Anda di halaman 1dari 18

PENYULUHAN

MOTIVASI PENDERITA TUBERKULOSIS


UNTUK MINUM OBAT
TA.2016/2017
ENGGY INGLIAN DANI
16091011

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes HANG TUAH PEKANBARU
PEKANBARU
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
1. Motivasi
Motivasi adalah merupakan hasil dari interaksi antara kebutuhan manusia
yang terinternalisasi dan pengaruh eksternal yang menentukan perilaku
seseorang dalam mencapai tujuan.(11)
2. Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit akibat kuman mycobacterium tuberculosis
sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi
terbanyak di paru-paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.(1)
3. Obat
Obat adalah setiap zat baik kimia maupun nabati yang dalam dosis layak
dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit maupun
gejala-gejalanya.(14) Sedangkan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah
sekelompok obat yang digunakan untuk pengobatan tuberkulosis.(6)
4. Motivasi untuk minum obat
Motivasi untuk minum obat adalah dorongan dan niat untuk bertindak
yang terdapat disetiap individu yang terwujud berupa perilaku untuk
patuh atau taat pada instruksi dan aturan minum obat yang meliputi dosis,
cara, waktu minum obat dan periode. Motivasi dalam penyembuhan
penyakit merupakan pemberdayaan diri agar menghasilkan rasa percaya
diri, berfikir positif dan bijak terhadap keadaan penyakitnya.(13)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Motivasi
2.1.1 Pengertian
Motivasi adalah merupakan hasil dari interaksi antara kebutuhan manusia
yang terinternalisasi dan pengaruh eksternal yang menentukan perilaku seseorang
dalam mencapai tujuan.(11)
Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi
pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk factor-faktor yang
menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam
arah tekad tertentu atau segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Motivasi juga dapat diartikan sebagai perasaan atau pikiran
yang mendorong seseorang melakukan pekerjaaan atau menjalankan kekuasaan
terutama dalam berperilaku.(12)
Dari berbagai macam definisi motivasi terdapat tiga poin penting dalam
pengertian motivasi, yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan dan tujuan.
Kebutuhan muncul karena adanya sesuatu yang kurang dirasakan oleh seseorang,
baik fisologis maupun psikologis. Dorongan merupakan arahan untuk memenuhi
kebutuhan tadi, sedangkan tujuan adalah hasil akhir dari siklus motivasi.(12)
2.1.2 Teori Motivasi
Terdapat beberapa teori tentang motivasi, diantaranya :
a. Teori hedinisme yaitu motivasi yang berhubungan dengan senang dan
gembira.
b. Teori naluri yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri manusia.
c. Teori kebudayaan yaitu motivasi yang akan menimbulkan perilaku berbudaya.
d. Teori kebutuhan atau teori Maslow yaitu seseorang mempunyai motivasi kalau
dia belum mencapai tingkat kepuasan tertentu dalam kehidupanya.
2.1.3 Bentuk-bentuk Motivasi
Pembagian motivasi dapat dibagi berdasarkan pandangan dari para ahli,
antara lain sebagai berikut :
1.
Motivasi berdasarkan kebutuhan manusia :
a. Motivasi kebutuhan organis, seperti minum, makan, bernapas, seksual,
bekerja dan beristirahat.
b. Motivasi darurat, yang mencakup dorongan-dorongan menyelamatkan diri,
berusaha dan dorongan untuk membalas.
c. Motivasi objektif, yang meliputi kebutuhan untuk melakukan eksplorasi,
melakukan manipulasi dan sebagainya.

2. Motivasi berdasarkan atas proses terbentuknya :


a. Motivasi-motivasi pembawaan, yang dibawa sejak lahir, tanpa dipelajari,
misalnya dorongan untuk makan, minum, beristirahat dan dorongan
seksual.
b. Motivasi yang dipelajari, yaitu motivasi-motvasi yang timbul karena
dipelajari, seperti dorongan untuk belajar sesuatu dan lain-lain.
3.
Motivasi berdasarkan penyebabnya :
a. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi karena adanya
rangsangan dari luar.
b. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi tanpa rangsangan dari
luar tetapi sudah dengan sendirinya terdorong untuk berbuat sesuatu.
2.1.4 Proses Terjadinya Motivasi
Motivasi itu ada atau terjadi karena adanya kebutuhan seseorang yang harus
segera dipenuhi. Motivasi sebagai motor penggerak maka bahan bakarnya adalah
kebutuhan atau Need itu.
Motivasi manusia dapat digolongkan dan tiap-tiap golongan tersebut
mempunyai hubungan jenjang. Maksudnya, suatu motivasi timbul kalau motivasi
yang mempunyai jenjang lebih rendah telah terpenuhi.(12)
Faktor-faktor yang mempengaruhi tehadap motivasi :
a. Faktor fisik dan proses mental
b. Faktor hereditas, lingkungan dan kematangan atau usia
c. Faktor intrinsik seseorang
d. Fasilitas
e. Situasi dan kondisi
f. Program dan aktifitas
g. Audio Visual (media)
2.1.5 Unsur-unsur Motivasi
Motivasi terdiri dari beberapa unsur, yaitu :
a. Motivasi merupakan suatu tenaga dinamis manusia dan munculnya
memerlukan rangsangan baik dari dalam maupun dari luar.
b. Motivasi sering kali ditandai dengan perilaku yang penuh emosi.
c. Motivasi merupakan reaksi pilihan dari beberapa alternatif mencapai tujuan.
d. Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam diri manusia.
Suatu perbuatan yang dimulai dengan adanya ketidakseimbangan dalam diri
individu seperti lapar, takut dan lain-lain akan menimbulkan dorongan atau motiv
untuk berbuat sesuatu sehingga dapat tercapai keadaan seimbang dalam diri
individu dan timbul perasaan puas, gembira, aman, hasrat dan rasa ingin dipuji.

Kecenderungan untuk mengusahakan terjadinya keseimbangan dari tiap


ketidakseimbangan yang terdapat dalam diri setiap organisme dan manusia ini
disebut prisip homeostatis . Keadaan seimbang tersebut tidak berlangsung untuk
selamanya karena setelah beberapa saat akan timbul ketidakseimbangan baru yang
menyebabkan seluruh proses motivasi diulangi, sebab sebenarnya proses motivasi
merupakan suatu lingkaran tak terputus yang disebut dengan lingkaran motivasi.
Lingkaran motivasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Ketidakseimbangan
+ Kebutuhan
+ Keseimbangan
+
+
Motiv
Tingkah laku
Bila motivasi tersebut keluarnya mengalami tumpang tindih tentu seseorang
tersebut akan mengalami kebimbangan dan konflik atau pertentangan batin pun
akan muncul, baik yang bersifat positif ( approach conflik ) maupun konflik yang
negative (avoidance conflik).
2.1.6 Cara Meningkatkan Motivasi
Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan motivasi, yaitu :
a. Dengan teknik verbal/berbicara untuk membangkitkan semangat melalui
pendekatan pribadi, diskusi dan lain-lain
b. Teknik tingkah laku ( meniru, mencoba dan menerapkan )
c. Teknik intensif dengan mengambil kaidah yang ada
d. Sopertisi (kepercayaan akan sesuatu secara logis, namun membawa
keberuntungan)
e. Citra atau image yaitu dengan immagenasi atau daya khayal yang tinggi maka
individu akan termotivasi.
2.2 Tuberkulosis
2.2.1 Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit akibat kuman mycobacterium tuberculosis
sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di
paru-paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.(1)
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paruru
yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga
menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
(16)

2.2.2 Penyebab Tuberkulosis


Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen

mycobacterium tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu


tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik.
Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak
oksigen. Oleh karena itu, mycobacterium tuberkulosis senang tinggal di daerah
apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi
tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.(16)
2.2.3 Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis Basil Tahan Asam (TBC
BTA) positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jama dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang
terpajan kuman tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara
dan lamanya menghirup udara tersebut.(2)
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka
dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat).
Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha
dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi
jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk
dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto
rontgen.
2.2.4 Resiko Penularan
Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko penularan
lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Resiko penularan setiap
tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu
proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi TBC selama satu tahun. ARTI sebesar
1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tuberkulosis

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian tuberkulosis (2)


diantaranya:
a. Faktor ekonomi, keadaan sosial yang rendah pada umumnya berkaitan erat
dengan berbagai masalah kesehatan karena ketidakmampuan dalam mengatasi
masalah kesehatan. Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemampuan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi, pemukiman dan lingkungan
sehat, jelas semua ini akan mudah menumbuhkan penyakit tuberkulosis.
b. Status gizi, ini merupakan faktor yang penting dalam timbulnya penyakit
tuberkulosis. Berdasarkan hasil penelitian kejadian tuberkulosis menunjukan
bahwa penyakit yang bergizi normal ditemukan kasus lebih kecil daripada
status gizi kurang dan buruk
c. Status pendidikan, latar belakang pendidikan mempengaruhi penyebaran
penyakit menular khususnya tuberkulosis. Berdasarkan hasil penelitian
mengatakan semakin rendah latar belakang pendidikan semakin tinggi
kecenderungan terjadi kasus tuberkulosis, hal ini faktor terpenting dari
kejadian tuberkulosis.
Angka kejadian tuberkulosis dapat dipengaruhi juga oleh faktor-faktor
sebagai berikut :
a. Status sosial ekonomi
b. Kepadatan penduduk
c. Status gizi
d. Pendidikan
e. Pengetahuan
f. Jarak tempuh dengan pusat pelayanan kesehatan
g. Keteraturan berobat.(17)
2.2.6 Diagnosis Penderita Tuberkulosis
2.2.6.1 Gejala Penyakit Tuberkulosis
a. Gejala sistemik atau umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadangkadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang
timbul.

Penurunan nafsu makan dan berat badan.


Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai
dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
b. Gejala khusus

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila


terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke
paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas
melemah yang disertai sesak.

Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paruparu), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti


infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran
dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan
keluar cairan nanah.

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan


pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang
selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
2.2.6.2 Penemuan Penderita Tuberkulosis
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek,
diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan
pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program
penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB
menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan
kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus
merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di
masyarakat.
Adapun strategi penemuan penderita tuberkulosis adalah :
a. Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi
aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan
kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh
petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan
cakupan penemuan tersangka pasien TB.
b. Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang
BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang
menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
c. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost
efektif.
2.2.6.3 Diagnosis Tuberkulosis
a. Diagnosis TB paru

1.

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak


dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu pagi sewaktu (SPS).
2.
Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan
dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB
nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain
seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
3.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya
berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak
selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis.
4.
Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu
menunjukkan aktifitas penyakit.
b. Diagnosis TB ekstra paru
1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya
kaku kuduk pada meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura
(pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus)
pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
2. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis
kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang
kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat
diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi, anatomi,
serologi, foto toraks dan lain-lain.
2.2.6.4 Klasifikasi Tuberkulosis
Mengenai klasifikasi penyakit tuberkulosis ini sendiri dapat
dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Tuberkulosis Paru
Berdasarkan hasil 3 kali pemeriksaan dahak, radiologis atau
kultur. tuberkulosis, TB paru ini masih dapat dibagi menjadi TB
Paru BTA positif dan TB Paru BTA negatif.
2. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru
(misalnya selaput otak, kelenjar limfe, pleura, pericardium,

persendian, tulang, kulit, usus, saluran kemih, ginjal, alat


kelamin). Berdasarkan tingkat keparahannya, Tb ekstra paru ini
dibagi menjadi TB ekstra paru berat (severe) dan TB ekstra paru
ringan (not/less severe), yang mana bentuk kelainan berkaitan
dengan bentuk keparahan.
Selain itu tipe penderitanya pun masih dapat dibedakan
berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif
d. Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan
e. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.
Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan
hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulangan.
2.2.7 Pengobatan Tuberkulosis
2.2.7.1 Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT
(Obat Anti Tuberkulosis).

2.2.7.2 Jenis Obat


Berdasarkan berbagai pertimbangan, WHO merekomendasikan
paduan obat harus sesuai dengan kategori penyakit, sehingga
penderita TB dapatlah dibagi dalam 4 kategori yaitu :
a. Kategori I :
Kasus baru dengan dahak positif dan penderita dengan keadaan
yang seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis masif atau bilateral, spondilitis dengan gangguan
neurologik, penderita dengan dahak negatif tetapi kelainan
parunya luas, TB usus, TB saluran kemih.
b. Kategori II :
Kasus kambuh atau gagal dengan dahak tetap positif
c. Kategori III :
Kasus dengan dahak negatif tetapi kelainan parunya tidak luas
dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam kategori I.
Adapun obat-obat anti TB yang ada sekarang digolongkan
dalam dua jenis yaitu bakterisidal dan bakteriostatik. Termasuk
dalam golongan bakterisidal adalah isoniazid (H), rifampisin (R),
pirazinamid (Z), streptomisin (S). Sedangkan etambutol (E) termasuk
golongan bakteriostatik. Kelima obat tersebut di atas termasuk obat
anti TB utama (first-line Antituberculosis Drugs). Yang termasuk
dalam OAT sekunder (second Antituberculosis Drugs) adalah Paraaminosalicylic Acid (PAS), ethionamid, sikloserin, kanamisin dan
kapreomisin. Obat anti TB sekunder ini selain kurang efektif juga
lebih toksik, sehingga kurang dipakai lagi.
Seiring dengan kemajuan dibidang farmakologi memungkinkan
beberapa macam obat (untuk pengobatan TB Paru) yang
dikombinasikan dalam satu tablet dengan tidak menggangu
bioavailability dari obat-obatan tersebut.
Pada tahun 1999 telah diuji coba OAT FDC (Fixed Dose
Combination) dengan kategori pengobatan dibagi 2 kategori yaitu :
a. Kategori I :
Penderita baru BTA positif, penderita baru BTA negatif Rontgen
positif (ringan atau berat) dan penderita TB Ekstra Paru (ringan
atau berat).
b. Kategori II :

Penderita TB Paru baru BTA positif kambuh, penderita TB Paru


BTA positif gagal dan penderita TB Paru defaulter yang kembali
dengan BTA positif.
2.2.7.3 Prinsip Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut :
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis
obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasian menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3.
Pengobatan TB diberikan
dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
a. Tahap awal (intensif) :
1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap
hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat.
2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu.
3. Sebagian besar pasien tuberkulosis BTA positif menjadi
BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
4. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting
untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
b. Tahap lanjutan
1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lama.
2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
2.2.7.4 Pemantauan dan Hasil Pengobatan
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan
dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan
pengobatan. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan

pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil


pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif.
Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil
pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.(2)
Hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1. Sembuh
Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan
pengobatannya secara lengakap dan pemeriksaan ulang dahak
paling sedikit dua kali berturut-turut hasilnya negatif yaitu pada
akhir pengobatan dan atau sebulan sebelum akhir pengobatan dan
pada satu pemeriksaan follow up sebelumnya.
2. Pengobatan lengkap
Adalah penderita yang menyelesaikan pengabatannya secara
lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak dua kali
berturut-turut negatif. Tindak lanjutnya yaitu penderita diberi
tahu apabila gejala muncul kembali supaya memeriksakan diri
dengan mengikuti prosedur tetap.
3. Meninggal
Adalah penderita yang dalam masa pengobatan diketahui
meninggal karena sebab apapun.
4. Pindah
Adalah penderita yang pindah berobat ke daerah kabupaten atau
kota lain.
5. Defaulted atau Drop Out (DO)
Adalah penderita yang tidak mengambil obat dua bulan berturutturut atau lebih sebelum masa pengobatan selesai. Tindak
lanjutnya lacak penderita tersebut dan beri penyuluhan
pentingnya berobat secara teratur. Apabila penderita akan
melanjutkan pengobatan lakukan pemeriksaan dahak, bila positif
mulai pengnobatan dengan kategori 2, bila negative sisa
pengobatan kategori 1 di lanjutan.
6. Gagal

Penderita BTA positif yang hasil


pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada
akhir pengobatan, tindak lanjutnya penderita BTA positif baru
dengan kategori 1 diberikan kategori 2 mulai dari awal.

Penderita BTA negatif yang hasil


pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke dua menjadi
positif, tindak lanjutnya berikan pengobatan kategori 2 mulai
dari awal.
2.2.7.5 PMO (Pengawasan Menelan Obat)
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT
jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin
keteraturan pengobatan diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
a. Persyaratan PMO
1. Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh
petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani
dan dihormati oleh pasien.
2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersamasama dengan pasien.
b. Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di
desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain.
Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO
dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK,
atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
c. Tugas seorang PMO
1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur
sampai selesai pengobatan.
2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
3. Mengingkatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu
yang telah ditentukan.
4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan. Tugas
seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien
mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan
kepada pasien dan keluarganya
1. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau
kutukan.

2. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.


3. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan
cara pencegahannya.
4. Cara pemberian pengobatan pasien pada tahap intensif dan
lanjutan.
5. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat teratur.
6. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya
segera meminta pertolongan ke UPK.
2.3 Obat
2.3.1 Pengertian
Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam menegakan diagnosis, mencegah, mengurangkan,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan
badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan, dan untuk memperelok atau
memperindah badan atau bagian badan manusia.
Sedangkan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah sekelompok obat yang
digunakan untuk pengobatan tuberculosis.
2.3.2 Jenis-jenis Obat
Terdapat tiga jenis obat, yaitu :
1. Obat essensial
Obat-obat yang memenuhi kebutuhan mayoritas pengguna dan obat harus
tersedia dalam jumlah cukup, dosis sesuai dan dapat digunakan setiap saat,
contohnya : parasetamol.
2. Obat generik
Obat yang dipasarkan dengan nama resmi yang ada pada literature/ nama
kimiawi, contohnya : amoxycillin.
3. Obat paten
Obat yang dipasarkan dengan nama dagang yang diproduksi oleh pabrik yang
dilindungi badan hukum, contohnya : amoksan.
2.3.3 Cara-cara Pemberian Obat
Terdapat beberapa cara dalam pemberian obat :
1. Enteral : Pemberian obat secara peroral, sublingual dan Perrectal.
2. Parenteral : Pemberian obat secara intravena, intramuscular dan subkutan.
3. Lain-lain : Pemberian obat secara inhalasi, topikal dan transdermal.
2.3.4 Prinsip Pemberian Obat
Ada prinsip enam benar dalam pemberian obat, yaitu :
1. Pasien yang benar
2. Obat yang benar

3. Dosis yang benar


4. Cara / rute pemberian yang benar
5. Waktu yang benar
6. Dokumentasi yang benar.
2.3.5 Peran Perawat Dalam Pengobatan
Perawat mempunyai empat peran dalam pengobatan(14), yaitu :
1. Peran dalam mendukung keefektivitasan obat
Perawat harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang daya kerja dan
efek terapeutik obat untuk dapat mengevaluasi efek obat dan meningkatkan
keefektivitasan obat.
2. Peran dalam mengobservasi efek samping dan alergi obat
Perawat harus mengetahui obat yang diberikan pada pasien serta kemungkinan
efek samping yang dapat terjadi.
3. Peran dalam menyimpan, menyiapkan dan administrasi obat
Perawat harus tahu tatacara menyimpan obat yang benar karena penyimpanan
yang salah dapat merusak struktur kimia maupun efek obat. Dalam
mempersiapkan obat, perawat harus memeriksa tanggal kadaluwarsa obat,
cara penggunaan dan pemberianya.
4. Peran dalam melakukan pendidikan kesehatan tentang obat
Perawat mempunyai tanggung jawab dalam melakukan pendidikan kesehatan,
termasuk pendidikan yang berkaitan dengan obat secara umum pada pasien,
keluarga dan masyarakat luas.
2.4 Motivasi Untuk Minum Obat
Motivasi untuk minum obat adalah dorongan dan niat untuk bertindak yang
terdapat disetiap individu yang terwujud berupa perilaku untuk patuh atau taat
pada instruksi dan aturan minum obat yang meliputi dosis, cara, waktu minum
obat dan periode. Motivasi dalam penyembuhan penyakit merupakan
pemberdayaan diri agar menghasilkan rasa percaya diri, berfikir positif dan bijak
terhadap keadaan penyakitnya.
Kesembuhan atau keberhasilan pengobatan tuberkulosis ditentukan oleh
beberapa faktor, terutama adalah faktor perilaku dan lingkungan dimana penderita
tersebut tinggal, kepatuhan dalam minum obat, serta dukungan orang-orang
sekitar.
Kepatuhan minum obat (medication compliance) adalah mengkonsumsi
obat-obatan yang diresepkan dokter pada waktu dan dosis yang tepat. Pengobatan
hanya akan efektif apabila penderita mematuhi aturan dalam penggunaan obat.(17)
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang
untuk meminum obat(17), yaitu antara lain :

a. Usia
Tingkatan usia menentukan kepatuhan terhadap sesuatu yang harus dilakukan
sesuai dengan peraturan yang telah dibuat. Dalam hal ini kepatuhan minum
obat pun dapat dikaitkan dengan usia, sebagai contoh untuk usia yang kurang
dari 5 tahun kepatuhan minum obat untuk suatu penyakit akan lebih sulit
dibandingkan dengan orang yang lebih dewasa. Begitu pun pada seseorang
yang usia lanjut akan mempunyai kesulitan dalam kepatuhan meminum obat.
b. Pekerjaan dan waktu luang
Suatu aktivitas rutin pada seseorang memungkinkan untuk menghabiskan
waktu dengan pekerjaannya sehingga waktu luangnya pun terbatas. Bagi
seseorang yang termasuk sibuk dalam pekerjaannya akan sangat sulit untuk
meluangkan waktu, walaupun sekedar untuk meminum obatnya sendiri. Hal
ini akan berbeda dengan seseorang dengan pekerjaan yang mempunyai waktu
luang yang cukup akan memungkingkan untuk lebih teratur dalam meminum
obat sesuai waktunya.
c. Pengawasan
Pengawasan adalah tindakan untuk memperhatikan dan melihat bagaimana
suatu peraturan yang berlaku tersebut dijalankan atau tidak. Pada kepatuhan
minum obat, pengawasan dapat dilakukan oleh petugas kesehatan atau
keluarga dari pasien yang menderita sakit. Pengawasan tersebut dapat berupa
peringatan atau anjuran untuk selalu mematuhi waktu dan dosis yang telah
dianjurkan untuk meminum obat tersebut.
d. Jenis dan dosis obat
Jenis dan dosis obat pada seseorang yang menderita suatu penyakit akan
berbeda dalam jenis dan dosisnya, semakin parah suatu penyakit pada
seseorang makan jenis dan dosisnya akan semakin banyak atau besar.
Banyaknya jenis obat untuk diminum dalam suatu waktu akan mengakibatkan
seseorang sulit untuk mematuhi minum obat tersebut dengan berbagai alasan.
e. Penyuluhan petugas kesehatan
Penyuluhan dari petugas kesehatan dalam mengatur waktu, jenis dan dosis
obat merupakan faktor dari luar diri penderita. Penyuluhan bertujuan untuk
meyakinkan dan menambah wawasan penderita untuk mematuhi aturan
meminum obat yang telah diberikan. Dengan adanya penyuluhan diharapkan
dapat memberikan dukungan dan motivasi yang positif bagi penderita untuk
segera sembuh dari penyakitnya, dengan patuh terhadap aturan minum
obatnya.

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI, 2000.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkolosis.
Edisi 8. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2002.
Sulianti. Tuberkulosis. www.infeksi.com. 2007.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkolosis.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2007.
Departemen Kesehatan RI. Lembar fakta tuberkulosis. www.tbcindonesia.or.id.
2008.
Dinas Kesehatan Jawa Barat. Penanggulangan TB di Jabar masih rendah.
www.diskes.jabarprov.go.id. 2008.
Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka. Target penemuan kasus baru
( case detection rate, CDR) Puskesmas. Dinas Kesehatan Kabupaten
Majalengka, 2009.
Smeltzer, S.C. dan Bare, B.G. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC, 2002.

Anda mungkin juga menyukai