Anda di halaman 1dari 8

PRAKTIKUM ANALISIS KADAR LEMAK METODE SOXHLET DAN KADAR

VITAMIN C METODE IODIMETRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Anita Wilatika Pratama (240210140008)
Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844,
779570 Fax. (022) 7795780 Email: anitawilatika05@gmail.com

ABSTRACT
Fats are esters of glycerol and fatty acids . Fat analysis using the method of direct
extraction with Soxhlet . Corned fat levels on average 7.674 % , coconut milk sebsar gained an
average of 22.66 % , flour koro average of 4.948 % , glutinous rice flour average of 0.321 %
and banana flour of 0.441 % . Determination of vitamin C using iodimetri with I2 as titer . The
content of vitamin C content of tomatoes lab results ( non - BDD ) less compared to the
literature ( BDD ) with an average of 5.27 mg/g . Vitacimin have vitamin C levels by an average
of 515 mg / g with a percentage of 26 , 25 % . The content of vitamin C on a chilli lab results
( non - BDD ) more with an average of 9.68 mg / g . The content of vitamin C in guava lab
results ( non - BDD ) is much less with an average of 24.64 mg / g . The content of vitamin C in
lime juice lab results ( non - BDD ) over an average of 11.44 mg / g .
Keywords : fat level , levels of vitamin C , soxhlet method , a method iodimetri

PENDAHULUAN
Lemak adalah senyawa ester dari
gliserol dan asam lemak. Namun, lemak
yang terdapat didalam jaringan, baik hewan
maupun tanaman juga disertai dengan
senyawa lain seperti posfolipida, sterol, dan
beberapa pigmen. Dalam analisis kadar
lemak, seringkali disebut sebagai analisis
lemak kasar, karena selain asam lemak
terdapat pula senyawa-senyawa lain
(Legowo, dkk., 2004).
Kadar lemak dalam suatu bahan
pangan dapat diketahui dengan cara
mengekstraksi lemak. Metode ekstraksi
lemak terdiri dari ekstraksi lemak kering
dan ekstraksi lemak basah. Ekstraksi lemak
kering dapat dilakukan dengan metode
soxhlet.
Pada prinsipnya metode soxhlet ini
menggunakan sampel lemak kering yang
diekstraksi secara terus menerus dalam

pelarut dalam jumlah yang konstan


(Darmasih, 1997).
Keuntungan dari metode soxhlet
yaitu metode ini dapat digunakan untuk
sampel yang lunak dan yang tidak tahan
terhadap pemanasan secara langsung,
menggunakan pelarut yang lebih sedikit,
dan pemanasan dapat diatur sederhana dan
mempunyai ketepatan yang baik (Harper et
al. 1979).
Kerugian atau kekurangan dari
metode soxhlet yaitu metode ini dapat
menyebabkan reaksi peruraian oleh panas,
karena pelarut yang didaur ulang dan secara
terus menerus dipanaskan, kemudian
jumlah total senyawa-senyawa yang
diekstraksi akan melampaui kelarutannya
dalam pelarut tertentu sehingga dapat
mengendap
dalam
wadah
dan
membutuhkan volume pelarut yang lebih
banyak untuk melarutkannya, dan metode
ini tidak cocok digunakan untuk pelarut
dengan titik didih yang terlalu tinggi,

seperti metanol atau air, karena seluruh alat


yang berada di bawah kondensor perlu
berada pada temperatur ini untuk
pergerakan uap pelarut yang efektif (Harper
et al. 1979).
Penentuan kadar lemak dengan
metode ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya persiapan sampel, waktu
ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut,
dan tipe pelarut (Darmasih, 1997).
Heksana adalah sebuah senyawa
hidrokarbon
alkana
dengan
rumus
CH3(CH2)4CH3 yang memiliki titik didih 69
0
C, memiliki masa molar 86,18 gr/mol,
bersifat nonpolar sehingga larut dalam
minyak (MSDS, 2006).
Vitamin merupakan senyawa organik
yang jumlahnya relatif sangat sedikit
didalam suatu bahan pangan. Ada banyak
jenis vitamin, tetapi pada umumnya
dikelompokkan menjadi dua yaitu: (1)
vitamin yang larut air dan (2) vitamin yang
larut dalam lemak. Kelompok vitamin yang
larut dalam air yaitu vitamin C (asam
askorbat) dan beberapa Vitamin B(Vitamin
B1, B2, B6 dan B12). Sedangkan vitamin
yang larut dalam lemak yaitu vitamin A, D,
E dan K (Legowo, dkk., 2004).
Vitamin C dapat hilang karena halhal seperti:
1. Pemanasan, yang menyebabkan rusak
atau berbahayanya struktur.
2. Pencucian sayuran setelah dipotongpotong terlebih dahulu.
3. Adanya alkali atau suasana basa
selama pengolahan.
4. Membuka tempat berisi vitamin C,
karena oleh udara akan terjadi oksidasi
yang tidak reversible (Poedjiadi,
1994).
Penentuan kadar vitamin C dengan
metode iodimetri yaitu titrasi I2 sebagai
titernya.
Iodimetri merupakan titrasi langsung
dan merupakan metoda penentuan atau
penetapan
kuantitatif
yang
dasar
penentuannya adalah jumlah I2 yang
bereaksi dengan sampel atau terbentuk dari
hasil reaksi antara sampel dengan ion
iodide. Iodimetri adalah titrasi redoks
dengan I2 sebagai peniternya. Dalam reaksi
redoks harus selalu ada oksidator dan

reduktor, karena jika suatu unsur bertambah


bilangan
oksidasinya
(melepaskan
electron), maka harus ada suatu unsur yang
bilangan oksidasi berkurang atau turun
(menangkap electron). Jadi tidak mungkin
hanya ada oksidator saja ataupun reduktor
saja. Dalam metode analisis ini sampel
dioksidasikan oleh I2 sehingga I2 tereduksi
menjadi ion iodida (Wiryawan, 2008) :
A (Reduktor) + I2

A (teroksidasi) + 2I

Hal-hal yang perlu diperhatikan


dalam titrasi iodimetri, antara lain
(Septyaningrum, 2009) :
1. Pembuatan larutan
2. Penyimpanan larutan
3. Jumlah indikator
4. Ketelitian dalam melakukan titrasi,
yaitu dalam menemukan titik akhir dan
pembacaan skala pada buret.

METODOLOGI
Alat dan Bahan
Analisis Kadar Lemak
Ekstraksi Langsung

Metode

Alat yang digunakan adalah kertas


saring, labu lemak, alat soxhlet, oven,
pemanas listrik, neraca analitik, kaca arloji,
krustang, gelas kimia, corong, erlnmeyer,
pemanas listrik pembakar, lap dan
desikator.
Bahan yang digunakan adalah
heksana, aquades, santan, kornet, tepung
koro, tepung pisang dan tepung ketan.

Analisis Kadar Vitamin C Metode


Iodimetri
Alat yang digunakan adalah blender,
labu takar 100 ml, pipet, erlnmeyer, klem
dan statif, porselen, buret, pisau, gelas
kimia, corong, kertas saring, spatula, gelas
ukur, dan pipet volum.
Bahan yang digunakan adalah
aquades, amilum 2 %, larutan iodida, tomat,
vitacimin, cabai, buah jambu merah biji,
jeruk nipis, dan buah tomat.

Prosedur
Analisis Kadar Lemak
Ekstraksi Langsung

Metode

Pada sampel lemak yang memiliki


sifat cair sebanyak 2 gram sampel
ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas
kimia. Setelah itu ditambahkan 30 ml HCl
25 %, 20 ml aquades, dan batu didih.
Setelah semua nya homogen, tutup dengan
kaca arloji dan didihkan diatas pemanas
selama 15 menit yang mulai dihitung ketika
sampel sudah mendidih. Lalu disaring
dalam keadaan panas ke dalam erlnmeyer
menggunakan kertas saring., dan dibilas
dengan air panas sampai netral. Setelah
netral, kertas saring dikeringkan pada suhu
100 105 0C. Lalu dinginkan dan
ditimbang.
Pada sampel lemak yang bersifat
padat sebanyak 1-2 gram sampel ditimbang
dan dimasukkan ke dalam hull (sejenis
kertas saring yang digunakan untuk
menaruh sampel). Setelah itu hull diberi
tanda menggunakan pensil dan dimasukkan
ke dalam soxhlet , lalu ditambahkan pelarut
heksana sampai menetes. Selanjutnya alat
soxhlet dihidupkan dan dimulai proses
ekstraksi selama 3-4 jam. Setelah 3-4 jam
sampel diangkat dari soxhlet dan labu
lemak diuapkan pada suhu 105 0C. Lalu
dilakukan perhitungan menggunakan rumus
:
% Kadar Lemak

W W 1
x 100
W2

Keterangan:
W : Berat Sampel (gram)
W1 : Berat lemak sebelum esktraksi (gram)
W2 : Berat labu lemak sesudah terekstraksi
(gram)

Analisis Kadar Vitamin C Metode


Iodimetri
Sampel dihancurkan dengan cara
diblender, setelah sampel sudah hancur
ditimbang menggunakan neraca analitik.
Lalu ditambahkan aquades sampai tanda
batas.
Selanjutnya
sampel
disaring
menggunakan kertas saring sebagai residu.
Lalu filtrate diambil sebanyak 5-25 ml dan
dimasukkan ke dalam erlnmeyer. Setelah
itu ditambahkan 2 ml amilum 2 % dan
ditambahkan aquades 2 ml jika diperlukan.

Ditahap akhir dilakukan titrasi dengan I 2


0,1 / 0,01 N. Lalu dilakukan perhitungan
menggunakan rumus :
% Vitamin C :

Vol I 2 sampel x 0,88 x FP


x 100
W sampel

Vitamin C (mg/g) :

Vol I 2 x 0,88 x FP
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kadar Lemak
Ekstraksi Langsung

Metode

Praktikum ini menggunakan sampel


tepung pisang, tepung koro, tepung ketan,
dan sampel yang berupa lemak cair
semipadat yaitu santan dan kornet sehingga
harus dihidrolisis terlebih dahulu yaitu
dengan cara menimbang 2 gram lalu
menambahkan 30 ml HCl 25 %.
Penambahan HCl 25 % ditujukan untuk
menghidrolisis lemak. Hidrolisis lemak
bertujuan untuk melepaskan lemak

terikat
sehingga
lebih
mudah
terekstraks. Setelah itu ditambahkan 20 ml
aquades dan batu didih untuk mencegah
terjadinya letupan. Setelah itu tutup dengan
kaca arloji supaya pada saat larutan
dipanaskan bau nya tidak tercium dan
mempercepat
proses
pemanasan.
Selanjutnya panaskan selama 15 menit
dihitung dari mendidihnya larutan. Setelah
mendidih, sampel kemudian disaring dalam
keadaan panas, saat proses penyaringan
kelengkapan K3 harus diperhatikan, hal ini
dikarenakan uap yang timbul saat
penyaringan dapat mengganggu dan
berbahaya. Penyaringan dilakukan dengan
menggunakan corong gelas yang dilengkapi
dengan kertas saring watman, ukuran dari
kertas
saring
yang
dipergunakan
disesusaikan dengan ukuran corong yang
dipergunakan, tinggi dari kertas saring
minimal sejajar dengan corong, hal ini
dimaksudkan
untuk
menghindari

meresapnya lemak pada dinding corong


akibat gaya kapilaritas. Apabila hal ini tidak
diperhatikan maka akan mempengaruhi
perhitungan kadar lemak yang terkandung
pada bahan, dan pengujian menjadi tidak
akurat.
Setelah semua bahan disaring, maka
endapan yang tersaring dalam kertas saring
dibilas dengan menggunakan air panas,
proses pembilasan dengan air panas
dilakukan untuk membantu melarutkan HCl
yang masih terkandung dalam endapan, air
dipergunakan untuk membilas endapan
karena air bersifat polar dan tidak akan
melarutkan lemak atau minyak yang
terkandung dalam bahan (karena lemak atau
minyak hanya akan larut oleh pelarut non
polar) sehingga pembilasan dengan air
panas tidak akan berpengaruh pada hasil
pengujian.
Pembilasan dengan air ini dilakukan
sampai endapan tidak bersifat asam, untuk
mengetahui apakah larutan sudah tidak
bersifat asam atau tidak, maka perlu
dilakukan tes kualitatif, tes kualitatif yang
dilakukan adalah dengan menggunakan
kertas lakmus biru, apabila kertas lakmus
berubah menjadi warna merah muda (pink)
maka
itu
berarti
endapan
masih
mengandung asam, apabila lakmus sudah
tidak berubah warna, maka itu berarti
endapan sudah tidak bersifat asam dan
proses selanjutnya
dapat dilakukan
(Legowo dkk., 2004).
Proses
selanjutnya
adalah
mengeringkan kertas saring tersebut dalam
oven dengan suhu kira-kira 100-105 0C,
proses pengeringan dilakukan sampai kertas
saring cukup kering, tujuan dari proses
pengeringan adalah menguapkan sebagian
besar sisa air yang terkandung dalam
endapan. Proses pengeringan ini sebaiknya
tidak dilakukan terlalu lama, proses
pengeringan yang terlalu lama akan
mengakibatkan lemak yang terkandung
menjadi
sulit
untuk
diekstraksi
(Sudarmadji, 1996).
Setelah endapan kering, proses
selanjutnya dengan membungkus sample
dengan kertas saring yang dibentuk
menyerupai
selongsong
dan
kedua
ujungnya disumbat dengan kapas bebas

lemak, selongsong atau hull ini kemudian


dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet.
Ukuran dari hull ini disesuaikan
dengan ukuran dari soxhlet yang
dipergunakan. Setelah thimbel dimasukan,
kemudian pelarut non polar dimasukan ke
dalam soxhlet dengan menggunakan pipet
ukur, pelarut non polar yang dipergunakan
adalah n-Hexana, banyaknya pelarut yang
dipergunakan juga disesuaikan dengan
soxhlet yang dipergunakan, takarannya
adalah 1,5 kali tinggi soxhlet. Pertama-tama
adalah mengisi soxhlet sampai penuh dan
biarkan mengalir ke bagian labu lemak,
kemudian tambahkan lagi sampai setengah
bagian soxhlet.
Urutan dari rangkaian peralatan uji
kadar lemak ini adalah pada bagian paling
bawah labu lemak, soxhlet, dan bagian
yang paling atas adalah kondensor. Dengan
rangkaian yang seperti ini maka ekstraksi
dilakukan
secara
berkesinambungan
(Continue). Labu lemak yang dipergunakan
adalah labu lemak yang sudah diketahui
beratnya secara konstan.
Karena n-hexana mempunyai titik
didih yang lebih rendah dari lemak
(Darmasih, 1997) maka selama alat soxhlet
dinyalakan n-hexana akan menguap dan
masuk ke dalam alat pendingin balik atau
kondensor, uap pelarut akan mengembun
karena uap tersebut didinginkan, tetesan
pelarut akan kembali turun ke alat
ekstraktor soxhlet dan merendam thimbel
yang berisi sampel dan lemak yang
terkandung dalam sampel akan larut oleh
pelarut non polar tersebut. Saat soxlet terisi
penuh, pelarut dan lemak hasil ekstraksinya
akan mengalir ke bagian labu lemak yang
dipanaskan dan akan menguapkan pelarut,
sehingga yang tersisa hanya lemak yang
terekstraksi karena pelarut mempunyai titik
didih yang lebih rendah.
Sehingga apabila pelarut diambil dari
bagian soxhlet, maka proses diatas akan
terputus dan menyebabkan proses ekstraksi
terhenti menyisakan lemak yang terdapat
dalam labu lemak. Hasil ekstraksi inilah
yang dinyatakan sebagai kandungan lemak
yang terdapat dalam sampel.
Setelah proses ekstraksi selesai,
maka labu lemak yang terdapat pada bagian
bawah dipisahkan dari rangkaian kemudian

dikeringkan di dalam oven dengan suhu


105 0C sampai kira-kira kertas saring
kering, proses pengeringan dilakukan untuk
menguapkan
pelarut
yang
masih
terkandung dalam labu lemak yang dapat
mempengaruhi berat sampel, karena proses
selanjutnya adalah penimbangan.
Berikut adalah hasil perhitungan
penetapan kadar lemak:

Sampel
Tomat
Vitacimin
Cabai
merah
Jambu biji

Tabel 1. Hasil Penetapan Kadar Lemak


Sampel
% Lemak
Kornet
1
7,736
6
7,612
Santan
2
23,284
7
22,048
3
4,830
Tepung koro
8
5,066
4
0, 449
Tepung pisang
9
0,433
5
0,193
Tepung ketan
10
0,449
Berdasarkan tabel 1. Terlihat bahwa
kadar lemak kornet rata-rata 7,674 % sesuai
dengan syarat SNI 01-3775-2006 dengan
kadar lemak maksimal 12 %.
Santan dari hasil praktikum diperoleh
rata-rata sebsar 22,66 %. Hal ini sesuai
dengan syarat maksimal kadar lemak
menurut Supriasa (2011) yaitu kadar lemak
maksimal santan murni adalah 34,30 %.
Tepung Koro dari hasil praktikum
diperoleh kadar lemak rata-rata sebesar
4,948 % . Hasil praktikum sesuai dengan
hasil penelitian yang diperkuat oleh
Kristianti (2013) yaitu kadar lemak tepung
koro benguk berkisar antar 0,06-5,34%.
Tepung Ketan dari hasil praktikum
diperoleh kadar lemak rata-rata sebesar
0,321 %. Hal ini sesuai dengan Departemen
Kesehatan RI (1989) dengan batas
maksimal kadar lemak pada tepung beras
ketan adalah 0,5 %.
Tepung pisang dari hasil praktikum
diperoleh kadar lemak rata-rata sebesar
0,441 % . Hal ini sesuai dengan batas
maksimal menurut Morton (1987) dengan
batas kadar lemak maksimal adalah 0,9 %.

1
6
2
7
3
8
4
9

Vit. C
(mg/g)
6,16
5,28
502
528
10,56
8,80
24,64
24,64

% Vit. C
0,0615
0,0527
26,138
26,371
0,105
0,087
0,244
0,246

Analisis Kadar Vitamin C Metode


Iodimetri
Praktikum kadar vitamin C ini
menggunakan sampel vitacimin, buah
jambu biji merah, jeruk nipis, tomat dan
cabai. Penetapan vitamin C ini dilakukan
dengan metode titrasi iodimetri yaitu titrasi
dengan I2 sebagai titernya.
Sampel dihancurkan terlebih dahulu
menggunakan
blender
supaya
mempermudah
penimbangan,
mempermudah mendapatkan kadar vitamin
c nya. Lalu sampel ditimbang sebanyak 1- 2
gram menggunakan neraca analitik. Setelah
ditimbang, sampel dimasukan kedalam labu
ukur dan di tambahkan aquades sampai
tanda batas. Lalu sampel dihomogenkan hal
ini bertujuan agar sampel larut dalam
aquades. Setelah itu sampel disaring
menggunakan kertas saring.
Setelah filtrat masuk ke dalam
erlnmeyer, filtrat diambil sebanyak 5-25 ml
dan dimasukkan ke dalam erlnmeyer.
Setelah itu ditambahkan 2 ml amilum 2 % .
Fungsi penambahan amilum ini yaitu
sebagai indikator dimana titik akhir titrasi
diketahui dengan terjadinya kompleks
amilum I2 yang berwarna biru tua. Hal ini
disebabkan karena dalam larutan pati,
terdapat unit-unit glukosanya. Bentuk ini
menyebabkan pati dapat membentuk
kompleks dengan molekul iodium yang
dapat masuk ke dalam spiralnya, sehingga
menyebabkan warna biru tua pada
kompleks tersebut. Warna biru akan terlihat
bila konsentrasi iod 2 X 1M. Sensitivitas
warnanya tergantung pada pelarut yang
digunakan. Kompleks iodium-amilum
mempunyai kelarutan kecil dalam air

sehingga biasanya ditambahkan pada titik


akhir reaksi (Khopkar, 2002).
Reaksi pada penentuan vitamin C
dengan metode iodimetri (Underwood,
1996) :
H2S + I2
S + 2I- + 2H+
2SO3 + I2 + H2O
SO42- + 2I- + 2H+
2+
4+
Sn + I2
Sn + 2IH2
AsO3 + I2 + H2O
HAsO42- + 2I- +
+
3H
Berikut adalah perhitungan hasil
kadar vitamin C :
Tabel 2. Hasil Penetapan Kadar Vitamin C
Tabel 2. Hasil Penetapan Kadar Vitamin C
Sampel
5
10
(lanjutan)

Jeruk nipis

Vit. C
(mg/g)
11,44
11,44

% Vit. C
0,0527
0,0572

Berdasarkan Tabel 2. Terlihat bahwa


kadar vitamin C pada tomat rata-rata
sebesar 0,0571 % dengan kandungan
vitamin C 5,72 mg/g. Dalam 100 gram
berat yang dapat dimakan kandungan
vitamin C yang terkandung dalam tomat
sebesar 34 gram sedangkan hasil praktikum
menunjukkan dalam 1 gram non berat yang
bisa dimakan yaitu sebesar 5,72 gram.
Bagian yang dapat dimakan lebih besar
dibandingkan dengan hasil praktikum
karena didalam bagian yang dapat dimakan
(BDD) yaitu daging nya saja tanpa kulit
dan biji mengandung lebih banyak kadar
vitamin C nya dibandingkan dengan nonBDD karena pada non-BDD terdapat kulit
dan biji yang ikut terhitung kandungan
vitamin C nya. Hal ini sudah sesuai dengan
batas maksimal tabel komposisi pangan
Indonesia (TKPI, 2009).
Vitacimin memiliki kadar vitamin C
rata-rata sebesar 515 mg/g dengan
presentase 26,25 %. Berdasarkan SNI
minuman serbuk rasa jeruk No 01-37221995 kadar vitamin C minimal 300
gram/100 gram . Hasil praktikum sudah
memenuhi syarat minimal SNI. Kadar
vitacimin antara kelompok 2 dengan
kelompok 7 nilainya sedikit berbeda karena
keslahan dalam penimbangan dan titrasi.
Cabai merah segar memiliki rata-rata
kadar vitamin C sebesar 9,68 mg/g dengan

presentase 0,096 %. Menurut Tabel


Komposisi Pangan Indonesia (2009) kadar
vitamin C pada cabai merah segar dalam
Bagian yang Dapat Dimakan (BDD) yaitu
sebesar 1 gram. Hasil praktikum dengan
literatur berbeda sangat jauh karena dalam
praktikum yang digunakan adalah nonBDD yaitu tidak hanya bijinya saja namun
juga kulitnya. Ini berarti cabai merah segar
mengandung banyak kandungan vitamin C
jika semua bagian cabai tidak ada yang
terbuang. Hasil praktikum antara kelompok
3 dan 8 berbeda sangat jauh karena
kesalahan penimbangan dan titrasi.
Jambu biji memiliki rata-rata kadar
vitamin C sebesar 24,64 mg/g dengan
presentase 0,245 %. Menurut Tabel
Komposisi Pangan Indonesia (2009) kadar
vitamin C dengan Bagian yang dapat
dimakan (BDD) yaitu sebesaar 87 gram.
Hasil praktikum dengan literatur berbeda
sangat jauh karena dalam literatur yang
dihitung kadar vitamin C buah nya saja
tidak dengan kulit dan bijinya (non-BDD).
Ini berarti kandungan jambu biji terbesar
ada pada daging buah nya , tidak termasuk
kulit dan biji.
Jeruk nipis memiliki rata-rata kadar
vitamin C sebesar 11,44 mg/g dengan
presentase 0,0549 %. Menurut Tabel
Komposisi Panngan Indonesia (2009) kadar
vitamin C pada jeruk nipis 19,7 gram dalam
Bagian yang Dapat Dimakan (BDD). Hasil
praktikum dengan literatur berbeda sangat
jauh karena jeruk nipis yang dipakai dalam
praktikum tidak hanya daging buahnya
akan tetapi kulit dan biji nya pun ikut
terpakai, sedangkan kadar vitamin C yang
dipakai pada literatur menggunakan Bagian
yang Dapat Dihitung (BDD) yaitu daging
buahnya saja. Ini berarti kadar vitamin C
yang banyak kandungan vitamin C nya
adalah daging buahnya saja.

KESIMPULAN
1. Analisis kadar lemak menggunakan
meetode ekstraksi langsung dengan
soxhlet.
2. Kadar lemak kornet rata-rata 7,674 %
sesuai dengan syarat SNI 01-3775-

3.

4.
5.

6.

7.
8.

9.

10.

11.

12.

2006 dengan kadar lemak maksimal 12


%.
Santan diperoleh rata-rata sebsar 22,66
%. Hal ini sesuai dengan syarat
maksimal kadar lemak menurut
Supriasa (2011) yaitu kadar lemak
maksimal santan murni adalah 34,30
%.
Tepung Koro dari hasil praktikum
diperoleh kadar lemak rata-rata sebesar
4,948 % .
Tepung Ketan diperoleh kadar lemak
rata-rata sebesar 0,321 %. Hal ini
sesuai dengan Departemen Kesehatan
RI (1989) dengan batas maksimal
kadar lemak pada tepung beras ketan
adalah 0,5 %.
Tepung pisang sebesar 0,441 % . Hal
ini sesuai dengan batas maksimal
menurut Morton (1987) dengan batas
kadar lemak maksimal adalah 0,9 %.
Analisis
kadar
vitamin
C
menggunakan
metode
iodimetri
dengan I2 sebagai titernya.
Kandungan kadar vitamin C tomat
hasil praktikum (non-BDD) lebih
sedikit di banding literatur (BDD)
dengan rata-rata sebesar 5,27 mg/g..
Vitacimin memiliki kadar vitamin C
rata-rata sebesar 515 mg/g dengan
presentase 26,25 % sudah sesuai
dengan SNI 01-3722-1995.
Kandungan vitamin C pada cabai hasil
praktikum (non-BDD) lebih banyak di
banding literatur (BDD) dengan ratarata 9,68 mg/g.
Kandungan vitamin C pada jambu biji
hasil praktikum (non-BDD) lebih
sedikit dibanding dengan literatur
dengan rata-rata 24,64 mg/g.
Kandungan vitamin C pada jeruk nipis
hasil praktikum (non-BDD) lebih
sedikit di banding dengan literatur
(BDD) dengan rata-rata 11,44 mg/g.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional 2006. SNI 013775-2006. Kornet.

Darmasih.
1997.
Prinsip
Soxhlet.
peternakan.litbang.deptan.go.id/use
r/ptek9724.pdf. [18 Maret 2016] .
Depkes

RI. 1989. Materia Medika


Indonesia.
Jilid
V. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan.

Harper V, Rodwell W, dan Mayes PA. 1979.


Biokimia. Jakarta (ID): EGC.
Khopkar, S, M.. 2002. Konsep Dasar Kimia
Analitik. Jakarta. UI-Press.
Kristianto, Ari. 2013. Karakteristik
Fisikokimia dan Sifat Fungsional
Tepung Koro Benguk (Mucuna
pruriens L.) Berprotein Tinggi
[skripsi]. Program Sarjana Fakultas
Teknologi
Pertanian,
Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Legowo, Mohamad Anang. 2004. Diktat
Kuliah Analisis Pangan. Program
Studi Teknologi Hasil Ternak.
Semarang: UNDIP.
Material Safety Data Sheet N-Heksana.
Science Lab.com . Chemical
Laboratory Equipment. 2008.
Mien, Mahmud, Hermana et. all,. 2009.
Tabel Komposisi Pangan Indonesia
(TKPI). Persatuan Ahli Gizi
Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Morton, J. 1987. Mangoesteen In : Fruits of
Warm Climates, Miami.
Poedjiadi, Anna.
Biokimia.
Jakarta.

1994. Dasar-Dasar
Penerbit
UI-Press.

Septyaningrum, Riana. 2009. Analisis


Kuantitatif
Secara
Volumetri.
Available at : http://www.chem-istry.org. Diakses pada 19 Maret
2016.
Sudarmadji, Slamet, H.Bambang, Suhardi.
2003. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Supriasa, 2011. Pendidikan dan Konstitusi

Gizi. EGC. Jakarta.


Underwood.1996.
Analisa
Kimia
Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Wiryawan, A. 2008. Kimia Analitik.


Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai