Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

KONJUNGTIVITIS ALERGI DENGAN SIKATRIKS


KORNEA + ASTIGMATISME MIOP KOMPOSITUS

Pembimbing :
dr. Margrette P.F, SpM, Msc
Disusun oleh:
Lanny Ardianny
NIM : 11 2014 341

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RS. FMC, SENTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk Jakarta Barat
1

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus :
SMF ILMU PENYAKIT MATA
Rumah Sakit FMC SENTUL
Tanda Tangan
Nama

: Lanny Ardianny

NIM

: 11.2014.341

Dr.Pembimbing

: dr.Margrette P.F, SpM. M.sc

.............................
..

STATUS PASIEN
I.

IDENTITAS
Nama

: Ny. Rukiah

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

: 30 tahun

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Pangkalan 3 Pasir Jambu 002/001, Sukaraja, Bogor

Tanggal pemeriksaan : 15 Oktober 2015


II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan utama : Pasien datang ke Poli Mata RS FMC tanggal 15 Oktober 2015 dengan
keluhan kedua mata gatal sejak 1 tahun SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan kedua mata gatal sejak 1 tahun SMRS. Gatal dirasakan hilang
timbul dan sering kambuh. Keluhan dirasakan hampir setiap hari. Pasien juga mengeluh matanya
terkadang merah dan perih, terutama saat setelah berkendara motor. Kedua mata terasa gatal dan
berair, sehingga pasien sering menggosok-gosok matanya. Pasien juga merasa sering belekan
terutama pagi hari. Satu tahun yang lalu pasien pernah ke dokter dan diberikan obat tetes mata,
keluhan gatal berkurang ketika diberi tetes mata tapi keesokan harinya keluhan kembali muncul.
Enam bulan yang lalu pasien juga sering mengeluh pusing, pasien kembali berobat ke dokter dan
diberi obat tetes mata dan disarankan memakai kacamata. Setelah pemakaian kacamata keluhan
pusing berkurang, keluhan gatal di kedua mata sempat sembuh namun kambuh lagi sehingga
pasien berobat ke poli mata lagi.
Tidak ada riwayat trauma pada kedua mata. Os menyangkal kedua mata kemasukan benda asing.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Terdapat riwayat alergi sebelumnya. Riwayat hipertensi dan DM disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi dalam keluarga (+), riwayat DM disangkal.
III.

PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis:
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: compos mentis

Tanda-tanda vital
Tekanan darah

: 110/60 mmHg

Nadi

: 86x/menit

Suhu

: 36,5C

Laju pernafasan

: 18x/menit

Kepala

: Normocephal, tidak terdapat deformitas

Telinga

: Discharge (-)

Hidung

: Deviasi septum (-), discharge (-), epistaksis (-)

Mulut

: Karies gigi (-)

Leher

: Kelenjar getah bening tidak mengalami pembesaran

Jantung

: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)


3

Paru

: Suara napas dasar vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen

: datar, supel, massa (-),nyeri tekan (-), bising usus (+) N.

Ekstremitas

: Hangat, udema -/-, deformitas (-)


Status Oftalmologis

KETERANGAN

OD

OS

Tajam penglihatan

0.05 PH 0.5

0.2 PH 0.8

Koreksi

S -2.00 C-1.00 x 1000.8

S-1.00 C-1.00 x 90 1.0

Addisi

1. VISUS

Distansia Pupil

58/60 mm

Kaca mata lama

S -2.00 C-1.00 x 100

S-1.00 C-1.00 x 90

2. KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmus

Tidak ada

Tidak ada

Endoftalmus

Tidak ada

Tidak ada

Deviasi

Tidak ada

Tidak ada

Gerakan mata

Baik ke segala arah

Baik ke segala arah

Warna

Hitam

Hitam

Letak

Simetris

Simetris

3. SUPERSILIA

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema

Tidak Ada

Tidak Ada

Nyeri tekan

Tidak Ada

Tidak Ada

Ektropion

Tidak Ada

Tidak Ada

Entropion

Tidak Ada

Tidak Ada

Blefarospasme

Tidak Ada

Tidak Ada

Trikiasis

Tidak Ada

Tidak Ada

Sikatriks

Tidak Ada

Tidak Ada

5. KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR


Hiperemis

Ada

Ada

Folikel

Tidak Ada

Tidak Ada

Papil

Ada

Ada

Sikatriks

Tidak Ada

Tidak Ada

Hordeolum

Tidak Ada

Tidak Ada
4

Kalazion

Tidak Ada

Tidak Ada

6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret

Tidak Ada

Tidak Ada

Injeksi konjungtiva

Ada

Ada

Injeksi siliar

Tidak Ada

Tidak Ada

Perdarahan subkonjungtiva

Tidak Ada

Tidak Ada

Pterigium

Tidak Ada

Tidak Ada

Pinguekula

Tidak Ada

Tidak Ada

Nervus pigmentosus

Tidak Ada

Tidak Ada

Kista Dermoid

Tidak Ada

Tidak Ada

Warna

Putih

Putih

Ikterik

Tidak Ada

Tidak Ada

Nyeri Tekan

Tidak Ada

Tidak Ada

Kejernihan

Jernih

Jernih

Permukaan

Licin

Licin

Ukuran

12 mm

12 mm

Sensibilitas

Baik

Baik

Infiltrat

Tidak ada

Tidak ada

Keratik Presipitat

Tidak ada

Tidak ada

Sikatriks

ada

Tidak ada

Ulkus

Tidak ada

Tidak ada

Perforasi

Tidak ada

Tidak ada

Arkus senilis

Tidak ada

Tidak ada

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Tes Plasido

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Kedalaman

Dangkal

Dangkal

Kejernihan

Jernih

Jernih

Hifema

Tidak ada

Tidak ada

Hipopion

Tidak ada

Tidak ada

Efek Tyndall

Tidak ada

Tidak ada

7. SKLERA

8. KORNEA

9. BILIK MATA DEPAN

10. IRIS
5

Warna

Coklat

Coklat

Kripte

Jelas

Jelas

Bentuk

Bulat

Bulat

Sinekia

Tidak ada

Tidak ada

Koloboma

Tidak ada

Tidak ada

Letak

Sentral

Sentral

Bentuk

Bulat

Bulat

Ukuran

3 mm

3 mm

Refleks cahaya langung


Refleks cahaya tidak

Jernih

Jernih

Letak

Tes Shadow

Jernih

Jernih

Positif

Positif

o Bentuk

lonjong

lonjong

o Warna

jingga

jingga

o Batas

tegas

tegas

o C/D Ratio

0,3

0,3

2:3

2:3
Tidak ada

o Perdarahan

Tidak ada
Tidak ada

o Eksudat

Tidak ada

Tidak ada

o Sikatriks

Tidak ada

Tidak ada

Positif
Tidak ada

Positif
Tidak ada

11. PUPIL

langsung
12. LENSA
Kejernihan

13. BADAN KACA


Kejernihan
14. FUNDUS OKULI
a. Reflex fundus
b. Papil

c. A/V Ratio
d. Retina
o Edema

Tidak ada

e. Makula lutea
o Refleks fovea
o Edema

Tidak ada

Tidak ada

15. PALPASI
Nyeri tekan

Tidak Ada

Tidak Ada

Massa tumor

Tidak Ada

Tidak Ada

Tensi okuli (digital)

N+0/P

N+0/P

Tonometer Non-contact

15.6 mmHg

16.5 mmHg

Sama dengan pemeriksa

Sama dengan pemeriksa

o Pigmentosa

16. KAMPUS VISI


Tes konfrontasi
IV. RESUME
Pasien datang dengan keluhan kedua mata gatal sejak 1 tahun SMRS. Gatal dirasakan
hilang timbul dan sering kambuh. Keluhan dirasakan hampir setiap hari. Pasien juga
mengeluh matanya terkadang merah dan perih, terutama saat setelah berkendara motor.
Kedua mata terasa gatal dan berair, sehingga pasien sering menggosok-gosok matanya.
Pasien juga merasa sering belekan terutama pagi hari. Satu tahun yang lalu pasien pernah
ke dokter dan diberikan obat tetes mata, keluhan gatal berkurang ketika diberi tetes mata
tapi keesokan harinya keluhan kembali muncul. Enam bulan yang lalu pasien juga sering
mengeluh pusing, pasien kembali berobat ke dokter dan diberi obat tetes mata dan
disarankan memakai kacamata. Setelah pemakaian kacamata keluhan pusing berkurang,
keluhan gatal di kedua mata sempat sembuh namun kambuh lagi sehingga pasien berobat
ke poli mata lagi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada mata kanan konjungtiva hiperemis, injeksi
konjungtiva, sikatriks kornea (+). Visus OD 0.05 PH 0.5 dikoreksi dengan S -2.00 C1.00 x 1000.8. Pada mata kiri terdapat konjungtiva hiperemis , injeksi konjungtiva. Visus
OS 0.2 PH 0.8 dikoreksi dengan S-1.00 C-1.00 x 90 1.0
V.

DIAGNOSIS
Konjungtivitis Alergik ODS dengan sikatriks kornea OD + Astigmatism Miop Compositus

VI. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Cromolyn Sodium 4xsehari 1-2 tetes
Diphenhydramine 3x50 mg
Pemberian kacamata
7

Non Medikamentosa
Jangan menggosok-gosok mata
Minum obat dan menggunakan tetes mata secara teratur
Kacamata selalu dipakai kecuali tidur dan mandi.
VII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva
atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada
mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai
dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan
mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang
memerlukan pengobatan.

Gejala dan Tanda klinis


Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau panas, sensasi
penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Jika ada rasa sakit agaknya kornea terkena. Sakit pada
iris atau corpus siliaris mengesankan terkenanya kornea. Tanda penting konjungtivitis adalah
hiperemia, berair mata, eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma
konjungtiva), folikel (hipertrofi lapis limfoid stroma), pseudomembranosa dan membran,
granuloma, dan adenopati pre-aurikuler.
Hiperemia adalah tanda paling mencolok pada konjungtiva akut. Kemerahan paling nyata
pada forniks dan mengurang ke arah limbus disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh
konjungtiva posterior. Warna merah terang mengesankan konjungtivitis bakteri dan keputihan
mirip susu mengesankan konjungtivitis alergika. Berair mata (epiphora) sering mencolok,
diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau gatal. Kurangnya sekresi airmata
yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sicca.

Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat berlapis-lapis dan amorf pada
konjungtivitis bacterial dan dapat pula berserabut seperti pada konjungtivitis alergika,yang
biasanya menyebabkan tahi mata dan saling melengketnya palpebra saat bangun tidur pagi hari,
dan jika eksudat berlebihan agaknya disebabkan oleh bakteri atau klamidia.
Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskullus muller (M.
Tarsalis superior). Keadaan ini dijumpai pada konjuntivitis berat. Misal Trachoma dan
konjungtivitis epidemica.
Pseudomembran dan membran adalah hasil proses eksudatif dan berbeda derajatnya.
Sebuah pseudomembran adalah pengentalan di atas permukaan epitel. Bila diangkat, epitel tetap
utuh. Sebuah membran adalah pengentalan yang meliputi seluruh epitel dan jika diangkat akan
meninggalkan permukaan yang kasar dan berdarah.

Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva

bersambungan

dengan kulit pada tepi

kelopak

(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva terdiri dari tiga
bagian:
1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
3. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior
palpebra dan bola mata)
Konjungtiva palbebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke
tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices
superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkalikali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva
sekretorik. (Duktus-duklus kelenjar lakrimalis bermuara ke forniks temporal superior.) Kecuali di
limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris
melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di bawahnya. Lipatan konjungtiva bulbaris yang
tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terlelak di kanthus internus dan membentuk
kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam daging
9

(karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona
transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa.1,2
Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi hubungan
dengan jaringan dibawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan. Juga mengandung
banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi bila
terdapat peradangan mata.
Jika dilihat dari segi histologinya, lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima
lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat
limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri
dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval
yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi
lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat
daripada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan
fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian
menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari Jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan
fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
Kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan funginya mirip
kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks
atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas. ,3

Klasifikasi
1. Konjungtivitis Karena agen infeksi
A. Konjungtivitis Bakterial
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun. Penyebab
konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus, dan Haemophilus.
Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme seperti

10

Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan
memadai.
Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari sekian
antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari. Konjungtivitis
purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides dapat
menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini.

Tanda dan Gejala


- Iritasi mata,
- Mata merah,
- Sekret mata,
- Palpebra terasa lengket saat bangun tidur
- Kadang-kadang edema palpebra
- Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan. Infeksi
dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti
seprei, kain, dan lain-lain.1,5,7

Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organisme dapat diketahui
dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil
polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan
disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran
atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun sebaiknya
harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada,
terapi antibiotika spesifik dapat diteruskan.

Komplikasi dan Sekuel


Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtiva stafilokokus kecuali
pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat terjadi
pada konjungtivitis pseudomembranosa dan pada kasus tertentu yang diikuti ulserasi
kornea dan perforasi. Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N
11

gonorroeae, N konchii, N meningitides, H aegyptus, S gonorrhoeae berdifusi melalui


kornea masuk camera anterior, dapat timbul iritis toksik.2,4

Terapi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan
terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika
yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides. Terapi topical
dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium
telah diperoleh.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus
dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara
khusus hygiene perorangan.

Perjalanan dan Prognosis


Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat
berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang
masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis
meningokokus adalah septicemia dan meningitis. Konjungtivitis bacterial menahun
mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.

B. Konjungtivitis Virus
1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut
a) Demam Faringokonjungtival
Tanda dan gejala
12

Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 C, sakit tenggorokan,


dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering sangat mencolok
pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering
terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah
limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1,2,4
Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan
kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan
ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga
didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus.
Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis. Kerokan konjungtiva terutama
mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan
ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa dan sukar menular di kolam
renang berchlor. 1,3,6
Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya dalam
sekitar 10 hari. 1,8
b) Keratokonjungtivitis Epidemika
Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu mata
saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada infeksi
dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia,
keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal. Nodus
preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia
konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul
dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar atau
pembentukan symblepharon. 1,3,4
13

Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel terutama


terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan namun
menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1
Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar mata.
Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti demam,
sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37
(subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel
dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi
radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak
neutrofil.3,4,5

Penyebaran
Transmisi nosoklomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui jarijari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian
larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin
terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau
silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran. 1,3
Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan memakai penetes steril
pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan secara teratur
di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata
khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan
dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan dikeringkan
dengan hati-hati.

Terapi
14

Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi
beberapa gejala. Kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang
keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi
superinfeksi bacterial. 1,3
c) Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks
Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil,
adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi,
bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial
tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial
yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadangkadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas
terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan. 1,3

Laboratorium
Tidak

ditemukan

bakteri

di

dalam

kerokan

atau

dalam

biakan.

Jika

konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika


pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat
nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai
fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa.
Ditemukannya sel sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.3
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain kering
di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.3

Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa,
umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local maupun
sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin
15

diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain
kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical
sendiri harus diberikan 7 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida
rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1
tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep
acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg lima kali
sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah
pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari.
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi herpes
simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat menjadi
infeksi yang sangat panjang dan berat. 1,3
d) Konjungtivitis Hemoragika Akut
Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic besar
konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di Ghana dalam
tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini
pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari).
Tanda dan Gejala
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata,
merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi kemosis.
Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik pada
awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah. Kebanyaka pasien
mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis
anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada 25% kasus. 1,5
Penyebaran
16

Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite seperti
sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari
Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.
2. Konjungtivitis Virus Menahun
a) Blefarokonjungtivitis
Molluscum Contagiosum
Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat
menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus
superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang mononuclear (berbeda
dengan reaksi pada trachoma), dengan lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-radang
dengan bagian pusat, adalah khas molluscum kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi
sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak
inti ke satu sisi.3
Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya, atau
krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya.
b) Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Tanda dan gejala
Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler khas sepanjang
penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas herpes zoster.
Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan
vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan
terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah
adalah sekuele.
Laboratorium

17

Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra mengandung sel raksasa dan
banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan konjungtiva pada varicella dan zoster
mengandung sel raksasa dan monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan jaringan sel sel
embrio manusia.
Terapi
Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10 hari), jika diberi pada
awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi dan menghambat penyakit.
c) Keratokonjungtivitis Morbilli
Tanda dan gejala
Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari
diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa hari sebelum erupsi kulit, timbul
konjungtivitis eksudatif dengan secret mukopurulen, dan saat muncul erupsi kulit, timbul
bercak-bercak Koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus.
Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya meninggalkan sedikit
atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien kurang gizi atau imunokompeten,
penyakit mata ini seringkali disertai infeksi HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S
pneumonia, H influenza, dan organism lain. Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis
purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan penglihatan yang berat. Infeksi herpes
dapat menimbulkan ulserasi kornea berat dengan perforasi dan kehilangan penglihatan
pada anak-anak kurang gizi di Negara berkembang.
Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali jika ada
pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa mengandung sel-sel
raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang dilakukan,
kecuali jika ada infeksi sekunder. 2,3
C. Konjungtivitis Klamidia
Trachoma
18

Tanda dan gejala


Trachoma mulanya adalah konjungtivitis folikuler menahun pada masa kanak-kanak,
yang berkembang sampai pembentukan parut konjungtiva. Pada kasus berat , pembalikan
bulu mata kedalam terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut konjungtiva yang
berat. Abrasi terus menerus oleh bulu mata yang membalik itu dan gangguan pada film air
mata berakibat parut pada kornea, ummnya setelah usia 50 tahun. Masa inkubasi trachoma
rata rata 7 hari, namun bervariasi dari 5 sampai 14 hari .pada bayi atau anak biasanya
timbulnya diam diam, dan penyakit itu dapat sembuh dengan sedikit atau tampa
konplikasi.
Pada orang dewasa, timbulnya sering akut atau subakut, dan komplikasi cepat
berkembang. Pada saat timbulnya.trachoma sering mirip konjungtivitis bacteria, tanda dan
gejala biasanya berair mata, fotofobia, sakit, eksudasi, edema palpebra, kemosis konjungtiva
bulbi, hyperemia, hipertrofi papiler, folikel tarsal dan limbal, keratititis superior,
pembentukan pannus dan nodus preaurikuler kecil dan nyeri tekan.
Pada trachoma yang sudah terdiagnosis, mungkin juga terdapat keratitis epitel superior,
keratitis subepitel, panus, folikel limbus superior, dan akhirnya sisa katriks patognomotik
pada folikel- folikel ini, yang dikenal sebagai sumur sumur Herbert, depresi kecil dalam
jaringan ikat di batas limbus kornea ditutupi epitel. Pannus terkait adalah membrane
fibrovaskuler yang timbul dari limbus, dengan lengkung lengkung vaskuler meluas ke atas
kornea. Semua tanda trachoma lebih berat pada konjungtiva dan kornea bagian atas dari
pada bagian bawah.
Untuk pengendalian, World Health Organization telah mengembangakn cara sederhana
untuk memeriksakan penyakit itu. Ini mencakup tanda tanda sebagai berikut :
TF : Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal atas.
TI : Infitrasi difus dan hipertrofi papil konjungtiva atas yang sekurang kurangnya
menutupi 50% pembuluh profunda normal.
TS : Parut konjungtiva trachomatosa.
TT : Trikiasis atau entropion ( bulu mata terbalik ke dalam ).
CO : Kekeruhan kornea.
Adanya TF dan Ti menunjukan trachoma infeksiosa aktif yang harus diobati. TS
adalah bukti cedera akibat penyakit ini. TT berpotensi membutakan dan merupakan indikasi

19

untuk tindakan operasi kokreasi palpebra. CO adalah lesi yang terakhir membutakan dari
trachoma.

Laboratorium
Inkulasi klamida dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang di pulas dengan
Giemsa, namun tidak selalu ada. Inklusi ini pada sediaan dipulas Giemsa tampak sebagai
massa sitoplasma biru atau ungu gelap yang sangat halus , yang menutupi inti dari sel epitel.
Pulasan antibody fluorescein dan tes immuno assay enzim tersedia dipasaran dan banyak
dipakai dilabotarium klinik. Tes baru ini telah menggantikan pulasan Giemsa untuk sediaan
hapus konjungtiva dan isolasi agen klamidial dalam biakan sel.
Secara morfologik, agen trachoma mirip dengan agen konjungtivitis inkulasi, namun
keduanya dapat dibedakan secara serologic dengan mikroimunofluorescence. Trachoma
disebabkan oleh Chalmydia trachomatis seroipe A,B,Ba atau C.4,5

Komplikasi dan sequele


Parut di konjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi pada trachoma dan dapat
merusak duktuli kelenjar lakmal tambahan dan menutupi muara kelejar lakrimal.hal ini
secara drastis mengurangi komponen air dalam film air mata pre- kornea, dan komponen
mukus film mungkin berkurang karena hilangnya sebagian sel goblet. Luka parut itu juga
mengubah bentuk palpebra superior dengan membalik bulu mata kedalam (trikiasis) atau
seluruh tepian palpebra (entropion), sehingga bulu mata terus menerus menggesek
kornea.ini berakibat ulserasi pada kornea, infeksi bacterial kornea, dan parut pada kornea.
Ptosis, obstrusi doktus nasolakrimalis, dan dakriosistitis adalah komplikasi umum lainnya
pada trachoma.

Terapi
Perbaikan klinik mencolok umumnya dicapai dengan tetracycline,1-1,5 g/ hari per os
dalam empat dosis selama 3-4 minggu ; doxycycline,100 mg per os 2 kali sehari selama 3
minggu; atau erythromycin, 1 g / hari per os dibagi dalam empat dosis selama 3-4 minggu.
20

Kadang-kadang diperlukan beberapa kali kur ( pengobatan) agar benar benar sembuh.
Tetracycline sistemik jangan diberi pada anak dibawah umur 7 tahun atau untuk wanita
hamil. Karena tetracycline mengikat kalsium pada gigi yang berkembang dan tulang yang
tumbuh dan dapat berakibat gigi permanen menjadi kekuningan dan kelainan kerangkan
(mis, clavicula).
Salep atau tetes topikal, termasuk preparat sulfonamide, tetracycline, erythromycin
dan rifampin, empat kali sehari selama enam minggu, sama efektifnya. Saat mulai terapi,
efek maksimum biasanya belum dicapai selama 10 12 minggu. Karena itu, tetap adanya
folikel pada trasesus superior selama beberapa minggu setelah terapi berjalan jangan dipakai
sebagai bukti kegagalan terapi.
Koreksi bulu mata yang membalik kedalam melalui bedah adalah esensial untuk
mencegah parut trachoma lanjut di Negara berkembang. Tindakan bedah ini kadang kadang
dilakukan oleh dokter bukan ahli mata atau orang yang dilatih kusus.

Konjungtivitis Imunologik (Alergik)


Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung
1) Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)

Tanda dan gejala


Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami (rhinitis
alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan, dan lainnya.
Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata merah, dan sering mengatakan
bahwa matanya seakan-akan tenggelam dalam jaringan sekitarnya. Terdapat sedikit
penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut
sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab tenggelamnya tadi). Mungkin terdapat
sedikit tahi mata, khususnya jika pasien telah mengucek matanya.

Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva.

Terapi
21

Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000 yang diberikan
secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30 menit). Kompres
dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon
langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-gennya dapat
dihilangkan.
2) Konjungtivitis Vernalis

Definisi
Penyakit ini, juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis musiman atau
konjungtivitis musim kemarau, adalah penyakit alergi bilateral yang jarang. 1,3 Penyakit ini
lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini hamper selalu
lebih parah selama musim semi, musim panas dan musim gugur daripada musim gugur.

Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 10 tahun. Penyakit ini
lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan.

Tanda dan gejala


Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat. Biasanya terdapat
riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainnya). Konjungtiva tampak putih
seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva
palpebra superior sering memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa
berbentuk polygonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler.

Laboratorium
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan
granula eosinofilik bebas.

22

Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya member
hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang. steroid sisremik, yang
mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek
sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan. Crmolyn
topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor,
kompres dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC sangat
menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah ke tempat beriklim sejuk
dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat sembuh total. 1,2,3

3) Konjungtivitis Atopik

Tanda dan gejala


Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra
eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun
papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering
terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal,
yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan
lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul keratitis
perifer superficial yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea
tampak kabur dan bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan. 1,3
Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien atau
keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi. Parut pada
lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan.
Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan sering
mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini
cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun.

Laboratorium

23

Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang terlihat


sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal.

Terapi
Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg
empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg)
ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti ketorolac
dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat,
plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea
berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman
penglihatannya. 1,5

Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat


1) Phlyctenulosis
Definisi
Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat terhadap protein
mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp, Candida albicans,
Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia trachomatis serotype L1, L2,
dan L3.

Tanda dan Gejala


Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah, menimbul, dan
dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga, dengan apeks mengarah
ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang segera menjadi ulkus dan mereda
dalam 10-12 hari. Phlyctenule pertama pada pasien dan pada kebanyakan kasus kambuh
terjadi di limbus, namun ada juga yang di kornea, bulbus, dan sangat jarang di tarsus. 1

24

Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air mata, namun
phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat. Phlyctenulosis sering
dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut, dan defisiensi diet.
Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi sistemik
lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi reduksi sebagian
besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya. Antibiotika topical
hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjungtivitis stafilokokus aktif. Pengobatan
hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila efektif, hendaknya
hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang menetap. Parut kornea
berat mungkin memerlukan tranplantasi.
2) Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis kontak
Blefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotika spectrum
luas, dan medikasi topical lain sering diikuti oleh konjungtivitis infiltrate ringan yang
menimbukan hyperemia, hipertropi papiler ringan, bertahi mata mukoid ringan, dan sedikit
iritasi. Pemeriksaan kerokan berpulas giemsa sering hanya menampakkan sedikit sel epitel
matim, sedikit sel polimorfonuklear dan mononuclear tanpa eosinofil.6,7
Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan menghilangkannya.
Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan kortikosteroid topical, namun
pemakaiannya harus dibatasi. Penggunaan steroid jangka panjang pada palpebra dapat
menimbulkan glaucoma steroid dan atropi kulit dengan telangiektasis yang menjelekkan.

Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun


Keratokonjungtivitis Sicca
Berkaitan dgn. Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj. sika, xerostomia, artritis).
Gejala:
-

Khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak sebanding dengan tanda-

tanda radang.
Dimulai dengan konjungtivitis kataralis
25

Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi menjelang siang atau

malam hari rasa sakit semakin hebat.


Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal)
Pewarnaan Rose bengal uji diagnostik.

Pengobatan:
-

air mata buatan


obliterasi pungta lakrimal.

Konjungtivitis Kimia atau Iritatif


1) Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal
Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate, yang diikuti
pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin, miotika, idoxuridine,
neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam bahanpengawet atau vehikel toksik atau
yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir
sering menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat
iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran
terhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtivae.
Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa neutrofil
polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri atas menghentikan
agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa tetesan.
Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya
setelah penyebabnya dihilangkan.
2) Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans
Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk ke saccus
conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun,
deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Di
daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama konjungtivitis
kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan secara positif, dan

26

pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen, namun mata yang
terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara menahun.
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek langsung.
Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup kedalam jaringan dan
menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak selama berjamjam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang
masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar
kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala
utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan
blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan.
Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau larutan garam
sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai
antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit
setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika sistemik bila perlu.
Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Parut kornea
mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin memerlukan bedah
plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya
buruk meskipun dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai segera, parut yang
terbentuk akan minim dan prognosisnya lebih baik.6,7

Kelainan Kornea
1. Kelainan ukuran
Ukuran diameter kornea normal adalah 11-12 mm.
a. Makrokornea, ukuran kornea lebih besar daripada normal (>12,5 mm).
Dapat ditemukan pada megalokornea (sifatnya kongenital, korneanya tetap jernih)
b. Mikrokornea, ukuran kornea lebih kecil daripada normal (<11 mm)
Dapat ditemukan pada mikroftalmus maupun atrofi bulbi, kadang pengecilan ini
dikacaukan oleh adanya kekeruhan kornea yang letaknya marginal dan adanya arcus
senilis/degenerasi lemak familial di limbus menyerupai arcus senilis.
2. Kelainan kecembungan kornea
Ukuran kecembungan dan jari-jari kornea normalnya adalah 7,8 mm dengan kornea bagian
tengah hamper bulat.
Kurvatura menonjol
a. Keratokonus, permukaan seperti kerucut
27

b. Keratoglobus, penonjolan seluruh permukaan kornea

c. Keratektasia, peregangan & penipisan kornea & sclera, peningkatan TIO dalam waktu
yang lama
d. Stafiloma, penonjolan setempat kornea karena ada penonjolan uvea, bias terjadi akibat
tukak kornea perforasi atau kornea yang menipis dengan terdapat jaringan uvea
dibelakang atau di dalamnya.
e. Descemetokel, penonjolan membran Descement3
(A)

(A) Keratektasia

(B)

(B) Stafiloma

(C)

(C) Descemetokel

Kurvatura kornea lebih datar


1. Kornea plana, kornea datar
2. Ptisis bulbi, Kornea mengkerut kurvatura cekung kedalam
Pada ptisis bulbi kornea mengkerut yang diakibatkan ulkus kornea yang mengalami
perforasi, atau oleh karena bekas trauma tembus kornea. Pada ptisis bulbi dinding bola
mata masih bulat.

28

(A) Kornea Plana

(B) Ptisis Bulbi

3. Kekeruhan kornea
Sikatriks, jaringan parut pada kornea yang mengakibatkan permukaan kornea irreguler
sehingga memberikan uji plasido positif, dan mungkin terdapat dalam beberapa bentuk,
yaitu:
a.
b.
c.
d.

Nebula, kekeruhan kornea yang hanya bias dilihat dari dekat.


Makula, kekeruhan kornea yang berbatas tegas (terlihat pada jarak 1 m)
Leukoma, kekeruhan berwarna putih padat (terlihat pada jarak 0,5 m)
Leukoma adheren, kekeruhan atau sikatriks kornea dengan menempelnya iris di

dataran belakang
e.
Keratitik presipitat, endapan sel radang di iris/badan siliar atau endotel kornea3
ASTIGMATISMA
Astigmatisma adalah suatu keadaan di mana sinar yang masuk ke mata tidak difokuskan pada

satu titik. Keadaan ini dapat disebabkan


oleh8
Makula

Leukoma

a. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.Media refrakta yang
memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d
90% dari astigmatisma,sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan
pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan
tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bola mata.Perubahan
lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau
parut di kornea, peradangan kornea sertaakibat pembedahan kornea.
29

b. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah umur
seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin jugasemakin berkurang dan lama
kelamaan lensa kristalin akan mengalamikekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatisma.
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisma dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisma Reguler
Didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidangyang saling tegak lurus
pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari
pada bidang yang lain.Astigmatisma jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat,
akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan adanya
kelainan penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisma regular ini dibagi menjadi
3 golongan, yaitu:
1. Astigmatisma with the rule, yakni bila meridian vertikal lebih curam, koreksi silinder plus
pada axis 90o (vertical) atau koreksi silinder minus pada axis 180o.
2. Astigmatisma against the rule, yakni bila meridian horisontal lebih curam, koreksi silinder
plus pada axis 180o atau koreksi silinder minus pada axis 90o.
3. Astigmatisma oblique, yakni astigmatisma reguler yang meridian utamanya tidak pada 90o
atau 180o.2,3
Berdasarkan letak titik vertikal atau horizontal pada retina astigmatisma regular
diklasifikasikan menjadi :
1. Astigmatisma Miopia Simplek
Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat pada
retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B adalah
titik fokus dari daya bias terlemah).

Gambar 1. Astigmatisma miopia simpleks


30

2. Astigmatisma Hipemetropia Simpleks


Astigmatisma jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B di belakang
retina.

Gambar 2. Astigmatisma hipemetropia simpleks


3. Astigmatisma Miopia Kompositus
Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B
berada di antara titik A dan retina.

Gambar 3. Astigmatisma miopia kompositus


4. Astigmatisma Hipemetropia Kompositus
Astigmatisma jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di
antara titik B dan retina.

Gambar 4. Astigmatisma hiperopa kompositus


5. Astigmatisma Mixtus

31

Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina.

Gambar 5. Astigmatisma mixtus


2) Astigmatisma ireguler
Terjadi akibat adanya iregularitas pada bidang median curvatura sehingga tidak ada satupun
bentuk geometri yang dianut. Sebagai contoh, terjadi akibat sikatrik kornea.2,,6

DAFTAR PUSTAKA
1.

Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika.


Jakarta. 2000
Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. 5rd ed. Jakarta:Badan

2.
penerbit FKUI. 2013.
3.

Suhardjo,Hartono.Ilmu Kesehatan Mata.Yogyakarta:Bagian Ilmu


Kesehatan Mata FK UGM.2012.

4.

Conjunctivitis.

Available

at

www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001010.htm. accessed oct 18, 2015


5.

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: systemic approach.


7th ed. Saunders.2012

32

6.

James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta.


2005

7.

Pink

Eye

(Conjunctivitis).

Available

at

www.medicinenet.com/pink_eye/article.htm. accessed oct 18, 2015

33

Anda mungkin juga menyukai