Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENDIDIKAN

AGAMA ISLAM

12.2E.15
DISUSUN OLEH :

1. Andri Tionardi

{ 12152018 } 6. Yulia.A.D {12152540}

2. Sri Eka.Y

{ 12151196} 7. Elsa K {12152201}

3. Muhamad Fauzi

{ 12151286 } 8. Dini.A

4. Pijri Maulana
5. Danuari

9. Febri.F.H
{12151522

10.Roni M {12155212}

AKADEMI MANAJEMEN INFORMATIKA


DAN KOMPUTER
BINA SARANA INFORMATIKA
KAMPUS CIKAMPEK
KARAWANG
TAHUN 2016

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun
pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
SUMBER HUKUM ISLAM ( HADITS ) tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Ibu Eni Reptiningsih selaku dosen pendidikan agama atas
bimbingan, pengarahan, dan kemudahan yang telah diberikan kepada penulis
dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan
makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

KARAWANG, 30 MEI 2016

PENYUSUN

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................
Daftar Isi.........................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN..........................................................................................
1.1 Latar Belakang.........................................................................................
1.2 Ruang Lingkup........................................................................................
1.3 Rumusan Masalah....................................................................................
1.4 Tujuan Penulisan......................................................................................
1.5 Manfaat Penelitian...................................................................................
1.6 Metode Penelitian....................................................................................

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
2.1 Pengertian sunnah....................................................................................
2.2 Macam macam sunnah.........................................................................
2.3 Macam macam dhaif............................................................................
2.4 Kedudukan sunnah dan fungsinya terhadap agama.................................

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................


3.1 Kesimpulan..............................................................................................
3.2 Saran........................................................................................................

BAB

IV DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam sebagai agama yang berlaku abadi dan berlaku untuk seluruh umat
manusia mempunyai sumber yang lengkap pula. Sebagaimana diuraikan di awal
bahwa sumber ajaran islam adalah Al-Quran dan Sunnah yang sangat lengkap.
Seperti diketahui bahwa Al-Quran adalah merupakan sumber ajaran yang
bersifat pedoman pokok dan global, sedangkan penjelasannya banyak diterangkan
dan dilengkapi oleh As-Sunnah secara komprehensif, memerlukan penelaahan dan
pengkajian ilmiah yang sungguh-sungguh serta berkesinambungan.
Selain Al-Quran dan As-Sunnah, terdapat pula Ijtihad. Para ulama
bersepakat tentang pengertian ijtihad secara bahasa berbeda pandangan, mengenai
pengertiannya secara istilah muncul belakangan, yaitu pada massa tasyri
dan massa sahabat. Ijtihad mempunyai definisi dan mempunyai landasan serta
dasar-dasar dan mempunyai hukum dan mempunyai unsur-unsur.
Melalui makalah yang kecil lagi tipis ini, kami akan membahas mengenai
As-Sunnah dan Ijtihad sebagai sumber ajaran Islam. Kami juga berusaha
menjelaskan kepada pembaca sekelumit tentang kedua perkara di atas, dan juga
menjelaskan pentingnya pembahasan mengenai kedua sumber hukum Islam
tersebut. Secara bahasa, hadits dapat berarti baru, dekat dan khabar (cerita).
Sedangkan dalam tradisi hukum Islam, hadits berarti segala perkataan, perbuatan
dan keizinan Nabi Muhammad SAW (aqwal, afal wa taqrir). Akan tetapi para
ulama Ushul Fiqh, membatasi pengertian hadits hanya pada ucapan-ucapan Nabi
Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum, sedangkan bila mencakup, pula
perbuatan dan taqrir yang berkaitan dengan hukum, maka ketiga hal ini mereka
namai dengan Sunnah.

1.2 Ruang Lingkup


Ruang lingkup makalah ini membahas SUMBER HUKUM ISLAM
( HADITS ) .

1.3 Rumusan Masalah


a.

Apa pengertian As-sunnah?

b.

Berapa macam-macam As-sunnah?

c.

Bagaimana kedudukan dan Fungsinya Terhadap Agama?

1.4

Tujuan Penulisan
Dari latar belakang di atas, maka tujuan penulisan ini setidaknya mencakup
beberapa hal, yaitu:
1.

Memperdalam pengetahuan tentang As-Sunnah

2.
Memperluas wawasan keislaman mengenai beberapa hal yang dapt dijadikan
sebagai sumber hukuym isalm
3.

1.5

Melengkapoi tugas perkuliahan.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1.

Bagi AMIK Bina Sarana Informatika


Diharapkan penelitian ini dapat memberikan tambahan referensi yang dapat
dimanfaatkan sebagai kepustakaan bagi AMIK Bina Sarana Informatika.

2.

Bagi Penulis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan penulis dapat mengerti mengenai
definisi sumber hukum islam

1.6

Metode Penelitian
Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini penyusun mencari materi makalah
dari internet dan dari referensi buku lalu dirangkum hal hal yang pentingnya
saja

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pengertian Sunnah
Sunnah secara harfiyah berarti perjalanan, pekerjaan atau cara. Secara
terminologis, menurut hukum islam ialah segala perkataan, perbuatan dan
persetujuan nabi Muhammad.
Sunnah menurut para ahli hadist identik dengan hadist, yaitu: seluruh yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik perkataan, perbuatan, maupun
ketetapan ataupun yang sejenisnya (sifat keadaan atau himmah). Sunnah menurut
ahli ushul fiqh adalah segala yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW,
berupa perbuatan, perkataan , dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.
Sedangkan sunnah menurut para ahli fiqh , di samping pengertian yang
dikemukakan para ulama ushul fiqh di atas, juga dimaksudkan sebagai salah satu
hokum taqlifih, yang mengandung pengertianperbuataan yang apabila dikerjakan
mendapat pahaladan apabila ditinggalkan tidak medapat siksa (tidak berdosa).
Atau terkadang dengan perbuatan, beliau menerangkan maksudnya, seperti
pelajaran shalat yang beliau ajarkan kepada mereka (para sahabat) secara praktek
dan juga cara-cara ibadah haji. Dan kadang para sahabatnya brbuat sesuatu di
hadiratnya atau sampai berita-berita berupa ucapan atau tindakan mereka kepada
beliau, tetapi hal ini tidak di ingkarinya, bahkan didiamkannya saja, padahal
beliau sanggup untuk menolaknya(kalau tidak dibenarkan) atau nampak padanya
setuju dan senang, sebagai mana diriwayatkan bahwa beliau tidak mengingkari
orang yang makan daging biawak di tempat makan beliau.

2.2

Macam macam Sunnah


Pembagian hadist atau sunnah dapat didasarkan dari berbagai pendekatan.
Ada beberapa pendekatan yang biasa digunakan untuk menentukan pembagian
tersebut. Pembagian yang didasarkan pada pada pendekatan sumbernya.
Maksudnya darimana seumber ide dari perkataan, perbuatan, dan persetujuan Raul
Allah tersebut. Berdasarkan pendekatan ini, maka Hadist dibagi menjadi: Hadist
Qudsi dan Hadist Nabawi.

Secara terminologi, hadits Nabawi adalah segala perbuatan, perkataan, dan


keizinan nabi Muhammad SAW.
Menurut al-Qaththan, Hadits Nabawi adalah apa yang dibangsakan kepada
Nabi SAW dari hal perkataan, perbuatan, takrir, atau sifat.
Menurut para ulama pada umumnya, al-Hadits didefinisikan sebagai
sehala sesuatu yang dinisbahkan kepada Muhammad SAW, baik ucapan,
perbuatan dan takrir (ketetapan), maupun sifat fisik dan psikis, baik sebelum
beliau menjadi Nabi maupun sesudahnya. Namun ulama usul fiqh membatasi
pengertian hadits hanya pada ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW yang
berkaitan dengan hukum. Sedangkan apabila mencakup pula perbuatan dan takrir
beliau yang berkaitan dengan hukum, maka ketiga hal ini mereka namai dengan
al-Sunnah.
Setelah menelaah definisi Hadits Nabawi menurut para pakar, penulis
mengambil simpulan bahwa Hadits Nabawi adalah segala yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW, baik yang berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
atau sifat beliau.
A.

Definisi Hadits Qudsi


Secara etimologi, kata qudsi dinisbahkan kepada kata quds (kesucian).
Karena kata quds itu sendiri menunjukkan kebersihan dan kesucian secara bahasa.
Maka kata taqds berarti mensucikan Allah. Taqds sama dengan tathhr, dan
taqaddasa sama dengan tathahhara (suci, bersih). Seperti dalam firman Allah:

dan kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan menyucikan diri kami
karena Engkau.
Secara terminologi, hadits qudsi adalah satu hadits yang oleh Nabi
Muhammad SAW disandarkan kepada Allah SWT. Maksudnya, Nabi
meriwayatkannya dalam posisi bahwa yang disampaikannya adalah kalam Allah. 1
[25] Jadi, Nabi itu adalah orang yang meriwayatkan kalam Allah, tetapi redaksi
lafadznya dari nabi sendiri.
Untuk memudahkan pemahaman para pembaca, penulis menyertakan
contoh hadits qudsi. Adapun contohnya adalah sebagai berikut:
Contoh pertama, Dari Abu Hurairah RA, dari Rasulullah SAW, mengenai apa
yang diriwayatkannya dari Tuhannya azza wajalla: Tangan Allah itu penuh,
tidak dikurangi oleh nafkah, baik diwaktu malam ataupun siang hari....
Contoh kedua, Dari Abi Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah
SWT berfirman: aku sesuai dengan apa yang menjadi dugaan hamba-Ku. Aku
bersamanya bila dia menyebut-Ku. Bila dia menyebut-Ku di dalam dirinya, maka
Akupun menyebutnya di khalayak orang ramai yang lebih baik dari itu....
2.
Persamaan dan Perbedaan Antara Al-Qran, Hadits Nabawi dan Hadits
Qudsi
1

a.
Persamaan Antara Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi
Persamaan antara keduanya adalah sebagai berikut:
Hadits NB
Hadits Qds

b.

Sumber dr Allah

Sumber dr Allah

Boleh dijadikan hujjah

Boleh dijadikan hujjah

Sumber hukum Islam

Sumber hukum Islam

Perbedaan Antara Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi

Perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut:


Hadits NB

Hadits Qds

Makna dari pemahaman Nabi


terhadap Firman Allah, kata dan
lafadznya dari Nabi sendiri

Makna dari Allah, namun lafal dari


Nabi sendiri

Dinisbahkan kepada Rasulullah

Diriwayatkan dengan disandarkan


Kpd Allah

Khabar ahad (ada kalanya sahih,


hasan, dhaif)

Khabar ahad (ada kalanya sahih,


hasan, dhaif)

Membacanya saja belum ibadah

Membacanya saja belum ibadah

Tidak boleh dibaca di waktu sholat

Tidak boleh dibaca di waktu sholat

Menyentuhnya tidak harus dalam


keadaan suci.

Menyentuhnya tidak harus dalam


keadaan suci.

Bukan mujizat

Bukan mujizat

Hadist qudsi adalah hadist yang maknanya dari Allah dan lafazdnya dari
Rasul Allah Dan Hadist Nabawi maksudnya hadist dan makna lafasz kata-kata
sepenuhnya berasal dari nabi, hal ini dibagi kepada tiga macam: yaitu:
1)
Sunnah Qauliyah (perkataan): yaitu hadist yang bersumber dari perkataan
Nabi SAW. Berisi informasi yang menerangkan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan hukum-hukum agama dan maksud kandungan AL-Quran.
2)
Sunnah Filiyah (Perbuatan), yaitu hadist yang bersumber dari perbuatan
Nabi SAW. Hadist Filiyah ini merupakan informasi visual (gerak lakon yang
dapat dilihat) dari perbuatan ytang dalam melakukan perintah Allah, misalnya
bewudu, sholat, puasa, zakat, haji, dan lain-lainnya. Contoh hadits filiyah


:

)
[6]2
. (
3)
Sunnah Taqririyah (persetujuan), yaitu hadist yang bersumber dari sikap
Nabi SAW. Terhadap kasis tertentu, bila Nabi SAW. Mendengar sahabat
mengatakan suatu perkataa, lalu beliau membiarkan (tidak merespon) dengan cara
tidak menyuruh atau melarang. Sikap seperti itu mengisyaratkan persetujuan dari
beliau, bahwa apa yang dilakukan itu boleh-boleh saja dan tidak melanggar
hukum.

Pembagian hadits dari segi kualitasnya


1.

Mutawatir

Menurut bahasa, kata al-mutawatir adalah isim fail berasal dari mashdar altawatur semakna dengan at-tatabuu yang berarti berturut-turut atau beriringiringan seperti kata tawatara al-matharu yang berarti hujan turun berturutturut.
Menurut istilah, hadis mutawatir adalah hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah
perawi pada semua thabaqat (generasi) yang menurut akal dan adat kebiasaan
tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta
Contohnya: Perkataan Nabi yang diriwayatkan oleh orang banyak kepada orang
banyak.

Artinya : Barang siapa berdusta atas (nama)-ku dengan sengaja, maka hendaklah
ia mengambil tempat duduknya dari neraka

2.

Masyhur

Hadist masyhur dipahami sebagai suatu hadist yang telah dikenal dikalangan para
ahli ilmu tertentu atau dikalangan masyarakat umum tanpa memperhatikan
ketentuan syarat di atas, yakni banyaknya perawi yang meriwayatkannya,
2

sehingga kemungkinannya hanya mempunyai satu jalur sanad saja atau bahkan
tidak berasal (bersanad) sekalipun.
Contohnya: seperti hadist yang diriwayatkan Anas ra:

Artinya: Bahwa Nabi saw pernah membaca doa qunut setelah ruku selama satu
bulan untuk mendoakan keluarga Riil dan Dzakwan (HR. Bukhari Muslim).

3.

Ahad

Menurut bahasa kata ahad bentuk plural (jama) dari kata ahad yang berarti:
satu (hadist wahid) berarti hadis yang diriwayatkan satu perawi.
Menurut istilah, hadist ahad adalah:

Artinya: Hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi hadis
mutawwatir3[8]
Yang dimaksud hadist ahad adalah hadist yang diriwayatkan oleh beberapa perawi
yang jumlahnya tidak mencapai batasan hadist mutawwatir. Mayoritas hadist yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW dan terdapat dalam kitab-kitab referensi adalah
jenis hadist ahad
Contohnya: Hadis Nabi SAW:

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan menggenggam ilmu pengetahuan dengan
mencabutnya dari para hamba.

Pembagian hadits menurut perowinya


1.

Shahih

Kata Shahih ( ) dalam pengertian bahasa, diartikan sebagai orang sehat


antonim dari kata as-saqm ( = )orang yang sakit. Jadi yang dimaksud hadis
shahih adalah hadis yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat.
3







Hadis yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil
dan dhabith (kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari
kejanggalan (syadz), dan cacat (illat).
Imam As-Suyuthi mendifinisikan hadis shahih dengan hadis yang bersambung
sanadnya, diriwayatkan oleh ar-rwiy (periwayat) yang adil dan dhabith, tidak
syadz dan tidak berillat.4[11]
Syarat-Syarat Hadis Shahih
o Sanadnya Bersambung
o Ar-rwiy (periwayat)-nya Bersifat Adil
o Ar-Rwiy (periwayat)-nya Bersifat Dhabith
o Tidak Syadz
o Tidak Berillat

2.

Hasan

Secara bahasa, hasan berarti al-jaml, yaitu: indah. Hasan juga dapat
juga berarti sesuatu sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan
para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis hasan karena melihat
bahwa ia meupakan pertengahan antara hadis shahih dan hadis dhaif, dan juga
karena sebagian ulama mendefinisikan sebagai salah satu bagiannya. Sebagian
dari definisinya yaitu:
AlKhaththabi: hadis yang diketahui tempat keluarnya, dan telah
masyhur ar-ruwt/ (para periwayat) dalam sanadnya, dan kepadanya tempat
berputar kebanyakan hadis, dan yang diterima kebanyakan ulama, dan yang
dipakai oleh umumnya fuqah.
3.

Maudhu

Dari segi bahasa, maudhu berarti bentuk ism maful dari kata kerja
wadhaa yang berarti mengada-ada atau membuat-buat. Bila dikaitkan dengan
Hadis maka berarti mengada-adakan Hadis atau memalsukan Hadis. Menurut ilmu
4

Hadis, Hadis maudhu berarti Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah saw.
yang Rasulullah saw. sendiri tidak pernah mengerjakan, berbuat dan
memutuskannya. Dalam sumber lain dikatakan bahwa Hadis maudhu berarti
kebohongan yang dibuat dan diciptakan serta disandarkan kepada Rasulullah saw.
4.

Dhaif

Kata Dha`if menurut bahasa berasal dari katadhu`fun yang berarti


lemah lawan dari kata qawiy yang berarti kuat, sedangkan hadits dha`if berarti
hadits yang tidak memenuhi kriteria hadits hasan. hadits dha`if disebut juga hadits
mardud(ditolak). Contoh Hadits Dha`if adalah hadits yang artinya:
bahwasanya Nabi SAW wudhu dan beliau mengusap kedua kaos kakinya
Hadits tersebut dikatakan Dha`if karena diriwayatkan dari Abu Qais AlAudi, seorang rawi yang masih dipersoalkan.
Secara terminologis, para ulama berbeda pendapat dalam merumuskanya.
Namun demikian, secara substansial kesemuanya memiliki persamaan arti. Imam
Al-Nawawi, misalnya mendefinisikan Hadits Dha`if dengan hadits yang di
dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadits hasan.
Sedangkan menurut Muhammad Ajjaj Al-Khathib, Hadits Dha`if didefinisikan
sebagai segala hadits yang di dalamnya tidak terkumpul sifat-sifat maqbul. Nur
Al-Din itr merumuskan Hadits Dha`if dengan hadits yang hilang salah satu
syaratnya dari syarat-syarat hadits maqbul hadits yang shahih atau hadits yang
hasan.
Berdasarkan definisi rumusan di atas, dapat dipahami bahwa hadits yang
kehilangan salah satu syarat dari syarat-syarat Hadits Shahih atau Hadits Hasan,
maka hadis tersebut dapat dikategorikan sebagai Hadits Dhaif. Artinya jika salah
satu syarat saja hilang, disebut Hadits Dha`if. Lalu bagaimana jika yang hilang itu
dua atau tiga syarat? Seperti perawinya tidak adil, tidak dhabit, atau dapat
kejanggalan dalam matannya. Maka hadits yang demikian, tentu dapat dinyatakan
sebagai Hadits Dha`if yang sangat lemah sekali.

2.3 Macam-macam dhaif


Hadist Dhaif dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: Hadits
Dhaif karena gugurnya rawi dalam sanadnya, dan hadits dhaif karena adanya
cacat pada rawi atau matan.
a.

Hadits dhaif karena gugurnya rawi

Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu atau
beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan
sanad, maupun pada pertengahan atau akhirnya. Ada beberapa nama bagi hadits
dhaif yang disebabkan karena gugurnya rawi, antara lain yaitu:
1)

Hadits Mursal

Hadits mursal menurut bahasa, berarti hadits yang terlepas. Para ulama
memberikan batasan bahwa hadits mursal adalah hadits yang gugur rawinya di
akhir sanad. Yang dimaksud dengan rawi di akhir sanad ialah rawi pada tingkatan
sahabat yang merupakan orang pertama yang meriwayatkan hadits dari Rasulullah
SAW. (penentuan awal dan akhir sanad adalah dengan melihat dari rawi yang
terdekat dengan imam yang membukukan hadits, seperti Bukhari, sampai kepada
rawi yang terdekat dengan Rasulullah). Jadi, hadits mursal adalah hadits yang
dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat Nabi, sebagai rawi yang seharusnya
menerima langsung dari Rasulullah.
Contoh hadits mursal:
Artinya: Rasulullah bersabda, Antara kita dan kaum munafik munafik (ada
batas), yaitu menghadiri jamaah isya dan subuh; mereka tidak sanggup
menghadirinya.

2)

Hadits Munqathi

Hadits munqathi menurut etimologi ialah hadits yang terputus. Para ulama
memberi batasan bahwa hadits munqathi adalah hadits yang gugur satu atau dua
orang rawi tanpa beriringan menjelang akhir sanadnya. Bila rawi di akhir sanad
adalah sahabat Nabi, maka rawi menjelang akhir sanad adalah tabiin. Jadi, pada
hadits munqathi bukanlah rawi di tingkat sahabat yang gugur, tetapi minimal
gugur seorang tabiin. Bila dua rawi yang gugur, maka kedua rawi tersebut tidak
beriringan, dan salah satu dari dua rawi yang gugur itu adalah tabiin.
Contoh hadits munqathi:
Artinya: Rasulullah SAW. bila masuk ke dalam mesjid, membaca dengan nama
Allah, dan sejahtera atas Rasulullah; Ya Allah, ampunilah dosaku dan
bukakanlah bagiku segala pintu rahmatMu.
3)

Hadits Mudhal

Menurut bahasa, hadits mudhal adalah hadits yang sulit dipahami.


Batasan yang diberikan para ulama bahwa hadits mudhal adalah hadits yang
gugur dua orang rawinya, atau lebih, secara beriringan dalam sanadnya.
Contohnya adalah hadits Imam Malik mengenai hak hamba, dalam kitabnya AlMuwatha yang berbunyi: Imam Malik berkata: Telah sampai kepadaku, dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Artinya:Budak itu harus diberi makanan dan pakaian dengan baik.

4)

Hadits muallaq

Menurut bahasa, hadits muallaq berarti hadits yang tergantung. Batasan


para ulama tentang hadits ini ialah hadits yang gugur satu rawi atau lebih di awal
sanad atau bias juga bila semua rawinya digugurkan (tidak disebutkan).
Contoh: Bukhari berkata: Kata Malik, dari Zuhri, dan Abu Salamah dari Abu
Huraira, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: Janganlah kamu melebihkan sebagian nabi dengan sebagian yang lain.

b.

Hadits dhaif karena cacat pada matan atau rawi

Banyak macam cacat yang dapat menimpa rawi ataupun matan. Seperti
pendusta, fasiq, tidak dikenal, dan berbuat bidah yang masing-masing dapat
menghilangkan sifat adil pada rawi. Sering keliru, banyak waham, hafalan yang
buruk, atau lalai dalam mengusahakan hafalannya, dan menyalahi rawi-rawi yang
dipercaya. Ini dapat menghilangkan sifat dhabith pada perawi. Adapun cacat pada
matan, misalkan terdapat sisipan di tengah-tengah lafadz hadits atau
diputarbalikkan sehingga memberi pengertian yang berbeda dari maksud lafadz
yang sebenarnya.
1)

Hadits matruk atau hadits mathruh

Hadits ini, menurut bahasa berarti hadits yang ditinggalkan / dibuang. Para
ulama memberikan batasan bahwa hadits matruk adalah hadits yang diriwayatkan
oleh orang-orang yang pernah dituduh berdusta ( baik berkenaan dengan hadits
ataupun mengenai urusan lain), atau pernah melakukan maksiat, lalai, atau banyak
wahamnya.

Contoh hadits matruk : Rasulullah Saw bersabda, sekiranya tidak ada wanita,
tentu Allah ditaati dengan sungguh-sungguh.
2)

Hadits Munkar

Hadist munkar, secara bahasa berarti hadits yang diingkari atau tidak
dikenal. Batasan yang diberikan para ulama bahwa hadits munkar ialah hadits
yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah dan menyalahi perawi yang kuat,
contoh :
Artinya:Barangsiapa yang mendirikan shalat, membayarkan zakat,
mengerjakan haji, dan menghormati tamu, niscaya masuk surga. ( H.R Riwayat
Abu Hatim )
3)

Hadits Syadz

Secara bahasa, hadits ini berarti hadits ayng ganjil. Batasan yang diberikan
para ulama, hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang
dipercaya, tapi hadits itu berlainan dengan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh
sejumlah rawi yang juga dipercaya. Haditsnya mengandung keganjilan
dibandingkan dengan hadits-hadits lain yang kuat. Keganjilan itu bisa pada sanad,
pada matan, ataupun keduanya.
Contoh :
Rasulullah bersabda: Hari arafah dan hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan
dan minum.

2.4 Kedudukan Sunnah dan Fungsinya Terhadap Agama


Seluruh umat Islam, telah sepakat bahwa hadits merupakan
salah satu sumber ajaran Islam. Ia mempati kedudukan kedua setelah
Al-Qur`an. Keharusan mengikuti hadits bagi umat Islam baik yang
berupa perintah maupun larangannya, sama halnya dengan kewajiban
mengikuti Al-Qur`an.
Hal ini karena, hadis merupakan mubayyin bagi Al-Qur`an, yang
karenanya siapapun yang tidak bisa memahami Al-Qur`an tanpa
dengan memahami dan menguasai hadis. Begitu pula halnya

menggunakan Hadist tanpa Al-Qur`an. Karena Al-qur`an merupakan


dasar hukum pertama, yang di dalamnya berisi garis besar syari`at.
Dengan demikian, antara Hadits dengan Al-Qur`an memiliki kaitan
erat, yang untuk mengimami dan mengamalkannya tidak bisa
terpisahkan atau berjalan dengan sendiri.
Al-Quran itu menjadi sumber hukum yang pertama dan AlHadits menjadi asas perundang-undan(gan setelah Al-Quran
sebagaimana yang dijelaskan oleh Dr. Yusuf Al-Qardhawi bahwa Hadits
adalah sumber hukum syara setelah Al-Quran.
Al-Quran dan Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam dan
merupakan rujukan umat Islam dalam memahami syariat. Pada tahun
1958 salah seorang sarjana barat yang telah mengadakan penelitian
dan penyelidikan secara ilmiah tentang Al-Quran mengatan bahwa :
Pokok-pokok ajaran Al-Quran begitu dinamis serta langgeng abadi,
sehingga tidak ada di dunia ini suatu kitab suci yang lebih dari 12 abad
lamanya, tetapi murni dalam teksnya.
Menurut Ahmad hanafi Kedudukan Hadits sebagai sumber
hukum sesudah Al-Quranmerupakan hukum yang berdiri sendiri.
Keberlakuan hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula
dengan kenyataan bahwa Al-Qur`an hanya memberikan garis-garis
besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian
lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia.
Karena itu, keabsahan hadits sebagai sumber kedua secara logika
dapat diterima.Di antara ayat-ayat yang menjadi bukti bahwa Hadits
merupakan sumber hukum dalam Islam adalah firman Allah dalam AlQuran surah An- Nisa: 80
(80)
Barangsiapa yang mentaati Rosul, maka sesungguhnya dia telah
mentaati Alloh
Sejak masa sahabat sampai hari ini para ulama telah bersepakat dalam
penetapan hukum didasarkan juga kepada Hadits Nabi, terutama yang
berkaitan dengan petunjuk operasional.

Dalam ayat lain Allah berfirman QS. Al-Hasyr :: 7


Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa
yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah

Dalam Q.S AnNisa 59, Allah berfirman :




Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembali kanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya)
Dari beberapa ayat di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang tidak
cukup hanya berpedoman pada Al-Quran dalam melaksanakan ajaran
Islam, tapi juga wajib berpedoman kepada Hadits Rasulullah Saw.

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan

Sunnah menurut para ahli hadist identik dengan hadist, yaitu: seluruh yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik perkataan, perbuatan, maupun
ketetapan ataupun yang sejenisnya (sifat keadaan atau himmah). Sunnah menurut
ahli ushul fiqh adalah segala yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW,
berupa perbuatan, perkataan , dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.
Pembagian yang didasarkan pada pada pendekatan sumbernya. Maksudnya
darimana seumber ide dari perkataan, perbuatan, dan persetujuan Raul Allah
tersebut. Berdasarkan pendekatan ini, maka Hadist dibagi menjadi: Hadist Qudsi
dan Hadist Nabawi.
Hadist Nabawi terdiri dari
1.

Qouliyah

2.

Filiyah

3.

Taqririyah.

3.2 Saran
Penyusun mengakui bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
kelemahan dan kekurangan yang semestinya perlu ditambah dan diperbaiki.
Uraian dan contoh yang diambil masih sangat kurang. Oleh sebab itu, segala
masukan yang bersifat positif sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan
makalah ini dimasa yang akan datang. Harapan penyusun semoga inti dari
permasalahan yang kita bahas ini dapat dipraktikkan di kehidupan sosial.

DAFTAR PUSTAKA

al-Bukhary. Muhammad bin Ismail


Kasir

1987 , shahih al-Bukhary Bairut: Dar Ibn

al-Maliki Muhammad Alawi, 2006, Ilmu Ushul Hadits, Yogyakarta; Pustaka


Pelajar
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya (Jakarta: Departemen
Agama RI, 2008) Hal: 91
Hanafi, Ahmad, 1989, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, Jakarta: Bulan
Bintang
Jalaluddin, Fiqih remaja, 2009, Jakarta: Kalam Muliua,
Qardhawi, Yusuf, 2007, Pengantar Studi Hadts, (Bandung: Pustaka Setia
Ranuwijaya, Utang, 1996, Ilmu Hadis, Jakarta : Gaya Media Pratama
Smeer. Zeid B. t.th, Ulumum Hadist Pengantar Studi Hadist Praktis., Malang,
UIN- Malang Press
Syauki, Achmad, 1985, Lintasan Sejarah Al-Quran, Bandung: Sulita
Thahhan. Mahmud, 2007, Intisari Ilmu Hadist, Malang:UIN-Press
Thalib, Muhammad, 1977, Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta: Bina Ilmu
Usman, Suparman, t.th, hukum islam, Jakarta: Gaya Media Pratama
http://makalahlaporanterbaru1.blogspot.com/2012/05/makalah-hadismaudhu.html#
http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/hadis-shahih-hasan-dan-dhaif-pengertian-ciri-ciridan-kehujahannya/#

Anda mungkin juga menyukai