STATUS PASIEN
1.1 Identitas Pasien
Nama
: Tn. Repli
No. RM
: 01251962
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal Lahir
: 03/10/1995
Umur
: 17 tahun
Pekerjaan
:-
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Belum menikah
Alamat
: Depok
Masuk Poliklinik
: 13 September 2013
: 13 September 2013
1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal
16 September 2013.
Keluhan Utama
Bengkak di kedua kaki, perut dan mata sejak 1 bulan Sebelum Masuk
Rumah Sakit (SMRS)
Riwayat Kebiasaan
Pasien merokok sejak 3 tahun SMRS 5-6 batang/hari namu sudah berhenti
sejak 3 bulan SMRS, minum alkohol (+) sebanyak 1-2 gelas (1 gelas
belimbing = 200cc) setiap kali minum kurang lebih 1 bulan sekali. Pasien
suka minum kopi 3 gelas/hari terutama di pagi hari. Sebelum sakit pasien
jarang minum air putih.
Keadaan umum
Kesadaran
: Kompos Mentis
Sikap
: Berbaring
Kooperasi
: Kooperatif
Tinggi Badan
:150 cm
Berat Badan
: -
Keadaan Gizi
: Normal
Tekanan Darah
: 160/ 90 mmHg
Nadi
Pernafasan
Suhu
: 36,8 C (axilla)
400 cc
Output: Urine(100cc)+IWL(100cc) = 200cc
Balance Cairan = +200 cc
3
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
Kepala
Hasil
Deformitas (-), rambut hitam, distribusi
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorokkan
Leher
Jantung
T1-T1
KGB tidak teraba membesar, JVP 5-2 cm H2O
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi:
-
gallop (-)
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis,
retraksi sela iga.
Palpasi : vokal fremitus simetris teraba sama
4
kuat
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler +/+, rho -/-, wheezing
Abdomen
Ekstremitas
Laboratorium
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
SGOT
SGPT
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Luc
Protein Total
Albumin
Globulin
Asam Urat
Ureum Darah
Kreatinin Darah
Glukosa Darah
16/9/2013
12,6
38
7,4
365
4,42
89,9
28,5
33,2
14,4
24
11
0
5
57
32
4
2
3.0
1.4
1.6
4.8
60
1,5
72
Nilai Rujukan
13,2 - 17,3 g/dl
33 - 45 %
5,0 - 10,0 ribu/Ul
150 - 440 ribu/Ul
4,40 5,90 jt/Ul
80,0 100,0 fl
26,0 34,0 pg
32,0 36,0 g/dl
11,5 14,5 %
0 34 U/I
0 40 U/I
01%
13%
50 70 %
20 40 %
28%
< 4,5 %
6.00 8.00
3.40 4.80 g/dl
2.50 3.00 g/dl
<7 mg/dl
0 48 mg/dl
0.0 0.9 mg/dl
70 140
Sewaktu
Trigliserida
Kolesterol Total
428
< 150
< 200
HDL
Elektrolit
Na
K
Cl
42
30 63
139
3.43
114
135-147
3,10 5,10
95 108
1681
0.2
1.025
5.5
3+
Yellow
Cloudy
<1 E.U./dl
1.005-1.030
Negative
Negative
Negative
4,8-7,4
Negative
Negative
Negative
Yellow
Clear
Positive
1-3
10-15
Negative
Negative
Positive
Negative
0-5/LPB
0-2/LPB
Negative/LPK
Negative
Negative
Negative
EKG
Sinus Rhytme
HR > 70 x/menit
Normoaxis
Gel P = 0,04
QRS = 0,08
ST elevasi (-)
ST depres (-)
7
T inverted (-)
1.5. Resume
Tn. Repli Saman, 17 tahun, laki-laki, datang dengan keluhan bengkak pada
kaki, perut dan mata sejak 1 bulan. Bengkak mata serta muka sejak 1 bulan
SMRS. Bengkak pertama kali mulai terjadi di kaki kanan sejak 3 bulan SMRS.
Seminggu kemudian, bengkak terjadi pada kaki kiri. Bulan kedua setelah bengkak
pada kedua kaki, bengkak mulai terjadi pada bagian perut pasien. Bengkak
semakin memberat pada kaki, perut dan pada bulan ketiga (1 bulan SMRS) terjadi
bengkak pada mata pasien di pagi hari saat bangun tidur namun membaik di sore
hari. Bengkak disertai mual dan muntah setiap kali habis makan. Napsu makan
pasien menjadi menurun sejak sakit. Pasien juga mengeluh sakit kepala, mudah
lelah, sesak (+), PND (-), DOE (+), ortopnoe (-). Pasien merasa berat badannya
turun. Nocturia (+), warna kuning, berbusa (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan oedem anasarka dan konjungtiva pucat.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan anemia normositik normokrom,
hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia dan proteinuria.
1.5 Diagnosis Kerja
Sindroma Nefrotik
1.7. Diagnosis Banding
Nefritis Lupus
1.8 Analisa kasus
Sindroma Nefrotik
Dari anamnesis pasien mengeluh bengkak di kaki, perut, hingga ke wajah,
nocturia, dan kencing berbusa. Dari pemeriksaan fisik didapatkan oedem anasarka
8
dan dari pemeriksaan penunjang didapat anemia normositik normokrom (Hb 12,6
g/dl; MCV 85,9; MCH; 28,5; MCHC 33,2), hipoalbuminemia (Albumin 1,4),
proteinuria masif (1,4 g/dl), hiperkolesterolemia ( TG 483, Kolesterol <200,
HDL< 42) , mikrohematuria (pada Urinalisis didapat darah/Hb 3+).
Pada penatalaksanaan pasien ini, diberikan terapi non farmakologis dan
farmakologis. Untuk non farmakologis, pasien di edukasikan untuk membatasi
carian (minum) 600 ml/ hari. Terapi ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya
ekstravasasi cairan intravaskuler ke jaringan interstitiel yang akan menyebabkan
oedem anasarka pada pasien ini. Sedangkan untuk terapi farmakologis pada pasien
ini diberikan diuretik dan anti hipertensi. Diueretik yang diberikan pada pasien ini
yaitu Furosemid dengan dosis 2 x 40 mg iv. Anti hipertensi yang diberikan adalah
captopril dengan dosis 2 x 25 mg po. Furosemid merupakan obat antihipertensi
golongan diuretik kuat (Loop Diuretic). Diuretik kuat bekerja di ansa henle
asenden bagian tebal dengan menghambat kotransport Na, K, Cl dan menghambat
resorpsi air dan elektrolit. Pemberian obat ini bertujuan untuk mengatasi oedem
yang terjadi pada pasien. Captopril merupakan obat antihipertensi golongan ACE
Inhibitor (Angiotensin Converter Enzim). Obat ini diginjal menyebabkan
vasodilatasi arteri renalis sehingga meningkatkan aliran darah ginjal dan secara
umum akan memperbaiki laju filtrasi glomerulus. Pada sirkulasi glomerulus, ACE
inhibitor menimbulkan vasodilatasi lebih dominan pada arteriol aferen sehingga
menurunkan tekanan intraglomerulaer.
Prognosis pada pasien ini umunya baik karena dapat dengan cepat di
diagnosa dan dilakukan tatalaksana pada pasien ini. Namun ada beberapa hal yang
dapat memperburuk prognosisnya seperti adanya hipertensi. Karena penyakit ini
memiliki angka kekambuhan yang cukup tinggi maka prognosis untuk
kekambuhannya buruk.
Nefritis Lupus
Diagnosis banding pada pasien ini nefritis lupus karena merupakan salah
satu penyebab tersering yang dapat menyebabkan sindroma nefrotik. Selain itu,
pada pemeriksaan laboratorium ditemukan hasil Protein Urin Kuantitatif 1681
mg/24 jam dan protein urin pada pemeriksaan urin lengkap yaitu 3+.
9
1.10 Tatalaksana
Non Farmakologi
Farmakologi
Furosemid 2 x 40 mg iv
Captopril 2 x 25 mg po
1.11 Prognosis
Ad Vitam
: Dubia ad bonam
Ad functionam
: Dubia ad bonam
Ad sanationam
: Dubia ad malam
10
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai
oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari),
hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia dan lipiduria.
Umumnya nefrotik sindrom disebabkan oleh adanya kelainan pada glomerulus
yang dapat dikategorikan dalam bentuk primer atau sekunder. Istilah sindrom
nefrotik primer dapat disamakan dengan sindrom nefrotik idiopatik dikarenakan
etiologi keduanya sama termasuk manisfestasi klinis serta histopatologinya
B. KLASIFIKASI
Sindrom nefrotik secara klinis dibagi menjadi 2 kelompok:
A. Sindrom Nefritik Primer
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara
primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab
lain. Sehingga dikatakan idiopatik namun diduga berhubungan dengan genetic
maupun imunologi alergi. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak.
11
sebagai
resesif
autosomal
atau
karena
reaksi
Kelainan minimal
Prognosis baik
b.
Nefropati membranosa
c.
Glomerulonefritis proliferatif
Eksudatif difus
Terdapat prolifarasi sel mesangial dan infiltrasi polimorfonukleus dan
terjadi pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler
tersumbat.
12
Glomelurosklerosis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai
membrana basalis de mesengium. Titer imunoglobulin beta-IC atau betaIA rendah.
Prognosis buruk
C. EPIDEMIOLOGI
13
Pada pasien (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal
(75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat
dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. SN dapat menyerang semua
umur tetapi terutama menyerang pasien yang berusia antara 2-6 tahun. Anak lakilaki lebih banyak menderita dibandingkan anak perempuan dengan rasio 3:2. Pada
pasien kira-kira 90% disebabkan oleh panyakit Glomerulus primer dan 10%
adalah sekunder disebabkan oleh penyakit sistemik seperti nefritis HenochSchonlein, Lupus Eritematous Sistemik, amyloidosis dan sebagainya.
Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%),
umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian
SN
idiopatik
2-3
kasus/100.000
anak/tahun
sedangkan
pada
dewasa
14
aktivitas
sistem
renin-angiotensin-aldosteron
(RAAS),
hormon
katekolamin serta ADH (anti diuretik hormon) dengan akibat retensi natrium dan
air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah.
Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill yang dijabarkan seperti bagan di
bawah ini :
15
Kelainan Glomerulus
Albuminuria
Hipoalbuminernia
Volume plasma
EDEMA
Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan
aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua
penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita
sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan
penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep
baru yang disebut teori overfill yang dijabarkan seperti bagan di bawah ini:
16
Kelainan Glomerulus
Hipoalbuminemia
EDEMA
Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme
intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi
natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan
ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke
dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume
plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai
akibat hipervolemia.
Pembentukan oedem palpebra pada sindrom nefrotik merupakan suatu
proses yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill
berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama,
karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi
rangsangan yang lebih dari satu.
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula
oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya -glikoprotein sebagai
perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara
spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid
kembali normal. Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol,
trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat. Peningkatan kadar kolesterol
disebabkan meningkatnya LDL (low density lipoprotein), lipoprotein utama
17
18
meningkat atau edema, atau keduanya. Kadang terdapat nyeri perut kuadran kanan
atas akibat hepatomegali dan edema dinding perut
Pada anak dengan sindroma nefrotik dapat terjadi gangguan fungsi
psikososial yang merupakan akibat stress nonspesifik terhadap anak yang sedang
berkembang.
Empat gejala klinis yang paling utama dari pasien Sindroma nefrotik
adalah sebagai berikut:
1. Proteinuria
Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria yang
terjadi lebih berat dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal yang lain.
Jumlah protein dalam urin dapat mencapi 40mg/jam/ m2 luas permukaan tubuh
(1gr/ m2/hari) atau 2-3,5gram/ 24 jam. Proteinuria yang terjadi disebabkan
perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan pada filter glomerulus.
2. Hipoalbuminemia
Jumlah albumin dalam badan ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar
dan pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan gastrointestinal.
Pada anak dengan SN terdapat hubungan terbalik antara laju eksresi protein urin
dan derajat hipoalbuminemia. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun
tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin
normal atau menurun.
3. Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein
(HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan
sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan
pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein
dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan
albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.
Pada Sindroma nefrotik hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid
meningkat. Paling tidak ada dua faktor yamg mungkin berperan yakni: (1)
hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati termasuk
19
20
Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma dan
aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut tidak
terdapat pada semua penderita Sindroma nefrotik. Sehingga teori overfill dapat di
pakai untuk menerangkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik dengan volume
plama yang tinggi dan kadar renin, aldosteron menurun terhadap hipovolemia.
F. DIAGNOSIS
Sindrom nefrotik ditegakkan berdasarkan 4 gejala klinik yang khas, yaitu :
1. Proteinuria masif atau proteinuria nefrotik
dimana dalam urin terdapat protein 40 mg/m2 lpb/jam atau > 50 mg/kgBB/
24 jam, atau rasio albumin/ kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg, atau
dipstik 2+. Proteinuria pada sindrom nefrotik kelainan minimal relatif
selektif, yang terbentuk terutama oleh albumin.
2. Hipoalbuminemia
Albumin serum < 2,5 g/dl. Harga normal kadar albumin plasma pada anak
dengan gizi baik berkisar antara 3.6-4.4 g/dl. Pada sindrom nefrotik retensi
cairan dan oedem palpebra baru akan terlihat apabila kadar albumin plasma
turun dibawah 2.5-3.0 g/dl, bahkan sering dijumpai kadar albumin plasma
yang jauh dibawah kadar tersebut.
3. Oedem anasarka
4. Hiperlipidemia
Pasien sindrom nefrotik idiopatik mengalami hiperkolesterolemia (kolesterol
serum lebih dari 200 mg/dl).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:
1.
2.
3.
Pemeriksaan darah
21
a. Darah
tepi
(hemoglobin,
leukosit,
hitung
jenis,
trombosit,
hematokrit,LED)
b. Kadar albumin dan kolestrol plasma
c. Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kratinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwatz
d. Titer ASO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria
mikroskopis persistent.
e. Bila curiga LES, pemeriksaan dilengkapi dengan pemeriksaan kadar
komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody) dan anti-dsDNA.
G. PENATALAKSANAAN
Pada SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan
untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan
edema, memulai pengobatn steroid, dan edukasi orangtua. Sebelum pengobatan
streoid di mulai, dilakukan pemeriksaan uji mantoux. Bila hasilnya positif
diberikan profilaksis INH bersama streoid, dan bila ditemukan tuberkulosis
diberikan obat anti tuberkulosis (OAT). Perawatan pada SN relaps hanya
dilakukan bila disertai edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah
infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan
aktifitas disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat anak
boleh sekolah.
Diet
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap
kontra indikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan
sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis
glomerrulus. Jadi cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgBB/hari dengan kalori yang
adekuat. Diet rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP)
dan hambatan pertumbuhan pasien. Lemak dapat diberikan dengan jumlah yang
tidak melebihi 30% jumlah total kalori keseluruhan, lebih di anjurkan
22
proporsi
yang
signifikan
dari
infeksi
pada
pasien
dengan NS, dan sampai organisme telah diidentifikasi dalam pasien tertentu,
antibiotika
spektrum
luas
harus
ditentukan.
Pasien
pada
obat-obatan
25
PROGNOSIS
Prognosis makin baik jika dapat di diagnosis segera. Pengobatan segera
dapat mengurangi kerusakan glomerolus lebih lanjut akibat mekanisme
kompensasi ginjal maupun proses autoimun. Prognosis juga baik bila penyakit
memberikan respons yang baik terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps.
Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi, tetapi tidak berdaya
terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal.
Factor yang paling penting dalam menentukan prognosis anak- anak
dengan sindrom nefrotik adalah kemampuan merespon steroid. Sementara lebih
dari 70 persen pasien dengan sindrom nefrotik sensitive steroid relaps dan hamper
50 persen memiliki relaps sering atau tergantung steroid, resiko mereka untuk
progersi kearah gagal ginjal kronis minimal. Studi-studi pada sajarah alam
menunjukkan bahwa 15-25 persen pasien dapat berlanjut menjadi relaps setelah
10-15 tahun setelah onset penyakit usia muda pada onset dan relaps sering selama
masa anak berhubungan dengan relaps pada masa dewasa.
Secara garis besar, prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaankeadaan sebagai berikut :
Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas
6 tahun.
Disertai hematuria.
respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50%
26
di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi
dengan pengobatan steroid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Kompendium
Nefrologi Anak. 2011.IDAI. Jakarta,
2. Lestari, Sukmarini, Sindrom Nefrotik. [online] 2009: www. fk-ui.com
3. Noer, MS. Pedoman Diagnosa dan Terapi Ilnau Kesehatan Anak. 2008:
RSUD dr. Soetorno Surabaya.
4. Wigya, IGN. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. 2004: FKUI. Jakarta.
5. Kasper, Dennis, M. 2005. Harrison's Principles of Internal Medicine, edisi 16.
New York. McGraw-Hill.
27
6. Komite Medik RSUD dr. Soebandi. 2002. Pedoman Diagnosis dan Terapi
SMF Ilmu Kesehatan Anak, Sindrom Nefrotik. Jember.
7.
8.
9.
[cited
Dec
05,
2010].
Available:
http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview
10. Ganong. W.F., editor Widjajakusumah D.H.M. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran., edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC. 2001
11. Guyton.A.C. et all .Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelpia:
Elsevier saunders. 1996
12. Hull PR. Goldsmith DJ. Nephrotic syndrome in Adult [clinical review]. 2008:
vol.336.Website: BMJ. [cited 2010 Dec, 20]
13. Price, Braunwald, Kasper, et all. Nephrotic Syndrome. Harrisons Manual Of
Medicine. 17th ed. USA: McGraw Hill. 2008. Page: 803-806
14. Prodjosudjadi W. Sindrom Nefrotik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1.
4th
28