Anda di halaman 1dari 17

MEMUPUK JIWA KEMANDIRIAN DI LINGKUNGAN KAMPUS MELALUI

PENDIDIKAN ENTERPRENEURSHIP SEBAGAI MODAL MENUJU KOMPETISI


DUNIA KERJA

Oleh : Jumarddin La Fua

Abstrak
Pengangguran dan kemiskinan hingga saat ini merupakan masalah besar bagi bangsa
Indonesia yang belum bisa terpecahkan, kondisi ini merupakan masalah serius bagi
pemerintah yang harus segara di antisipasi sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat
yakni untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi warga masyarakat, apabila kondisi ini tidak
memperoleh perhatian yang serius dari pemerintah maka akan mengakibatkan masalah sosial
yang cukup tinggi akibat tingginya tingkat pengangguran seperti penyalahgunaan narkoba,
kriminalitas, pergaulan bebas, premanisme, traficking, dan lain sebagainya yang pada
akhirnya dapat menyebabkan gangguan pembangunan di segala bidang serta mengancam
stabilitas nasional. Pendidikan enterpreneurship merupakan salah satu solusi yang ideal untuk
memberikan bekal kewirausahaan melalui kegiatan pendidikan yang terarah dan
berkesinambungan sebagai modal menuju kompetisi dunia kerja yang diharapkan dapat
menekan angka penganguran sehingga dapat mengurangi kesulitan sosial ekonomi masyarakat
yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas sumber daya manusia sehingga dapat
memberikan solusi yang ideal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pengembangan keilmuan pendidikan enterpreneurship di perguruan tinggi dapat
didisain untuk mengetahui (to know), melakukan (to do), dan menjadi (to be) entrepreneur.
Tujuan pendidikan to know dan to do terintegrasi di dalam kurikulum program studi,
terdistribusi di dalam mata-matakuliah keilmuan. Implementasi dari pendidikan
enterpreneurship ini dimaksudkan untuk menginternalisasikan nilai-nilai entrepreneurship,
dimana perguruan tinggi menyediakan matakuliah pendidikan enterpreneurship yang
ditujukan untuk bekal motivasi dan pembentukan sikap mental entrepreneur, pelatihan
keterampilan bisnis praktis dan merealisasikan inovasi teknologi ke dalam praktek bisnis.
Pembetukan karakter entrepreneur mahasiswa dapat diterapkan melalui dua strategi
yaitu strategi makro dan mikro. Strategi makro berada pada tataran kebijakan perguruan
tinggi yang menjadi tugas dan tanggung jawab untuk menumbuhkembangkan jiwa dan
karakter enterpreneurship melalui program-program nyata sehingga diharapkan mahasiswa
dapat menjadi pencipta lapangan kerja seperti mengintegrasikan pembelajaran
entrepreneurship ke dalam kurikulum; mengembangkan entrepreneurship center pada
perguruan tinggi; serta menciptakan gerakan nasional budaya dan pelatihan entrepreneurship
bagi mahasiswa. Strategi mikro berada pada tataran pembelajaran di kelas terutama
pembelajaran entrepreneurshipseperti pembelajaran yang membentuk manusia secara
holistik; 2) pembelajaran yang membangkitkan kelima panca indera mahasiswa; 3)
pembelajaran yang experiential learning; 4) pembelajaran yang real- life; 5) pembelajaran
berbasis life skill membentuk karakter entrepreneur; dan 6) Pembelajaran entrepreneurship
tidak hanya fokus pada Business Plan.
Implementasi pendidikan enterpreneurship di perguruan tinggi dapat dilakukan
dengan cara, pendidikan tersebut lebih menitikberatkan pada penggalian potensi diri setiap
peserta didik (mahasiswa), menyediakan para pengajar yang berlatar kewirausahaan , dan

adanya kehendak stakeholder perguruan tinggi dalam mengimplementasikan pendidikan


enterpreneurship di perguruan tinggi.
Pendahuluan
Pengangguran dan kemiskinan hingga saat ini merupakan masalah besar bagi bangsa
Indonesia yang belum bisa terpecahkan. Krisis global yang terjadi saat ini akan menekan
perekonomian nasional. Banyak perusahaan yang berbasis eksport sudah melakukan PHK
atau pun merumahkan pegawainya akibat dari krisis global ini, belum lagi sektor lain yang
mempunyai keterikatan yang tinggi dalam menopang sektor eksport tersebut. Hal ini tentunya
akan membuat jumlah pengangguran nasional kembali naik, dan kondisi ini merupakan
masalah serius bagi pemerintah yang harus segara di antisipasi sebagai bentuk pelayanan
kepada masyarakat yakni untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi warga masyarakat, 1apabila
kondisi ini tidak memperoleh perhatian yang serius dari pemerintah maka akan
mengakibatkan masalah sosial yang cukup tinggi akibat tingginya tingkat pengangguran
seperti penyalahgunaan narkoba, kriminalitas, pergaulan bebas, premanisme, traficking, dan
lain sebagainya yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan pembangunan di segala
bidang serta mengancam stabilitas nasional.2
Menyadari realitas yang ada, maka perlu dicari suatu terobosan yang tepat dan
terarah serta berkesinambungan, agar lapangan pekerjaan dapat terbuka seluas-luasnya.
Salah satu kebijakan yang perlu dilakukan adalah melalui pendidikan entrepreneurship
sebagai modal menuju kompetisi dunia kerja. Terobosan ini dilakukan untuk menciptakan
suatu

kondisi

bahwa

semua

komponen

bangsa harus

bahu membahu untuk

menciptakan lapangan pekerjaan, dan bukan berlomba-lomba untuk mencari lapangan


pekerjaan. Kebijakan ini harus dapat dilaksanakan secara komprehensif dengan kebijakan
makro

ekonomi

lainnya

seperti pengendalian inflasi yang terukur, suku bunga yang

kompetitif untuk membuat sektor riel bergairah melakukan usahanya, iklim investasi
yang transparan dan efisien. Mengingat dampak pengangguran yang begitu luas, maka
masalah pengangguran adalah prioritas yang harus diselesaikan oleh pemerintah sesegera
mungkin. Pendidikan enterpreneurship merupakan salah satu solusi yang ideal untuk
1
Zarkasyi, Srihadi W, Mahasiswa
http://pustaka.unpad.ac.id, Tahun 2006.

dan

Motivasi

Berprestasi,

Universitas

Padjadjaran

2 Wijaya, Tony, Kajian Model Empiris Perilaku Berwirausaha UKM DIY dan Jawa Tengah, Jurnal Manajemen
dan Kewirausahaan, September, 2008, 10 (2), 93-104.

memberikan

bekal

kewirausahaan

melalui

kegiatan

pendidikan

yang

terarah

dan

berkesinambungan sebagai modal menuju kompetisi dunia kerja yang diharapkan dapat
menekan angka penganguran sehingga dapat mengurangi kesulitan sosial ekonomi masyarakat
yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas sumber daya manusia sehingga dapat
memberikan solusi yang ideal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.3
Untuk mengawal kegiatan pendidikan enterpreneuship dapat berjalan ideal maka
lembaga pendidikan memainkan peran penting untuk membentuk karakter enterpreneurship
serta mendorong tumbuhnya motivasi kewirausahaan pada insan akademik sehingga kedepan
mempunyai keberanian untuk mendirikan bisnis baru meskipun secara ukuran bisnis termasuk
kecil tetapi dapat membuka kesempatan kerja bagi banyak orang. Lembaga pendidikan seperti
universitas, institut, sekolah tinggi

dan lain-lain bertanggung jawab untuk memberikan

pendidikan enterpreneurship sehingga mampu melihat peluang bisnis, dapat mengolah bisnis
tersebut dan memberikan motivasi dan keberanian menghadapi resiko bisnis melalui kegiatan
pendidikan yang terarah, terukur dan berkesinambungan sebagai bentuk penguatan menuju
kompetisi dunia kerja. Entrepreneurship
orang

yang

dapat menggunakan

menghasilkan

suatu

adalah

faktor-faktor

produk/jasa yang

kemampuan seseorang atau sekelompok


produksi

yang

ada untuk

dapat

baru. Pada dasarnya seorang entrepreneur

memerlukan dan mengusahakan agar manpower, material, dan capital dapat secara optimal
digunakan. 4 Ada tiga komponen yang penting dari pengertian entrepreneurship ini, yakni (1)
The pursuit of opportunities, Seorang entrepreneur adalah orang yang mencari peluang
untuk dapat meningkatkan bisnisnya melalui perubahan dan transformasi, hingga pengenalan
atas produk dan jasa yang dihasilkan, (2) Innovation, Mampu menggunakan faktor produksi
yang ada (land, labor, dan capital) untuk dapat menghasilkan produk yang baru dan (3)
Growth, Seorang

entrepreneur

akan

berusaha semaksimal mungkin agar usahanya

dapat terus mengalami pertumbuhan.5


3 Charney, Alberta, The Impact of Entrepreneurship Education: An Evaluation of the Berger Entrepreneurship
Program at the University of Arizona, 1985-1999, University of Arizona Tucson, Arizona. Tahun 2000.

4 Harpowo dan Sri Wibawani. Budaya Kewirausahaan Pada Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Malang. Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang. Tahun 2009.

5 Basu, Anurudha. Assessing Entrepreneurial Intentions Amongst Students: A Comparative Study, San Jose
State University (tidak dipublikasikan). http://nciia.org. Tahun 2009

Tulisan ini merupakan salah satu bentuk sosialisasi ilmiah kepada seluruh civitas
akademik tentang pentingnya pendidikan enterprenurship dalam lingkungan kampus sehingga
kedapan diharapkan akan tumbuh serjana-sarjana entrepreur muda yang mampu menciptakan
lanpangan kerja. Secara rinci tulisan ini akan mengkaji peran kampus dalam mengintegrasikan
pendidikan entrepreneurship ke dalam kurikulum, peran kampus dalam membentuk karakter
kemandirian entrepreneurship dan implemantasi pendidikan enterpreneuship di lingkungan
kampus.

Peran Kampus Untuk Mengintegrasikan Pendidikan Enterprenurship Dalam Kegiatan


Pendidikan
Pertumbuhan ekonomi dengan mengandalkan permintaan ekspor dan efisiensi industri
telah banyak didiskusikan pada berbagai forum resmi, potensi yang belum banyak tergarap
adalah kekuatan internal kewirausahaan dan inovasi yang dilandasi IPTEK.6 Inovasi
diibaratkan bahan bakar, sementara kewirausahaan adalah mesin, keduanya menjadi sumber
kesempatan kerja, pendapatan dan kesejahteraan. Akhir-akhir ini kewirausahaan

atau

enterpreneurship telah banyak dibicarakan dalam berbagai forum ilmiah dengan fokus diskusi
bersumber dari fakta rendahnya jumlah entrepreneur dan kesulitan melahirkan entrepreneur,
sehingga memunculkan suatu konsep tentang pendidikan enterpreneurship yang menjadi
makin relevan sesuai dengan kebutuhan perubahan lingkungan global yang menuntut adanya
keunggulan, pemerataan, dan persaingan dalam setiap kegiatan usahanya.
Peranan perguruan tinggi dalam melaksanakan dan mengintegrasikan pendidikan
enterpreneurship kedalam kurikulum di lingkungan kampus yang berorientasi pada
pembentukan karakter kemandirian mahasiswa menjadi sangat penting. 7 Pada masa lalu, pola
pendidikan enterprenurship tidak secara formal dilembagakan, bekal motivasi dan sikap
mental entrepreneur terbangun secara alamiah, lahir dari keterbatasan dan semangat survival
disertai keteladanan kerja keras dari dosen. Mahasiswa yang terlatih tempaan secara fisik dan
mental melalui pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari, akan menjadi tangguh untuk
mengambil keputusan dan memecahkan masalah serta terlatih untuk melihat sisi positif suatu
6 Indarti, Nurul dan Rokhima Rostianti, Intensi Kewirausahaan Mahasiswa: Studi Perbandingan Antara
Indonesia, Jepang dan Norwegia, Ekonomika dan Bisnis Indonesia, Oktober, 23 (4). Tahun 2008

7 Oswari, Teddy, Membangun Jiwa Kewirausahaan (Entrepreneurship) Menjadi Mahasiswa Pengusaha


(Entrepreneur Students) Sebagai Modal Untuk Menjadi Pelaku Usaha Baru, Proceeding Seminar Nasional
PESAT, Tahun 2005

sumberdaya dan ditransformasikan menjadi manfaat yang nyata sehingga peribahasa berakitrakit ke hulu berenang ke tepian, dijiwai benar. 8 Namun, pola pengembangan kewirausahaan
masa lalu itu dianggap tidak sistematik menghasilkan entrepreneur. Entrepreneur lebih
ditentukan oleh bakat atau karakter individu, atau bawaan lahir, tidak atas proses yang
direncanakan. Fenomena sekarang menunjukkan bahwa kewirausahaan adalah suatu disiplin
ilmu yang dapat dipelajari dan diajarkan. Menurut Ciputra yang dikutib oleh Srihardi
Zarkasih bahwa kompetensi kewirausahaan bukanlah ilmu magic.

Pendidikan tinggi atau

lembaga pendidikan, perlu mengajarkan tiga kompetensi kepada mahasiswanya, yakni


menciptakan kesempatan (opportunity creator), menciptakan ide-ide baru yang orisinil
(inovator) dan berani mengambil resiko dan mampu menghitungnya (calculated risk taker).
Peran yang dilakukan perguruan tinggi adalah: (i) internalisasi nilai-nilai kewirausahaan, (ii)
peningkatan keterampilan (transfer knowledge) dalam aspek pemasaran, finansial, dan
teknologi; dan (iii) dukungan berwirausaha (business setup).10
Menurut Oosterbeek et al, bahwa keberhasilan studi mahasiswa ditentukan oleh dua
ukuran, yakni (i) jumlah waktu dan upaya mahasiswa terlibat dalam proses pembelajaran dan
(ii) kemampuan perguruan tinggi menyediakan layanan sumberdaya, kurikulum, fasilitas dan
program aktivitas yang menarik partisipasi mahasiswa untuk meningkatkan aktualisasi,
kepuasan dan keterampilan.

11

Dalam konteks pendidikan enterpreneurship, nampaknya

partisipasi mahasiswa dan kemampuan perguruan tinggi perlu disinergikan, agar


menyediakan layanan sebaik-baiknya agar melahirkan student entrepreneur. Dengan
demikian, melalui pendidikan dapat direncanakan kebutuhan jumlah maupun kualitas
entrepreneur yang dihasilkan.

8 Wijaya, Tony, Kajian Model Empiris Perilaku...............Tahun 2008

9 Zarkasyi, Srihadi W, Mahasiswa dan Motivasi Berprestasi, Universitas Padjadjaran http://pustaka.unpad.ac.id.


Tahun 2006

10 Oswari, Teddy, Membangun Jiwa Kewirausahaan (Entrepreneurship) ..........., Tahun 2005

11 Oosterbeek, Hessel, Mirjam C. Van Praag dan Auke Ijsselstein, The Impact of Entrepreneurship Education
On Entrepreneurship Competencies and Intentions. TI 2008-038/3, Tinbergen Institute dan University of
Amsterdam. http://www.economist.ne.Tahun 2008

Karakter keilmuan enterpreneurship didisain untuk mengetahui (to know), melakukan


(to do), dan menjadi (to be) entrepreneur. Tujuan pendidikan to know dan to do terintegrasi di
dalam kurikulum program studi, terdistribusi di dalam mata-matakuliah keilmuan. Integrasi
dimaksudkan untuk internalisasi nilai-nilai entrepreneurship. Dalam tahapan ini, perguruan
tinggi menyediakan matakuliah pendidikan enterpreneurship yang ditujukan untuk bekal
motivasi dan pembentukan sikap mental entrepreneur. Sementara itu tujuan to be
entrepreneur diberikan dalam pelatihan keterampilan bisnis praktis. Mahasiswa dilatih
merealisasikan inovasi teknologi ke dalam praktek bisnis.12 Di lain sisi, aktivitas ekstra
kurikuler mahasiswa yang sistematik juga dapat membangun motivasi dan sikap mental
entrepreneur. Pembinaan mahasiswa dalam berbagai kegiatan minat dan bakat, keilmuan,
kesejahteraan atau keorganisasian lainnya mampu memberikan keterampilan untuk
berwirausaha, dalam pengertian wirausaha bisnis, wirausaha sosial maupun wirausaha
corporate (atau intrapreneur). Sebagian para tokoh politik, komisaris perusahaan besar
dulunya juga merupakan para aktivis mahasiswa. Mereka adalah mahasiswa yang aktif dalam
unit pers (koran kampus) yang juga sukses menjadi wirausaha dalam industri penerbitan.
Mahasiswa teknik informatika menjadi wirausaha software house. Mahasiswa dalam forum
kajian agama menjadi pendakwah. Mahasiswa pecinta alam menjadi wirausaha jasa
outbound.
Pengembangan pendidikan enterpreneurship

berorientasi pada memberikan

kompetensi kewirausahaan kepada mahasiswa dengan tujuan program kompetensi mencakup


pada pemahaman konsep to know, to do, dan to be entrepreneur dengan sasaran memupuk
jiwa enterpreneurship secara sistematik sehingga dapat terbangun motivasi, mental dan
karakter enterpreneur dalam iklim kompetisi dunia kerja yang lebih nyata (empiris). Menurut
Saud et al, bahwa mahasiswa yang telah mengikuti kegiatan pendidikan enterpreneurship
akan memiliki karakter yang tinggi dalam inovasi, praktek bisnis, kepercayaan diri dan
pengendalian, serta mereka adalah pelaku bisnis, yang juga ingin meningkatkan kemampuan
berwirausaha. Dari pendapat tersebut dapat ditarik benang merah bahwa perguruan tinggi
sebagai sebuah lembaga akademik mempunyai peran yang cukup signifikan dalam
mengembangkan kreaktivitas dan inovasi mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan yang beroritasi
pada kewirausahaan, dan ini menjadi tanggung jawab bagi perguruan tinggi untuk
mengaktualisasikan pendidikan enterpreneurship ke dalam kurikulum pendidikan yang akan
12 Oswari, Teddy, Membangun Jiwa Kewirausahaan (Entrepreneurship) ........, Tahun 2005

diajarkan kepada mahasiswa untuk membentuk enterpreneur student yang merupakan ranah
psikomotorik dalam dunia pendidikan.13

13 Saud, Mohammad Basir dan Mohd Noor Sharrif, An Attitude Approach to the Prediction of
Entrepreneurship on Students at Institution of Higher Learning in Malaysia, International Journal of Business
and Management. July, 4 (4), 129 . 135. Tahun 2009

Peran Kampus Dalam Membentuk Karakter Enterpreneurship


Pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter enterpreneurship yaitu
pendidikan yang memberikan penguatan-penguatan jiwa entrepreneurship seperti jiwa
keberanian dan kemauan menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar, jiwa
kreatif untuk mencari solusi dan mengatasi problema tersebut, jiwa mandiri dan tidak
bergantung pada orang lain. Inti dari pendidikan enterpreneuship adalah pendidikan yang
menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah pembentukan kecakapan hidup (life skill)
pada peserta didiknya melalui kurikulum yang terintegrasi.
Untuk mengembangkan karakter entrepreneurship diperlukan beberapa tahapan,
antara lain internalization, paradigm alteration, spirit initiation, dan competition.
14

Internalization adalah tahapan penanaman karakter entrepreneurship melalui konstruksi

pengetahuan tentang jiwa entrepreneurial serta medan dalam usaha. Tahap ini berkutat pada
teori tentang enterpreneurship dan pengenalan tentang urgensinya. Setelah itu, paradigm
alteration, yang berarti perubahan paradigma umum. Pola pikir pragmatis dan instan harus
diubah dengan memberikan pemahaman bahwa unit usaha riil sangat diperlukan untuk
menstimulus perkembangan perekonomian negara, dan jiwa entrepreneurship berperan
penting dalam membangun usaha tersebut. Di tahap ini diberikan sebuah pandangan tentang
keuntungan usaha bagi individu maupun masyarakat. Setelah pengetahuan telah
terinternalisasi dan paradigma segar telah terbentuk, diperlukan sebuah inisiasi semangat
untuk mengkatalisasi gerakan pembangunan unit usaha tersebut. Inisiasi ini dengan
memberikan bantuan berupa modal awal yang disertai monitoring selanjutnya. Lalu, perlu
digelar sebuah medan kompetisi untuk dapat mengembangkan usaha tersebut dengan baik.
Dalam dunia kampus, peran perguruan tinggi untuk dapat membentuk karakter
entrepreneur mahasiswa dapat diterapkan melalui dua strategi yaitu strategi makro dan
mikro.

15

Strategi makro berada pada tataran kebijakan perguruan tinggi yang menjadi

tugas dan tanggung jawab untuk menumbuhkembangkan jiwa dan karakter enterpreneurship
melalui program-program nyata sehingga diharapkan mahasiswa dapat menjadi pencipta
lapangan kerja. Program tersebut meliputi mengintegrasikan pembelajaran entrepreneurship
14 Greve, Arentdan Janet W. Salaff, Social Networks and Entrepreneurship, Entrepreneurship, Theory &
Practice, 28(1): 1-22. Tahun 2003

15 Siswoyo, H. Bambang Banu, Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di Kalangan Dosen dan Mahasiswa,
Jurnal Ekonomi Bisnis, Tahun 14 No 2, Juli. Tahun 2009

ke dalam kurikulum; mengembangkan entrepreneurship center pada perguruan tinggi; serta


menciptakan gerakan nasional budaya dan pelatihan entrepreneurship bagi mahasiswa.
Untuk. Program ini dimaksudkan untuk memfasilitasi para mahasiwa yang mempunyai
minat dan bakat kewirausahaan untuk memulai berwirausaha dengan basis ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni yang dipelajarinya. Fasilitas yang diberikan meliputi
pendidikan dan pelatihan kewirausahaan, magang dan penyusunan rencana bisnis, dukungan
permodalan dan pendampingan usaha. Tujuan dari Program ini adalah Meningkatkan
kecakapan dan ketrampilan para mahasiswa khususnya sense of business sehingga akan
tercapai wirausaha-wirausaha muda yang potensial, menumbuhkan wirausaha-wirausaha
baru yang berpendidikan tinggi, menciptakan unit bisnis berbasis IPTEKS, serta
membangun jejaring bisnis antara pelaku bisnis terutama wirausaha pemula dengan para
pengusaha yang sudah mapan. Sedangkan manfaat yang diharapkan bisa dirasakan oleh
mahasiswa adalah memberikan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan soft skill
mahasiswa dengan terlibat langsung pada kondisi dunia kerja, memberikan kesempatan
langsung untuk terlibat dalam UKM dan mengasah jiwa wirausaha, serta menumbuhkan
jiwa bisnis sehingga memiliki keberanian untuk memulai usaha didukung dengan modal
yang diberikan dan pendampingan secara terpadu.
Strategi

mikro

berada

pada

tataran

pembelajaran

di kelas

terutama

pembelajaran entrepreneurship. Pembelajaran entrepreneurship adalah 1) pembelajaran


yang membentuk manusia secara holistik; 2) pembelajaran yang membangkitkan kelima
panca indera mahasiswa; 3) pembelajaran yang experiential learning; 4) pembelajaran yang
real- life; 5) pembelajaran berbasis life skill membentuk karakter entrepreneur; dan 6)
Pembelajaran entrepreneurship tidak hanya fokus pada Business Plan. 16

Implementasi Pendidikan Enterpreneurship


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

17

16 Lupiyoadi, Rambat, Entrepreneurship From Mindset To Strategy, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta. Tahun 2007

17 Yohnson, Peranan Universitas dalam Memotivasi Sarjana Menjadi Young Entrepreneurs, Jurnal Manajemen
& Kewirausahaan, 5 (2), September, 97-111. Tahun 2003.

Pendidikan entrepreneurship tidak harus menambah kurikulum, akan tetapi justru memberi
keragaman pendidikan yang kontekstual dan dapat dipraktekkan dalam kehidupan nyata
sehari-hari, sehingga mempunyai nilai tambah (added value) baik dari sisi pengetahuan
maupun sisi nilai sosial ekonomi. Peserta didik yang dibekali pendidikan entrepreneurship
tumbuh kecerdasannya, keterampilannya, intelektualnya, mempunyai banyak gagasan,
mampu berkomunikasi yang dapat meyakinkan orang lain, sehingga ruh sebagaimana
diamanatkan dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 dapat terlaksana dengan baik.

18

Oleh

karena itu sebaiknya Pendidikan Entrepreneurship, baik yang tersirat maupun yang tersurat
(formal non formal informal) sudah harus dimulai sejak dini sampai ke jenjang
pendidikan tinggi dan bahkan sepanjang hayat. Pembiasaan dan pelatihan yang terus-menerus
akan mendatangkan kepiawaian seseorang untuk berpotensi menjadi penemu dan pemecah
masalah (problem finder and problem solver), dan akhirnya memiliki hidup yang bermanfaat.
Pendidikan entrepreneur adalah konsep pendidikan yang memberikan semangat pada
peserta didik untuk kreatif dalam mengerjakan sesuatu hal, pola pendidikan sedemikian ini
menuntut peserta didik untuk bisa produktif serta mengarahkan peserta didik untuk bisa cepat
dalam memahami dan menelisik kebutuhan sosial sekitar.

19

Pendidikan entrepreneur

diadakan dalam rangka memberikan motivasi dan pembinaan usaha, hal sedemikian akan bisa
berjalan secara baik bila ada perangkat-perangkat lain yang mendukung. Misal, Instansi
pendidikan diharapkan mengadakan jaringan-jaringan kerja sama dengan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM) yang banyak mengetahui tentang kewirasausahaan.
Kurikulum

pendidikan

tinggi

yang

berjiwa

entrepreneur

adalah

dengan

mendefinisikan ulang apa itu pendidikan yang dihubungkan dengan entrepreneur sebagai
bagian komponen lain untuk menambah wawasan serta pengetahuan peserta didik saat terjun
ke lapangan, ketika mereka selesai di bangku pendidikannya.

20

Selain itu, dalam pelaksanaan

18 Mudjiarto dan Aliaras Wahid, Membangun Karakter dan Kepribadian Kewirausahaan, Penerbit Graha Ilmu
dan UIEU University Press, Yogyakarta dan Jakarta. Tahun 2006.

19 Meredith, Geoffrey G, Kewirausahaan: Teori dan Praktek, PPM, Jakarta. Tahun 2002

20 Siswoyo, H. Bambang Banu, Pengembangan Jiwa Kewirausahaan ....... Tahun 2009

pendidikan entrepreneur dibutuhkan adanya dukungan perangkat lunak (suprastruktur) yang


terkait dengan kurikulum pendidikan, karena jika tidak ada aplikasinya sama saja dengan
kewirausahaan teori seperti biasanya. Untuk menumbuhkembangkan jiwa enterpreneurship
dan meningkatkan aktivitas kewirausahaan perguruan tinggi harus dapat memainkan dalam
memupuk jiwa kemandirian mahasiswa di lingkungan kampus. Program ini dimaksudkan
untuk memfasilitasi para mahasiwa yang mempunyai minat dan bakat kewirausahaan untuk
memulai berwirausaha dengan basis ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dipelajarinya.
Fasilitas yang diberikan meliputi pendidikan dan pelatihan kewirausahaan, magang dan
penyusunan rencana bisnis, dukungan permodalan dan pendampingan usaha. Tujuan dari
Program Mahasiswa Wirausaha ini adalah meningkatkan kecakapan dan ketrampilan para
mahasiswa sehingga akan tercapai wirausaha-wirausaha muda yang potensial, menumbuhkan
wirausaha-wirausaha baru yang berpendidikan tinggi, menciptakan unit bisnis berbasis
IPTEKS. 21 Oleh karena itu, pendidikan tinggi perlu diarahkan pada pendidikan entrepreneur
namun tetap tidak menghilangan identitas lainnya sebagai lembaga pendidikan tinggi
berorientasi pada research dan discovery.
Ada beberapa hal yang memberikan ciri dasar pendidikan entrepreneur. Pertama,
pendidikan tersebut lebih menitikberatkan pada penggalian potensi diri setiap peserta didik.

22

Seperti, apabila seorang peserta didik memiliki minat dan potensi kemampuan untuk
berdagang, maka hal demikian perlu dikembangkan dengan sedemikian tajam. Ketika potensi
demikian diketahui dan sudah bisa ditumbuhkan, ini kemudian mengarahkan peserta didik
untuk dipompa semangat, upaya dan kejiwaan untuk menekuni itu. Ini bisa dikembangkan
dan ditumbuhkan dengan sedemikian pesat ketika proses pembelajaran yang dikembangkan di
pendidikan tinggi tersebut secara langsung berkenaan dengan minat dan potensi kemampuan
yang dipunyai peserta didik tersebut. Memberikan beberapa contoh mengenai beberapa profil
seseorang yang sudah sukses dalam bidang-bidang tertentu adalah satu penggerak utama dan
maha utama supaya peserta didik semakin semangat dengan dunia yang ingin digelutinya itu.

21 Shastri, Rajesh Kumar, Surendra Kumar dan Murad Ali, Entrepreneurship Orientation Among Indian
Professional Students. Journal of Economics and Internatioanl Finance Vol.1(3), pp 085-087, Tahun 2009.

22 Yohnson, Peranan Universitas dalam Memotivasi ......Tahun 2003.

Kedua, menyediakan para pengajar yang berlatar kewirausahaan adalah satu


kemutlakan yang perlu dipenuhi.23 Ini berbicara konsep pendidikan entrepreneur yang jelas.
Sebab dalam pendidikan entrepreneur, pengajar yang berlatar kewirausahaan memiliki cara
dan model pengajaran yang berbeda dengan pengajar yang hanya memiliki pengetahuan
teoritik namun tidak berpengalaman dalam dunia kewirausahaan. Seorang pengajar dengan
nir-pengalaman kewirausahaan akan terkesan berdasarkan teks, namun tidak sesuai dengan
kebutuhan dan pengalaman di lapangan. Sehingga proses pembelajarannya pun mengalami
kekeringan nilai-nilai entrepreneur yang sesungguhnya perlu diwujudkan dalam proses
pembelajaran sedemikian itu. Pendidikan entrepreneur berbicara hal-hal kongkrit yang perlu
dipraktikkan, bukan hanya diteorikan. Sangat jelas, ada perbedaan mendasar antara seorang
pengajar yang berpengalaman sebagai seseorang yang bergerak dalam kewirausahaan dan
bukan. Proses penyampaian materinya pun juga berbeda ketika memberikan semangat, minat
dan suasana dalam pembelajaran. Ini sesungguhnya sangat penting diperhatikan sebab hal
mendasar menjadi kunci utama ketika pendidikan entrepreneur digelar. Sehingga peserta
didik pun akan berbeda menanggapi penyampaian seorang pengajar yang berlatar
entrepreneur

dan

bukan.

Seorang

pengajar

sangat

menentukan

apakah

proses

pembelajarannya berhasil atau tidak dicerna dan dipahami oleh peserta didik. Seorang
pengajar adalah orang yang akan berperan penting untuk bisa memberikan pemahaman
sangat mendalam apa itu entrepreneur sesungguhnya dan secara ideal. Sehingga seorang
pengajar pun dituntut untuk memiliki kemampuan yang sesuai dengan bidangnya. Oleh
karenanya, peran seorang pengajar pun sangat signifikan bagi keberlangsungan pembelajaran
tersebut.
Ketiga, kehendak politik stakeholder perguruan tinggi sangat dibutuhkan dalam
konteks ini.

24

Sebab tanpa adanya kehendak politik yang baik dari perguruan tinggi terkait,

ini sangat muskil akan melahirkan sebuah pendidikan tinggi yang baik pula. Oleh karenanya,
para stakeholder perguruan tinggi diminta secara serius untuk melakukan satu orientasi
pendidikan tinggi yang dibutuhkan lapangan dan pasar. Pendidikan tinggi yang berarah pada
entrepreneur adalah sebuah keniscayaan. Sehingga melakukan format kurikulum pendidikan
yang berjiwa entrepreneur pun disegerakan untuk digarap secara kongkrit dan praksis.
23 Ibid
24 Muhyi, Herwan Abdul, Menumbuhkan Jiwa dan Kompetensi Kewirausahaan, Universitas Padjadjaran.
Bandung. Tahun 2007

Kurikulum pendidikan tinggi yang berjiwa entrepreneur adalah dengan mendefinisikan ulang
apa itu pendidikan yang dihubungkan dengan entrepreneur sebagai bagian komponen lain
untuk menambah wawasan serta pengetahuan peserta didik saat terjun ke lapangan, ketika
mereka selesai di bangku pendidikan tingginya. Mempersiapkan perangkat lunak
(suprastruktur) yang terkait dengan kurikulum pendidikan entrepreneur adalah hal penting
untuk bisa direalisasikan. Selanjutnya adalah mempersiapkan perangkat-perangkat keras atau
perangkat pendukung yang bisa mempercepat bagi tercapainya pelaksanaan pendidikan yang
berjiwa entrepreneur di perguruan tinggi.

Penutup
1. Pengangguran dan kemiskinan hingga saat ini merupakan masalah besar bagi bangsa
Indonesia yang belum bisa terpecahkan. Kondisi ini merupakan masalah serius bagi
pemerintah yang harus segara di antisipasi sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat
yakni untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi warga masyarakat, apabila kondisi ini tidak
memperoleh perhatian yang serius dari pemerintah maka akan mengakibatkan masalah
sosial yang cukup tinggi akibat tingginya tingkat pengangguran seperti penyalahgunaan
narkoba, kriminalitas, pergaulan bebas, premanisme, traficking, dan lain sebagainya yang
pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan pembangunan di segala bidang serta
mengancam stabilitas nasional.
2. Pendidikan enterpreneurship merupakan salah satu solusi yang ideal untuk memberikan
bekal kewirausahaan melalui kegiatan pendidikan yang terarah dan berkesinambungan
sebagai modal menuju kompetisi dunia kerja yang diharapkan dapat menekan angka
penganguran sehingga dapat mengurangi kesulitan sosial ekonomi masyarakat yang
pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas sumber daya manusia sehingga dapat
memberikan solusi yang ideal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Pengembangan karakter keilmuan enterpreneurship di perguruan tinggi didisain untuk
mengetahui (to know), melakukan (to do), dan menjadi (to be) entrepreneur. Tujuan
pendidikan to know dan to do terintegrasi di dalam kurikulum program studi, terdistribusi
di dalam mata-matakuliah keilmuan. Implementasi dari pendidikan enterpreneurship ini
dimaksudkan untuk menginternalisasikan nilai-nilai entrepreneurship, dimana perguruan
tinggi menyediakan matakuliah pendidikan enterpreneurship yang ditujukan untuk bekal
motivasi dan pembentukan sikap mental entrepreneur, pelatihan keterampilan bisnis
praktis dan merealisasikan inovasi teknologi ke dalam praktek bisnis.
4. Pembentukan karakter entrepreneur mahasiswa dapat diterapkan melalui dua
strategi yaitu strategi makro dan mikro. Strategi makro berada pada tataran
kebijakan perguruan

tinggi yang menjadi tugas dan tanggung jawab untuk

menumbuhkembangkan jiwa dan karakter enterpreneurship melalui programprogram nyata sehingga diharapkan mahasiswa dapat menjadi pencipta lapangan
kerja seperti mengintegrasikan pembelajaran entrepreneurship ke dalam kurikulum;
mengembangkan entrepreneurship center pada perguruan tinggi; serta menciptakan
gerakan nasional budaya dan pelatihan entrepreneurship bagi mahasiswa. Strategi
mikro berada pada tataran pembelajaran di kelas terutama pembelajaran

entrepreneurshipseperti pembelajaran yang membentuk manusia secara holistik; 2)


pembelajaran yang membangkitkan kelima panca indera mahasiswa; 3) pembelajaran
yang experiential learning; 4) pembelajaran yang real- life; 5) pembelajaran berbasis
life skill membentuk karakter entrepreneur; dan 6) Pembelajaran entrepreneurship
tidak hanya fokus pada Business Plan.
5. Implementasi pendidikan enterpreneurship di perguruan tinggi dapat dilakukan
dengan cara, pendidikan tersebut lebih menitikberatkan pada penggalian potensi diri
setiap peserta didik (mahasiswa), menyediakan para pengajar yang berlatar
kewirausahaan , dan adanya kehendak stakeholder perguruan tinggi dalam
mengimplementasikan pendidikan enterpreneurship di perguruan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Basu, Anurudha et.al, (2009). Assessing Entrepreneurial Intentions Amongst Students: A
Comparative Study, San Jose State University (tidak dipublikasikan).
http://nciia.org.
Charney, Alberta, et.al., (2000). The Impact of Entrepreneurship Education: An Evaluation of
the Berger Entrepreneurship Program at the University of Arizona, 1985-1999,
University of Arizona Tucson, Arizona.
Colambatto, Enrico et.al, Early Work Experience and Transition Into Entrepreneurship,
University of Torino dan University of Haifa.
Gadar, Kamisan dan Nek Kamal Yeop Yunus, (2009). The Influence of Personality and
Socio-Economic Factors on Female Enterpreneurship Motivations in Malaysia,
International Review of Business Research Papers, January, 5 (1), 149 162
Greve, Arentdan Janet W. Salaff, (2003). Social Networks and Entrepreneurship,
Entrepreneurship, Theory & Practice, 28(1): 1-22.
Harpowo dan Sri Wibawani Wa, (2009). Budaya Kewirausahaan Pada Mahasiswa Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang. Lembaga Penelitian Universitas
Muhammadiyah Malang.
Indarti, Nurul dan Rokhima Rostianti, (2008). Intensi Kewirausahaan Mahasiswa: Studi
Perbandingan Antara Indonesia, Jepang dan Norwegia, Ekonomika dan Bisnis
Indonesia, Oktober, 23 (4).
Marshall, Maria I. dan Whitney N. Oliver, (2005). The Effects of Human, Financial, and
Social Capital on the Entrepreneurial Process for Entrepreneurs in Indiana, Allied
Social Science Associations Annual Meeting, Philadelphia, Pennsylvania.
Muhyi, Herwan Abdul, (2007). Menumbuhkan Jiwa dan Kompetensi Kewirausahaan,
Universitas Padjadjaran. Bandung.
Oosterbeek, Hessel, Mirjam C. Van Praag dan Auke Ijsselstein, (2008). The Impact of
Entrepreneurship Education On Entrepreneurship Competencies and Intentions. TI
2008-038/3,
Tinbergen
Institute
dan
University
of
Amsterdam.
http://www.economist.ne.
Oswari, Teddy, (2005). Membangun Jiwa Kewirausahaan (Entrepreneurship) Menjadi
Mahasiswa Pengusaha (Entrepreneur Students) Sebagai Modal Untuk Menjadi
Pelaku Usaha Baru, Proceeding Seminar Nasional PESAT, Agustus.
Saud, Mohammad Basir dan Mohd Noor Sharrif, (2009). An Attitude Approach to the
Prediction of Entrepreneurship on Students at Institution of Higher Learning in
Malaysia, International Journal of Business and Management. July, 4 (4), 129 . 135.

Shastri, Rajesh Kumar, Surendra Kumar dan Murad Ali, (2009). Entrepreneurship
Orientation Among Indian Professional Students. Journal of Economics and
Internatioanl Finance Vol.1(3), pp 085-087, August 2009.
Siswoyo, H. Bambang Banu, (2009). Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di Kalangan Dosen
dan Mahasiswa, Jurnal Ekonomi Bisnis, Tahun 14 No 2, Juli.
Wijaya, Tony, (2008). Kajian Model Empiris Perilaku Berwirausaha UKM DIY dan Jawa
Tengah, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, September, 10 (2), 93 . 104.
Yohnson, (2003). Peranan Universitas dalam Memotivasi Sarjana Menjadi Young
Entrepreneurs, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, 5 (2), September, 97 . 111.
Yuwono, Susatyo dan Partini, (2008). Pengaruh Pelatihan Kewirausahaan Terhadap
Tumbuhnya Minat Berwirausaha, Jurnal Penelitian Humaniora, Vol 9 No 2, Agustus,
119 127
Zarkasyi, Srihadi W, (2006). Mahasiswa dan Motivasi Berprestasi, Universitas Padjadjaran.
http://pustaka.unpad.ac.id.
Alma, Buchari, 2003. Kewirausahaan. Penerbit Alfabeta, Bandung. Ciputra, 2008. Quantum
Leap: Bagaimana Entrepreneurship Dapat Mengubah Masa Depan Anda dan Masa
Depan Bangsa, Cetakan Pertama, Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Dewanti, Retno, 2008. Kewirausahaan, Edisi Pertama,Penerbit Mitra Wacana Media, Jakarta.
Kasmir, 2007. Kewirausahaan, Edisi 1, Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Lupiyoadi, Rambat, 2007. Entrepreneurship From Mindset To Strategy, Cetakan
Ketiga, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Meredith, Geoffrey G, 2002. Kewirausahaan: Teori dan Praktek, PPM, Jakarta.
Mudjiarto dan Aliaras Wahid, 2006. Membangun Karakter dan Kepribadian Kewirausahaan,
Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Penerbit Graha Ilmu dan UIEU University Press,
Yogyakarta dan Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai