh, gejala klinis dan
penatalaksanaan penyakit demam berdarah dengue serta pencegahan penyakit dengan
pemberantasan vektornya.

Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau dalam
keadaan tertentu dengan penolong pasien (alloanamnesis). Berbeda dengan wawancara biasa,
anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang penyakit
dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari
masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan
menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut.2
1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan
pasien (diagnosis banding)
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya
Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan
untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk
mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua
data yang diperlukan untuk memperkuat ketelitian diagnosis, sedangkan akurat berhubungan
dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh.2
Dari skenario yang diberikan didapat keluhan untuk dan riwayat penyakit sekarang dan
keluhan penyerta.

Keluhan utama : Seorang laki-laki 18 tahun datang dengan keluhan demam sejak 3 hari
yang lalu.
Saat menanyakan keluhan utama harus disertai lamanya keluhan tersebut timbul untuk
mengetahui masa inkubasi dari suatu penyakit sebagai bahan untuk diagnosis lebih lanjut.
Riwayat penyakit sekarang : Demam tinggi dan turun sebentar setelah pasien minum obat
penurun panas lalu deman naik lagi.
Ditanyakan kepada pasien dan keluarga bila hadir dengan contoh pertanyaan :
Bagaimana ciri-ciri demamnya pak? Apakah demamnya panas sekali, atau hangat?
Demamnya terus menerus atau naik turun ? Apakah sudah minum obat? Lalu bagaimana
hasilnya setelah minum obat, tetap saja atau turun atau bagaimana?
Keluhan penyerta : Panasnya tidak tentu, disertai adanya pegal otot, pusing dan mual-
mual.
Ditanyakan kepada pasien dan keluarga bila hadir dengan contoh pertanyaan :
Selain keluhan demam tadi apakah ada keluhan lain lagi? Seperti mual, muntah, lemas?
Dari skenario juga didapatkan bintik-bintik kemerahan pada kedua lengan bawahnya
dengan dilakukan uji tournikuet pada pemeriksan fisik.

Pemeriksaan Fisik

Penderita yang datang dengan gejala / tanda DBD, maka dilakukan pemeriksaan sebagai
berikut:
1. Anamnesis (wawancara) dengan penderita atau keluarga penderita tentang keluhan
yang dirasakan, sehubung dengan gejala DBD.2
2. Observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda perdarahan. Observasi kulit
meliputi wajah, lengan, tungkai, dada, perut, dan paha.3
3. Penekanan pada ulu hati (epigastrium). Adanya rasa sakit / nyeri pada ulu hati dapat
disebabkan karena adanya perdarahan di lambung.3
4. Perabaan hati. Hati yang lunak merupakan tanda pasien DBD yang menuju fase
kritis.3
5. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda tanda vital (kesadaran, tekanan darah, nadi,
dan suhu).4
6. Uji Tourniquet (Rumple Leede).4
7. Munculnya bintik-bitik merah lebih dari 10 pada luas 2,5x2,5 cm pada lengan bawah
bagian palmar.4

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan ini yang mencakup: eritrosit (hemoglobin, jumlah sel, hematokrit, dll),
leukosit, dan trombosit. Hemoglobin merupakan zat protein yang ditemukan dalam sel darah
merah SDM yang memberikan warnah merah pada darah. Hemogloblin berisi zat besi yang
membawa oksigen. Kadar hemoglobin tinggi karena ada nya hemokonsenstrasi akibat
kehilangan cairan. Hematokrit adalah volume sel darah merah dalam 100 ml darah yang dihitung
dalam presentase. Hematokrit rendah pada kondisi anemia dan leukemia dan tinggi pada keadaan
hemokonsentrasi akibat penurunan volume cairan dan peningkatan SDM. Sementara leukosit
berpengaruh pada proses imunitas dan trombosit pada pembekuan darah.5

Pemeriksaan Serologi
Uji HI (hemagglutination inhibition test)
Uji serologi yang paling banyak dipakai secara rutin karena lebih sederhana, mudah, murah
serta sensitif. Antibodi HI ini dapat berada dalam kurun waktu yang sangat lama hingga lebih
dari 50 tahun begitu seseorang mendapatkan infeksi demam berdarah. Antibodi ini timbal pada
kadar yang terdeteksi yaitu titer 10 pada hari kelima hingga hari keenam dari jalannya penyakit.
Kadarnya akan meningkat bila demam berdarah terus berlanjut (dapat mencapai 640 pada infeksi
primer dan 10240 pada infeksi sekunder). Pada infeksi akut, kadar titer yang mencapai 1280
dapat mengarahkan diagnosis pada dugaan adanya infeksi baru. Titer HI yang tinggi ini akan
bertahan hingga tiga bulan sesudah infeksi dengan gejala penurunan yang tampak mulai pada
hari ke 30.6

Pemeriksaan Laboratorium
Seseorang dapat didiagnosis menderita demam berdarah dengue dengan parameter medis
sebagai berikut :1

Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB)
>15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3 demam.
Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, ataua
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT : dapat meningkat
Ureum, kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : bila akan diberikan transfuse darah
atau komponen darah
Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue
IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke -3 ,
menghilang setelah 60-90 hari
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG muali terdeteksi hari ke 2.
Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama, serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
NS1 : antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam pertama sampai hari ke delapan.
Sensitivitas NS1 berkisar 63-93,4% dengan spesifisitas gold standart kultur virus.

Gejala klinis
Pada kasus DBD biasanya disertai dengan demam tinggi, pendarahan, hepatomegaly dan
gangguan sirkulasi. Trombositopenia yang disertai dengan hemokonsentrasi dapat ditemukan
dengan uji di laboratorium. Perubahan patofisologis yang utama yang menbedakan demam
berdarah dan deman berdarah dengue ialah hemostatis abnormal dan kebocoran plasma yang
dimanifestasikan dengan trombositopenia dan peningkatan hematokrit.7

Demam berdarah dengue dimulai dengan peningkatan suhu secara tiba-tiba dan disertai
dengan kemerahan dan gejala lainya seperti anoreksia, muntah, sakit kepala, nyeri otaot dan
sendi. Beberapa pasien mengeluh sakit tenggorok. Ketidaknyamanan di epigastrik dan nyeri
tekan pada tepi rusuk kanan dan nyeri perut. Demam tinggi pada dua sampai tujuh hari kemudian
baru turun menjadi normal atau subnormal. Terkadang suhu tubuh mencapai 40C dan dapat
terjadi kejang demam.7
Pendarahan paling umum yaitu hasil positif pada uji tounikuet positif. Ditemukan petekie
yang kecil dan menyebar pada anggota gerak, ketiak, wajah dan palatum lunak yang tampak
pada masa awal demam. Ruam makulopapular atau ruam seperti pada campak mucul pada awal
dan akhir perjalanan penyakit. Terkadang terjadi epiktasis dan gusi berdarah. Hati umumnya
membesar dan terdapat nyeri tekan yang tidak sesuai dengan beratnya penyakit.7
Pada kasus ringan maupun sedang semua gejala biasanya mereda saat demam turun, perdaan
ini terjadi dengan adanya pengeluaran keringat, perubahan nadi dan tekanan darah serta
mendinginnya anggota gerak dan kongesti kulit. Perubahan ini menandakan adanya gangguan
ringan dan sementara pada system sirkulasi akibat kebocoran plasma. Pasien biasanya akan pulih
dengan sendirinya setelah diberikan terapi cairan dan elektrolit.7
Pada kasus yang berat, kondisi pasien memburuk tiba-tiba setelah beberapa hari demam.
Gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin, sianosis perifer yang
terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari tangan dan kaki, serta dijumpai penurunan tekanan
darah. Renjatan biasanya terjadi pada waktu demam atau saat demam turun antara hari ke-3 dan
hari ke-7. Nyeri abdomen akut ialah keluhan yang biasa diutarakan pasien tepat sebelum syok
terjadi. Bila terjadi syok paisen dapat meninggal 12-24 jam kemudian atau pulih dengan cepat
bila diberikan terapi pergantian cairan yang tepat. Syok yang tidak ditangani akan menciptakan
situasi yang lebih rumit, terjadi asidosis metabolic, pendarahan pada saluran gastrointestinal dan
lainnya sehingga prognosis menjadi buruk. Sementara pada pasien yang pulih dari syok akan
pulih dengan cepat tanpa meninggalkan gejala, peningkatan nafsu makan ialah tanda prognosis
membaik.7
Derajat beratnya DBD secara klinis dibagi sebagai berikut:1
1. Derajat I (ringan), terdapat demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala klinis lain
yang tidak spesifik, dengan manifestasi perdarahan teringan, yaitu uji turniket yang
positif atau mudah memar.
2. Derajat II (sedang), gejala yang ada pada tingkat I ditambah pula dengan perdarahan kulit
dan manifestasi perdarahan lain dengan ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,
hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.
3. Derajat III, ditemukan tanda-tanda renjatandan pendarahan spontan Pendarahan bisa
terjadi di kulit atau tempat lain.
4. Derajat IV, syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diperiksa, hal ini biasaq disebut dengue shock syndrome atau biasa disingkat DSS. Fase
kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. Setelah demam selama 2 - 7 hari,
penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah. Penderita
berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin, dan mengalami perubahan tekanan darah
dan denyut nadi.

Diagnosis klinis perlu disokong pemeriksaan serologi. Serologi dan reaksi berantai
polymerase tersedia untuk memastikan diagnose demam berdarah jika terindikasi secara klinis.1

Differential Diagnosis
Demam Typhoid
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan
penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,
mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epitaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat demam adalah meningkat
perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala
menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relative, lidah yang berselaput, hepatomegali,
splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau
psikosis. Roseole jarang terjadi pada orang Indonesia.1

Malaria
Malaria mempunyai gambaran karateristik demam periodic, anemia dan splenomegali. Masa
inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum
terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di
punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan
kadang-kadang dingin. Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan:
periode dingin (15-60 menit): mulai menggigil, diikuti dengan periode panas: penderita muka
merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan
berkeringat; kemudian periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperature turun,
dan penderita merasa sehat. Anemia dan splenomegali juga merupakan gejala yang sering
dijumpai pada malaria.1

Working Diagnosis

Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Penyakit ini ditunjukkan melalui
munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot
(myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang
dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga
menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi
sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare.8

Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam
yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Gejala klinis demam berdarah menunjukkan
demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi . Sejumlah kecil
kasus bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian tinggi.9

Pada bayi dan anak-anak kecil biasanya berupa demam disertai Ruam-ruam makulopapular.
Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan atau demam
tinggi (>39 derajat C) yang tiba-tiba dan berlangsung selama 2 - 7 hari, disertai sakit kepala
hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah dan ruam-ruam. Bintik-bintik
perdarahan di kulit sering terjadi, kadang kadang disertai bintik-bintik perdarahan di farings dan
konjungtiva.6

Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk
kanan dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-410C dan terjadi kejang
demam pada bayi. Perlu diperhatikan bahwa terjangkitnya Demam Berdarah Dengue tidak selalu
ditandai dengan munculnya bintik-bintik merah pada kulit. Mendiagnosis secara dini dapat
mengurangi resiko kematian daripada menunggu akut. 10-11

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tukang belakang, dan persaaan lelah.

Demam berdarah dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO tahun 1997 diagnosis
ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:3,12

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal 1 dari manisvestasi pendarahan berikut:
o Uji bending positif
o Petekie, ekimosis, purpura.
o Perdarahan mukosa ( tersering epitaksis, atau pendarahan gusi), pendarahan dari
tempat lain
o Hematemesis atau melena
Trombositoprenia (jumlah trombosit < 100.000/mikroliter)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin.
o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
niali hematokrit sebelumnya.
o Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa, perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada
DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. Selain itu perbedaan yang paling utama adalah pada
demam dengue tidak ditemukan manifestasi perdarahan pada pasien. Pada kulit pasien dengan
demam dengue hanya tampak ruam kemerahan saja sementara pada pasien demam berdarah
dengue akan tampak bintik bintik perdarahan. Selain perdarahan pada kulit, penderita demam
berdarah dengue juga dapat mengalami perdarahan dari gusi, hidung, usus dan lain lain.

Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dari kelompok
arbovirus B, arthropod-borne virus, atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Virus ini
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.1,13
Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan
di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terddapat reaksi silang anatara
serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis, dan West
Nile virus.1

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan
antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada antropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites.1

Mekanisne penularan
Virus dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar air liurnya, jika
nyamuk ini menggigit orang lain maka virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nayamuk.
Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang selama 4-6 hari dan orang tersebut akan
mengalami sakit demam berdarah dengue. Virus dengue akan memperbanyak diri dalam tubuh
manusia dan berada dalam daarah selama satu minggu.13
Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan sakit demam
berdarah degue. Ada yang mengalami demam ringan dan sembuh dengan sendirinya atau bahkan
ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus dengue
selama satu minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada
nyamuk penularnya. Sekali terinfeksi, nyamuk menjadi infektif seumur hidupnya.13

Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan
dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.1

Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu kelompok monoklonal reaktif yang tidak
mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus dan atobodi yang dapat
menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus. Antibody yang dibentuk
pada infeksi primer akan meyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder
dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi
sekunder virus dengue oleh serotipe berbeda cenderung menyebabkan manifestasi yang berat.13
Reaksi immunologi yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD sebagai berikut:
a. Sel fagosit mononuclear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel kupffer merupakn
tempat terjadinya infeksi virus dengue primer. Sel ini berperan dalam fagositosis virus
dengan opsonisasi antibodi. Namun, proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; 1,13
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH-2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan
IL-10. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai
mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6, dan
histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran
plasma.1
c. Respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody
dependent enchancement (ADE).1
d. Virus ini kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuclear yang telah terinfeksi.
Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks inmin akan menyebar ke usus, hati,
limpa dan sumsum tulang. Parameter perbedaan terjadinya BD dengan atau tanpa
renjatan ialah jumlah sel yang terkena infeksi.1,13
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan
sistem komplemen. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya mediator (C3a dan C5a) yang akan memperngaruhi permeabilitas kapiler
dan mengaktivasi sistem koagulasi.1,13

Permeabilitas kapiler yang meninggi mengakibatkan terjadinya hemokonsentrasi sehingga


aliran darah lambat. Kemudian terjadi hipoksia dan asidosis metabolik. Trombositopenia pada
infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1) supresi sumsum tulang dan 2) destruksi dan
pemendekan massa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari)
menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan
terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin
dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini
menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap
keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui peningkatan fragmen C3g.
Koagulapati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi
endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada demam
berdarah dengue stadium III dan IV.1

Epidemiologi
Demam berdarah menjadi endemis di banyak negara tropis dan subtropis. Di asia penyakit
ini sering menyerang di cina selatan, Pakistan, india dan semua Negara di asia tenggara. Di
Indonesia kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit DBD
ditemukan di 200 kota di 27 provinsi dan telah mejadi KLB. Mortalitasnya kemudian menurun
mencapai 2 % pada tahun 1999. 1,13
Terdapat beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan transmisi biakan virus dengue
yaitu :

Lingkungan
Terdapat beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh pada penularan virus dengue,
yaitu lingkungan fisik dan biologis. Lingkungan fisik contohnya seperti cuaca yang
hujan akan meningkatkan perkembangan penularan virus ini dengan terciptanya
banyak genangan-genangan air yang merupakan tempat nyamuk yang terinfeksi virus
dapat berkembang. Sementara lingkungan biologis lebih erat kaitannya dengan kondisi
lingkungan yang sesuai untuk perkembangan virus dalam tubuh nyamuk. Penularan
virus dengue terjadi pada nyamuk A. aegypti betina yang betina yang suka hidup di
air-air yang jernih seperti bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air
lainnya. Bila sanitasi lingkungan tidak baik, banyak sampah-sampah kaleng
berserakan saat musim hujan maka genangan air tersebut dapat menjadi wadah yang
baik untuk perkembangan nyamuk.1
Pejamu
Faktor ini berpengaruh pada penularan virus degue bila kondisi tubuh pejamu sedang
dalam keadaan yang tidak baik atau bila terdapat penderita DBD pada anggota
keluarga sehingga mempermudah penularan virus dengue, sebab setiap orang yang
terinfeksi DBD dengan atau tanpa gejala dapat menjadi pembawa penularan virus.1,13
Vektor
Vektor utama penyakit DBD ialah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan
nyamuk Aedes albopictus (di derah pedesaan).13

Morfologi Daur Hidup

Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk
rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih
terutama pada kakinya. Morfologinya khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang
putih pada punggungnya (mesonotum). Telur A. Aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis
dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva A. Aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi
sisir yang berduri lateral.14
Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2cm di atas
permukaan air. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata100 butir telur tiap kali bertelur.
Setelah kira-kira 2 hari telur menetas menjadi larva lalu mengadakan pengelupasan kulit
sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai dewasa memerlukan
waktu kira-kira 9 hari.14
Tempat perindukan utama A. Aegypti adalah tempat-tempat berisi air bersih yang berdekatan
letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Tempat
perindukan tersebut berupa tempat perindukan buatan manusia; seperti tempayan/gentong tempat
penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di
halaman rumah atau di kebun yan berisi air hujan, juga berupa tempat perindukan alamiah;
seperti kelopak daun tanaman (keladi, pisang), tempurung kelapa, tongak bamboo, dan lubang
pohon yang berisi air hujan. Di tempat perindukan A.aegypti seringkali ditemukan larva A.
Albopictus yang hidup bersama-sama.14

Perilaku Nyamuk Betina


Nyamuk betina menisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di dalam rumah
ataupun di luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak
waktu yaitu setelah matahari terbit(08:00-12:00) dan sebelum matahari terbenam (15:00-17:00).
Tempat istirahat Ae. Aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan
yang terdapat di halaman / kebun / pekarangan rumah. Juga berupa benda-benda yan tergantung
di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah, dan lain sebagainya. Umur nyamuk dewasa
betina di alam bebas kira-kira 10 hari, sedangkan di laboratorium mencapai 2 bulan. Ae.aegypti
mampu terbang sejauh 2 kilometer, walaupun umumnya jarak terbangnya adalah pendek yaitu
kurang lebih 40 meter.14

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demem dengue, prinsip utama adalah terapi suportif.
Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%.
Pemeliharaan volume carian sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui
intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.1
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersana dengan Divisi
Penyakit Trofik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa
berdasarkan kriteria:1
Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasi.
Praktis dalam pelaksanaannya.
Mempertimbangkan cost effectiveness.

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :


Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok
Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada
penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalansi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai
petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.1
Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan
hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila:1
Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 150.000 pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila
keadaan penderita memburuk segera kembali ke Instalansi Gawat Darurat.
Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.
Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat


Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif tanpa syok maka di ruang
rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini:1
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan : 1500 + {20 x (BB dalam kg - 20)}
Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:1
Bila Hb, Ht meningkat 10 20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap
seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombosit dilakukan tiap 12 jam.
Bila HB, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai
dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit > 20%


Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%.
Pada keadan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid
sebanyak 6 7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3 4 jam pemberian cairan. Bila
terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun,
tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5
ml/kg/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian
cairan dapat dihentikan 24 - 48 jam kemudian.1
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6 7ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak
membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan darah menurun ,
20mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10
ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan
perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBb/jam tetapi bila keadaan tidak
menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila
dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda tanda syok maka
pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa. Bila
syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.1

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa


Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan hidung /
epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran
cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria),
perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 5
ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti
keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin
dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta hemostase harus
segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulangi setiap 4 6 jam.1
Pemberian heparin dilakukan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda
koagulasi intravaskulat diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi.
FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang
memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya
diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit <
100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.1

Protokol 5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa


Bila kita berhadapan dngan Sindroma Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus
diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan
intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh
kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena
keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan / pengobatan, penatalaksanaan yang
tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan
penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.1
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi
cairan, penderita juga diberikan oksigen 2 4 liter/menit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus
dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar
natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.1
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10 20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah
15 30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100 mHg dan
tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume
yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat disertai diuresis 0,5 1 ml/kgBB/jam)
jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 120 menit kemudian
tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 120 menit
kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24 - 48 jam
setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka
pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma yang
mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus
diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjadi.1
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang terus dilakukan terutama dalam
waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses patogenesis penyakit masih
berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluih
darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan telah
teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi jantung dan naps, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium
kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis.diuresis diusahak 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar
hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan
penyakit.1
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian
cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20 30 ml/kgBB/jam dan kemudian dievaluasi
setelah 20 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila
nilai hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian
cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berati terjadi perdarah
(internal bleeding) maka penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang
sesuai kebutuhan.1
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat cairan
tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10 - 20ml/kgBB
dan dievaluasi setelah 10 - 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau
kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat
ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB (maksimal 1 - 1,51/hari) dengan sasaran tekanan
vena sentral 15-18 cm H20. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan
koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder.
Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi
maka dapat diberikan obat inotropik / vasopresor.1

Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk
Aedes aegypti. Pemberantasan nyamuk dibagi menjadi pemberantasan nyamuk dewasa dan
pemberantasan jentik nyamuk serta pencegahan gigitan nyamuk.
Pemberatasan nyamuk dewasa, dilakukan dengan cara melakukan fogging atau
membunuhan nyamuk dewasa dengan mengunakan insektisida (malation, losban).
Pemberantasan jentik nyamuk, dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik
secara fisik , biologis maupun secara kimiawi yaitu:14
1. Fisik
Cara ini dikenal denga kegiatan 3 M yaitu adalah tindakan yang dilakukan secara teratur
untuk memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:
a. Menguras
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, ember, vas
bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
b. Menutup
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum, dan
lain-lain.
c. Mengubur
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat
menampung air hujan.
2. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya
dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan yang memakan jentik-
jentik nyamuk (ikan kepala timah, ikan guppy).
3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk serta
jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan
cara memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti
gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.

Komplikasi
Sindrom Syok Dengue
Keadaan ini merupakan keadaan dimana kondisi pasien berkembang kearah syok tiba-
tiba. Keadaan ini menyimpang dimana terjadi selama 2-7 hari. Penyimpangan ini terjadi pada
waktu, atau segera setelah, penurunan suhu antara hari ketiga dan ketujuh sakit. Terdapat tanda-
tanda khas dari gagal sirkulasi, seperti:14

Kulit menjadi dingin


Bintil-bintil
Kongesti sinosispun (sering terjadi, dimana keadaan denyut nadi semakin cepat)

Pada umumnya pasien dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan dengan cepat
memasuki tahap kritis dari shok.1
DSS biasanya ditandai dengan nadi yang semakin cepat dan lemah, tekanan darah turun (
20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah..
Dimana pasien yang shok bila tidak segera ditangani akan dapat berakibat pada kematian.
Biasanya bila tidak ditangani 12-24 jam maka akan menimbulkan kematian. 1
Edema Paru

Edema Paru Kardiogenik adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan
hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena pulmonalis. Edema Paru
Kardiogenik menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein di interstisial paru dan
alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri melebihi keluaran ventrikel
kiri.15

Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan
pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Kecuali kejang, gejala
ensefalopati lain tidak atau jarang menyertai DBD. Tingginya presentasi enselopati dengue pada
golongan umur 1-4 tahun memerlukan peningkatan kewaspadaan. Pada ensefalopati cenderung
terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang
tidak mengandung HC03- danjumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer
dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi
udem otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan
saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka
diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg.
Mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila
perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan
pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin
dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid,
anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau
komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada
masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.13

Prognosis
Bila penanganan demam berdarah dengue dilakukan dengan manajemen medis yang baik
yaitu pemantau kadar trombosit dan hematokrit maka mortalitasnya dapat diturunkan dan
prognosisnya baik. Namun keadaan bila kebocoran plasma tidak dideteksi lebih dahulu dan tidak
dilakukan penanganan yang tepat sehingga jumlah trombosit <100.000/ul dan hematokrit
meningkat maka harus mewaspadai terjadinya syok yang dapat berakhir dengan prognosis yang
buruk.

Penutup
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30
nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan
antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada antropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites.
Fokus utama pada masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah pencegahan.
Pembenahan kebersihan sekitar lingkungan sekitar kita akan sangat membantu pencegahan
terjadinya Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue. Dengan lingkungan bersih, maka
akan tercipta hidup sehat tanpa adanya penyakit baik DBD ataupun penyakit lainnya.

Daftar Pustaka

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi
ke-5. Jakarta : InternaPublishing; 2009. h. 2773 9.
2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. Dalam : At a glance anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-17.
3. Satari, Hindra I., Meiliasari,Mila. Demam berdarah. Jakarta: Puspa Swara, 2004.h.28-31.
4. Nadesul, Handrawan. Cara mudah mengalahkan demam berdarah. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas; 2007.h.7-8.
5. Sudiono H, Iskandar I, Edward H. Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik.
Jakarta: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Ukrida; 2007.h.42,59-61.
6. Widyastuti, Palupi. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah
dengue:panduan lengkap. Jakarta: EGC; 2005.h.41-5.
7. WHO. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah dengue: panduan
lengkap. Jakarta: EGC; 2004.h. 16-8.
8. Bastiansyah, Eko. Panduan lengkap: membaca hasil test kesehatan. Jakarta: Penebar Plus;
2008.h.45-7.
9. Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001. h.428-433.
10. World Health Organization. Demam berdarah dengue: diangnosis, pengobatan,
pencegahan, dan pengendalian. Jakarta: EGC; 2001. h.101-6.
11. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Pengendalian Vektor. Dalam : Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2009. h.275-7.
12. Suroso T, Hadinegoro SR, Wuryadi S, Simanjuntak G, Umar Al, Pitoyo PD, dkk.
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah
Dengue. Jakarta: WHO dan Departemen Kesehatan RI; 2001.
13. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis.
Ed ke 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2002.h.155-75.
14. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.h.265-7.
15. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Hipoksia. Dalam : Prinsip-prinsip
Ilmu Penyakit Dalam. Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002. h.207.

Anda mungkin juga menyukai