Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi sekolah pada umumnya
adalah kekerasan guru terhadap siswa yang masih sering terjadi dilingkungan
sekolah. Berdasarkan hasil penelitian di beberapa daerah di Indonesia
menunjukkan bahwa sekitar 80% kekerasan yang terjadi pada siswa dilakukan
oleh guru. Kita tahu bahwa sekolah merupakan tempat siswa menimba ilmu
pengetahuan dan seharusnya menjadi tempat yang aman bagi siswa.
Namun ternyata di beberapa sekolah terjadi kasus kekerasan pada siswa oleh
guru. Kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada siswa seperti
dilempar penghapus atau penggaris, dan dipukul. Di samping itu siswa juga
mengalami kekerasan psikis dalam bentuk bentakan dan makian, kasus-kasus
kekerasan sangat berlawanan dari peran seorang guru sebagai pendidik, pengajar,
dan pembimbing. Kuriake mengatakan bahwa di Indonesia cukup banyak guru
yang menilai cara kekerasan masih efektif untuk mengendalikan siswa (Phillip,
2007).
Padahal cara ini bisa menyebabkan trauma psikologis, atau siswa akan
menyimpan dendam, makin kebal terhadap hukuman, dan cenderung
melampiaskan kemarahan dan agresi terhadap siswa lain yang dianggap lemah.
Lingkaran negatif ini jika terus berputar bisa melanggengkan budaya kekerasan
di masyarakat. Untuk itu pada kesempatan ini penulis akan membahas mengenai
kekerasan pada siswa dan apa yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak
yang terkait.

1.2 Rumusan Masalah


Adapaun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengapa kekerasan sering terjadi dalam dunia pendidikan?
2. Bagaimana dampak kekerasan pada siswa?
3. Bagaimana cara mengatasi kekerasan dalam dunia pendidikan?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pada makalah berikut adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi penyebab terjadinya kekerasan pada siswa oleh guru,
2. Menguraikan dampak kekerasan guru terhadap siswa,
3. Menetapkan solusi yang yang tepat untuk mengatasi kekerasan pada siswa.

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Fenomena Pelanggaran Guru Terhadap Siswa


Aksi tindakan kekerasan pada anak yang menimpa tiga murid Sekolah
Dasar Negeri Karang Kedawung 1, Kecamatan Mumbulsari Kabupaten
Jember Jawa Timur, memberikan dampak trauma bagi para korban.
Jumat(11/11/2016), oknum guru kelas IV Sekolah Dasar Negeri menghukum
muridnya dengan memaksa untuk memakan lem dan kapur karena tidak tertib
saat pelajaran berlangsung mengakibatkan ketiga murid tersebut trauma
hingga enggan bersekolah.
Saat wakataberita.com menyambangi rumah para korban Selasa
(15/11/2016) siswa-siswa tersubut mengatakan sudah tidak mau lagi masuk
sekolah lantaran takut kepada guru mereka. Tiga siswa kelas IV SDN Karang
Kedawung itu yakni Mayla Firda Isabela, Riska Salsabila, dan Amelia.
Selasa (15/1/2016) orang tua ketiga siswa tersebut mandatangi
mapolsek Mumbulsari Jember, untuk melaporkan kasus kekerasan terhadap
anaknya di sekolah. Mereka tidak terima perlakuan Ahmad Zaini seorang guru
kelas IV SDN Karang Kedawung 1, karena memaksa anak mereka memakan
kapur tulis dan lem kertas glukol. Orang tua murid juga menambahkan,
anaknya juga mengaku kalau seminggu sebelumnya juga pernah dihukum
dengan cara menelan kapur. Persoalannya cukup sepele, karena tidak masuk
sekolah dan lupa mengirim surat izin, dan keesokan harinya dihukum makan
kapur.
Menurut Zainullah, anak perempuannya berinisial MFI (9) adalah
sisiwa kelas IV di salah satu SDN di Kecamatan Mumbulsari. Hari Jumat
(11/11/2016) lalu, MFI bersama dua teman permpuannya yang salah satunya
anak dari Hariadi, berjalan pada saat jam pelajaran di dalam kelas. Mereka

jalan mau pinjam Tipe-X sama temannya, tapi masih di dalam kelas. Kata
Zainullah, saat memberikan keterangan di Mapolsek Mumbulsari, Jember,
Selasa(15/11/2016).
Sofi Eka Wati, ibu korban tidak terima atas hukuman yang menimpa
anaknya, maunya di penjara biar kapok, hukuman yang pantas kalau jalanjalan saat jam pelajaran, biasanya murid disuruh berdiri, bukan langsung
dikasih makan lem. Mau di bunuh namanya, lemkan bukan makanan. Tandas
Sofi saat wawancara di salah satu televisi swasta.
Paksaan memakan kapur tulis dan lem tersebut seperti yang
diutarakan oleh salah satu korban, bernama Mayla Firda Isabela, ia
mengatakan bahwa mereka berjalan di kelas sebenarnya bermaksud hendak
meminjam barang ke salah seorang teman mereka saat pelajaran berlangsung.
Namun perbuatan mereka diketahui oleh guru Ahmad Zaini kemudian
mereka di marahi. Ketiga siswi sebelum dihukum di depan kelas, lalu satu
persatu dipaksa makan kapur tulis dan lem kertas yang di colek dengan
bolpen, karena takut ketiganya terpaksa manalan lem, jika meronta maka
hukuman akan ditambah dengan cara yang sama dan lebih banyak lem yang
akan dicekoki kemulut ketiga siswa tersebut. Setelah memberikan hukuman,
Ahmad Zaini meminta ketiga untuk tidak melapor peristiwa itu kepada orang
tua, jika sampai melapor Zaini mengancam akan memberi hukuman lagi
kepada mereka yakni disuruh menulis dibuku yang cukup tebal.
Akibat perbuatan oknum guru kelas IV SDN Karang Kedawung 1,
para korban di bawa ke puskesmas lantaran mengalami sakit perut dan mualmual yang diduga karena keracunan lem perekat. Para korban harus
memperoleh rawat inap selama 3 hari, karena kondisi sakit yang mereka alami
cukup parah serta trauma sehingga tidak mau bersekolah lagi.
Kapolsek Mumbulsari AKP Hery Supadmo membenarkan laporan itu.
Pihaknya masih akan melakukan penyelidikan dan meminta keterangan dari
sejumlah saksi. Dilansir birojember.com ketiga siswi yang diduga kuat
menjadi korban kekerasan sang guru, yakni Mayla Firda Isabela, Riska

Salsabila, dan Amelia, sejak rabu pagi, sudah mulai masuk sekolah dan
mengikuti pelajaran seperti biasa. Sementara pihak komite akan memanggil
pihak wali murid agar kasus ini cepat selesai. Bagi guru yang bersangkutan
akan diberi sanksi agar kasus serupa tidak terulang kembali.
Analisa fenomena:
Menurut kelompok kami kejadian tersebut disebabkan karena guru
tersebut ingin dihargai pada saat ia mengajar di depan kelas pada jam
pelajaran di mulai tetapi ke 3 murid tersebut tidak memperhatikan dan
berjalan di dalam kelas dan ramai sendiri pada saat meminjam Type-X.
Sehingga guru tersebut marah dan tidak bisa mengontrol emosinya dan
memberi hukuman yang tidak sesuai dengan ukuran dan bertentangan dengan
pasal 3 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003.
Seharusnya guru tersebut memberi teguran kepada muridnya untuk
memperhatikannya, tetapi bukan memberikan hukuman memakan lem dan
kapur.
Untuk menanggulangi masalah okum guru yang menghukum
muridnya yang bertentangan dengan Undang-undang terjadi kembali, maka di
lingkungan sekolah dan sekolah harus mengajarkan pendidikan karakter,
spiritual dalam bentuk etika moral, serta etitut agar siswa/murid tahu budi
pekerti,bagaimana harus berperilaku, bergaul dengan sesama, sopan santun,
serta berperilaku positif lainnya. Sedangkan bagi guru mereka juga harus
memahami berbagai aturan seputar perlindungan anak sehingga mereka tidak
lagi melakukan kekerasan atau perbuatan negatif lain pada siswa/murid. Para
guru juga harus sadar akan tanggung jawabnya mendidik siswa/murid, bukan
semata-mata menjalankan pekerjaan mengajarkan mata pelajaran. Selain itu,
guru harus berperan sebagai pelindung siswanya agar tidak jadi korban atau
pelaku perbuatan negarif. Tetapi ada hal penting yang juga harus
dikedepankan yaitu peran keluarga dalam mendidik anak. Orang tua juga

harus memberikan pendidikan informal untuk menuntun anak berperilaku


baik.
Jika masalah tersebut tejadi, maka oknum guru tersebut harus dihukum
sesuai UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan pencabutan
profesi agar memberikan efek jera dan memberikan peringatan kepada
pendidik lain agar tidak melakukan hal tersebut.

2.2 Peran Guru Dalam Kehidupan Sosial


Peran guru dalam kehidupan sosial merupakan unsur strategis sebagai
anggota, agen, dan pendidikan masyarakat. Guru juga berperan sebagai
teladan bagi masyarakat di sekitar baik kehidupan pribadinya maupun
kehidupan keluarga. Guru juga akan membawa dan mengembangkan berbagai
upaya pendidikan. Kedudukan guru sebagai seseorang teladan dan fungsi
tanggung jawab moral di masyarakat menjadi tugas yang begitu berat.
Megapa? Karena baik secara langsung dan tidak langsung guru bertanggung
jawab atas generasi bangsa yang dihasilkannya. Perilaku anak bangsa menjadi
salah satu tolak ukur bukti pendidikannya.
Di dalam kepustakaan, peran guru dapat dibedakan menjadi dua aliran :
1. Preskriptif
Aliran yang pertama ini dinyatakan oleh floud, bawasannya
guru pada masyarakat yang sudah kaya, harus merupakan bukan saja
seorang misionaris di pemukiman-pemukiman orang miskin akan
tetapi

juga

seorang

pejuang

didaerah

pinggiran

kota,

yang

mengabdikan dirinya kepada peperangan melawan mediokritas (mutu


yang sedang-sedang saja) dan mencari mutu yang unggul. Floud tidak
menyatakan bahwa itulah keadaan guru yang sebenarnya melainkan
mengemukakan bagaimana guru itu seharusnya, menurut perasaannya,
peran merekan didalam masyarakat yang sudah kaya.
Guru merupakan faktor penting dalam pembangunan mereka,
ketika berada dalam suatu kedudukan yang istimewa untuk

mematahkan lingkaran kemiskinan, kebodohan, dan prasangka dengan


cara yang mungkin bisa diterima oleh penduduk yang bersangkutan,
sementara efek berganda dari pekerjaan itu menonjolkan mereka
sebagai investasi berharaga disaat menghadapi tuntutan-tuntutan berat
dengan sumber daya yang terbatas.
2. Deskriptif
Modus deskriptif dalam perannya menakan sebab keadaan
dimana para buruh bekerja. Disamping konflik yang timbul dari sekian
banyak harapan dan nilai yang digenggam orang mengenai guru,
Wilson (1962) menunjukkan wilayah atau konflik yang berasal dari
sifat pekerjaan yang bau (difus), artinya disini sulit untuk mengetahui
kapan seorang guru selesai menunaikan tugasnya, atau kapan dan
dimana pekerjaannya berakhir.
Jadi, para aliran deskriptif ini menekan pada peranan guru tiada
henti yang masih abstrak untuk kapan itu berakhir.
Apabila dilihat dari prespektif yang fungsionalis, guru di
konsepsikan secara pasif, dalam aktif guru memberikan respon kepada
struktur sosial dan tidak secara aktif menyumbangkan kepada
pembangunan struktur itu sendiri.

2.3 Solusi Permasalahan


Karena sekolah dan guru yang kurang tegas maka murid jadi bebas
sehingga tidak mengindahkan normanorma dan peraturan yang ada. Misalnya
murid akan berpenampilan seenaknya sendiri seperti preman atau spg, bebas
bolos sekolah tanpa hukuman yang berat, bebas melakukan kenakalan di luar
batas kewajaran, meremehkan guru, dan lain sebagainya.
Oleh karena itulah maka diperlukan peran pemerintah untuk membuat
delapan standar pendidikan yang baik yang dapat membuat murid takut dalam
artian yang baik. Guru seharusnya boleh menghukum siswa yang nakal dan
tidak disiplin dengan sedikit kekerasan dan hukuman fisik agar para siswa-

siswi tunduk dan terpacu untuk belajar, patuh, taat, hormat, disiplin,
bertanggung jawab, tahu aturan, dan lain sebagainya.
Beberapa solusi yang diberikan untuk mengatasi kekerasan pada siswa
di sekolah diantaranyan adalah sebagai berikut:

Menerapkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah;


Mendorong / mengembangkan humaniasi pendidikan;
Menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran;
Membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus;
Suasana belajar yang meriah,gembira dengan memadukan potensi

fisik, psikis, menjadi suatu kekuatan yang integral;


Hukuman yang di berikan berkolerasi dengan tindakan anak;
Terus menerus membekali guru untuk menambah wawasan
pengetahuan, kesempatan, pengalaman baru untuk mengembangkan

kreativitas mereka;
Konseling, bukan siswa saja membutuhkan konseling, tapi juga guru.
Sebab guru juga mengalami masa sulit yang membutuhkan dukungan,
penguatan, atau bimbingan untuk menemukan jalan keluar yang

terbaik;
Segera memberikan pertolongan bagi siapa pun juga yang mengalami
tindakan kekerasan di sekolah,dan menindak lanjuti serta mencari
solusi alternatif yang terbaik.

Ada 7 hal yang harus dipahami dan kemudian diterapkan oleh pendidik
untuk memperoleh kepercayaan anak didik agar mencapai maksud dari
pendidikan itu, tanpa harus menggunakan kekerasan, sebagai berikut:
1. Tindakan alternative
Cara pendidikan tanpa kekerasan digambarkan sebagai sebuah cara
ketiga atau alternatif ketiga, setelah tindakan menyalahkan dan aksi
kekerasan karena hal itu. Seorang pendidik yang melihat kesalahan
seorang siswa, mempunyai tiga pilihan setelah itu, apakah dia akan
menyalahkannya,

menggunakan

kekerasan

untuk

memaksa

siswa

memperbaiki kesalahan itu atau menggunakan cara ketiga yang tanpa


8

kekerasan. Menahan diri untuk tidak menyalahkan tentu bukan perkara


mudah bagi orang dewasa apabila melihat sebuah kesalahan dilakukan
oleh anak di depan matanya. Tapi perlu diingat bahwa sebuah tudingan
bagaimanapun akan berbuah balasan dari anak, karena secara insting dia
akan mempertahankan dirinya. Reaksi atas sikap anak yang membela diri
inilah yang ditakutkan akan berbuah kekerasan dari pendidik terhadap
anak didik.
2. Keakraban penuh keterbukaan
Keakraban maksudnya berbagi dengan orang lain dengan tidak
membedabedakan

anak-anak

didik,

dan

terbuka

adalah

tidak

menutupnutupi hal apa pun atau mencoba mengambil keuntungan dari


halhal yang tidak diketahui siswa. Sebuah keakraban yang penuh
keterbukaan hanya bisa terjalin apabila adalah rasa persaudaraan
kemanusiaan antara pihak pendidik dan siswa. Di dalam keakraban ada
kasih

sayang,

keramahan,

sopansantun,

saling

menghargai

dan

menghormati. Sedang keterbukaan mengandung unsure kejujuran,


kerelaan dan menerima apa adanya. Keakraban yang terbuka ini ibarat
pintu bagi masuknya sebuah kepercayaan. Ketika anak didik sudah
merasakan keakraban yang terbuka dari gurunya, maka dia dengan senang
akan mendengarkan apa pun yang disampaikan oleh sang guru.
3. Komunikasi yang jujur
Penipuan
adalah
sesuatu
yang
sulit
dipisahkan

dari

kekerasan,disebabkan kurangnya rasa hormat kepada orang lain atau takut


terhadap kenyataan. Tindakan dengan kasih sayang didasarkan pada
ukurannya dalam kebenarannya setiap orang, yang tidak bisa memisahkan
dirinya dari kebenaran dan kenyataan. Jadi, untuk menjadi benar kepada
diri sendiri, kita juga harus benar terhadap orang lain. Sampaikan kepada
anak didik kebenarannya, arahkan kemarahan kita terhadap kesalahannya,
bukan

kepada

orangnya.

Temukan

solusi

dalam

konflik

dan

kesalahpahaman, dan itu tidak bisa dibangun apabila kita menggunakan


kebohongan dan penipuan.
4. Hormati Kebebasan dan Persamaan
9

Di dalam pendidikan tanpa kekerasan ini, kita semuanya bebas dan


setara, setiap orang mendengarkan suara nurani sendiri dan saling berbagi
perhatian. Lalu kemudian dengan bebas diputuskan, berdasarkan pada
semua pertimbangan individuindividu, bagaimana keinginan bersama
ingin diwujudkan. Dengan demikian kita harus mengenali dengan jelas
kebebasan memilih dan hak yang sama setiap orang untuk mengambil
bagian dalam kegiatan itu. Yang lebih penting lagi adalah kita menyadari
persamaan semua manusia dan menghormati kebebasan anak didik sama
seperti kita menghendaki kebebasan kita sendiri dihormati. Tindakan tanpa
kekerasan bukanlah bentuk usaha untuk mengendalikan yang lain atau
penggunaan paksaan terhadap mereka. Jika kita mencintai anak didik, kita
menghormati otonomi mereka untuk membuat keputusankeputusan
mereka sendiri. Kita pasti dapat berkomunikasi dengan mereka, dan kita
bahkan dapat menghadapi mereka dengan kehadiran kita untuk memaksa
mereka tanpa kekerasan untuk membuat sebuah pilihan, jika kita yakin
mereka telah melakukan kesalahan. Perbedaan yang penting adalah kita
tidak memaksa mereka secara fisik atau dengan kasar untuk mencapai apa
yang kita inginkan.
5. Saling mempercayai secara penuh
Cara dengan kasih sayang didasarkan pada keyakinan bahwa jika kita
bertindak dengan cara yang baik tidak akan pernah merugikan bagi
siapapun, dan akan menghasilkan kebaikan juga. Alih-alih mengendalikan
anak didik dengan ancaman dan kekuasaan kita, lebih baik menggunakan
kecerdasan masing-masing pihak untuk memecahkan masalah dengan
komunikasi yang baik dan negosiasi.
Untuk mempercayai anak didik secara penuh kita harus melepaskan
kepercayaan itu dari kendali kita sendiri, dan membiarkan situasi
memprosesnya. Tentu saja melepaskan kepercayaan tidak berarti kita
mempercayai dengan membabi buta. Kita harus tetap memonitor apa yang
terjadi dan memantau hasilnya secara terus menerus.
6. Ketekunan dan kesabaran

10

Dalam pendidikan tanpa kekerasan, kesabaran adalah kebaikan yang


bersifat revolusioner. Kesabaran bukanlah sebuah pembiaran tanpa
tindakan apa pun, tetapi peningkatan kualitas dari sebuah pertolongan
yang bertahan pada tuntutannya, dan melanjutkannya dengan cara cerdas
penuh ketenangan. Ketika kita terperangkap dalam situasi konflik, emosi
kita sering sangat aktif dan bergolak. Kita harus hati-hati dengan reaksi
tanpa

pemikiran

atas

apa

yang

sedang

kita

lakukan

dan

konsekuensikonsekuensi yang mungkin terjadi. Kesabaran memberikan


kepada kita waktu untuk berpikir tentang tindakan-tindakan kita agar
terhindar dari kekerasan dan bertindak efektif.
Ketekunan juga berarti kita harus fleksibel di dalam strategi dan taktik
kita. Jika metodanya tidak berhasil, kita perlu mencoba cara lain. Jika
jalannya mendapatkan halangan, kita dapat beralih ke hal lain yang juga
memerlukan perhatian. Jika anak didik seperti kehilangan minatnya, kita
dapat dengan kreatif mencoba pendekatan baru terhadap permasalahan.
Pendidikan tanpa kekerasan harus dipenuhi kesabaran dan memaafkan dan
di saat yang sama gigih dalam membantu. Ketika anak didik mengakui
bahwa mereka sudah melakukan kesalahan, kita harus menunjukkan sifat
pemaaf kepada mereka. Sasaran terakhir dari pendidikan tanpa kekerasan
bukanlah kemenangan atas anak-anak didik kita tetapi menemukan sebuah
kehidupan yang harmonis antara pendidik sebagai orang tua, bersamasama dengan anak didik dalam damai dan keadilan.

11

BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekerasan dalam pendidikan sangat bertentangan dengan berbagai
landasan dalam pendidikan antara lain, landasan hukum, psikologi, sosial
budaya dan filsafat. Hal ini dapat dicegah apabila guru melaksanakan prinsipprinsip pendidikan tanpa kekerasan. Diharapkan dengan penegakan disiplin di
semua unsur, tidak terdengar lagi seorang guru menghukum siswanya dengan
marah-marah ataupun menampar dan lain-lain. Dan diharapkan tidak ada lagi
siswa yang melakukan tindakan kekerasan terhadap temannya. Pendidikan
dengan kekerasan hanya akan melahirkan traumatis-traumatis yang berujung
pada pembalasan dendam, dan kita semua pasti tidak menghendaki hal
demikian terus berlanjut tanpa berkeputusan yang akan melahirkan generasigenerasi penuh kekerasan.

B. Saran
Tugas sebagai pendidik adalah tugas yang berat bagi seorang guru.
Guru dituntut mampu menanamkan nilai-nilai moral, kedisiplinan, sopan
santun dan ketertiban sesuai dengan peraturan atau taat tertib yang berlaku di
sekolah masing-masing. Dengan demikian diharapkan siswa tumbuh menjadi
pribadi yang sigap, mandiri, dan disiplin. Sebagai motivator, guru harus
mampu menjadi pemicu semangat siswanya dalam belajar dan meraih
prestasi. Diharapkan dengan penegakan disiplin di semua unsur, agar tidak
terdengar lagi seorang guru menghukum siswanya dengan marah-marah atau
menampar.

12

DAFTAR PUSTAKA
http://pelatihguruterbaik.com/peran-guru-dalam-lingkunganmasyarakat/&ei=2UeMKPAz&Ic=id-ID&s=1&m=369&host
http://regional.kompas.com/read/2016/11/16/05360031/anaknya.dihukum.gur
u.menelan
https://wagataberita.com/page/berita/3-siswa-sd-korban-pemaksaan-makanlem-mengalami-trauma
http://pojokpitu.com/baca.php?idurut=36514
http://ekacaneng.blogspot.co.id/2014/01/makalahkekerasanguruterhadapsiswa
.html
https://desitrihandayani.wordpress.com/2012/12/06/kekerasan-dalam-duniapendidikan/

13

Anda mungkin juga menyukai