Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG PRIA 53 TAHUN DENGAN STRUMA DIFFUSA HIPERTIROIDISME

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Disusun oleh :
Ronald Adiwijaya

Dosen Pembimbing :
Dr. dr. K. Heri Nugroho HS, SpPD, K-EMD

ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014

HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa

: Ronald Adiwijaya

NIM

:-

Bagian

: Ilmu Penyakit Dalam RSDK / FK UNDIP

Judul kasus

: Seorang Pria 53 tahun dengan Struma Diffusa Hipertiroidisme,

Pembimbing

: Dr. dr. K. Heri Nugroho HS, SpPD, K-EMD

Semarang, 21 Mei 2014


Pembimbing

Dr. dr. K. Heri Nugroho HS, SpPD, K-EMD

BAB 1
2

LAPORAN KASUS
1.1.

IDENTITAS
Nama

: Tn.M

Umur

: 53 tahun

Jenis kelamin

: laki-laki

Alamat

: TLOGOTIRTO,Tlogorejo Karangawen

Pendidikan Terakhir : SMA

1.2.
No
.
1.

Pekerjaan

: Petani

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

No CM

: C233518

DAFTAR MASALAH
Masalah Aktif
Struma Diffusa

Tanggal

No.

Masalah Pasif

Tanggal

19-04-2014

Hipertiroidisme
2.
3.
4.

19-04-2014
19-04-2014
19-04-2014

2.1.

DATA DASAR

A. Anamnesis
(Autoanamnesis dengan pasien tanggal

14 Mei 2014, pukul 10.00 WIB di poliklinik

penyakit dalam)
Keluhan Utama

: Benjolan di leher

Riwayat Penyakit Sekarang


Onset & Kronologi

: pasien datang untuk kontrol penyakit tiroid

Kualitas

: benjolan lunak dikedua kelenjar,sulit digerakan dengan garis


batas yang jelas

Kuantitas

: benjolan dirasakan pada sisi kiri dan menjalar ke sisi kanan,


awalnya kecil, makin lama makin besar

Faktor memperberat

:-

Faktor memperingan

:-

Gejala Penyerta

: benjolan disertai dengan dada berdebar debar(+)hilang


timbul,tidak beraturan, sesak nafas (-),nyeri dada seperti ditindih
(-), banyak berkeringat (+),tangan lembab berkeringat (+) ,tangan
bergetar (+), BB turun tidak tahu berapa kilogram,mudah lelalh
(+) demam (-), mual (-), muntah (-), batuk (-), batuk berdarah (-),
kaki bengkak (-), tiba tiba terbangun di malam hari karena
sesak (-),sulit tidur (+) sering terbangun pada malam hari untuk
kencing (-),Nafsu makan meningkat(+) BAB dan BAK tidak ada
keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

8 tahun yang lalu, muncul benjolan di leher. Benjolan mulanya kecil, makin
lama makin besar secara lambat. Benjolan pada leher dirasakan kenyal, sulit
digerakkan, bergerak pada saat menelan, dan tidak terasa nyeri. Sejak muncul
benjolan pasien mengalami perubahan suara (-), berdebar-debar (+), gemetar
pada jari tangan kanan kiri (+),tidak tahan udara panas (+), mudah lelah saat
beraktivitas (+), sering berkeringat banyak (+), mata menonjol (-/-), cepat
merasa lapar (+), dan nafsu makan meningkat tetapi BB menurun (+) ditandai
dengan pakaian yang menjadi lebih longgar.
Pasien lalu berobat RSDK dikatakan menderita sakit gondok. Pasien rutin
kontrol dan berobat, tetapi 1tahun terakhir ini menjadi putus berobat,karena
kekurangan biaya.

Riwayat penyinaran di daerah leher (-)

Riwayat operasi di daerah leher (-)

Riwayat penyakit diabetes melitus (-)

Riwayat penyakit darah tinggi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit hipertiroid (-)

Riwayat penyakit diabetes melitus (-)

Riwayat penyakit darah tinggi (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang Petani, sudah menikah, dan mempunyai 2 orang anak
yang sudah mandiri. Istri pasien bekerja sebagai petani dengan penghasilan Rp
1.000.0000,00/bulan. Biaya pengobatan dengan BPJS kelas 3.

Kesan : sosial ekonomi kurang.

B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: Baik, dispneu(-), orthopneu(-)

Kesadaran

: Compos mentis, GCS E4M6V5

Status gizi
Berat Badan

: 51 kg

Tinggi Badan

: 165 cm

BMI

: 18,7 kg/m2 (normoweight)

Tanda vital
Tekanan darah

: 160/80 mmHg

Nadi

: 80 kali/menit (isi dan tegangan cukup, ireguler)

Respiratory Rate

: 26 kali/menit

Suhu

: 370 C

Kepala

: Turgor dahi cukup

Kulit

:gatal (-),bercak kemerahan (-),berkeringat (+)

Mata

: Conjunctiva palpebra pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), exopthalmus (-/-), Von
graefes sign (-/-), Joffroys sign (-/-), Stellwagss sign (-/-), Rosenbach sign
(-/-), Mobius sign (-/-), Dalrymple sign (-/-), Topolanski sign (-/-)

Hidung

: Discharge (-/-), napas cuping hidung (-)

Mulut

: Sianosis (-), papil lidah atropi (-)

Leher

: JVP R+0, pembesaran nnll (-), pembesaran tiroid leher (+)

Pemeriksaan Status lokalis : Leher (kelenjar thyroid)


Inspeksi
-

Bentuk

: Difus

Ukuran

: Besar

Permukaan

: Halus, rata, berbenjol-benjol (-)

Oedem (-)

Kemerahan (-)
Palpasi :

Hangat

: (-)

Nyeri tekan

: (-)

Pembesaran

: diffuse

Konsistensi

: Kenyal

Perabaan

: Halus, rata, berbenjol-benjol (-)

Mobilitas

: Sulit bergerak, ikut bergerak pada saat menelan

Perlekatan dengan jaringan sekitar : (+)

Pendesakan atau pendorongan trakhea

: (-)

Pembesaran kelenjar getah bening regional

: (-)

Auskultasi : Bruit (-/-)


Thorax

: Bentuk normal, retraksi m. Supraclavicular (-/-), retraksi m. Intercostalis


(-/-), sela iga melebar (-)

Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tak tampak

Palpasi

: Iktus kordis teraba di SIC V Linea axilaris anterior sinistra, melebar


(-), kuat angkat (-), pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrial (-),
sternal lift (-), thrill (-)

Perkusi

Auskultasi

: Batas atas

: SIC II Linea parasternalis sinistra

Batas kanan

: Linea parasternalis dextra

Batas kiri

: SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra

Pinggang jantung

: mendatar

: HR 80 kali/menit, BJ I-II murni, reguler, bising (-), gallop(-)

Paru depan
Inspeksi

: simetris saat statis dan dinamis

Palpasi

: stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi

: suara dasar vesikuler +Normal/+Normal, suara tambahan


ronki(-/-),wheezing(-/-)

Paru belakang
Inspeksi

: simetris saat statis dan dinamis

Palpasi

: stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi

: suara dasar vesikuler +Normal/+Normal, suara tambahan

ronki(-/-),wheezing(-/-)

Suara dasar vesikuler

Suara dasar vesikuler

Suara dasar vesikuler

Abdomen
Inspeksi

: Datar, venektasi (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Perkusi

: Timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area traube timpani.

Palpasi

: Supel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan epigastrium (-).

Ekstremitas

Superior

Inferior

Sianosis

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

Tremor halus

+/+

-/-

Acropachy

-/-

-/-

Keringat berlebih

+/+

-/-

Pretibial myxedema

-/-

-/-

Proximal myopati

-/-

-/-

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium 1/2/2006
Hematologi

Hasil

Nilai Rujukan

Hemoglobin

12,0g/dl

12.0-15.0 g/dl

Keterangan

Hematokrit

37,2 %

35-47 %

4,41juta/mm3

4.4-5.9juta/mm3

MCH

29,1 pg

27.0-32.0

MCV

84,4 fL

76.0-96.0

MCHC

34,5g/dl

29.0-36.0

Leukosit

5,8 ribu/mm3

3.6-11 ribu/mm3

244,0 ribu/mm3

150-400

RDW

12,5 %

11.6-14.8

MPV

10,1 fL

LED

7/14

Eritrosit

Trombosit

4.0-11.0

Immunoserologi
(3/2/2006)
Free T4

>70,00 pmol/L

TSH

10,6-19,4

<0,05 uIU/mL

0,25-5,00

H
L
Hypothyroid: >7
Euthyroid: 0.25-5.00
Hyperthyroid: <0.15

USG 10/2/2006
HAsil:
-

Thyroid

dextra:Ukuran

membesar,kapsul

kalsifikasi,stadium parenkim normogen.


Thyroid sinistra : Ukuran membesar,kapsul utuh,tak tampak nodul,tak tampak

kalsifikasi,stadium parenkim normogen.


Pada Doppler ;tampak hipervaskularisasi

Kesan :struma diffusa dupleks

EKG 2 Februari 2006

utuh,tak

tampak

nodul,tak

tampak

Hasil EKG
Irama
Frekuensi
Axis
Zona transisi
Gel P
PR interval
QRS komplek
Segmen ST
Gel T
Kesan

: sinus rhythm
: 90 kali/menit reguler
: NAD
: V3
: 0.08 s
: 0.12 s
: 0.12 s, Q patologis (-)
: isoelektris
: T tall (-), T inverted (+) aVL, V5, V6
: normo sinus rhtym, NAD

Index diagnosis klinik Wayne

10

Jika:
< 11 = eutiroid
11-18 = normal
>19 = hipertiroid
Penghitungan indeks klinis Wayne
Gejala -yang baru
timbul atau bertambah
berat
Sesak bila bekerja
Berdebar-debar
Kelelahan
Lebih suka udara panas
Lebih suka udara
dingin
Keringat berlebih
Kegugupan
Nafsu makan
bertambah

Ada

Tidak

Tanda-tanda

Ada

+3

+5

Kelenjar tiroid teraba


Bising kelenjar tiroid
Eksoftalmus
Kelopak mata tertinggal
Gerakan hiperkinetik

+3
+2
+3

Tremor halus jari


Tangan yang panas
Tangan yang basah

+1
+2
+1

+2
+2

11

Tidak

-2
+4

Nafsu makan
berkurang
Berat badan naik

Berat badan turun


TOTAL

Atrial fibrilasi

Nadi teratur
- < 80/menit
- 80-90 /menit
- > 90 / menit
+3
29

Intrerpretasi :
20

: Hipertiroidisme

3. DAFTAR ABNORMALITAS
1. Benjolan di leher

9. Lelah saat beraktivitas

2. Tremor halus pada kedua tangan

10. Riw.sakit thyroid tahun 2006

3. Berdebar-debar

11. Nadi 80 kali/menit

4. gugup

12. Tekanan darah :160/80

5. Penurunan berat badan

13. Peningkatan Free T4

6. Nafsu makan meningkat

14. Penurunan TSHs

7. Tidak tahan udara panas

15. USG leher : Struma diffusa

8. Berkeringat banyak

16. Indeks klinis Wayne 29

17.

12

4. ANALISIS DAN SINTESIS


1. Struma Diffusa Hipertiroidisme
2. Hipertensi stage 1
18.
5. RENCANA PEMECAHAN MASALAH
19. Problem 1: Struma Diffusa Hipertiroidisme
20.

Diagnosis anatomi : struma difusa

21.

Diagnosis etiologi : autoimun ( Graves Disease )

22.

Diagnosis fungsional : hipertiroid

23. Assessment :
-

Etiologi : autoimun, nodul autonom

Mencari faktor risiko, pencetus

Memastikan etiologi pemeriksaan antibodi

Mencegah komplikasi lebih lanjut

Initial Plan :
24.

IP Dx : Pemeriksaan antibodi tiroid, USG tiroid, antibodi TSH reseptor, FT4, anti
TPO, anti TRAb,

25.

IP Rx : - Propiltiourasil 100 mg/8jam

26.
27.

IP Mx : KU, Gejala dan tanda kinik hipertiroid, Skor Wayne, Nadi, Berat Badan,
kadar hormon (FT4), Efek samping obat, gejala dan tanda krisis tiroid

28.

IP Ex :
29.

- Mengedukasi pada penderita agar patuh untuk meminum obat dalam

jangka panjang
30.

- Mengedukasi pada penderita agar tidak bekerja terlalu berat

31.

- Mengedukasi pada penderita untuk kontrol rutin setiap bulan (untuk

menghitung Skor Wayne)


32.
33. Problem 2: Hipertensi stage 1
34.
35. Assessment :
-

Sekunder dari Hipertiroidisme

Mencegah komplikasi lebih lanjut

13

Initial Plan :
36.

IP Dx : -

37.

IP Rx : - Propanolol 20mg/8jam

38.
39.

IP Mx : KU, TV,komplikasi hipertiroidisme

40.

IP Ex :
41.

- Mengedukasi pada penderita agar patuh untuk meminum obat dalam

jangka panjang
42.

- Mengedukasi pada penderita agar tidak bekerja terlalu berat

43.

-Mengedukasi penderita agar tidak banyak meminum

kopi,merokok,ataupun memakan makanan asin.


44.

- Mengedukasi pada penderita untuk kontrol rutin setiap bulan

45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.

14

62.BAB 2
63.TINJAUAN PUSTAKA

64.
1. Hipertiroidisme
65. Hipertiroidisme merupakan suatu keadaan akibat peningkatan hormon tiroid bebas
dalam darah oleh karena kelenjar tiroid yang hiperaktif. Hipertiroidisme adalah keadaan
tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang merupakan akibat dari fungsi tiroid
yang berlebihan.1,2 Hipertiroidisme adalah keadaan disebabkan oleh kelenjar tiroid bekerja
secara berlebihan sehingga menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan di dalam darah.1
66.

Penyakit Graves adalah penyakit autoimun dimana tiroid terlalu aktif,

menghasilkan jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan metabolisme


serius yang dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis) dan kelainannya dapat
mengenai mata dan kulit. Penyakit Graves merupakan bentuk tirotoksikosis yang tersering
dijumpai dan dapat terjadi pada segala usia, lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria.
Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari gambaran tirotoksikosis, goiter, ophtalmopathy
(exopthalmus), dermopathy (pretibial myxedema).1,2,3
67.

Penyakit Graves berasal dari nama Robert J. Graves, dokter yang pertama kali

menggambarkannya di Irlandia pada tahun 1835. Penyakit ini juga disebut sebagai penyakit
Basedow yang dinamai oleh Adolph Jerman Karl van Basedow, pada tahun 1840. Istilah
Basedow banyak digunakan di Eropa, jika di Amerika, ini disebut penyakit Graves.3,4
68.

69. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid


70.
Kelenjar tiroid adalah kelenjar kecil yang terdapat di leher bagian bawah,
depan trakea. Kelenjar tiroid terdiri dari lobus kanan dan kiri dimana kedua lobus tersebut
dihubungkan oleh istmus. Tugas utamanya yaitu menghasilkan hormon tiroid yang
berguna dalam mengatur sistem tubuh.
71.
Kelenjar ini terdapat pada bagian inferior trakea dan beratnya diperkirakan
15-20 gram. Lobus kanan bisasanya lebih besar dan lebih vascular dibandingkan lobus
kiri. Kelenjar ini kaya akan pembuluh darah dengan aliran darah 4-6 ml/menit/gram. Pada
keadaaan hipertiroid, aliran darah dapat meningkat sampai 1 liter/menit/gram sehingga
dapat didengar menggunakan stetoskop yang disebut bruit.Kelenjar tiroid mendapatkan
persarafan adrenergik dan kolinergik yang berasal dari ganglia servikal dan saraf vagus.

15

Sel-sel

yang

memproduksi

hormon

tiroid

tersusun

dalam

folikel-folikel

dan

mengkonsentrasikan iodin yang digunakan untuk sintesis hormon tiroid.


72.
Kelenjar tiroid Folikel atau acini yang berisi koloid merupakan unit
fungsional kelenjar tiroid. Dinding folikel dilapisi oleh sel kuboid yang merupakan sel
tiroid dengan ukuran bervariasi tergantung dari tingkat stimulasi pada kelenjar. Sel akan
berbentuk kolumner bila dalam keadaaan aktif, dan berbentuk kuboid bila dalam keadaan
tidak aktif. Setiap 20-40 folikel dibatasi oleh jaringan ikat yang disebut septa yang akan
membentuk lobulus. Di sekitar folikel terdapat sel parafolikuler atau sel C yang
mensintesis kalsitonin. T3 mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi, dan metabolisme. T3
selain disekresi oleh kelenjar tiroid juga merupakan hasil deiodinasi dari T4 di jaringan
perifer. T3 dan T4 disimpan terikat pada 3 protein yang berbeda : glikopreotein
tiroglobulin di dalam koloid dari folikel, prealbumin pengikat tiroksin dan albumin serum.
Hanya sedikit T3 dan T4 yang tidak terikat terdapat dalam sirkulasi darah.4
73.
Kelenjar tiroid memelihara tingkat metabolisme dari sebagian besar sel
dalam tubuh dengan menghasilkan dua hormon tiroid di dalam sel folikelnya, yaitu
triiodothyronin (T3) dan tetraiodohyronin (T4) atau tirosin. Iodin (I2) memilki berat atom
sebesar 127 dan berat molekulnya 254. T4 memilki berat molekul sebesar 777 Dalton yang
508 didalamya merupakan iodida. Hormon tiroid sangat penting dalam perkembangan
saraf normal, pertumbuhan tulang, dan pematangan seksual. Sel parafolikel yang disebut
sel C berada di dekat sel folikuler yang menghasilkan suatu hormon polipeptida,
kalsitonin.
74.

Sekresi hormon tiroid diatur oleh TSH (thyroid-stimulating hormone) dan

adenohipofisis. Sintesis dan pelepasannya dirangsang oleh TRH (Thyrotropin-releasing


hormone) dari hipothalamus. TSH disekresi dalam sirkulasi dan terikat pada reseptornya
pada kelenjar tiroid. TSH mengontrol produksi dan pelepasan T3 dan T4. Efek TRH
dimodifikasi oleh T3, peningkatan konsentrasi hormon tiroid, misalnya, mengurangi
respons adenohipofisis terhadap TRH (mengurangi reseptor TRH) sehingga pelepasan
TSH menurun dan sebagai akibatnya kadar T3 dan T4 menurun (umpan balik negatif).
Sekresi TRH juga dapat dimodifikasi tidak hanya oleh T3 secara negatif (umpan balik)
tetapi juga melalui pengaruh persarafan.6
75.

76.

Etiologi dan Faktor Predisposisi


77.

Penyakit garaves, penyebab tersering penyakit hipertiroidisme, adalah

gangguan auto imun yang biasanya ditandai dengan produksi autoantibodi yang mirip

16

kerja TSH pada kelenjar tiroid. Autoantibodi IgG ini, yang disebut tyriod stimilating
immunoglobulin, menstimulasi porduksi TH, namun tidak dihambat oleh kadar TH yang
meningkat. Kadar TSH dan TRH rendah karena keduanya dihambat oleh kadar TH yang
tinggi. Penyebab penyakit graves tidak diketahui; akan tetapi, tampak terdapat predisposisi
genetik pada penyakit autoimun. Hal ini disebabkan oleh autoantibodi tiroid (TSHR-Ab)
yang mengaktifkan reseptor TSH (TSHR), sehingga merangsang tiroid sintesis dan sekresi
hormon, dan pertumbuhan tiroid (menyebabkan gondok membesar difus).
78.

Keadaan yang dihasilkan dari hipertiroidisme bisa menyebabkan konstelasi

dramatis tanda neuropsikologis dan fisik dan gejala. Saat ini diidentifikasi adanya antibodi
IgG sebagai thryoid stimulating antibodies pada penderita Graves yang berikatan dan
mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang menginduksi sintesa dan pelepasan
hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh
multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan.2
79.
Faktor-faktor predisposisi penyakit graves antara lain :7

80.

1. Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh
2.

estrogen.
Genetik, Riwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi
umum untuk terkena Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian kromosom
ke-6 (6p21.3) ekspresinya mempengaruhi perkembangan penyakit autoimun ini.
Molekul HLA terutama klas II yang berada pada sel T di timus memodulasi
respons imun sel T terhadap reseptor limfosit T (T lymphocyte receptor/TcR)
selama terdapat antigen. Interaksi ini merangsang aktivasi T helper limfosit untuk
membentuk antibodi. T supresor limfosit atau faktor supresi yang tidak spesifik
(IL-10 dan TGF-) mempunyai aktifitas yang rendah pada penyakit autoimun
kadang tidak dapat membedakan mana T helper mana yang disupresi sehingga T
helper yang membentuk antibodi yang melawan sel induk akan eksis dan
meningkatkan proses autoimun.7,8,9

81. 3.

Stress, merupakan faktor pencetus timbulnya penyakit lewat jalur

neuroendokrin.
82. 4. Status gizi dan BBLR sering dikaitkan sebagai akibat timbulnya penyakit
autoantibodi tiroid.
17

83.5. Merokok
84.6.
Hidup di daerah dengan defisiensi iodium.
85.7. Toxin
86. Merupakan infeksi bakteri maupun virus. Bakteri Yersinia enterocolitica
yang mempunyai protein antigen pada membran selnya yang sama dengan TSHR
pada sel folikuler kelenjar tiroid diduga dapat mempromosi timbulnya penyakit
Graves terutama pada penderita yang mempunyai faktor genetik. Kesamaan
antigen bakteri atau virus dengan TSHR atau perubahan struktur reseptor terutama
TSHR pada folikel kelenjar tiroid karena mutasi atau biomodifikasi oleh obat, zat
kimia atau mediator inflamasi menjadi penyebab timbulnya autoantibodi terhadap
tiroid dan perkembangan penyakit ini.
87.7. Sindroma defisiensi imun (HIV)
88.8. Multipel sklerosis yang mendapat terapi Campath-1H monoclonal antibodi
secara langsung, mempengaruhi sel T yang sering disertai kejadian hipertiroid.
89.
90.
91.

Patogenesis
92.
Hipertiroidisme pada penyakit Graves diakibatkan oleh adanya antibody

IgG yang mengikat dan mengaktifkan reseptor tirotropin (thyroid stimulating antibodies
TSAbs). Aktivasi ini menyebabkan hipertrofi dan hyperplasia folikuler yang berakibat
membesarnya kelenjar dan meningkatnya produksi hormon tyroid. Antibodi ini terutama
diproduksi di dalam kelenjar tiroid sendiri. Proses imunologi yang mendasati diperkirakan
karena rendahnya klonal sel T supresor secara genetic yang bertanggungjawab terhadap
produksi TSAb (Gambar 1). Disamping itu sekitar 75% penderita penyakit Graves juga
mempunyai autoantibodi tiroid peroksidase (TPO) dan 25-55% mempunyai autoantibodi
terhadap tiroglobulin. Hal ini menunjukkan adanya kaitan antara penyakit Graves dan
tiroiditis Hasimoto (Ginsberg,2003). Graves adalah kepekaan genetik, stress, merokok,
jenis kelamin perempuan, periode postpartum, yodium, lithium, dan factor lainnya yang
jarang termasuk terapi interferon- , terapi antiretrovirus untuk infeksi HIV, campath 1H monoclonal antibody (untuk sclerosis multiple).15
93.
Hipertiroidisme pada penyakit Graves disebabkan oleh aktivasi reseptor
tiroid oleh Thyroid Stimulating Hormone receptor antibodies yang dihasilkan oleh kelenjar
tiroid atau diluar kelenjar tiroid (kelenjar limfe dan sumsum tulang) atau disebabkan
proses imunologi yang menyebabkan penurunan dari sel T suppressor sehingga sel T
helper akan meningkat (multiplikasi) dan akan merangsang sel B untuk memproduksi TSH
receptor antibodies. TSH receptor antibodies akan berikatan dengan TSH receptor pada

18

kelenjar tiroid, meningkatkan cyclic AMP dependent dan merangsang epithel folikular
kelenjar tiroid untuk memproduksi tiroksin dan triiodotironin (T4 dan T3) serta
merangsang terjadinya hipertrophi dan hiperplasi kelenjar tiroid.9
94.
Berikatannya Thyroid Stimulating Antibodi dengan reseptor TSH akan
merangsang inflamasi dengan pengeluaran sitokin interleukin-1, tumor necrosis factor a
(TNF-a) dan interferon- yang akan merangsang ekspresi molekul adhesi CD54 dan
molekul regulator CD40 dan HLA class II sehingga sel akan mengalami inflamasi.
Mekanisme ikatan dan aktifasi antara thyroid stimulating antibodies dengan receptor
tirotropin (TSH receptor) tidak diketahui dengan pasti. Suatu studi mengatakan thyroid
stimulating antibodies akan bergabung dengan epitope yang sesuai pada domain
ekstraseluler reseptor tirotropin.
95.

Penyakit Graves ditandai dengan adanya baik sel B maupun sel T limfosit

yang mudah tersensitisasi oleh paling sedikit 4 autoantigen tiroid yaitu reseptor TSH,
tiroglobulin, tiroid peroksidase dan sodium atau iodide kotransporter. Reseptor TSH
merupakan autoantigen primer pada penyakit Graves dan yang lain merupakan autoantigen
sekunder. Pada penyakit Graves, limfosit T menjadi tersensitisasi oleh antigen dan
menstimulasi limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut.
96.

Sel-sel B limfosit yang terkumpul dalam kelenjar tiroid penderita Graves

menurunkan respons proliferatif terhadap sel B mitogen dan sekresi imunoglobulin basal
meningkat dibandingkan dengan sel B di perifer, ini menunjukkan status yang aktif. Sel B
tiroid ini secara invitro juga mensekresi autoantibodi tiroid secara spontan untuk melawan
preaktivasi. Kelenjar tiroid merupakan tempat primer produksi autoantibodi tiroid pada
penderita ini.

19

97.

Pada penyakit Graves, kelenjar tiroid tidak lagi dibawah kontrol TSH

hipothalamus tapi secara terus-menerus distimulasi oleh antibodi TSH-like activity yang
kebanyakan ditemukan dalam subklas IgG1. Antibodi yang terikat pada reseptor TSH
dibagi menjadi 2, antibodi yang mengawali proses transduksi sinyal intraseluler disebut
sebagai TSH receptor-stimulating antibodies, sedangkan yang tidak disebut sebagai TSH
receptor-blocking antibodies. TSH receptor-stimulating antibodies hanya terdeteksi pada
penderita Graves.9
98.

99.

Manifestasi Klinis
100. Manifestasi klinis penyakit Graves pada umumnya didapatkan berat badan

menurun, tidak toleran terhadap panas, sulit tidur, tremor, frekuensi defekasi meningkat,
kelemahan otot proksimal, menstruasi tidak teratur. Tanda-tanda meliputi takikardia,
melotot, kedipan mata lamban, proptosis, gondok, hiperrefleksia, kulit basah dan halus.
Temuan lainnya yang jarang ditemui adalah dermopati local (seperti miksedema pretibial)
dan akhropaki tiroid (jari tubuh), Pada laki-laki dengan penyakit Graves mungkin
ditemukan ginekomastia, penurunan libido, dan disfungsi ereksi. Sedangkan pada
perempuan ditemukan menstruasi yang tidak teratur, berat badan menurun walaupun
disertai nafsu makan yang meningkat. Dibandingkan penderita yang lebih muda, penderita
tua lebih jarang ditemukan takikardia dan tremor, dan lebih sering ditemukan berat badan
menurun dan depresi.1,3

20

101.

Manifestasi penyakit Graves bisa dilihat pada tabel berikut :3


102.
Sist
e
m

103. Temuan atau


Manifestasi Klinik

104.

Petanda Kerja
Hormon Tiroid
Langsung dan Tidak
langsung

105.
Hip
o
f
i
s
i
s

106. Penekanan
tirotropin

107. Penurunan ekspresi


subunit
tirotropin

subunit umum

108.
Jant
u
n
g

109. Denyut
kontraktilitas
meningkat

dan
jantung

110. Peningkatan ekspresi


HCN2,
voltage-gate
potassium
channel
(Kv1.5,
Kv4.2,Kv4.3)
dan Serca; peningkatan
ekspresi -MHC dan
penurunan
-MHC;
peningkatan
peptida
natriuretik atrial serum

111.
Hati

112. Peningkatan
priduksi GT3 perifer,
kadar kolesterol total
dan ldl, lipoprotein (a)
menurun

113. Peningkatan
5deiodinase
tipe
1,
reseptor LDL dan VDL,
lipase<
SREBP-2,
CYP7A dan CETP

114.
Skel
e
t
a
l

115. Peningkatan
turnover
tulang,
osteopenia,
osteoporosis,
dan
fraktur

116. Peningkatan
osteokalsin,
fosfatase
alkali, dan N-telopeptida
urin

117.
Rep
r
o
d
u
k

119. Disfungsi
ereksi,
penurunan libido

120. Peningkatan globulin


hormon seks, testosteron
bebas menurun

21

t
i
f
118.
Lak
i
l
a
k
i
121.
Pere
m
p
u
a
n

122. Menstruasi
teratur

tidak

124.
Met
a
b
o
l
i
k

125. Peningkatan
termogenesis
konsumsi oksigen

127.
Le
m
a
k

128. Masa
menurun

dan

123. Antagonisme
kerja
estrogen,
gangguan
regulasi gonadotropin

126. Peningkatan oksidasi


asam lemak dan Na-KATP-ase

lemak

129. Peningkatan lipolisis


termediasi adrenergic

131. Kelemahan
otot
proksimal, mudah lelah

132. Peningkatan aktivitas


SERCA
dan
kinase

p
u
t
i
h
130.
Otot

22

kreatin serum
133.
Tiro
i
d

134. Peningkatan sekresi


T3 dan T4

135. Peningkatan aktivitas


5-deiodinase tipe 1 dan
tipe 2 dalam tiroid.

136.
137.
138.
139.
140.
141. Diagnosis
A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
142.
Diagnosis Graves dapat ditegakkan apabila didapatkan hipertiroid yang
disertai exopthalmus. Tanda lainnya yang merupakan diagnosis penyakit Graves adalah
pretibial myxedema, kulit kemerahan pada kaki bagian bawah. Jenis gondok (pembesaran
kelenjar tiroid) yaitu dari jenis difus (yaitu, menyebar ke seluruh kelenjar). Fenomena ini
juga terjadi dengan penyebab lain dari hipertiroidisme, meskipun penyakit Graves adalah
penyebab paling umum dari gondok menyebar. Sebuah gondok besar akan terlihat saat
inspeksi, tapi gondok yang lebih kecil mungkin hanya diketahui dengan pemeriksaan fisik.
Pada kesempatan itu, gondok tidak terdeteksi secara klinis tetapi dapat dilihat hanya
dengan CT atau pemeriksaan USG tiroid.1,3
143.

B. Pemeriksaan Laboratorium
144.

Peningkatan Kadar hormon T4 dan T3, disertai penurunan kadar

thyrotropin (TSH) dan ditemukannya gejala hipertiroidisme dapat dipertimbangkan


sebagai diagnosis primer.2
145.

Tjokroprawiro membuat 3 kriteria diagnostic Penyakit Graves yaitu : 8


-

Diagnosis dengan penyakit Graves : struma, gejala umum, gejala

kardiovaskular
Diagnosis klinis penyakit Graves : diagnosis dengan Indeks Wayne > 20 atau

Indeks New Castle > 40


Diagnosis pasti penyakit Graves : diagnosis klinis ditambah pemeriksaan
laboratorium ( FT4 meningkat, TSHs menurun).
146.
147.
148.
149.
150.
151.
23

152.
153.
154.
155.
156.

Indeks Wayne :

157.

158.

Indeks New Castle :

24

159.
C. Radiologi
Untuk membedakan tiroiditis (painless thyroiditis), nodul dan pembesaran
tidak teratur kelenjar tiroid, perlu dilakukan pemeriksaan sidik tiroid (radio-iodine
uptake study) untuk mengetahui fungsi tiroid. Apabila tampak peningkatan aliran
darah pada pemeriksaan dopler ultrasonografi, hal itu mengindikasikan penyakit
Graves, sedangkan aliran darah yang rendah merupakan ciri tiroiditis. Nodul yang
tidak berfungsi (nonfunctional nodules) hendaknya dievaluasi kemungkinan adanya
kanker tiroid. Jika ditemukan seperti ini, pemeriksaan dilanjutkan dengan
pemeriksaan aspirasi jarum halus.1
160.
D.

Pemeriksaan Ophtalmografi
161.
Pada penyakit Graves sering ditemukan kelainan mata. Kelainan
penonjolan mata dapat diperiksa dengan eksoftalmometer. Dikatakan eksopthalmus
jika permukaan kornea >18-22mm di depan tepi lateral orbita. Pada penderita yang
membutuhkan diperlukan pemeriksaan uji lapang pandang.1
162. Penilaian terhadap derajat berat ringannya opthalmograves
menggunakan system NOSPECS, sebagai berikut :16

Derajat 0
Derajat 1

: (No Sign) gejala dan tanda tidak ada


: (Only Sign) gejala ringan (terbatas pada retraksi kelopak

mata atas dan mata melotot tanpa atau dengan lid lag)

25

Derajat 2

(oedema konjuctiva dan kelopak mata, injeksi konjuctiva dll)


Derajat 3
: (Proptosis) proptosis
Derajat 4
: (Extraoculer muscle involvement) keterlibatan otot-otot

ekstraokuler (biasanya disertai diplopia)


Derajat 5
: (Corneal involvement) keterlibatan cornea (terutama

: (Soft tissue involvement) keterlibatan jaringan lunak

karena lagoftalmus)
Derajat 6
: (Sight loss) hilangnya penglihatan (karena kerusakan n.II)
163. Disamping itu dilakukan pemeriksaan fisik pada mata untuk

mencari tanda-tanda opthalmopati graves yaitu:22


164.

Von Graefes Sign : (Lid lag) Penderita diminta melihat ke


sebelah ventral jari pemeriksa, kemudian disuruh mengikuti
jari pemeriksa. Jari pemeriksa digerakkan ke bawah, pada
waktu itu di lihat positif bila palpebra superior akan
ketinggalan mengikuti gerakan bola mata ke bawah sehingga

165.

dapat terlihat sepintas.


Dalrymple Sign : Adalah Von Graefes Sign yang menetap.
Tidak usah mengikuti gerakan jari pemeriksa, di antara kornea

166.

dan palpebra superior terdapat celah yang terlihat.


Mobius Sign
: Kemampuan konvergensi mata yang kurang.
Pada keadaan normal bila jari kita diletakkan di depan mata,
digerakkan ke pangkal hidung kita, mata akan mengikuti
sehingga seolah terjadi strabismus buatan. Bila Mobius positif,
tidak dapat terjadi strabismus buatan karena kekuatan

167.

konvergensi mata kurang.


Joffroy sign
: Penderita diminta mengikuti gerakan jari
hanya dengan bola matanya saja. Bila melihat ke atas
normalnya akan terjadi kerutan di dahi. Joffroy positif bila
tidak terlihat kerutan pada dahi.

168.

Stellwag sign

: Positif bila jumlah kedipan mata kurang dari

normal. Pada keadaan terbangun, mata mengedip secara


reguler dengan interval dua sampai sepuluh detik dengan lama
kedip selama 0,3-0,4 detik.22,23
169.

Rosenbach sign

26

: Tremor halus pada kelopak mata.24

170.

Topolanski sign : Pada insersio keempat musculus rectus terdapat jaringan


vaskular yang terlihat pada funduskopi.25

171.
E. Pemeriksaan Lain
172.
Elektrokardiografi dilakukan

untuk memastikan apakah ada

fibrilasi atrial yang sering ditemukan pada penyakit Graves. Penderita perempuan
pasca menopause dan dengan risiko tinggi mendapatkan osteoporosis dapat
dilakukan pemeriksaan densitas tulang. Jika kelenjar gondok besar sampai
menimbulkan obstruksi saluran nafas atau esofagus, diperlukan pemeriksaan
tomografi atau MRI leher.1
173.

174.

Penatalaksanaan Penyakit Graves


175.
Penyakit Graves adalah suatu proses autoimun, namun penatalaksanaan

ditujukan untuk mengendalikan hipertiroidnya. Ada tiga cara yang dapat dilakukan yaitu :
12

1) Obat anti tiroid :


o
PTU (Propyl thiouracyl) pada umumnya dosis awal adalah 100-150 mg setiap 6
jam, setelah 4-8 minggu dosis diturunkan menjadi 50-200 mg sekali atau dua kali
dalam sehari. Keuntungan PTU dibandingkan dengan methimazole adalah bahwa
PTU dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 sehingga lebih efektif dalam
o

menurunkan hormone tiroid secara cepat.1,10,11


Methimazole mempunyai duration of action yang lebih panjang sehingga lebih
banyak digunakan sebagai single dose. Dosis awal dimulai dengan 40 mg setiap
pagi selama 1-2 bulan dan selanjutnya dosis diturunkan menjadi 5-20 mg setiap
pagi sebagai dosis rumatan.11
176.

Terapi diberikan sampai mengalami remisi spontan, pada sekitar 20-40%

mengalami perbaikan dalam 6 bulan sampai 15 tahun. Observasi diperlukan dalam


jangka panjang oleh karena angka kekambuhan sangat tinggi yaitu sekitar 50% 60% penderita.
o

Obat golongan beta blocker, seperti propranolol hidroklorida, sangat bermanfaat


untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic state)
seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada
reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik, obat golongan beta blocker
ini juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T3 melalui penghambatannya
terhadap konversi T4 ke T3. Dosis awal propranolol umumnya berkisar 80 mg/hari.

27

Selain propranolol, terdapat obat baru golongan beta blocker dengan durasi kerja
lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal atenolol dan
metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa dengan
propranolol. Pada umumnya obat golongan beta blocker ditoleransi dengan baik.
Beberapa efek samping yang dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala,
insomnia, fatigue, dan depresi, dan yang lebih jarang terjadi ialah kemerahan,
demam, agranulositosis, dan trombositopenia. Obat golongan beta blocker ini
dikontraindikasikan pada pasien asma dan gagal jantung, kecuali gagal jantung

yang jelas disebabkan oleh fibrilasi atrium.11


2) Terapi pembedahan (Tiroidektomi) :
177.
Pada penderita dengan kelenjar gondok yang besar atau dengan
goiter multinoduler maka tiroidektomi subtotal merupakan pilihan. Operasi baru bisa
dikerjakan setelah euthyroid dan dua minggu sebelum operasi penderita diberikan solutio
lugol dengan dosis 5 tetes dua kali sehari. Pemberian solutio lugol bertujuan untuk
mengurangi vaskularisasi kelenjar sehingga akan mempermudah jalannya operasi. Pada
sebagian penderita Graves disease membutuhkan suplemen hormone tiroid setelah
dilakukan tiroidektomi. Komplikasi pembedahan adalah hipoparatiroidisme dan terjadi
kerusakan pada nervus recurrent laryngeal.4,13
178.

Indikasi dilakukan operasi adalah : 1,11


1.

Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak berespon dengan Obat

2.

Anti Tiroid.
Pada wanita hamil (trimester kedua) yang hipersensitif terhadap OAT, juga apabila

3.
180.

pemberian OAT sama sekali tidak efektif.


Alergi terhadap Obat Anti Tiroid, pasien tidak bisa menerima iodium
179. radioaktif.
4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.

181.
5. Pada penyakit grave yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.
182.
3) Terapi Radioaktif Iodine
183.
Dengan menggunakan I 131, setelah menggunakan iodine radioaktif,
kelenjar akan mengecil dan menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu. Pada orang tua dan
mempunyai penyakit dasar jantung, tirotoksikosis yang berat atau ukuran kelenjar yang
besar (>100 gr) harus diterapi dengan methimazole sampai eutiroid dulu kemudian
methimazole di stop selama 5-7 hari baru diterapi dengan I 131. 11
184.

185.

Komplikasi Penyakit Graves

28

186.

Komplikasi penyakit Graves adalah krisis

tiroid (thyroid storm). Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa
dan ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan
sistem saluran cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala
akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi
kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang
lebih berat, yaitu tirotoksikosis.1 Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi
dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis tersebut.

Terjadi pada pasien dengan

tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan
operatif, infeksi, atau trauma. Gambaran klinisnya ialah distress berat, sesak napas,
takikardia, hiperpireksia, lemah, bingung, delirium, muntah, diare.1
187.
Tanda
krisis
tiroid

adalah

trias:

menghebatnya tanda tirotoksikosis, kesadaran menurun, dan hipertermia. Bila terdapat


trias, dilanjutkan dengan indeks klinis krisis tiroid Burch Wartofsky. Skor menekankan 3
gejala pokok: hipertermia, takikardia, dan disfungsi susunan saraf.2
188.

Kriteria Diagnostik

Krisis Tiroid Burch Wartofsky


189.

190.

Disfungsi Pengaturan Panas

Disfungsi Kardiovaskular

191.
Suhu Oral (F)
192.
99-99.9
193.
100-100.9
194.

198.
199.
5
200.

205.
Takikardi
206.

99-109
207.

201.

110-119
208.

211.
212.
5
213.
1
214.

101-101.9
195.

120-129
209.

102-102.9
196.

202.

130-139
210.

215.

103-103.9
197.
104

140
203.

216.

29

204.
3

217.

218.

Efek pada Susunan Saraf

Gagal Jantung
219.

Pusat
229.
Tidak ada
230.
Ringan (agitasi)
231.
Sedang

(delirium,

psikosis,

letargi

berat)
232.
Berat (koma, kejang)

Tidak ada
233. 220.
0
Ringan (edema kaki)
234. 221.
1
Sedang (ronkhi basal)
222.
235. Berat (edema paru)
223.
2

224.
225.
0
226.
5
227.
1
228.
1

236.
237.
3

240.

241.

Disfungsi

Gastrointestinal-

Fibrilasi Atrium
242.

Hepar
253.
Tidak ada
254.
Ringan

(diare,

nausea,

muntah,

nyeri perut)
255.
Berat (ikterus tanpa

Tidak ada
256. 243.
0
Ada
257.
244.
1
Riwayat Pencetus
245.
258. Negatif
259. 246.
2
Positif

sebab jelas)
262.
263.
264.
265.

45 : highly suggestive thyroid storm


25-44 : suggestive of impending storm
< 25 : kemungkinan kecil

30

247.
248.
0
249.
1
250.
251.
0
252.
1

266.

Pengobatan terdiri dari suportif dan obat antitiroid-karbimasol 15-20 mg

tiap 6 jam atau PTU 150-250 mg tiap 6 jam. Lugol 10 tetes tiap 8 jam. Pengaruh
adrenergik diobati dengan memasukkan hati-hati propanolol 1-2 mg iv. Dosis ini dapat
diulang tiap setengah jam dengan monitor EKG. Kemudian dapat diteruskan dengan
Propanolol 40 mg tiap 8 jam. Pengobatan suportif berupa rehidrasi dengan cairan infuse,
kompres dingin, oksigen.1
267.

268.

Prognosis
269.
Pada umumnya penyakit Graves mengalami periode remisi dan eksaserbasi,

namun pada beberapa penderita setelah terapi tetap pada kondisi eutiroid dalam jangka
lama, beberapa penderita dapat berlanjut ke hipotiroid. Follow up jangka panjang
diperlukan untuk penderita Graves. 12,14
270.

271.

2.Hipertensi

272.

Menurut JNC 7, tekanan darah dibagi dalam 4 klasifikasi yakni normal, pre-

hipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2 (Tabel 1). Klasifikasi ini berdasarkan pada
nilai rata-rata dari dua atau lebih pengukuran tekanan darah yang baik, yang pemeriksaannya
dilakukan pada posisi duduk dalam setiap kunjungan berobat. Tingginya tekanan sistolik dan
diastolik berhubungan dengan risiko penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit
ginjal.23,24
273.

Hipertensi merupakan suatu penyakit multifaktorial yang timbul karena interaksi

faktor resiko tertentu antara lain:25

Usia
274.

Risiko terjadinya hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Pada usia

pertengahan tahun, laki laki lebih berisiko untuk mengalami hipertensi sedangkan wanita

lebih berisiko untuk mengalami hipertensi setelah menopause.


Riwayat Keluarga
Life style (overweight atau obesitas, kurang aktivitas fisik, diet, merokok, alkohol, stress).
Individu dengan overweight dan obesitas memiliki risiko untuk mengalami hipertensi.
Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar pasokan darah yang diperlukan untuk
mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan. Seiring dengan peningkatan volume yang
melalui pembuluh darah, maka tekanan pada dinding kapiler pun meningkat. Individu yang
kurang aktif secara fisik memiliki kecenderungan memiliki denyut jantung lebih tinggi.

31

Semakin tinggi detak jantung, semakin berat jantung harus bekerja di setiap kontraksi dan
semakin kuat tekanan pada arteri. Selain itu, kurang aktivitas fisik meningkatkan risiko
kegemukan.

Diet tinggi garam dapat menyebabkan retensi cairan tubuh yang akan

meningkatkan tekanan darah.

Merokok tidak hanya akan meningkatkan tekanan darah

sementara tetapi zat kimia yang terkandung di dalamnya akan merusak permukaan dinding
arteri, hal ini akan menyebabkan arteri akan menyempit, dan tekanan darah akan meningkat.
Mengkonsumsi banyak alkohol dapat menyebabkan tubuh melepaskan hormon yang dapat
meningkatkan tekanan darah dan detak jantung.
275.
276.

Tabel 1. Klasifikasi dan Penanganan Tekanan Darah Tinggi pada Orang Dewasa23,24

277.

278.

279.

280.

281.

Obat Awal

Klasif

Tek

Mo

286.

Tanpa

287.

ik

asi

an

Te

Indi

ka

kasi

na

Da

ra

a
h

G
a

s
t

(
32

indikasi

eng

m
m
h
g
)
288.

289.

290.

291.

Norm

<12

<

Anj

al

292.

Tidak

293.

perlu

una

mengguna

kan

kan obat

obat

anti

yan

hipertensi

294.

295.

296.

297.

spes

Pre

120

Ya

ifik

Hi

den

gan

pe
rte

indi

nsi

kasi

(risi
ko)

300.

301.

302.

303.

Hipert

140

Ya

en

si

304.

Untuk

305.

semua

una

kasus

kan

gunakan

obat

St

diuretik

yan

ag

jenis

eI

thiazide

spes

dengan

ifik

pertimban

den

gan ACEi,

gan

ARB, BB,

indi

CCB, atau

kasi

kombinasi

(risi

33

kan

ko).
Ke

306.

307.

308.

309.

Hipert

Ya

310.

Gunak

mud

an

ian

en

kombinasi

tam

si

2 obat

bah

St

( biasanya

kan

ag

diuretik

den

jenis

gan

II

thiazide)

obat

dan

anti

ACEi/AR

hipe

B/BB/CC

rten

si
(diu
retik
,
AC
Ei,
AR
B,
BB,
CC
B)
sepe
rti
yan
g
dibu
tuhk
an

312.

34

313.

Pasien dengan pre-hipertensi memiliki resiko dua kali lipat untuk berkembang

menjadi hipertensi. Dimana berdasarkan dari tabel tersebut, diakui perlu adanya peningkatan
edukasi pada tenaga kesehatan dan masyarakat mengenai modifikasi gaya hidup dalam rangka
menurunkan dan mencegah perkembangan tekanan darah ke arah hipertensi. Modifikasi gaya
hidup merupakan salah satu strategi dalam pencapaian tekanan darah target, mengingat hipertensi
merupakan salah satu penyakit degeneratif yang disebabkan oleh perilaku gaya hidup yang salah.
314.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penderita hipertensi:27

315.

a. Pemeriksaan rutin meliputi :

316. Darah rutin, urinalisis, gula darah, profil lipid, asam urat, ureum creatinin serum, kalium
serum, dan elektrokardiogram.
317.

b. Pemeriksaan yang direkomendasikan :

318. Proteinuria kuantitatif, funduskopi, ekokardiografi, USG karotis, C-reactive Protein,


Mikroalbuminuria..
319.

c. Pemeriksaan lebih lanjut :

320. Hipertensi komplikasi: pemeriksaan fungsi otak, jantung dan ginjal.


321. Pemeriksaan hipertensi sekunder : pemeriksaan renin, aldosterone, kortikosteroid,
katekolamin, arteriografi, USG ginjal dan adrenal, MRI otak.
322.
323.
324.
325.
326.
327.
328.
329.
330.

35

331.
332.
333.
334.
335.
336.

337. BAB 3
338. PEMBAHASAN
339.
340. Pasien datang ke Poli dengan keluhan mau control kondisi hipertiroid struma
diffusa.Gejala penyerta dada berdebar debar, Mudah lelah, banyak berkeringat, BB turun tidak
tahu berapa kilogram,
341. Kira-kira 8 tahun yang lalu, muncul benjolan di leher. Benjolan mulanya kecil,
makin lama makin besar secara lambat. Benjolan pada leher dirasakan kenyal, sulit digerakkan,
bergerak pada saat menelan, dan tidak terasa nyeri. Sejak muncul benjolan pasien mengalami
perubahan suara (-), berdebar-debar (+), gemetar pada jari tangan kanan kiri (+),tidak tahan udara
panas (+), mudah lelah saat beraktivitas (+), sering berkeringat banyak (+), mata menonjol (-/-),
cepat merasa lapar (+), dan nafsu makan meningkat tetapi BB menurun (+) ditandai dengan
pakaian yang menjadi lebih longgar.
342.

Pasien lalu berobat RSDK dikatakan menderita sakit gondok. Pasien rutin kontrol

dan berobat, tetapi 1tahun terakhir ini menjadi putus berobat,karena kekurangan biaya.
343. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik dan kesadaran compos
mentis. Berat badan penderita 51 kg dan tinggi badan 165 cm jadi BMI penderita 18,7 kg/m2
(normoweight). Dilihat dari tanda vital, tekanan darah 160/80 mmHg, respiratory rate 26x/menit,
suhu normal 370C, dan nadi 80x/menit. Pemeriksaan fisik didapatkan kepala dengan turgor dahi
cukup, kulit berkeringat(+).Pada pemeriksaan mata,hidung dan mulut dalam batas normal.
344. Pada pemeriksaan thorax dalam batas normal. Palpasi jantung iktus kordis teraba di
SIC V Linea mideo clavicula anterior sinistra, melebar (-), kuat angkat (-), pulsasi parasternal
(-), pulsasi epigastrial (-), sternal lift (-). Perkusi pinggang jantung cembung dan batas jantung
meluas. Pada pemeriksaan paru dan pemeriksaan abdomen dalam batas normal. Pada pemeriksaan
pada ekstremitas didapatkan adanya tremor halus pada ekstremitas atas, dan keringat berlebih.

36

345. Pada pemeriksaan status lokalis kelenjar tiroid, saat inspeksi tidak ditemukan
oedem dan kemerahan. Pada palpasi ditemukan pembesaran kelenjar tiroid kanan dan kiri bentuk
diffus, konsistensi kenyal, permukaan halus dan rata, batas tegas dan ada perlekatan dengan
jaringan sekitar.
346. Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan kadar free T4 (46.27),
penurunan TSHs (<0.05), Pada pemeriksaan EKG didapatkan normo sinus rhytme dan padaUSG
ditemukan struma diffusa. Dari hasil perhitungan indeks klinis Wayne didapatkan skor 29.
347. Dari keadaan-keadaan abnormal yang diuraikan di atas, bisa disimpulkan bahwa
diagnosis penderita adalah Struma diffusa hipertiroidisme dan Hipertensi stage 1
348. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang disebabkan karena kelenjar tiroid yang
hiperaktif. Sedangkan tiroroksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang
beredar dalam sirkulasi. Kira-kira 70% penyebab tirotoksikosis adalah Penyakit Graves, sisanya
karena gondok multinoduler toksik dan adenoma toksik. Etiologi lain dicari setelah ketiga sebab
di atas tidak terbukti. Diagnosis tirotoksikosis dapat menggunakan indeks klinis Wayne dan New
Castle melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk fungsi tiroid diperiksa free T4 dan TSH.
349. Pengelolaan tirotoksikosis tergantung etiologi, usia pasien, riwayat alamiah
penyakit, ketersediaan obat, situasi pasien, risiko pengobatan, dan lain lain. Pengobatan
tirotoksikosis dikelompokkan menjadi tirostatika, tiroidektomi, dan yodium radioaktif. Tirostatika
yang dipakai pada pasien ini adalah derivat tiourasil yaitu propiltiourasil dengan dosis
100mg/8jam. Serta B adrenergik antagonis yaitu propanolol untuk mengurangi dampak hormon
tiroid pada jaringan dengan dosis 20mg/8jam.
350. Penderita dianjurkan meminum obat-obatan tersebut secara teratur dan diharapkan
dengan anjuran tersebut kelenjar tiroidnya dapat mengecil dan mencegah peningkatan HR.
Penderita juga harus terus diedukasi untuk terus patuh minum obat karena pengobatan memakan
waktu yang lama, jangan sampai penderita menghentikan pengobatan karena bosan minum obat.
Dukungan dari keluarga sangat diperlukan untuk keberhasilan pengobatan. Selain itu, penderita
harus tetap kontrol tiap bulan untuk melihat perkembangan dan kemajuan dari pengobatan serta
dianjurkan untuk mengurangi aktifitas yang terlalu berat.
351. Manifestasi klinik kardiovaskular pada hipertiroidisme adalah palpitasi, hipertensi
sistolik, kelelahan, dan gagal jantung. Pada pasien ini diduga penyebab timbulnya Hipertensi stage
1 adalah karena tirotoksikosis yang sudah berlangsung lama. Terapi pada pasien ini adalah
propranolol 20mg/8jam
352.
353.
354.
355.

37

356.

357. DAFTAR PUSTAKA


358.
359.

1. Djokomoeljanto R. Tirotoksikosis. Buku Ajar Tiroidologi Klinik. Semarang. 2007 : 217-73


2. Djokomoeljanto R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme dan Hipertiroidisme. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. FKUI. 2006 : 1955-65
3. Suastika K. Manifestasi Klinik Penyakit Graves dalam Naskah Lengkap Simposium
Nasional V Penyakit Kelenjar Tiroid. Semarang. 2009 : 51-61
4. http://www.dokterku-online.com/index.php/article/52-mengenal-hipertiroid
5. Djokomoeljanto R. Penyakit Kelenjar Gondok. Semarang. 2011: 1-3
6. Baratawidjaja K.G. Sistem Imun Spesifik dalam Imunologi Dasar. FKUI. Jakarta. 2006 :
50-64.
7. Harrison. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Alih bahasa Prof. Dr. Ahmad H Asdie,
Sp.PD-KE. Edisi 13, Vol 5. EGC. Jakarta, 2000 : hal 2144-2151
8. Tjokroprawiro. Thyroid storm: Pathogenesis and Treatment. (Formulas TS-41668.24.6 and
CS 7.3.3 as Practical guidelines. Naskah Lengkap Surabaya Thyroid Symposium-1,
Surabaya, 13 Mei 2006
9. Dharmana E. Aspek Imunologik Autoimmine Thyroid Diseases. Buku Ajar Tiroidologi
Klinik. Semarang. 2007:53-63
10. Marina Y. Tesis : Peranan Propiltiourasil Sebagai Terapi Inisial terhadap Kadar T3, T4, TSH
dan IL-4 pada Penyakit Graves. 2011
11. http://nurhayatimappa5.blogspot.com/2012/11/hipertiroid.html.
12. http://jogja.tribunnews.com/2012/09/06/apa-itu-penyakit-hipertiroid.
13. http://www.prioritasnews.com/2012/08/28/gangguan-metabolisme-akibathipertiroid/Pandelaki K, Sumual A. Hipertiroidisme. In: Buku Ajar Penyakit Dalam jilid 1.
Editor: Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, Alwi I, Husodo UB.
Balai Penerbit FKUI, Edisi ke tiga, Jakarta.2002.hlm 766-772.
14. http://health.kompas.com/read/2011/12/13/16194338/Mudah.Emosi.dan.Berdebardebar.Waspada.Hipertiroid.
15. Ginsberg J. Diagnosis and Management of Graves Disease. Can Med Assoc J 2003; 168;
575-585.
16. Cawood T. Moriarty P. Oshea Recent development in thyroid eye disease. BMJ
2004;329;385-90.
17. Masjoer A. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 3. Media Ausclapius FKUI. Jakarta.2001.
18. Boedhi DR. Dr. Penyakit Jantung. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
19. Ari WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi V. Jakarta : Interna Publishing, 2009

38

20. R. Budhi Darmodjo. Ilmu Penyakit Dalam- Diagnosis Fisik dan Kardiologi. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
21. Erine AK.,Matthew K., Psoriasis Vulgaris An Evidence-Based Guide for Primary Care.
Journal of the American Board of Family Medicine. 2013;26(6):787-801. Available at :
http://www.medscape.com/viewarticle/814162_3
22. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi V. Jakarta:Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2000
23. Riaz
K.
Hypertension.
2012
[cited
:
May
http://emedicine.medscape.com/article/241381-overview

18,

2013].

Available

at

24. The JNC 7 Report. The Sevent Report of the Joint National Committee on Prevention Detection
Evaluation and Treatment of High Blood pressure. JAMA, 2003.
25. Mayo
Clinic.
Hypertension.
2011
[
cited
:
May
18
2013].
Available
from:http://www.mayoclinic.com/health/high-bloodpressure/ds00100/dsection=risk-factors
26. Indonesian Society of Hypertension. Konsensus Penanggulangan Krisis hipertensi. 2008.
27. Pahlevi
R.
Hipoalbuminemia
[cited
:
May
20
2013)
http://muhamadrezapahlevi.blogspot.com/2012/04/hipoalbuminemia_29.html

Available

28. Harrison. Harison Manual Kedokteran Jilid 1 edisi 17. 2009. Tangerang: Karisma Publisher Group
360.

361.
362.
363.

39

at

Anda mungkin juga menyukai