Tinjauan Pustaka CKD (CR)
Tinjauan Pustaka CKD (CR)
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1
Sistem urinarius
Sumber: www.google.com
28
1. Ginjal
Sistem urinaria (ginjal) terdiri dari organ-organ yang memproduksi urin
dan mengeluarkannya dari tubuh. Sistem ini merupakan salah satu sistem
utama untuk mempertahankan homeostasis (kekonstanan lingkungan
internal). Ginjal merupakan organ berbentuk seperti dua kacang yang
terletak dikedua kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dimbandingkan ginjal kiri karena tertekan oleh hepar. Kutub atas kanan
terletak setinggi iga keduabelas. Sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak
setinggi iga kesebalas.
Gambar 2.2
Struktur Internal Ginjal
Sumber: www.google.com
a. Parenkim ginjal adalah jaringan ginjal yang menyelubungi struktur
sinus ginjal. Jaringan ini terbagi menjadi medulla (dalam) dan korteks
(luar).
29
yang
dapat
melakukan
gerakan
peristaltik
untuk
30
Merupakan organ berongga yang terdiri atas 3 lapisan otot destrusor yang
saling beranyaman. Disebelah dalam merupakan otot sirkuler, ditengah
merupakan otot longitudinal dan paling luar merupakan otot sirkuler.
Mukosa- mukosa pada pelvis renalis, ureter dan uretra posterior. Kedua
muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segi tiga yang
disebut trigonum buli-buli. Kandung kemih berfungsi menampung urine
dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam
mekanisme miksi (berkemih) dalam menampung urin kandung kemih
mempunyai kapasitas maksimal, yang volumennya untuk orang dewasa
300-450 ml.
4. Uretra
Merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari kandung kemih,
melalui proses miksi, pada pria organ ini berfungsi juga dalam
menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan spingter uretra
eksternal yang terletak pada perbatasan uretra interior dan posterior.
5. Fungsi Utama Ginjal
a. Pengeluaran zat sisa organik
Ginjal mengekskresikan urea, asam urat, kreatinin dan produk
penguraian hemoglobin dan hormone.
b. Pengaturan Keseimbangan Asam Basa Tubuh
Ginjal berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan asam
basa. Sebagian besar proses metabolisme tubuh menghasilkan asam
seperti CO2 yang mudah menguap dan metabolisme protein
menghasilkan asam yang tidak menguap seperti asam sulfat dengan
asam fosfat. Secara normal paru-paru
mengekskresikan CO2
31
dengan
meningkatnya
kadar
aldosteron.
Jika
kalium
32
Bagan 2.1
Mekanisme pengaturan tekanan darah oleh ginjal
Tekanan darah menurun
Ginjal
Hati
Renin
Angiotensin I
Kelenjar hipofisis
ACTH
Kelenjar adrenal
Meningkatkan
tekanan darah
33
Gambar 2.3
Suplai darah ginjal
Sumber: www.google.com
34
a. Arteri renalis adalah cabang orta abdominalis yang mensuplai masingmasing ginjal dan masuk ke hillus melalui percabangan anterior dan
posterior.
b. Arteri-arteri interlobaris merupakan cabang anterior dan posterior
arteri renalis yang mengalir diantara piramida-piramida ginjal.
c. Arteri Arkuata berasal dari arteri interlobaris pada area pertemuan
korteks dan medulla.
d. Arteri interlobaris merupakan
35
Gambar 2.4
Gambar sebuah nefron yang memperlihatkan struktur glomerulus dan
tubulus
Sumber: www.wikipedia.com
Satu ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron yang merupakan unit
pembentuk urine. Setiap nefron memiliki satu komponen vascular
(kapilar) dan satu komponen tubular.
a. Glomerulus adalah gulungan kapiler yang dikelilingi kapsul epitel
berdinding ganda disebut kapsul bowman. Glomerulus dan kapsul
bowman bersama-sama membentuk sebuah korpuskel ginjal.
b. Tubulus kontortus proksimal, panjangnya mencapai 15 mm dan sangat
berliku. Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat
sel-sel epitelia kuboid yang kaya akan mikrovilus (brus border) dan
memperluas area permukaan lumen.
c. Ansa henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai
descenden ansa henle yang masuk ke dalam medulla membentuk
lengkungan jepit yang tajam
36
37
koloid plasma
dan tekanan
1) Reabsorbsi glukosa
Glukosa secara bebas disaring glomerulus. Dalam keadaan normal,
semua glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh transpor aktif
terutama ditubulus proksimalis.
2) Reabsorbsi Natrium
Reabsorbsi natrium berlangsung diseluruh tubulus melalui
kombinasi difusi sederhana dan transportasi aktif. Sekitar 65%
reabsorbsi natrium-natrium yang difiltrasi tetap didalam tubulus
pada saat filtrasi mencapai tubulus konvulsi distalis. Konsentrasi
akhir natriunm di urin biasanya kurang dari 1 % jumlah total yang
difiltrasi di glomerulus.
3) Reabsorbsi Klorida
38
Reabsorbsi klorida dapat bersifat aktif dan pasif dan hampir selalu
bersamaan dengan transpor natrium. Proses ini dipengaruhi oleh
gradien listrik di tubulus. Sebagian reabsorbsi klorida (65 %)
terjadi ditubulus proksimal, 25% dilengkung henie dan 10%
jumlah total yang difiltrasi dan sistem duktus pengumpul.
4) Reabsorbsi Kalium
Sebagian besar kalium yang difiltrasi akan direabsorbsi 50%
ditubulus proksimal, 40% di pars asenden dan 10% dibagian akhir
nefron duktus pengumpul di medulla. Sebagian besar reabsorbsi
kalium adalah difusi pasif.
5) Reabsorbsi Asam Amino
Asam amino yang difiltrasi akan secara aktif direabsorbsi ditubulus
proksimalis. Semua reabsorbsi asam amino diperantarai oleh
pembawa. Transpor maksimum untuk pembawa berada jauh diatas
jumlah asam amino yang difltrasi secara normal.
6) Reabsorbsi Protein Plasma
Protein yang difiltrasi akan secara aktif direabsorbsi di tubulus
proksimal. Sebagian kecil protein yang difiltrasi di glomerulus
tidak direabsorbsi . Protein-protein tersebut diuraikan oleh sel-sel
tubulus dan diekskresikan di urine. Contoh-contoh protein tersebut
adalah hormon protein misalnya GH dan Luteinizing Hormon.
7) Reabsorbsi Bikarbonat
Reabsorbsi bikarbonat adalah suatu proses aktif yang terjadi
terutama ditubulus proksimal, reabsorbsi berlangsung ketika
sebuah molekul air terurai ditubulus proksimal menjadi ion H+ dan
H- (hidroksil) ion H+ secara aktif disekresikan dan bergabung
dengan bikarbonat HCO3 menghasilkan H2CO3 yang dengan
bantuan enzim karbonat anhidrase terurai menjadi CO2 dan H20.
Melalui proses ini bikarbonat yang telah difiltrasi disimpan dan
tidak diekskresikan melalui urin. Reaksi H+ + HCO3- bersifat
reversibel.
39
8) Reabsorbsi Urea
Urea dibentuk dihati sebagai produk akhir metabolisme protein.
Urea defiltrasi secara bebas diglomerulus, Karena sangat
permeabel menembus sebagian besar nefron maka urea berdifusi
kembali ke kapiler peritubulus. Diujung tubulus proksimalis,
sekitar 50% urea yang difiltrasi telah direabsorbsi. Dari ujung
tubulus proksimalis ke duktus pengumpul di medulla, urea kembali
menjadi permeabel. Sewaktu filtrasi meninggalkan ginjal, sekitar
40% urea yang difiltrasi disekresikan.
c. Sekresi Tubular
Mekanisme sekresi tubular adalah proses aktif yang memindahkan zat
keluar dari darah dalam kapiler peritubular melewati sel-sel tubular
menuju cairan tubular untuk dikeluarkan dalam urine.
Tabel: 2.1
Filtrasi, Reabsorpsi dan ekskresi bahan tertentu dari plasma yang normal
Disaring 24 jam
Natrium
Klorida
Bikarbonat
Kalium
Glukosa
Ureum
Kreatinin
Asam urat
540,0 g
630,o g
300,0 g
28,0 g
140,0 g
53,0 g
1,4 g
85 g
Direabsorpsi
Diekskresikan
24 jam
537,0 g
625,0 g
300,0 g
24,0 g
140,0 g
28,0 g
0,0 g
7,7 g
24 jam
3,3 g
5,3 g
0,3 g
3,9 g
0,0 g
25,0 g
1,4 g
0,8 g
9. Volume urine
Volume urine yang dihasilkan setiap hari bervariasi dari 600 ml sampai
2500 ml lebih.
a. Jika volume urine tinggi, zat buangan diekskresi dalam larutan encer,
hipotonik (hipoosmotik) terhadap plasma. Berat jenis urine mendekati
berat jenis air (sekitar 1,003)
40
b. Jika tubuh perlu menahan air, maka urine yang dihasilkan kental
sehingga volume urine yang sedikit tetap mengandung jumlah zat
buangan yang sama yang harus dikeluarkan. Konsentrasi zat terlarut
lebih besar, urine hipertonik, (hiperosmotik) terhadap plasma, dan
berat jenis urine lebih tinggi (di atas 1,003).
10. Pengaturan volume urine.
Produksi urine kental yang sedikit atau urine encer yang lebih banyak
diatur melalui mekanisme hormone dan mekanisme pengkonsentrasi urine
ginjal.
a. Mekanisme hormonal
1) Antidiuretic hormone (ADH)
Meningkatkan permeabilitas tubulus kontortus distal dan tubulus
pengumpul terhadap air sehingga mengakibatkan terjadinya
reabsorpsi dan volume urine yang sedikit.
Sisi sintesis dan sekresi. ADH disintesis oleh badan sel saraf dalam
nucleus supraoptik hipotalamus dan disimpan dalam serabut saraf
hipofisis posterior. ADH kemudian dilepas sesuai impuls yang
sampai pada serabut saraf.
Stimulus pada sekresi ADH:
a) Osmotik
b) Neuron hipotalamus adalah osmoreseptor dan sensitive
terhadap perubahan konsentrasi ion natrium,serta zat terlarut
lain dalam cairan intraseluler yang menyelubunginya.
c) Peningkatan osmolaritas plasma, seperti yang terjadi saat
dehidrasi, menstimulasi osmoreseptor untuk mengirim impuls
ke kelenjar hipofisis posterior agar melepas ADH. Air
diabsorpsi kembali dari tubulus ginjal sehingga dihasilkan
urine kental dengan volume sedikit.
41
barbiturate
meningkatkan
sekresi
ADH.
Alcohol
42
dalam darah). Gagal Ginjal Kronik (GGK, penyakit ginjal tahap akhir)
adalah kerusakan fungsi ginjal yang progresif, yang berakhir fatal pada
uremia (kelebihan urea dan sampah nitrogen lain di dalam darah) dan
komplikasinya kecuali jika dilakukan dialysis dan transplantasi ginjal.
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangaan gagal ginjal yang
progresip dan lambat, biasanya berlangsung berapa tahun. Ginjal
kehilangan kemampuan asupan diet normal. Gagal ginjal kronik terjadi
setelah berbagai macam penyakit masuk nefron ginjal.
Definisi CKD menurut NKF-K/DOQI adalah:3
1. Kerusakan ginjal selama 3 bulan
Yang dimaksud terdapat kerusakan ginjal adalah bila dijumpai kelainan
struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan
salah satu manifestasi:
-Kelainan patologi
-Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah atau
urine, atau kelainan radiologi.
2. GFR 60 ml/men/1,73m2 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan
ginjal.
GFR 60 ml/men/1,73m2 3 bulan diklasifikasikan sebagai CKD
tanpa memperhatikan ada atau tidak adanya kerusakan ginjal oleh
kerena pada tingkat GFR tersebut atau lebih rendah, ginjal telah
kehilangan fungsinya 50% dan terdapat komplikasi. Disisi lain
adanya kerusakan ginjal tanpa memperhatikan tingkat GFR juga
diklasifikasikan sebagai CKD. Pada sebagian besar kasus, biopsy
ginjal jarang dilakukan, sehingga kerusakan ginjal didasarkan pada
adanya beberapa petanda seperti proteinuria, kelainan sedimen
43
44
Penyakit pada
transplantasi
45
nefron
pada
akhirnya
akan
mengalami
kerusakan,
46
47
Gambar 2.5
Chronic Kidney Disease
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi : (5)
-
Anemia
48
Sesak nafas
Adanya kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga menyebabkan
penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di
aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen
menjadi angitensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I
49
Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat
penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H +
disertai dengan penurunan kadar bikarbonat (HCO3) dan pH
plasma. Patogenesis asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik
meliputi penurunan eksresi amonia karena kehilangan sejumlah
nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah bikarbonat
melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah.
Apabila penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan
asidosis metabolik. Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala
saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu
gejala khas akibat asidosis metabolik adalah pernapasan kussmaul
yang timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan eksresi karbon
dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis
Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik
ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang
terdapat
di
aparatus
juxtaglomerulus
sehingga
mengubah
50
Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak
bebas oleh ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.
Hiperurikemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di
dalam darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan
menyebabkan pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga
sendi akan terlihat membengkak, meradang dan nyeri
Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran
hormon peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi
natrium pada tubulus ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk
disertai dengan penurunan jumlah nefron, natriuresis akan
meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan retensi air yang
berlebihan
akan
menyebabkan
dilusi
natrium
di
cairan
Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat
sehingga fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika
kelarutannya terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca2+ untuk
membentuk kalsium fosfat yang sukar larut. Kalsium fosfat yang
terpresipitasi akan mengendap di sendi dan kulit ( berturut-turut
menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)
Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat.
Keadaan hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar
paratiroid sehingga memobilisasi kalsium fosfat dari tulang.
Akibatnya terjadi demineralisasi tulang (osteomalasia). Biasanya
PTH mampu membuat konsentrasi fosfat di dalam plasma tetap
51
dengan
hipokalsemia
adalah
hiperfosfatemia,
Namun
karena
terjadi
penurunan
kalsitriol,
maka
Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma
meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel
sel ginjal sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam
plasma. Peningkatan konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan
menyebabkan peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan sekresi
kalium
di
ginjal
akan
berkurang
sehingga
menyebabkan
52
Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari
kerusakan ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan
hipertensi. Proteinuria glomerular berkaitan dengan sejumlah
penyakit ginjal yang melibatkan glomerulus. Beberapa mekanisme
menyebabkan kenaikan permeabilitas glomerulus dan memicu
terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga molekul protein berukuran
besar seperti albumin dan immunoglobulin akan bebas melewati
membran filtrasi. Pada keadaan proteinuria berat akan terjadi
pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebu dengan sindrom
nefrotik.
Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari
uremia pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada
ginjal sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea
dalam urin dapat berdifusi ke aliran darah dan menyebabkan
toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskularisasi
ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurang dari 10%
dari normal, maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan
menunjukkan gejala iritasi traktus gastrointestinal, gangguan
neurologis, nafas seperti amonia (fetor uremikum), perikarditis
uremia dan pneumonitis uremik. Gangguan pada serebral adapat
terjadi pada keadaan ureum yang sangat tinggi dan menyebabkan
koma uremikum.
53
ambar 2.6
Patofisiologi Gagal Ginjal Kronis
54
55
6. Manifestasi Klinis
a. Sistem Gastrointestinal
1) Anoreksia, nausea dan muntah karena gangguan metabolisme
protein dalam usus, terbentuknya zat zat toksik dari metabolisme
bakteri usus seperti (amonia metil guanidin) serta sembabnya
mukosa usus.
2) Uremik yaitu ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri dimulut menjadi amonia. Sehingga nafas berbau amonia.
Akibat lain timbul stomatitis dan parotitis.
3) Gastritis erosif seperti ulkus peptikum dan klitis uremik.
b. Sistem Integumen
1) Kulit berwarna pucat akibat anemia
2) Gatal gatal karena toksin uremik dan pengendapan kalsium di
pori pori.
3) Ekimosis akibat gangguan hematologis.
4) Bekas garukan karena gatal.
c.
Sistem Hematologi
1) Anemia
Penyebabnya yaitu berkurangnya produksi eritropoetin sehingga
terjadi pengurangan eritropoesis pada sumsum tulang belakang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremik, defesiensi asam folat akibat nafsu makan yang berkurang,
perdarahan pada saluran cerna dan fibrosis pada sumsum tulang
akibat hipertiroid sekunder.
2) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
Mengakibatkan perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit
yang berkurang.
3) Gangguan fungsi leukosit
Hiperpigmentasi leukosit, pagositosis dan kemotaksis berkurang,
fungsi limfosit menurun sehingga imunitas juga menurun.
56
57
pruritus,
perikarditis,
kejang
sampai
koma.
c).
Gejala
penyakit ginjal.
Secara umum, pengujian ini dapat dilakukan secara rawat jalan.
Tes Urine
Urinalisis: Analisis urin memberi wawasan yang sangat besar ke dalam
fungsi dari ginjal. Langkah pertama dalam urine adalah melakukan tes
dipstick. Dipstick ini memiliki reagen yang memeriksa urin untuk
kehadiran konstituen normal dan abnormal berbagai termasuk protein.
Kemudian, urin diperiksa dibawah mikroskop untuk mencari sel-sel darah
merah dan putih, dan adanya gips dan kristal (padatan).
a. Tes urine dua puluh empat jam: Tes ini menggunakan urine yang
dikumpulkan selama 24 jam berturut-turut. Urin dapat dianalisa untuk
produk protein dan limbah (urea nitrogen, dan kreatinin). Keberadaan
protein dalam urin mengindikasikan kerusakan ginjal. Jumlah kreatinin
dan urea diekskresikan dalam urin dapat digunakan untuk menghitung
tingkat fungsi ginjal.
58
CrCl (pria) = ([140-usia] berat badan dalam kg) / (serum kreatinin 72)
GFR turun. GFR normal adalah sekitar 100-140 ml / menit pada pria dan
85-115 mL / menit pada wanita. Nilai GFR juga berkurang pada lansia.
GFR dapat dihitung dari jumlah produk sampah di urin 24-jam. Perkiraan
GFR (eGFR) dapat dihitung dari tes darah rutin pasien Pasien dibagi
menjadi lima tahap penyakit ginjal kronis didasarkan pada mereka GFR.
Pemeriksaan pencitraan
X - ray : Sebuah pyelogram retrograde dapat diindikasikan jika indeks
kecurigaan yang tinggi klinis untuk obstruksi meskipun ada sebuah
temuan negatif pada ginjal ultrasonografi. Pyelography intravena tidak
umum dilakukan karena potensi toksisitas ginjal dari kontras intravena,
namun prosedur ini sering digunakan untuk mendiagnosa batu ginjal. Plain
perut x-ray sangat berguna untuk mencari batu radio-opak atau
nefrokalsinosis. Sebuah voiding cystourethrogram (VCUG) merupakan
standar kriteria untuk diagnosis refluks vesicoureteral
USG: USG sering digunakan dalam diagnosis penyakit ginjal. USG adalah
jenis tes noninvasif pencitraan. Secara umum, ginjal menyusut dalam
ukuran pada penyakit ginjal kronis, meskipun mereka mungkin normal
atau bahkan dalam ukuran besar dalam kasus-kasus disebabkan oleh
60
61
pada
penderita
gagal
ginjal
kronik
akan
asupan
protein
juga
berkaitan
dengan
LGF ml/menit
>60
25 60
0,8/kg/hari, < 10 g
termasuk > 0,35 gr/kg/hr
nilai biologi tinggi
0,6
0,8/kg/hari, < 10 g
5 -25
nilai
biologi
<60(sind.nefrotik)
protein/
gr < 9 g
proteinuria
amino
esensial
mengurangi
hipertensi
intraglomerular
dan
hipertrofi glomerulus
4) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Dengan
cara
pengedalian
pengendalian
dislipidemia,
DM,
pengendalian
pengedalian
anemia,
hipertensi,
pengedalian
Anemia
63
sumber
perdarahan
morfologi
eritrosit,
merupakan
hal
yang
dianjurkan.
Sasaran
Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
i.
Mengatasi hiperfosfatemia
Pembatasan asupan fosfat 600 800 mg/hari
Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium,
alluminium
hidroksida,
garam
magnesium.
Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat
darah normal dan kadar hormon paratiroid (PTH) >
2,5 kali normal karena dapat meningkatkan absorpsi
fosfat dan kaliun di saluran cerna sehingga
mengakibatkan
penumpukan
garam
calcium
iii.
asupan
cairan
untuk
mencegah
yang
diberikan,
disesuaikan
dengan
menyebabkan
edema.
Hiponatremi
sering
juga
65
keadaan
metabolic,
makanan
(pisang)
dapat
67
68
Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal menawarkan hasil terbaik dan kualitas terbaik dari kehidupan.
Transplantasi ginjal Sukses terjadi setiap hari di Amerika Serikat. Transplantasi
ginjal dapat berasal dari donor hidup terkait, donor hidup tidak berhubungan, atau
orang yang telah meninggal karena sebab lain (donor kadaver).
9. Prognosis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa GFR diperkirakan lebih rendah, lebih tinggi
albuminuria, usia muda, dan seks laki-laki menunjuk sebuah pengembangan yang
lebih cepat dari gagal ginjal. Juga, serum albumin rendah, kalsium, dan
bikarbonat, dan fosfat serum yang lebih tinggi dapat memprediksi peningkatan
risiko gagal ginjal. Angka kematian yang berhubungan dengan hemodialisis yang
mencolok dan menunjukkan bahwa harapan hidup pasien masuk ke hemodialisis
nyata dipersingkat.
69
70
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J, 2004. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn. E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi : 3, Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi, 9. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.Jilid 2. Jakarta :
Mediaesculapius
Price, Sylvia A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC
Silbernagl,Stefan.2006. Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 Edisi 8.
Jakarta : EGC.
Suyono, Salmet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi III. Jakarta : Balai
Penerbit:FKUI
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarata : EGC
http://indonesianursing.com/AsuhanKeperawatanGagal GinjalKronik/2008/08/22
DAFTAR PUSTAKA
1. Melody H. Chronic Kidney Disease (serial online) Last update Mar/21/2010. [cited
Jun/30/2010,16.30]. Available from: URL: http://www.emedicinehealth.com
2. Ketut. S. Penyakit Ginjal Kronik, Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat
Penerbitan IPD FKUI, Jakarta. 2006. Hal 581-584
3. Pranawa, M.Yagiantoro, Chandra I. Djoko S. Nunuk M. M.Thatha, dkk. Penyakit
Ginjal Kronis, Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UNAIR RSU Dr.
Soetomo Surabaya. Airlangga University Press, Surabaya. 2007. Hal 221-229
4. Huriawati H, dkk, alih bahasa. Kamus Kedokteran Dorland. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta. 2000. Hal 222, 2335
5. Kiersten M, Soren N, C.Craig T. Anatomy of the Kidney, In: Brenner & Rectors
The Kidney 8th Edition. Saunders Elsevier, Philadelphia. 2008. p. 25-31
6. M.Adji D, Petrus A, alih bahasa. Spalteholz-Spanner Atlas Anatomi Manusia
Bagian II Edisi 16. Hipokrates, Jakarta. 1994. Hal 249
7. National Kidney Foundation. Chronic Kidney Disease (CKD) (serial online) Last
update Mar/21/2010. [cited Jul/16/2010,18.56]. Available from:
URL:
http://www.kidney.org/kidneydisease/ckd/index.cfm
8. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, et all. Harrisons Manual of Medicine
17th Edition, International Edition. The McGraw Hill Companies. New York. 2009.
p.794-798
9. UK Natuional Kidney Federation. Chronic Kidney Disease (CKD) (serial online)
Last update Apr/29/2009. [cited Jun/29/2010,16.45]. Available from: URL:
http://www.kidney.org.uk/
10. Yoyo. Chronic Kidney Disease (CKD) (serial online) Last update Des/27/2008.
[cited
Jul/16/2010,20.57].
Available
from:
URL:
http://3rr0rists.com/medical/chronic-kidney-disease.html
11. Stefan S, Florian L. Color Atlas of Pathophysiology. Thieme, New York. 2000. p.92
12. Adi F. Usaha Memperlambat Perburukan Penyakit Ginjal Kronik ke Penyakit Ginjal
Stadium Akhir (serial online) Last update Mar/22/2010. [cited Jul/16/2010,20.57].
Available from: URL: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/pdf
13. Wikimedia Foundation. Chronic Kidney Disease (CKD) (serial online) Last update
Jul/04/2010. [cited Jul/16/2010,20.57]. Available from: URL: http://wikipedia.com
14. Andreas V. Chronic Renal Failure and its Progression (serial online) Last update
Apr/15/2010. [cited Jul/16/2010,20.57]. Available from: URL: http://edren.com
15. Sherwood, Lauralee. Sistem Kemih. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi
2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG ; 2001. p. 463 503.
16. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. p. 1035 1040.
17. Kamaludin Ameliana. 2010. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit
Dalam UPH.
18. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification
and stratification, New York National Kidney Foundation, 2002.
19. Silbernagl, S dan Lang, F. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna
Patofisiologi. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007. p. 110
115.
DAFTAR PUSTAKA
20. Nurdjanah, S. 2014. Sirosis Hati. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi VI.
Jakarta PB. I; 2014.
21. Isselbacher, et al. 2014. Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Alih
bahasa Asdie Ahmad H, Edisi 13. Jakarta: EGC.
22. Wilson Lorraine M, Lester Lula B. 2012. Hati, Saluran Empedu, dan Pankreas.
In: Sylvia A. Price, Loraine M. Wilson, editors. Buku Patofisiologi. Buku 1. edisi
ke-6. Jakarta PB EGC; 2012.
23. Rani A. A. 2008. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: PB PAPDI.
24. Hadi S. 2013. Gastroenterologi. Bandung.
25. Longo, D.L., Fauci, A.S., 2013. Gastroenterohepatologi dan Hepatologi. Jakarta:
EGC
26.