Case Konjungtivitis Lanny
Case Konjungtivitis Lanny
Pembimbing :
dr. Margrette P.F, SpM, Msc
Disusun oleh:
Lanny Ardianny
NIM : 11 2014 341
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus :
SMF ILMU PENYAKIT MATA
Rumah Sakit FMC SENTUL
Tanda Tangan
Nama
: Lanny Ardianny
NIM
: 11.2014.341
Dr.Pembimbing
.............................
..
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS
Nama
: Ny. Rukiah
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 30 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
Alamat
Pasien datang dengan keluhan kedua mata gatal sejak 1 tahun SMRS. Gatal dirasakan hilang
timbul dan sering kambuh. Keluhan dirasakan hampir setiap hari. Pasien juga mengeluh matanya
terkadang merah dan perih, terutama saat setelah berkendara motor. Kedua mata terasa gatal dan
berair, sehingga pasien sering menggosok-gosok matanya. Pasien juga merasa sering belekan
terutama pagi hari. Satu tahun yang lalu pasien pernah ke dokter dan diberikan obat tetes mata,
keluhan gatal berkurang ketika diberi tetes mata tapi keesokan harinya keluhan kembali muncul.
Enam bulan yang lalu pasien juga sering mengeluh pusing, pasien kembali berobat ke dokter dan
diberi obat tetes mata dan disarankan memakai kacamata. Setelah pemakaian kacamata keluhan
pusing berkurang, keluhan gatal di kedua mata sempat sembuh namun kambuh lagi sehingga
pasien berobat ke poli mata lagi.
Tidak ada riwayat trauma pada kedua mata. Os menyangkal kedua mata kemasukan benda asing.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Terdapat riwayat alergi sebelumnya. Riwayat hipertensi dan DM disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi dalam keluarga (+), riwayat DM disangkal.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis:
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah
: 110/60 mmHg
Nadi
: 86x/menit
Suhu
: 36,5C
Laju pernafasan
: 18x/menit
Kepala
Telinga
: Discharge (-)
Hidung
Mulut
Leher
Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas
KETERANGAN
OD
OS
Tajam penglihatan
0.05 PH 0.5
0.2 PH 0.8
Koreksi
Addisi
1. VISUS
Distansia Pupil
58/60 mm
S-1.00 C-1.00 x 90
Tidak ada
Tidak ada
Endoftalmus
Tidak ada
Tidak ada
Deviasi
Tidak ada
Tidak ada
Gerakan mata
Warna
Hitam
Hitam
Letak
Simetris
Simetris
3. SUPERSILIA
Tidak Ada
Tidak Ada
Nyeri tekan
Tidak Ada
Tidak Ada
Ektropion
Tidak Ada
Tidak Ada
Entropion
Tidak Ada
Tidak Ada
Blefarospasme
Tidak Ada
Tidak Ada
Trikiasis
Tidak Ada
Tidak Ada
Sikatriks
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Folikel
Tidak Ada
Tidak Ada
Papil
Ada
Ada
Sikatriks
Tidak Ada
Tidak Ada
Hordeolum
Tidak Ada
Tidak Ada
4
Kalazion
Tidak Ada
Tidak Ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret
Tidak Ada
Tidak Ada
Injeksi konjungtiva
Ada
Ada
Injeksi siliar
Tidak Ada
Tidak Ada
Perdarahan subkonjungtiva
Tidak Ada
Tidak Ada
Pterigium
Tidak Ada
Tidak Ada
Pinguekula
Tidak Ada
Tidak Ada
Nervus pigmentosus
Tidak Ada
Tidak Ada
Kista Dermoid
Tidak Ada
Tidak Ada
Warna
Putih
Putih
Ikterik
Tidak Ada
Tidak Ada
Nyeri Tekan
Tidak Ada
Tidak Ada
Kejernihan
Jernih
Jernih
Permukaan
Licin
Licin
Ukuran
12 mm
12 mm
Sensibilitas
Baik
Baik
Infiltrat
Tidak ada
Tidak ada
Keratik Presipitat
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
ada
Tidak ada
Ulkus
Tidak ada
Tidak ada
Perforasi
Tidak ada
Tidak ada
Arkus senilis
Tidak ada
Tidak ada
Edema
Tidak ada
Tidak ada
Tes Plasido
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kedalaman
Dangkal
Dangkal
Kejernihan
Jernih
Jernih
Hifema
Tidak ada
Tidak ada
Hipopion
Tidak ada
Tidak ada
Efek Tyndall
Tidak ada
Tidak ada
7. SKLERA
8. KORNEA
10. IRIS
5
Warna
Coklat
Coklat
Kripte
Jelas
Jelas
Bentuk
Bulat
Bulat
Sinekia
Tidak ada
Tidak ada
Koloboma
Tidak ada
Tidak ada
Letak
Sentral
Sentral
Bentuk
Bulat
Bulat
Ukuran
3 mm
3 mm
Jernih
Jernih
Letak
Tes Shadow
Jernih
Jernih
Positif
Positif
o Bentuk
lonjong
lonjong
o Warna
jingga
jingga
o Batas
tegas
tegas
o C/D Ratio
0,3
0,3
2:3
2:3
Tidak ada
o Perdarahan
Tidak ada
Tidak ada
o Eksudat
Tidak ada
Tidak ada
o Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Positif
Tidak ada
Positif
Tidak ada
11. PUPIL
langsung
12. LENSA
Kejernihan
c. A/V Ratio
d. Retina
o Edema
Tidak ada
e. Makula lutea
o Refleks fovea
o Edema
Tidak ada
Tidak ada
15. PALPASI
Nyeri tekan
Tidak Ada
Tidak Ada
Massa tumor
Tidak Ada
Tidak Ada
N+0/P
N+0/P
Tonometer Non-contact
15.6 mmHg
16.5 mmHg
o Pigmentosa
DIAGNOSIS
Konjungtivitis Alergik ODS dengan sikatriks kornea OD + Astigmatism Miop Compositus
VI. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Cromolyn Sodium 4xsehari 1-2 tetes
Diphenhydramine 3x50 mg
Pemberian kacamata
7
Non Medikamentosa
Jangan menggosok-gosok mata
Minum obat dan menggunakan tetes mata secara teratur
Kacamata selalu dipakai kecuali tidur dan mandi.
VII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva
atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada
mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai
dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan
mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang
memerlukan pengobatan.
Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat berlapis-lapis dan amorf pada
konjungtivitis bacterial dan dapat pula berserabut seperti pada konjungtivitis alergika,yang
biasanya menyebabkan tahi mata dan saling melengketnya palpebra saat bangun tidur pagi hari,
dan jika eksudat berlebihan agaknya disebabkan oleh bakteri atau klamidia.
Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskullus muller (M.
Tarsalis superior). Keadaan ini dijumpai pada konjuntivitis berat. Misal Trachoma dan
konjungtivitis epidemica.
Pseudomembran dan membran adalah hasil proses eksudatif dan berbeda derajatnya.
Sebuah pseudomembran adalah pengentalan di atas permukaan epitel. Bila diangkat, epitel tetap
utuh. Sebuah membran adalah pengentalan yang meliputi seluruh epitel dan jika diangkat akan
meninggalkan permukaan yang kasar dan berdarah.
Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
bersambungan
kelopak
(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva terdiri dari tiga
bagian:
1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
3. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior
palpebra dan bola mata)
Konjungtiva palbebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke
tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices
superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkalikali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva
sekretorik. (Duktus-duklus kelenjar lakrimalis bermuara ke forniks temporal superior.) Kecuali di
limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris
melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di bawahnya. Lipatan konjungtiva bulbaris yang
tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terlelak di kanthus internus dan membentuk
kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam daging
9
(karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona
transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa.1,2
Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi hubungan
dengan jaringan dibawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan. Juga mengandung
banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi bila
terdapat peradangan mata.
Jika dilihat dari segi histologinya, lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima
lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat
limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri
dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval
yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi
lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat
daripada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan
fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian
menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari Jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan
fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
Kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan funginya mirip
kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks
atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas. ,3
Klasifikasi
1. Konjungtivitis Karena agen infeksi
A. Konjungtivitis Bakterial
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun. Penyebab
konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus, dan Haemophilus.
Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme seperti
10
Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan
memadai.
Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari sekian
antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari. Konjungtivitis
purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides dapat
menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organisme dapat diketahui
dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil
polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan
disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran
atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun sebaiknya
harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada,
terapi antibiotika spesifik dapat diteruskan.
Terapi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan
terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika
yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides. Terapi topical
dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium
telah diperoleh.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus
dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara
khusus hygiene perorangan.
B. Konjungtivitis Virus
1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut
a) Demam Faringokonjungtival
Tanda dan gejala
12
Penyebaran
Transmisi nosoklomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui jarijari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian
larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin
terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau
silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran. 1,3
Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan memakai penetes steril
pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan secara teratur
di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata
khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan
dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan dikeringkan
dengan hati-hati.
Terapi
14
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi
beberapa gejala. Kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang
keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi
superinfeksi bacterial. 1,3
c) Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks
Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil,
adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi,
bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial
tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial
yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadangkadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas
terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan. 1,3
Laboratorium
Tidak
ditemukan
bakteri
di
dalam
kerokan
atau
dalam
biakan.
Jika
Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa,
umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local maupun
sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin
15
diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain
kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical
sendiri harus diberikan 7 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida
rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1
tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep
acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg lima kali
sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah
pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari.
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi herpes
simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat menjadi
infeksi yang sangat panjang dan berat. 1,3
d) Konjungtivitis Hemoragika Akut
Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic besar
konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di Ghana dalam
tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini
pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari).
Tanda dan Gejala
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata,
merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi kemosis.
Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik pada
awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah. Kebanyaka pasien
mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis
anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada 25% kasus. 1,5
Penyebaran
16
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite seperti
sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari
Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.
2. Konjungtivitis Virus Menahun
a) Blefarokonjungtivitis
Molluscum Contagiosum
Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat
menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus
superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang mononuclear (berbeda
dengan reaksi pada trachoma), dengan lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-radang
dengan bagian pusat, adalah khas molluscum kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi
sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak
inti ke satu sisi.3
Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya, atau
krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya.
b) Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Tanda dan gejala
Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler khas sepanjang
penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas herpes zoster.
Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan
vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan
terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah
adalah sekuele.
Laboratorium
17
Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra mengandung sel raksasa dan
banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan konjungtiva pada varicella dan zoster
mengandung sel raksasa dan monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan jaringan sel sel
embrio manusia.
Terapi
Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10 hari), jika diberi pada
awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi dan menghambat penyakit.
c) Keratokonjungtivitis Morbilli
Tanda dan gejala
Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari
diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa hari sebelum erupsi kulit, timbul
konjungtivitis eksudatif dengan secret mukopurulen, dan saat muncul erupsi kulit, timbul
bercak-bercak Koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus.
Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya meninggalkan sedikit
atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien kurang gizi atau imunokompeten,
penyakit mata ini seringkali disertai infeksi HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S
pneumonia, H influenza, dan organism lain. Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis
purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan penglihatan yang berat. Infeksi herpes
dapat menimbulkan ulserasi kornea berat dengan perforasi dan kehilangan penglihatan
pada anak-anak kurang gizi di Negara berkembang.
Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali jika ada
pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa mengandung sel-sel
raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang dilakukan,
kecuali jika ada infeksi sekunder. 2,3
C. Konjungtivitis Klamidia
Trachoma
18
19
untuk tindakan operasi kokreasi palpebra. CO adalah lesi yang terakhir membutakan dari
trachoma.
Laboratorium
Inkulasi klamida dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang di pulas dengan
Giemsa, namun tidak selalu ada. Inklusi ini pada sediaan dipulas Giemsa tampak sebagai
massa sitoplasma biru atau ungu gelap yang sangat halus , yang menutupi inti dari sel epitel.
Pulasan antibody fluorescein dan tes immuno assay enzim tersedia dipasaran dan banyak
dipakai dilabotarium klinik. Tes baru ini telah menggantikan pulasan Giemsa untuk sediaan
hapus konjungtiva dan isolasi agen klamidial dalam biakan sel.
Secara morfologik, agen trachoma mirip dengan agen konjungtivitis inkulasi, namun
keduanya dapat dibedakan secara serologic dengan mikroimunofluorescence. Trachoma
disebabkan oleh Chalmydia trachomatis seroipe A,B,Ba atau C.4,5
Terapi
Perbaikan klinik mencolok umumnya dicapai dengan tetracycline,1-1,5 g/ hari per os
dalam empat dosis selama 3-4 minggu ; doxycycline,100 mg per os 2 kali sehari selama 3
minggu; atau erythromycin, 1 g / hari per os dibagi dalam empat dosis selama 3-4 minggu.
20
Kadang-kadang diperlukan beberapa kali kur ( pengobatan) agar benar benar sembuh.
Tetracycline sistemik jangan diberi pada anak dibawah umur 7 tahun atau untuk wanita
hamil. Karena tetracycline mengikat kalsium pada gigi yang berkembang dan tulang yang
tumbuh dan dapat berakibat gigi permanen menjadi kekuningan dan kelainan kerangkan
(mis, clavicula).
Salep atau tetes topikal, termasuk preparat sulfonamide, tetracycline, erythromycin
dan rifampin, empat kali sehari selama enam minggu, sama efektifnya. Saat mulai terapi,
efek maksimum biasanya belum dicapai selama 10 12 minggu. Karena itu, tetap adanya
folikel pada trasesus superior selama beberapa minggu setelah terapi berjalan jangan dipakai
sebagai bukti kegagalan terapi.
Koreksi bulu mata yang membalik kedalam melalui bedah adalah esensial untuk
mencegah parut trachoma lanjut di Negara berkembang. Tindakan bedah ini kadang kadang
dilakukan oleh dokter bukan ahli mata atau orang yang dilatih kusus.
Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva.
Terapi
21
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000 yang diberikan
secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30 menit). Kompres
dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon
langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-gennya dapat
dihilangkan.
2) Konjungtivitis Vernalis
Definisi
Penyakit ini, juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis musiman atau
konjungtivitis musim kemarau, adalah penyakit alergi bilateral yang jarang. 1,3 Penyakit ini
lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini hamper selalu
lebih parah selama musim semi, musim panas dan musim gugur daripada musim gugur.
Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 10 tahun. Penyakit ini
lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan.
Laboratorium
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan
granula eosinofilik bebas.
22
Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya member
hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang. steroid sisremik, yang
mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek
sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan. Crmolyn
topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor,
kompres dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC sangat
menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah ke tempat beriklim sejuk
dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat sembuh total. 1,2,3
3) Konjungtivitis Atopik
Laboratorium
23
Terapi
Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg
empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg)
ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti ketorolac
dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat,
plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea
berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman
penglihatannya. 1,5
24
Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air mata, namun
phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat. Phlyctenulosis sering
dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut, dan defisiensi diet.
Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi sistemik
lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi reduksi sebagian
besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya. Antibiotika topical
hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjungtivitis stafilokokus aktif. Pengobatan
hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila efektif, hendaknya
hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang menetap. Parut kornea
berat mungkin memerlukan tranplantasi.
2) Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis kontak
Blefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotika spectrum
luas, dan medikasi topical lain sering diikuti oleh konjungtivitis infiltrate ringan yang
menimbukan hyperemia, hipertropi papiler ringan, bertahi mata mukoid ringan, dan sedikit
iritasi. Pemeriksaan kerokan berpulas giemsa sering hanya menampakkan sedikit sel epitel
matim, sedikit sel polimorfonuklear dan mononuclear tanpa eosinofil.6,7
Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan menghilangkannya.
Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan kortikosteroid topical, namun
pemakaiannya harus dibatasi. Penggunaan steroid jangka panjang pada palpebra dapat
menimbulkan glaucoma steroid dan atropi kulit dengan telangiektasis yang menjelekkan.
Khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak sebanding dengan tanda-
tanda radang.
Dimulai dengan konjungtivitis kataralis
25
Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi menjelang siang atau
Pengobatan:
-
26
pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen, namun mata yang
terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara menahun.
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek langsung.
Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup kedalam jaringan dan
menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak selama berjamjam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang
masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar
kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala
utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan
blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan.
Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau larutan garam
sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai
antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit
setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika sistemik bila perlu.
Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Parut kornea
mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin memerlukan bedah
plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya
buruk meskipun dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai segera, parut yang
terbentuk akan minim dan prognosisnya lebih baik.6,7
Kelainan Kornea
1. Kelainan ukuran
Ukuran diameter kornea normal adalah 11-12 mm.
a. Makrokornea, ukuran kornea lebih besar daripada normal (>12,5 mm).
Dapat ditemukan pada megalokornea (sifatnya kongenital, korneanya tetap jernih)
b. Mikrokornea, ukuran kornea lebih kecil daripada normal (<11 mm)
Dapat ditemukan pada mikroftalmus maupun atrofi bulbi, kadang pengecilan ini
dikacaukan oleh adanya kekeruhan kornea yang letaknya marginal dan adanya arcus
senilis/degenerasi lemak familial di limbus menyerupai arcus senilis.
2. Kelainan kecembungan kornea
Ukuran kecembungan dan jari-jari kornea normalnya adalah 7,8 mm dengan kornea bagian
tengah hamper bulat.
Kurvatura menonjol
a. Keratokonus, permukaan seperti kerucut
27
c. Keratektasia, peregangan & penipisan kornea & sclera, peningkatan TIO dalam waktu
yang lama
d. Stafiloma, penonjolan setempat kornea karena ada penonjolan uvea, bias terjadi akibat
tukak kornea perforasi atau kornea yang menipis dengan terdapat jaringan uvea
dibelakang atau di dalamnya.
e. Descemetokel, penonjolan membran Descement3
(A)
(A) Keratektasia
(B)
(B) Stafiloma
(C)
(C) Descemetokel
28
3. Kekeruhan kornea
Sikatriks, jaringan parut pada kornea yang mengakibatkan permukaan kornea irreguler
sehingga memberikan uji plasido positif, dan mungkin terdapat dalam beberapa bentuk,
yaitu:
a.
b.
c.
d.
dataran belakang
e.
Keratitik presipitat, endapan sel radang di iris/badan siliar atau endotel kornea3
ASTIGMATISMA
Astigmatisma adalah suatu keadaan di mana sinar yang masuk ke mata tidak difokuskan pada
Leukoma
a. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.Media refrakta yang
memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d
90% dari astigmatisma,sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan
pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan
tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bola mata.Perubahan
lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau
parut di kornea, peradangan kornea sertaakibat pembedahan kornea.
29
b. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah umur
seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin jugasemakin berkurang dan lama
kelamaan lensa kristalin akan mengalamikekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatisma.
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisma dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisma Reguler
Didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidangyang saling tegak lurus
pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari
pada bidang yang lain.Astigmatisma jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat,
akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan adanya
kelainan penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisma regular ini dibagi menjadi
3 golongan, yaitu:
1. Astigmatisma with the rule, yakni bila meridian vertikal lebih curam, koreksi silinder plus
pada axis 90o (vertical) atau koreksi silinder minus pada axis 180o.
2. Astigmatisma against the rule, yakni bila meridian horisontal lebih curam, koreksi silinder
plus pada axis 180o atau koreksi silinder minus pada axis 90o.
3. Astigmatisma oblique, yakni astigmatisma reguler yang meridian utamanya tidak pada 90o
atau 180o.2,3
Berdasarkan letak titik vertikal atau horizontal pada retina astigmatisma regular
diklasifikasikan menjadi :
1. Astigmatisma Miopia Simplek
Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat pada
retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B adalah
titik fokus dari daya bias terlemah).
31
Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
penerbit FKUI. 2013.
3.
4.
Conjunctivitis.
Available
at
32
6.
7.
Pink
Eye
(Conjunctivitis).
Available
at
33