Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum hambatan
aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis
appendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated
Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks,
ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Tetapi pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfoid di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan seluruh tubuh.
Etiologi
a.
ini
akan
mempermudah
timbulnya
appendisitis.
Diet
bakteri
pada
apendiks
sama
dengan
di
colon,
dengan
Peranan obstruksi
Obstruksi
lumen
merupakan
faktor
penyebab
dominan
dalam
gejala,
namun
cukup
untuk
menimbulkan
risiko
terjadinya
yang
diikuti
dengan
gangren.
Fase
ini
disebut
appendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah maka akan terjadi
appendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan tidak terlalu cepat, maka pada saat
terjadi peradangan omentum dan usus akan bergerak ke arah appendiks dan
melokalisasi
peradangan
dengan
membentuk
infiltrat
appendikularis.
serta
perubahan
anatomi
aappendiks
berupa
penyempitan lumen.
Obsruksi lumen appendiks akan menghambat sekresi appendiks sehingga
terjadi peningkatan tekanan intralumen yang merangsang saraf aferen nyeri
visceral yang menghasilkan nyeri tumpul, merata di abdomen tengah atau
epigatrium. Distensi appendiks juga merangsang peristaltik sehingga kolik juga
obstruction
akan
menimbulkan
sumbatan
proksimal
Infeksi di mukosa
Pertahanan
Apendisitis infiltrat
Sembuh
Abses
Nekrosis
Perforasi
tubuh
Peritonitis
Appendisitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi pada
appendiks. Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor pencetus
antara lain sumbatan lumen appendiks oleh mukus yang terbentuk terus
menerus atau akibat feses yang masuk ke appendiks yang berasal dari caecum.
Feses ini mengeras seperti batu dan disebut fekalit.
Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi tidak dapat keluar dan
tertimbun di dalam lumen appendiks. Obstruksi lumen appendiks disebabkan
oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Proses
selanjutnya invasi kuman ke dinding appendiks sehingga terjadi proses infeksi.
Tubuh melakukan perlawanan dengan meningkatkan pertahanan tubuh terhadap
kuman-kuman tersebut. Proses ini dinamakan inflamasi.
Jika proses infeksi dan inflamasi ini menyebar sampai dinding appendiks,
appendiks dapat ruptur. Dengan ruptur, infeksi kuman tersebut akan menyebar
mengenai abdomen, sehingga akan terjadi peritonitis. Pada wanita bila invasi
kuman sampai ke organ pelvis, maka tuba fallopi dan ovarium dapat ikut
terinfeksi dan mengakibatkan obstruksi pada salurannya sehingga dapat terjadi
infertilitas. Bila terjadi invasi kuman, tubuh akan membatasi proses tersebut
dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa,
sehingga terbentuk massa periappendikular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Appendiks yang ruptur
juga dapat menyebabkan bakteri masuk ke aliran darah sehingga terjadi
septikemia.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan di sekitarnya, yang akan menimbulkan keluhan berulang pada perut
kanan bawah, dan jika suatu saat terjadi peradangan akut lagi maka dinyatakan
sebagai eksaserbasi akut.
Pembagian appendisitis
a. Appendisitis akut
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa saja.
Appendiks kadang tampak normal, atau hanya hiperemia saja. Bila
appendiks tersebut dibuka, maka akan tampak mukosa yang menebal,
edema dan kemerahan. Kondisi ini disebabkan invasi bakteri dari jaringan
terjadi
peninggian
tekanan
dalam
lumen,
tekanan
ini
minggu,
radang
kronik
appendiks
secara
makroskopis
dan
merupakan
komplikasi
yang
sangat
dikuatirkan
pada
appendisitis akut. Peritonitis terjadi akibat migrasi bebas bakteri melalui dinding
apendiks yang iskemik, perforasi gangren apendiks atau melalui abses apendiks
yang lanjut. Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya peritonitis adalah usia
lanjut,
immunosupresi,
appendiks,
pelvik
diabetes
appendiks
dan
mellitus,
riwayat
obstruksi
fekalit
pada
operasi
abdomen,
lumen
karena
ini
Gejala
khas
didasari
oleh
radang
mendadak
umbai
cacing
yang
yang
terletak
di
rongga
pelvis
bila
meradang
dapat
Perforasi
Terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Rasa nyeri bertambah
dasyat dan mulai dirasa menyebar, demam tinggi (rata-rata 38,3C). Jumlah
lekosit yang meninggi merupakan tanda khas kemungkinan sudah terjadi
perforasi.
2. Peritonitis
Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari appendisitis yang
telah mengalami gangren. Sedangkan peritonitis umum adalah merupakan
tindak lanjut daripada peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri,
defences muscular yang meluas, distensi abdomen, bahkan ileus paralitik,
merupakan gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam makin tinggi dan
timbul gejala-gejala sepsis, menunjukkan peritonitis yang makin berat.
3.
Abses/infiltrat
Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba massa lunak di abdomen kanan
bawah. Seperti tersebut di atas karena perforasi terjadilah walling off
(pembentukan dinding) oleh omentum atau viscera lainnya, sehingga
terabalah massa (infiltrat) di regio abdomen kanan bawah tersebut. Massa
mula-mula bisa berupa plegmon, kemudian berkembang menjadi rongga
yang berisi pus. Dengan USG bisa dideteksi adanya bentukan abses ini. Untuk
massa atau infiltrat ini, beberapa ahli menganjurkan antibiotika dulu, setelah
6 minggu kemudian dilakukan appendektomi. Hal ini untuk menghindari
penyebaran infeksi.
Hubungan patofisiologi dan manifestasi klinis apendisitis
Kelainan patologis
1. Peradangan awal
2. Apendisitis mukosa
muntah
4. Rangsang
peritoneum
local,
nyeri
muscular lokal
5. Gejala pada organ yang terkait
6. Apendisitis gangrenosa
6. Demam
7. Perforasi
sedang,
takikardi,
mulai
toksik, leukositosis
8. Pembungkusan
a. Tidak berhasil
perut
8.
b. Berhasil
c. Abses
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital tidak berubah terlalu mencolok pada appendisitis. Kenaikan
suhu jarang lebih dari 1C, tetapi perbedaan suhu rektal dan aksilar lebih dari
1C, nadi normal atau naik sedikit. Perubahan tanda vital yang mencolok
menunjukkan terjadinya komplikasi atau diagnosa lain.
Pasien lebih memilih tidur terlentang atau miring ke kanan, dan
pergerakan sangat minim karena dapat mencetuskan nyeri. Kadang sudah
terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut kanan
bawah. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan
gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi
perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
appendikuler.
Pada palpasi didapatkan nyeri terbatas pada iliaka kanan, bisa disertai
nyeri
lepas.
Defence
muscular
menunjukan
adanya
tanda
rangsangan
Dengan penekanan ujung jari pada regio iliaka kanan didapatkan nyeri tekan
positif, maksimum pada titik Mc. Burney.
b. Blumbegs Sign
Dengan menekan pelan-pelan sisi kiri abdomen kemudian dilepaskan secara
tiba-tiba, penderita merasa nyeri di daerah appendiks.
c.
Rovsings Sign
Nyeri dijalarkan ke bagian kuadran kanan bawah sewaktu dilakukan
penekanan di daerah kuadran kiri bawah.
d. Tenhorn Sign
Pada penderita laki-laki bila testis ditarik pelan-pelan maka akan timbul nyeri
sebab testis ada hubungan dengan peritoneum.
e.
f.
Obturator Sign
Biasanya positif pada appendisistis dengan appendiks letak pelvika dilakukan
dengan cara penderita tidur terlentang, tungkai kanan difleksi ke atas,
pemeriksa
mamutar
sendi
panggul
ke
dalam
(endorotasi)
untuk
The obturator sign. Pain on passive internal rotation of the flexed thigh.
Examiner moves lower leg laterally while applying resistance to the
lateral side of the knee (asterisk) resulting in internal rotation of the
femur.
g. Rectal Toucher
Nyeri colok dubur antara jam 9-12 biasanya ditemukan pada appendisitis
intrapelvinal.
Karena terjadi pergeseran caecum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, maka
keluhan nyeri pada appendisitis sewaktu hamil trimester II dan III akan bergeser
ke kanan sampai ke pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak
berbeda dengan orang yang tidak hamil, karena itu perlu dibedakan apakah
keluhan nyeri berasal dari uterus atau appendiks. Bila penderita miring ke kiri
dan nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, maka terbukti
proses bukan berasal dari appendiks.
Perkusi abdomen pada appendisitis akan didapatkan bunyi timpani. Pada
peritonitis umum terdapat nyeri di seluruh abdomen, pekak hati menghilang.
Pada appendisitis retrocaecum atau retroileum terdapat nyeri pada pinggang
kanan atau angulus kostovertebralis punggung.
Pada auskultasi biasanya didapatkan bising usus positif normal. Peristaltik
dapat tidak ada karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat
appendisitis perforata.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Laboratorium
1. Pemeriksaan darah
Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut
terutama pada kasus dengan komplikasi. Leukositosis sedang (1000018000/mm3) dan disertai predominan polimorfonuklear sel yang terdapat
pada kasus apendisitis akut. Tetapi jika jumlah leukosit lebih dari 18000 /
mm3, atau pergeseran ke kiri sangat mencolok, appendisitis perforasi atau
proses peradangan organ visceral yang lebih besar mungkin terjadi. Pada
appendikular infiltrat, LED akan meningkat.
2. Pemeriksaan urin
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
Pemeriksaan
ini sangat
diagnosis
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai
gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis. Urinalisa ditemukan
BJ tinggi karena dehidrasi. Jika letak appendiks dekat vesika urinaria akan
ditemukan eritrosit dan leukosit dalam urinalisa.
b. Radiologis
1. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fekalit sebagai penyebab appendisitis.
Gambaran appendikolit pada foto polos abdomen, caecum yang distensi
merupakan kunci diagnosa appendisitis. Selain itu, dapat dilihat tandatanda peritonitis. Kebanyakan kasus appendisitis akut didiagnosa tanpa
memperlihatkan kelainan radiologi. Foto polos bisa memperlihatkan
densitas jaringan lunak dalam kuadran kanan bawah, bayangan psoas
kanan abnormal, gas dalam lumen appendiks dan ileus lebih menonjol.
Foto pada keadaan berbaring bermanfaat dalam mengevaluasi keadaankeadaan patologi yang meniru appendisitis akut. Contohnya udara bebas
intraperitoneum
yang
mendokumentasi
perforasi
berongga
seperti
ini
dapat
menunjukkan
komplikasi-komplikasi
dari
yang
mempengaruhi
irregularitas
lumen
appendiks
maka
96-97%,
serta
akurasi
94-100%.
CT-Scan
sangat
Gejala
Nilai
Anoreksia
Nausea/vomiting
baik
untuk
Tanda
Laboratorium
Nyeri RLQ
Rebound
Peningkatan suhu
Leukositosis
Pergeseran ke kiri
skor,
kemudian
kemungkinan
diagnosis
apendisitis
>8
57
<5
: appendisitis akut
: suspek appendisitis akut
: bukan appendisitis akut
b. Ohmann Score
Low
Moderate : 6 - 11
High
:5
: 12 13
c. Eskelinen Score
adalah
55
: appendisitis akut
Penatalaksanaan
The
Surgical
Infection
Society
menganjurkan
pemberian
antibiotik
Penundaan
tindakan
bedah
sambil
dilakukan
pemberian
dapat
dilakukan
secara
terbuka
ataupun
dengan
laparoskopi. Bila appendektomi terbuka, insisi Mc. Burney paling banyak dipilih
oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosanya tidak jelas sebaiknya
dilakukan observasi dulu.
Appendisitis
dengan
komplikasi
peritonitis
generalisata
perlu
ILEUS
Pendahuluan
Ileus adalah gangguan atau hilangnya pasase isi usus yang menandakan
adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan.
Ileus Obstruktif adalah ileus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik. Di
Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata,
sedangkan
ileus
paralitik
sering
disebabkan
oleh
peritonitis.
Keduanya
volvulus,
hernia
inkarserata,
striktur
atau
obstipasi.
Penanganan
obstruksi kolon lebih kompleks karena masalahnya tidak bisa hilang dengan
sekali operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk menentukan jenis operasi kolon
karena diperlukan diagnosis yang tepat tentang penyebab dan letak anatominya.
Pada kasus keganasan kolon, penanganan pasien tidak hanya berhenti setelah
operasi kolostomi, tetapi membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut. Hal
ini yang menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks
daripada obstruksi usus halus.
Ada 3 hal yang menarik tentang obstruksi ileus, yaitu:
1. Makin meningkatnya kasus obstruksi ileus.
2. Diagnosa obstruksi ileus sebenarnya mudah dan bersifat universal tetapi
untuk mengetahui proses patologik yang sebenarnya di dalam rongga abdomen
merupakan hal yang sulit.
3. Bahaya strangulasi yang amat ditakuti sering tidak disertai gambaran klinik
khas yang dapat mendukungnya.
Untuk dapat melaksanakan penanggulangan penderita obstruksi ileus
dengan cara yang sebaikbaiknya, diperlukan konsultasi antara disiplin yang
bekerja dalam satu tim dengan tujuan untuk mencapai 4 keuntungan:
1. Bila penderita harus dioperasi, maka operasi dijalankan pada saat keadaan
umum penderita optimal.
2. Mencegah strangulasi.
3. Mencegah laparotomi.
4. Penderita mendapat tindakan operatif yang sesuai dengan penyebab
obstruksinya.
Klasifikasi
1. Ileus mekanik
1.1 Lokasi obstruksi
1.1.1 Letak tinggi: duodenum dan jejenum.
1.1.2 Letak tengah: ileum terminal.
1.1.3 Letak rendah: kolon, sigmoid, dan rectum.
1.2 Stadium obstruksi
1.2.1 Parsial: menyumbat sebagian lumen usus.
1.2.2 Simpel/ komplit: menyumbat lumen usus secara total.
1.2.3 Strangulasi: sumbatan simpel disertai jepitan vasa.
2. Ileus neurogenik
2.1 Adinamik: ileus paralitik.
2.2 Dinamik: ileus spastik.
3. Ileus vaskuler: intestinal ischemia karena trombosis dan emboli.
Etiologi
Ileus Obstruktif
1. Hernia inkarserata
2. Non hernia
2.1 Penyempitan lumen usus
2.1.1 Isi lumen: benda asing, skibala, dan askariasis,
2.1.2 Dinding usus: stenosis (radang kronis) dan keganasan.
2.1.3 Ekstra lumen: tumor intra abdomen.
2.2 Adhesi/ streng
2.3 Invaginasi
2.4 Volvulus
2.5 Malformasi usus
2.6 Radang khronik (TBC)
2.7 Divertikulum meckel
2.8 Obstruksi makanan
Pembagian lain penyebab obstruksi pada usus halus:
1. Obstruksi ekstraluminal (lesi ekstrinsik): adhesi (postoperative), hernia
(inguinal, femoral, umbilical), neoplasma (karsinoma), abses intraabdominal.
2. Obstruksi intrinsik (lesi intrinsik): kongenital (malrotasi, kista), inflamasi
(Chrons disease, divertikulitis), neoplasma, traumatik, intussusepsi.
3. Obstruksi intraluminal: gallstone, enterolith.
Adhesi, hernia inkarserata dan keganasan usus besar paling sering
menyebabkan obstruksi. Pada adhesi, onsetnya terjadi secara tiba-tiba dengan
keluhan perut membesar dan nyeri perut. Dari 60% kasus ileus obstruksi di USA,
penyebab terbanyak adhesi yaitu pada operasi ginekologik, appendektomi dan
reseksi kolorektal. Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi.
Adhesi umumnya berasal dari rongga peritoneum akibat peritonitis setempat
atau umum atau pasca operasi.
Adhesi dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal atau
multipel.
Ileus Paralitik
1. Pembedahan abdomen: biasanya timbul 24-72 jam pasca pembedahan.
2. Trauma abdomen dan cedera usus.
3. Infeksi: appendicitis, peritonitis, dan diverticulitis.
4. Pneumonia.
5. Sepsis.
6. Serangan jantung.
7. Ketidakseimbangan elektrolit darah: natrium, rendah kalium, tinggi kalsium.
8. Kelainan metabolik yang mempengaruhi fungsi otot.
9. Obat-obatan: narkotika, antihipertensi, spasmolitik.
10.Mesenteric ischemia.
11.Aterosklerosis: menyebabkan berkurangnya aliran darah ke usus.
12.Gagal ginjal.
13.Kelenjar tiroid yang kurang aktif.
Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab
mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana
strangulata,
kematian
jaringan
usus
umumnya
usus
halus
melalui
fistula
kolesisenterik,
penyakit
radang
usus
- Perkusi
Hipertimpani.
- Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi. Pada fase lanjut bising usus dan
peristaltik melemah sampai hilang.
- Rectal Toucher
Isi rektum menyemprot: Hirschprung disease
Darah (+) : strangulasi, neoplasma
Feses mengeras: skibala
Feses (-): obstruksi usus letak tinggi
Ampula rekti kolaps: curiga obstruksi
Nyeri tekan: lokal atau general peritonitis
- Radiologi
Foto polos abdomenpada 3 posisi menggambarkan pelebaran udara usus
halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-fluid level.
Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium
enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada
kecurigaan volvulus.
C. Paralitik
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent
abdomen yaitu bising usus menghilang. Gambaran foto polos abdomen pada 3
posisi didapatkan pelebaran (distensi) udara usus halus atau usus besar (usus
halus sampai rektum) tanpa air-fluid level. Juga dapat ditemukan dinding usus
tebal dan gambaran coiled spring appearance. Kadang dilakukan pemeriksaan
kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) untuk mengevaluasi keadaan.
Manifestasi Klinis
Obstruksi Sederhana
Obstruksi usus halus proksimal memiliki gejala banyak muntah namun
jarang muntah fekal meskipun obstruksinya telah berlangsung lama. Nyeri
abdomen bervariasi dan sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak pada
perut bagian atas.
Obstruksi usus halus bagian tengah dan distal memiliki gejala kejang di
daerah periumbilikal. Nyeri abdomen sulit dijelaskan lokasinya. Kejang tersebut
hilang timbul dengan adanya fase bebas keluhan. Keluhan muntah akan timbul
kemudian, waktunya bervariasi tergantung pada lokasi sumbatan. Semakin distal
lokasi sumbatan, muntah yang dihasilkan semakin fekulen. Obstipasi selalu
terjadi, terutama pada obstruksi komplit.
Awalnya tanda vital normal namun dapat berlanjut menjadi dehidrasi
akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal dan demam.
Distensi abdomen dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi usus halus
proksimal dan semakin jelas pada obstruksi usus halus distal. Peristaltik usus
yang mengalami dilatasi dapat terlihat pada pasien kurus. Bising usus yang
meningkat dan metallic sound dapat terdengar sesuai dengan timbulnya nyeri
pada obstruksi usus halus distal.
Awalnya nilai laboratorium normal kemudian dapat berubah menjadi
hemokonsentrasi, leukositosis dan gangguan elektrolit.
Pemeriksaan radiologis pada posisi tegak, terlentang,
dan
dekubitus
halus
menunjukkan
gambaran
anak
tangga
pada
usus
lateral
yang
mengalami dilatasi dengan gambaran air fluid level. Pemberian kontras akan
menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan letaknya.
Pada ileus obstruksi letak rendah, jangan lupa melakukan pemeriksaan
rektosigmoidoskopi dan pemeriksaan kolon untuk mengetahui penyebabnya.
Pemeriksaan kolon bisa dilakukan dengan colok dubur dan pemeriksaan barium
in loop. Periksa pula kemungkinan terjadinya hernia.
Obstruksi yang Disertai Proses Strangulasi
Gejala obstruksi usus halus yang disertai proses strangulasi mirip
obstruksi usus halus sederhana. Perbedaannya adalah gejala obstruksi ini lebih
jelas dan gejala nyeri lebih hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya
skar bekas operasi dan hernia. Bila ditemukan gejala strangulasi maka
diperlukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.
Pemeriksaan Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan
membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium
yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan
nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.
Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya
terjadi pada 38% 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada
obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada
dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas
darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan
metabolik asidosis bila ada tanda - tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
Pemeriksaan Radiologi
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid
level pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu
obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada
obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran step ladder dan air
fluid level terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak
tampak gas. Jika terjadi strangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran
berupa hilangnya mukosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus.
Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus.
Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis
akibat adanya perforasi.
CT scan kadang - kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada
obstruksi usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang
komplit dan pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun
keganasan.
Diagnosa Banding
Ileus paralitik memiliki gejala nyeri yang lebih ringan namun konstan dan
difus, juga terjadi distensi abdomen. Ileus yang disebabkan proses inflamasi akut
(misalnya appendisitis) memiliki tanda dan gejala dari penyebab primer ileus
tersebut.
Obstruksi usus besar memiliki gejala obstipasi dan distensi abdomen. Kolik
dan muntah lebih jarang terjadi. Pada foto akan tampak gambaran terjadinya
dilatasi kolon sampai pada letak sumbatan.
Gastroenteritis akut, appendisitis akut, dan pankreatitis akut dapat
menyerupai obstruksi usus halus sederhana. Strangulasi dapat dikacaukan oleh
pankreatitis hemoragik dan oklusi vaskuler mesenterik.
Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1. Konservatif/ Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan
memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian
cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila
muntah dan mengurangi distensi abdomen.
Penatalaksanaan konservatif ileus antara lain:
- Penderita dirawat di rumah sakit & dipuasakan.
Biasanya minimal 3 hari, luka operasi pada saluran cerna dapat sembuh.
Kontrol status airway, breathing and circulation.
Dekompresi dengan nasogastric tube.
Intravenous fluids and electrolyte.
Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
Dekompresi berguna untuk mengurangi tekanan dan peregangan dengan
mengeluarkan gas dan cairan. Kadang sebuah selang dimasukkan ke dalam usus
besar melalui anus untuk mengurangi tekanan. Sedangkan selang lainnya yang
dihubungkan dengan alat penghisap, dimasukkan melalui hidung menuju ke
lambung.
2. Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis ileus antara lain:
- Antibiotik spektrum luas untuk bakteri anaerob dan aerob sebagai profilaksis.
- Analgesik apabila nyeri.
- Antiemetik untuk mengurangi gejala mual muntah.
3. Operatif
Penatalaksanaan operatif ileus antara lain:
- Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis.
- Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan jenis
obstruksi kolon.
- Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
- Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
-
are started
Failure to improve with conservative therapy within 24-48 hr
Early postoperative technical complications
maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka
reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam tindakan
bedah pada obstruksi ileus:
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang melewati
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujungujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya
pada carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada
beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
Komplikasi
1. Nekrosis usus
2. Perforasi usus
3. Sepsis
4. Syok-dehidrasi
5. Abses
6. Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
7. Pneumonia aspirasi dari proses muntah
8. Gangguan elektrolit
9. Meninggal
Prognosis
Saat operasi, prognosis tergantung kondisi klinik pasien sebelumnya.
Setelah pembedahan dekompresi, prognosisnya tergantung dari penyakit yang
mendasarinya.
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan
operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan
atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan
mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan
tindakan dilakukan dengan cepat.
IKTERUS
Ikterus atau jaundice adalah suatu keadaan dimana terlihat perubahan
warna kulit, membrana mukosa dan sklera menjadi kuning yang disebabkan oleh
penimbunan kadar bilirubin dalam plasma dan cairan ekstraseluler lain.
Perubahan warna tersebut sebenarnya merupakan akibat hiperbilirubinemia.
Secara kasar dikatakan kalau bilirubin total sudah mencapai 2 mg% atau lebih,
ikterus akan tampak di sklera. Ikterus yang sudah mulai tampak di seluruh tubuh
menunjukkan bilirubin total sudah mencapai 8 mg% atau lebih. Ikterus mungkin
disertai dengan kencing warna gelap atau tinja akholik.
Bilirubin adalah hasil atau produk utama dari pemecahan heme. Berasal dari
sel darah merah dari sirkulasi yang dipecah oleh Retikulo Endotelial Sistem.
Bahan yang larut lemak ini beredar dalam plasma terikat dengan albumin dan
diambil oleh hepatosit, dimana akan mengalami esterifikasi dengan empedu. Di
dalam intestinum enzim dari bakteri akan menghilangkan esterifikasi bilirubin
dan terbentuklah bilirubinogen. Sebagian kecil kemudian akan di reabsorbsi
untuk mengikuti siklus enterohepatik.
Ikterus dapat diklasifikasikan berdasarkan :
Patogenesisnya :
Ikterus prehepatik/hemolitik, merupakan tipe yang paling jarang. Kelebihan
bilirubin akibat percepatan proses penghancuran eritrosit melampaui
kemampuan hepar untuk mengeluarkan kelabihan tersebut. Akibatnya terjadi
kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dalam serum. Ikterus bersifet ringan dan
tidak disertai kenaikan berbagai enzim dalam serum. Urine yang baru
berwarna normal karena tidak mengandung bilirubin namun bila ditemukan
kadar urobilinogen yang berlebihan maka melalui proses oksidasi menjadi
urobilinogen sehingga warna menjadi lebih gelap bila didiamkan. Warna feses
tetap normal.
Ikterus hepatik. Pada tipe ini, konsentrasi bilirubin terkonjugasi dan tak
terkonjugasi dalam serum akan meninggi tetapi terdapat lebih banyak
dari bilirubin total), pada pemeriksaan urine rutin tidak dijumpai bilirubin,
sedangkan urobilin urine urine tetap positif. Pemeriksaan feses dengan warna
gelap karena sterkobilin meningkat. Pada hiperbilirubinemia conjugated biasanya
baik bilirubin direk maupun indirek meningkat (sering direk lebih tinggi), bilirubin
dapat ditemukan pada pemeriksaan urine rutine. Feses akan berwarna pucat.
Pada kasus obstruksi total saluran empedu fesesnya menjadi tidak berwarna.
Hiperbilirubinemia conjugated merupakan tanda penting kerusakan
hepatoseluler dan kolestasis. Kolestasis dapat terjadi pada tingkat hepatosit
yang sering disebut kolestasis intrahepatal atau pada saluran empedu (ekstra
hepatal). Untuk membedakan kerusakan hepatoseluler atau kolestasis dapat
dilihat pada hasil pemeriksaan enzimatik. Transaminase yang meningkat (>2 kali
nilai normal), sedangkan fosfatase alkali dan Gama GT normal atau sedikit
meningkat (<2 kali nilai normal) menunjukkan kerusakan hepatoseluler.
Sebaliknya, fosfatase alkali yang meningkat sangat tinggi (>3 kali normal) diikuti
dengan Gama GT yang juga meningkat menunjukkan adanya kolestasis. Waktu
protombin juga dapat memanjang pada kolestasis.
Pemeriksaan radiologi yang dapat membantu penegakan diagnosis ikterus
antara lain adalah : Ultrasonografi (USG), Skintigrafi, Endoscopy Retrograd
Cholangiopancreatography (ERCP).
Pada kasus ini didapatkan :
Anamnesis : 1,5 bulan bayi tampak kuning mulai dari mata ke seluruh tubuh
disertai panas nglemeng, buang air besar dan buang air kecil tidak ada
kelainan. Setengah bulan bayi bertambah kuning dan kencing berwarna teh,
buang air besar seperti dempul. Riwayat transfusi darah disangkal. Riwayat
keluarga sakit kuning disangkal. Riwayat ibu mengalami infeksi selama
kehamilan disangkal.
Pemeriksaan fisik : Sklera ikterik (+); kulit ikterik (+); abdomen : cembung,
lemas, venektasi (-); hepar : 2/3-2/3 Blankhart, tepi tajam, rata, kenyal;
limpa : Schuffner 2.
Pemeriksaan penunjang :
Hiperbilirubinemia baik direk maupu indirek
Kolestasis
Kolestasis intrahepatal
ekstrahepatal
Warna tinja : - putih
- kuning
Berat badan lahir
Umur saat tinja akholis
Gambaran
hepar :
79 %
26 %
21 %
74 %
> 3 kg
< 3 kg
Sekitar 2 minggu
Sekitar 1 bulan
12 anak
35 anak
63 anak
47 anak
24 anak
6 anak
klinis
Hepatomegali :
Konsistensi normal
Padat (firm)
Keras (hard)