Anda di halaman 1dari 26

BAB I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang mulai mengembangkan
tingkat perekonomian di sektor industri. Pembangunan industri merupakan hal yang
sangat positif karena meningkatkan kesempatan kerja dan memperbaiki kualitas
pertumbuhan perekonomian bangsa. Perkembangan industri Industri yang saat ini
tersebar di seluruh wilayah Indonesia terdiri dari berbagai bidang, diantaranya adalah
industri batu bara, makanan, minuman, tembakau, kertas, tekstil dan lain sebagainya.
Di era globalisasi seperti saat ini, terjadi persaingan secara kompetitif antar
perusahaan untuk memperebutkan pasar, baik pasar tingkat regional, nasional
maupun internasional.
Pembangunan

industri

merupakan

hal

yang

sangat

penting

dalam

meningkatkan kesempatan kerja serta memperbaiki kualitas pertumbuhan ekonomi.


Pembangunan industri ini menjadi salah satu tulang punggung bagi perekonomian
nasional dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan perkapita yang tinggi,
sehingga masyarakat yang adil dan makmur bisa tercapai. Perkembangan industri
dipandang sebagai salah satu jalan pintas untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
dan mengejar ketertinggalan dari Negara maju.
Dari jaman dahulu, sekarang, sampai di masa yang akan datang, manusia
hidup di dunia ini membutuhkan beberapa faktor penunjang untuk dapat bertahan
hidup. Salah satu faktor agar manusia dapat bertahan hidup adalah membutuhkan
pekerjaan. Faktor dari membutuhkan pekerjaan tersebut ialah untuk bisa memenuhi
berbagai kebutuhan hidup, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
yakni sandang, pangan dan papan. Manusia bekerja tergantung kepada kondisi yang
bersifat fisiologis dan psikologis, dan tidak semata-mata untuk mendapatkan uang.
Mereka bekerja juga untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan kebutuhan sosial,
yaitu kebutuhan memperoleh perhatian pada segi kemanusiaanya (Asad, 1995).

Ekonomi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Kebutuhan


ekonomi menuntut manusia berjuang keras untuk mencukupinya. Kebutuhan akan
ekonomi memunculkan berbagai permasalahan yang harus dihadapi. Hal ini
melibatkan berbagai pihak, mulai dari subyek itu sendiri hingga pihak-pihak lain
yang ikut ambil bagian. Misalnya saja pemerintah, pemilik faktor produksi, pemilik
modal serta para pekerja. Ekonomi menjadi faktor utama yang dapat memunculkan
berbagai permasalahan. Misalnya saja kemiskinan, pengangguran, kriminalitas dan
sebagainya.
Ekonomi merupakan anak emas mekanisme kebijakan pemerintah. Titik
sentral adalah pada faktor ekonomi didukung oleh perkembangan sektor formal
dengan pengembangan berbagai industri di segala bidang. Proses sektor modern ini
mendapatkan fasilitas yang komplit didukung birokrasi. Namun timbul masalah pada
saat industrialisasi memacu urbanisasi yang kemudian melahirkan problem
ketenagakerjaan. Sektor formal yang tumbuh makin menguat tidak mampu
menampung banyaknya tenaga kerja. Menurut BPS,

Inilah yang menjadi awal lahirnya sektor informal yang kemudian menjadi
alternatif pekerjaan masyarakat. Terlebih lagi ketika kondisi ekonomi Indonesia
terpuruk. Selain itu Ekonomi Indonesia di kuartal I-2015 melambat menjadi 4,7%.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi turun pada titik rendah.
QI 2011 pertumbuhan ekonomi sempat mencapai 6,48%, Q3 2014 turun 4,92% dan
Q1 2015 turun menjadi 4,71%,Kepala BPS Suryamin dalam konferensi pers di
Kantor BPS, Jakarta, Selasa (5/5/2015). http://sebelasmaret.com/kadin-kondisiekonomi-indonesia-kian-terpuruk
Banyak orang yang bekerja di sektor formal telah diberhentikan dan sebagian
menjadi penganggur serta sebagian yang lain memilih banting stir bekerja di sektor
informal. Masalah yang sering muncul pada industrialisasi saat ini adalah kurangnya
perhatian terhadap aspek manusiawi (Yukl, 1998). Tidak jarang para karyawan dalam
suatu perusahaan dihadapkan pada persoalan di dalam keluarga maupun perusahaan.
Tekanan persoalan dapat berupa aspek emosional dan fisik, terbatasnya biaya

pemeliharaan kesehatan, dan berlanjut pada

terjadinya penurunan produktivitas

karyawan. Pihak manajemen perusahaan seharusnya mampu mengakomodasi


persoalan karyawan sejauh yang terkait dengan kepentingan perusahaan.
Istilah lain jatuhnya industri dari beberapa factor tersebut adalah
kebangkrutan. Kebangkrutan telah menjadi masalah yang meresahkan bagi setiap
perusahaan, karena masalah ini dapat terjadi kepada perusahaan-perusahaan pada saat
yang tidak diduga. Masalah

kesulitan

keuangan

(financial

distress) selalu

memunculkan kemungkinan (resiko) kebangkrutan dalam suatu perusahaan. Dalam


jurnal yang ditulis oleh Rahmat Triaji (1999), menyatakan bahwa kebangkrutan
adalah kesulitan keuangan yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu
untuk menjalankan operasi perusahaan dengan baik. Sedangkan kesulitan keuangan
(financial distress) adalah kesulitan keuangan atau likuiditas yang mungkin sebagai
awal kebangkrutan. Menurut Sunarto (2006:37) Kebangkrutan atau kepailitan adalah
kegagalan bisnis yang terjadi apabila kewajiban atau hutang-hutang perusahaan lebih
besar daripada nilai pasar yang wajar dari aktiva-aktivanya.
Jatuhnya berbagai industri sebagai pendukung sektor formal akibat kesalahan
dalam berbagai faktor.

Faktor Internal adalah Manajemen yang tidak efisien,

Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah piutang-hutang yang


dimiliki dan Moral hazard oleh manajemen (Kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan). Sedangkan Faktor External adalah Perubahan dalam
keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan
pelanggan lari atau berpindah sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan,
Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan
baku yang digunakan untuk produksi, Faktor debitor juga harus diantisipasi untuk
menjaga agar debitor tidak melakukan kecurangan. Terlalu banyak piutang yang
diberikan kepada debitor dengan jangka waktu pengembalian yang lama akan
mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang tidak memberikan penghasilan
sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan, Persaingan bisnis
yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri sehingga bisa
4

bersaing

dengan perusahaan

lain

dalam memenuhi

kebutuhan pelanggan.

http://www.digitalpromosi.com/smart/manajemen/6007-faktor-penyebab-terjadinyakebangkrutan-sebuah-usaha
Suatu perusahaan yang mengalami kebangkrutan memiliki penyebab yang
berbeda dari satu situasi ke situasi yang lain. Namun, identifikasi dan pengertian
terhadap penyebab kebangkrutan akan memberi pemahaman dasar untuk menghindari
kegagalan dan melakukan perbaikan apabila restrukturisasi memang diperlukan untuk
menghindari gagalnya suatu usaha. Secara garis besar, penyebab kebangkrutan
menurut Darsono dan Ashari (2004:102) dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam perusahaan itu sendiri
yang dimana meliputi faktor keuangan dan non keuangan (faktor yang berasal dari
bagian internal manajemen perusahaan). Faktor keuangan meliputi adanya kewajiban
jangka pendek yang lebih besar dari aktiva lancar, lambatnya pengumpulan piutang,
dan lain-lain. Sedangkan faktor non keuangan berasal dari kurang baiknya struktur
organisasi, kesalahan dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan
operasional dan kinerja perusahaan dan sebagainya Sedangkan faktor eksternal
berasal dari luar perusahaan dan berada di luar jangkauan atau kontrol pimpinan
perusahaan antara lain adalah adanya persaingan yang ketat, menurunnya permintaan
terhadap produk yang dihasilkan dan turunnya harga (faktor yang berasal dari luar
yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan atau faktor perekonomian
secara makro). Hal-hal tersebut sangat wajar terjadi dalam dunia usaha. Untuk
mencegah terjadinya suatu kebangkrutan, perusahaan harus mengetahui tingkat
kebangkrutan yang dimilikinya dari tahun ke tahun dan dengan begitu perusahaan
dapat menjaga atau memperbaiki kinerja perusahaan di masa yang akan datang.
Dengan adanya permasalahan jatuhnya industri ini atau yang biasa kita kenal
dengan kebangkrutan, membuat masyarakat menjadi miskin. Karena ketika
perusahaan mengalami kebangkrutan, membuat seseorang menjadi pengangguran.
Selama ini hidup miskin selalu diidentikkan dengan kekurangan sandang, pangan,
dan papan. Namun sejatinya kemiskinan merupakan suatu permasalahan pelik yang
5

harus diatasi, tidak hanya oleh pemerintah numun oleh semua pihak yang terlibat
permasalahan tersebut. Dalam data Badan Pusat Statistik mencatat jumlah penduduk
miskin pada September 2014 mencapai 27,73 juta orang atau 10,96 persen, memang
jumlah ini relative menurun dibandingkan dari periode yang sama tahun lalu yang
tercatat 28,6 juta orang atau 11,46 persen. Penurunan jumlah penduduk miskin sejak
2009 relatif melandai atau tidak berkurang signifikan, meskipun berbagai upaya telah
dilakukan pemerintah. Sejak 2009 angka kemiskinan turun, tapi kecil sekali. Kalau
tidak ada penanganan super khusus, (hanya) melandai penurunannya (Kepala BPS
Suryamin).
Keadaan atau situasi ini terjadi juga pada PT Kertas Leces. PT Kertas Leces
merupakan salah satu pabrik kertas di Indonesia yang menggunakan bahan baku
kertas bekas dan ampas tebu. Perusahaan ini tepatnya berada di desa Leces,
kecamatan Leces, kabupaten Probolinggo. Setelah manajemen ditangani oleh
pemerintah Indonesia, Kertas Leces mengalami perkembangan pembangunan fisik
melalui empat tahapan yang dimulai pada tahun 1960 dan berakhir tahun 1986, yang
menghasilkan pabrik kertas dan pulp terintegrasi. Perusahaan ini milik Negara atau
biasa di katakan BUMN. PT Kertas Leces pernah menjadi perusahaan terbesar di
ASEAN pada 1990 dan Produksi Kertas Leces di dikenal dan ekspor ke berbagai
Negara sehingga menjadi salah satu pabrik terbaik se-Asia.
Lalu seiring berkembangnya waktu, kini kondisi Kertas Leces berbalik 180
derajat, pabrik ini kalah saing dengan perusahaan-perusahaan lainnya, mulai dari
kualitas, pemasaran, mereka kalah saing dengan perusahaan yang bernaung dalam
produksi kertas. Kertas Leces yang mengalami kerugian terus menerus sejak tahun
2005. Dan sekarang terbelit hutang ratusan miliar. Terhitung sejak Mei 2010, Kertas
Leces berhenti beroperasi. Alasan dari pemberhentian operasi ini adalah karena
Perusahaan Gas Negara (PGN) menghentikan pasokan gasnya, lantaran Kertas Leces
sudah menunggak utang sebesar Rp 41 miliar.
Lalu Direktur utama PT. Kertas Leces memberikan solusi ketika hanya digaji
50% atau bahkan 25% dari gaji pokok dan gaji itu tidak di bayar tiap bulan terhitung
6

dari tahun 2010. Pada tahun 2011 dengan mengambil uang Jamsostek karyawan
sebagai ganti gaji yang belum terbayarkan. Tetapi tidak semua karyawan
mengambilnya Jamsostek itu sebab perjanjiannya jika mengambil uang Jamsostek
nantinya akan di berhentikan secara permintaan sendiri. Tetapi sebagian karyawan
tidak menggubris perjanjian itu dan tetap mengambil uang Jamsostek itu demi
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Menginjak 4 Juni 2012, Kertas Leces mulai
beroperasi kembali. Tetapi masih saja tidak berhasil dan terus-menerus merugi dan
masih saja digaji hanya 50% atau 25% dari gaji pokok sampai tahun 2013 dan gaji
itupun tidak tiap bulan di bayarkan.
Setelah terus-terusan merugi, kini pabrik mengalami kerugian, saya
selaku karyawan merasa dirugikan karena setelah lama produksi atau
dipekerjakan saya tidak digaji kembali, digaji hanya pada bulan lalu mei
dan itu hanya 25% dari gaji pokok yang seharusnya saya dapatkan.
Karyono selaku karyawan PTKL.

Sampai di ujung tahun 2013 terjadi permasalahan ketika karyawan yang


mengambil uang Jamsostek. Ada sebuah perjanjian (pada tahun 2010) jika mengambil
akan di berhentikan atas permintaan sendiri. Pada desember 2013 kurang lebih 984
karyawan dari 1800 karyawan tidak bisa masuk bekerja karena diberhentikan atas
permintaan sendiri. Alasan manajement memberhentikan 984 karyawan karena
mereka mengambil dana Jamsostek milik masing-masing karyawan pada 2011 lalu.
Dampak pengambilan Jamsostek tersebut antara lain, karyawan dianggap
mengundurkan diri atas permintaan sendiri tanpa pesangon dan bukan di-PHK. Hal
itulah yang tidak diterima para karyawan.
Merasa di rugikan akhirnya karyawan yang tergabung dalam serikat karyawan
mendemo management pabrik Kertas Leces dan menuntut kejelasan terkait
pemberhentian kerja dan hak-hak normatif karyawan yang belum dipenuhi
managemen pabrik kertas leces. Ratusan karyawan mendatangi kantor Direksi PT
Kertas Leces, Mereka juga berdemonstrasi ke kantor Disnakertrans dan DPRD
Kabupaten Probolinggo. Mereka mengemukakan sedikitnya 7 tuntutan salah satunya

gaji belum dibayar dan meminta kejelasan status karyawan yang diberhentikan atas
permintaan sendiri. Akhirnya pihak management menerima masukan dari karyawan
yang di berhentikan atas permintaan sendiri. Management memberikan solusi untuk
melamar pekerjaan kembali sampai batas waktu 1 minggu. ada sebagian melamar
pekerjaan kembali di pabrik Kertas leces dan ada sebagian kecil memutuskan berhenti
bekerja. Akhirnya setelah 1 bulan, tidak sepenuhnya karyawan dipanggil untuk
dipekerjakan dengan nasib terkatung-katung dan dengan status pekerjaan yang tidak
jelas.
Lalu keadaan ini semakin memperkeruh suasana, dan terjadi protes karyawan,
demo karyawan yang menuntut kejelasan status mereka dan menuntut pembayaran
gaji yang belum terbayarkan. Dan permasalahan ini sampai tahun 2015 belum dapat
teratasi, pemerintah terkesan mengabaikan, direktur terkesan tidak peduli dengan
nasib karyawan dan managementpun terkesan acuh terhadap permasalahan ini. dan
sampai tahun 2015, karyawan diperkejakan tanpa digaji sepeserpun dan pada awal
maret semua karyawan dirumahkan tanpa ada pesangon sedikitpun dan tanpa ada
batas waktu yang ditentukan.
Semenjak itulah perekonomian warga Leces menurun dan kesenjangan
keluarga karyawan atau kemiskinan semakin meningkat karena rata-rata tidak bekerja
dan sampai saat ini masih belum jelas status yang di berikan oleh pihak management
pabrik Kertas Leces terhadap karyawan yang tidak dipanggilan untuk dibekerjakan
kembali.
Keadaan ini menuntut karyawan PT. kertas leces berjuang keras memutar otak
untuk mencukupi kebutuhan hidup di tengah mahalnya biaya hidup. Tidak hanya itu,
lapangan pekerjaan dan sumber penghidupan lainnya juga semakin sempit termakan
besarnya tingkat populasi penduduk Indonesia. Ditambah lagi umur karyawan jika
mereka ingin pindah kerja keluar kota karena di mana umumnya karyawan PT. Kertas
Leces ini memasuki umur tua (mayoritas 45 thn ke atas) yang pada dasarnya
perusahaan-perusahaan lain tidak membutuhkan tenaga tua yang kurang produktif
dan jika pindah luar kota harus berpikir lebih dalam lagi karena harus meninggalkan
8

keluarga yang di sayanginya. Hal ini membuat orang menempuh berbagai cara yang
kadang tidak lazim untuk tetap bertahan hidup (survive) di tengah himpitan krisis
ekonomi. Bahkan ada salah satu istri warga leces Permai yang meninggal dunia
akibat banting tulang sampai larut malam membuka warung kopi demi mampu
bertahan hidup (survive).
Tetapi masih banyak warga leces permai yang masih bisa menyekolahkan
ataupun menguliahkan anaknya. Dan ketika warga leces permai mengalami krisis
keuangan teman-teman saya yang semula ingin berhenti kuliah karena permasalahan
ini menjadi tidak berhenti karena orang tua telah memberi dorongan, motivasi dan
semangat yang mendalam bagi anak-anaknya dan meyakinkan anak-anaknya tidak
usah memikirkan biaya kuliah, tapi kuliahlah yang rajin dan urusan ini biyar orang
tua saja yang menanggung semuanya. Dengan semangat dan etos kerja yang tinggi
menjadi andalan mereka untuk bertahan hidup (survive) di tengah sulitnya kondisi
perekonomian masyarakat Leces khususnya perumahan Leces Permai yang mayoritas
bekerja di Pabrik Kertas Leces saat ini, sehingga terbentuklah motivasi hidup.
1.2 Rumusan Masalah
Berbagai problema yang dialami oleh karyawan PT. Kertas Leces, khususnya
di desa Leces, Perumahan Leces Permai, Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo
nampak sekali terlihat. Mulai dari krisis keuangan, pengangguran, dan lain
sebagainya. Dibalik berbagai permasalahan tersebut, mereka tetap mampu
mempertahankan kehidupan keluarga, dan masih bisa menyekolahkan atau
mengkuliahkan anaknya. Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana strategi para karyawan PT.
Kertas Leces khususnya di desa Leces, Perumahan Leces Permai, Kecamatan Leces,
Kabupaten Probolinggo di tengah permasalahan yang ada untuk mampu bertahan
hidup dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya dan faktor-faktor apa saja
yang membuat karyawan PT. Kertas Leces mampu bertahan hidup di tengah
permasalahan yang dihadapinya ?
9

1.3 Tujuan
Setiap penelitian yang dilakukan tentu saja mempunyai tujuan dan kegunaan
baik secara khusus maupun umum. Berikut ini tujuan dan kegunaan dari penelitian
ini:
1. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis secara mendalam strategi
yang digunakan para karyawan PT. Kertas Leces dalam pemenuhan
kebutuhan hidup keluarganya
2. Untuk mengetahui faktor-faktor atau kiat-kiat bertahan hidup karyawan
PT. Kertas Leces di tengah permasalahan yang dihadapinya.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia akademis, di
antaranya:
1. Memperkaya

khasanah

pengetahuan

sosial

bagi

disiplin

ilmu

Kesejahteraan Sosial yang berkaitan dengan strategi survive, motivasi


hidup, dan etos kerja.
2. Sebagai acuan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut khususnya yang
berkaitan dengan strategi survive dan motivasi hidup masyarakat yang
mempunyai permasalahan serupa.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Strategi Bertahan hidup
Survival berasal dari bahasa inggris survive atau to survive yang artinya
bertahan. Yang dimaksud disini adalah kemampuan untuk dapat bertahan hidup.
Survival dapat juga diartikan sebagai upaya untuk mempertahankan hidup dan keluar
dari keadaan yang sulit (mempertahankan diri dari keadaan tertentu/ keadaan dimana
diperlukan perjuangan untuk bertahan hidup). Sedangkan menurut pengertian lain
Survival adalah suatu kondisi dimana seseorang atau kelompok orang dari kehidupan
normal (masih sebagaimana direncanakan) baik tiba-tiba atau disadari masuk
kedalam situasi tidak normal (diluar garis rencananya).
10

Snel dan Staring dalam Resmi Setia (2005;6) mengemukakan bahwa strategi
bertahan hidup adalah sebagai rangkaian tindakan yang dipilih secara standar oleh
individu dan rumah tangga yang miskin secara sosial ekonomi. Strategi ini cara, atau
metode yang dilakukan oleh masyarakat untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya dalam lingkungan baik social maupun ekonomi, dalam hal ini adaptasi
diartikan sebagai suatu proses untuk memenuhi syarat dasar untuk melangsungkan
hidup. Melalui strategi ini seseorang bisa berusaha untuk menambah penghasilan
lewat pemanfaatan sumber-sumber lain ataupun mengurangi pengeluaran lewat
pengurangan kuantitas dan kualitas barang atau jasa. Cara-cara individu menyusun
strategi dipengaruhi oleh posisi individu atau kelompok dalam struktur masyarakat,
sistem kepercayaan dan jaringan sosial yang dipilih, termasuk keahlian dalam
memobilitasi sumber daya yang ada,

tingkat keterampilan, kepemilikan aset, jenis

pekerjaan, status gender dan motivasi pribadi. Nampak bahwa jaringan sosial dan
kemampuan memobilisasi sumber daya yang ada termasuk didalamnya mendapatkan
kepercayaan dari orang lain membantu individu dalam menyusun strategi bertahan
hidup.
Lalu Moser (1998), menyatakan bahwa mekanisme survival merupakan
kemampuan segenap anggota keluarga dalam mengelola atau memenej berbagai asset
yang dimilikinya. Berdasarkan konsep ini, Moser (1998) membuat kerangka analisis
yang disebut The Asset Vulnerability Framework. Kerangka ini meliputi berbagai
pengelolaan aset, (1) aset tenaga kerja (labour assets), misalnya meningkatkan
keterlibatan wanita dan anak-anak dalam keluarga untuk bekerja membantu ekonomi
rumah tangga, (2) aset modal manusia (human capital assets), misalnya
memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas orang untuk
bekerja atau keterampilan dan pendidikan yang menentukan kembalian atau hasil
kerja (return) terhadap tenaga yang dikeluarkannya, (3) aset produktif (productive
assets), misalnya menggunakan rumah, sawah, ternak, tanaman untuk keperluan
hidupnya, (4) aset relasi rumah tangga atau keluarga (household relation assets),

11

misalnya memanfaatkan jaringan dan dukungan dari sistem keluarga besar, kelompok
etnis, migrasi tenaga kerja dan mekanisme uang kiriman (remittances), dan (5) aset
modal sosial (social capital assets), misalnya memanfaatkan lembaga-lembaga sosial
lokal, dan pemberi kredit informal dalam proses dan sistem perekonomian keluarga.
Strategi bertahan hidup seperti ini hanya dilakukan pada masyarakat yang
memiliki tingkat perekonomian yang rendah atau masyarakat kelompok miskin. Scott
(1990), menjelaskan upaya yang dilakukan kelompok miskin guna mempertahankan
hidupnya adalah, pertama, mereka dapat mengikat sabuk lebih kencang dengan
mengurangi frekuensi makan dan beralih ke makanan yang mutunya lebih rendah.
Kedua, menggunakan alternatif subsistem yaitu swadaya yang mencakup kegiatankegiatan seperti berjualan kecil-kecilan, bekerja sebagai tukang, buruh lepas atau
berimigrasi. Ketiga, menggunakan jaringan sosial yang berfungsi sebagai peredam
kejut selama masa krisis ekonomi. Carner dalam Korten dan Sjahrir (1998)
menjelaskan bahwa strategi kelangsungan hidup yang ditempuh oleh kelompok
miskin adalah: (1) para anggota rumahtangga menganekaragamkan kegiatan kerja
mereka; (2) berpaling ke sistem penunjang yang ada di desa, seperti sanak saudara
atau keluarga yang lebih kaya yang mungkin dapat menyediakan bantuan; (3) bekerja
lebih banyak dengan lebih sedikit makan, yang berarti meminimalkan konsumsi dan
bahan-bahan pokok lainnya; dan (4) meninggalkan tempat yang selama ini ditempati
dalam arti berimigrasi.
Sebenarnya akibat menggunakan strategi bertahan hidup ini karena
menghadapi perubahan pendapatan yang terjadi secara tiba-tiba dan bersifat
sementara, rumah tangga melakukan penyesuaian untuk mempertahankan utilitas
marginal dari konsumsi (Mankiw, 2002). Cara-cara yang diambil oleh rumah tangga
untuk mengurangi dampak dari fluktuasi pendapatan sementara, seperti akibat dari
krisis ekonomi disebut coping (strategi bertahan hidup). Menurut Morduch (1995),
coping dilakukan lewat keputusan yang berkaitan dengan produksi dan pekerjaan.
Coping yang terkait dengan risiko dapat dibagi dalam dua tahap: pertama, rumah
12

tangga menyesuaikan pendapatan, yang sering dicapai dengan membuat produksi


yang konservatif atau pilihan pekerjaan dan diversifikasi aktivitas ekonomi. Lewat
cara ini, rumah tangga mengambil langkah untuk melindungi dirinya dari goncangan
penurunan pendapatan sebelum terjadi. Langkah kedua, rumah tangga menyesuaikan
konsumsi seperti lewat kredit dan simpanan, pengurangan aset dan akumulasi aset
yang bukan merupakan aset finansial, menyesuaikan penawaran tenaga kerja,
asuransi formal dan informal. Mekanisme ini, biasanya diadopsi setelah terjadi
guncangan yang melindungi pola konsumsi dari variasi pendapatan. Alderman dan
Paxson (1994) juga memiliki pandangan yang sama dengan Morduch (1995), namun
menggunakan istilah yang berbeda.
Secara garis besar, bentuk mekanisme survival keluarga miskin dapat
dikelompokkan menjadi tiga. (1) peningkatan aset: melibatkan lebih banyak anggota
keluarga untuk bekerja, memulai usaha kecil-kecilan, memulung barang-barang
bekas, menyewakan kamar, menggadaikan barang, meminjam uang di bank atau
lintah darat, (2) pengontrolan konsumsi dan pengeluaran: mengurangi jenis dan pola
makan, membeli barang-barang murah, mengurangi pengeluaran untuk pendidikan
dan kesehatan, mengurangi kunjungan ke desa, memperbaiki rumah atau alat-alat
rumah tangga sendiri, dan (3) pengubahan komposisi keluarga: migrasi ke desa atau
ke kota lain, meningkatkan jumlah anggota rumah tangga untuk memaksimalkan
pendapatan, menitipkan anak ke kerabat atau keluarga lain baik secara temporer
maupun permanen.
2.2 Kebutuhan Pokok
Kebutuhan Pokok adalah Kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan
hidup manusia, baik yang terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu (makan,
minum, perumahan, pakaian)

maupun

keperluan pelayanan social tertentu (air

minum, sanitasi, transportasi, kesehatan dan pendidikan). Menurut Maslow, Teori


kebutuhan sebagai Hirarki. Keseluruhan teori motivasi yang dikembangkan oleh

13

maslow berintikan pendapat yang mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu


diklasifikasikan pada lima hirarki kebutuhan,
a. Kebutuhan Fisiologis, meliputi kebutuhan pokok manusia seperti
sandang, pangan dan perumahan.
b. Kebutuhan keamanan, tidak hanya dalam arti keamanan fisik, akan tetapi
juga keamanan yang bersifat psikologis, termasuk perlakuan adil dalam
pekerjaan seseorang.
c. Kebutuhan sosial, kebutuhan sosial tercermin dari empat bentuk
perasaan. Perasaan diterima oleh orang lain dengan siapa ia bergaul dan
berinteraksi dalam organisasi// Harus diterima sebagai kenyataan bahwa
setiap orang mempunyai jati diri yang khas dengan segala kelebihan dan
kekurangannya// Kebutuhan akan perasaan maju// Kebutuhan akan
perasaan diikutsertakan atau sense of participation.
d. Kebutuhan esteem, bahwa dia mempunyai harga diri.
e. Kebutuhan aktualisasi diri, potensi kemampuan yang belum seluruhnya
dikembangkan, seseorang ingin kemampuannya dikembangkan secara
sistematik sehingga menjadi kemampuan yang efektif.
Untuk dorongan pemenuhan Kebutuhan pokok, Mc Clelland dalam Robinson
(2007:230) menemukan bahwa individu dengan prestasi tinggi membedakan diri
mereka dari individu lain menurut keinginan mereka untuk melakukan

hal-hal

dengan lebih baik. Mereka mencari situasi-situasi dimana bisa mendapatkan tanggung
jawab pribadi guna mencari solusi atas berbagai masalah, bisa menerima umpan balik
yang cepat tentang kinerja sehingga dapat dengan mudah mereka berkembang atau
tidak, dan dimana mereka bisa menentukan tujuan-tujuan yang cukup menantang.
Lalu Teori tiga kebutuhan dikemukakan oleh David Mc Clelland beserta
rekan-rekannya. Pemahaman tentang motivasi akan semakin mendalam apabila
disadari bahwa setiap orang mempunyai tiga jenis kebutuhan, yaitu

14

a. Need for achievement_bahwa setiap orang ingin dipandang sebagai orang


yang berhasil dalam hidupnya.
b. Need for Power_kebutuhan akan kekuasaan menampakan diri pada
keinginan untuk mempunyai pengaruh terhadap orang lain.
c. Need for affiliation_kebutuhan afiliasi merupakan kebutuhan nyata dari
setiap manusia, terlepas dari kedudukan, jabatan dan pekerjaannya.
Mc Clelland menyimpulkan bahwa khayalan ada kaitannya dengan dorongan
dan perilaku dalam kehidupan mereka yang dinamakan dengan Need for
Achievment yakni hasrat untuk bekerja secara baik, tidak demi pengakuan sosial
atau gengsi, melainkan dorongan kerja untuk memuaskan batin. Bagi mereka yang
memilik dorongan Need for Achievment tinggi akan bekerja lebih keras, belajar
lebih cepat dan sebagainya. Motivasi berprestasi pada masyarakat akan membantu
upaya strategi adaptasi ekonomi dalam situasi yang sesulit apapun. Permasalahan
pada negara berkembang selalu dihadirkan pada situasi dan kondisi yang
menyebabkan tingginya tingkat resiko didalam menghasilkan pendapatan yang
bervariasi. Rumah tangga yang dihadapkan pada situasi dan kondisi yang beresiko
ini, akan resiko managemen dan resiko strategi bertahan. Termasuk didalamnya
jaminan untuk dirinya melalui menabung dan jaminan yang baik untuk menghadapi
keadaan yang darurat.
Teori ini sesuai dengan fenomena yang terjadi pada karyawan PT. Kertas
Leces. Dengan kondisi perekonomian mereka yang serba sulit, tetapi semangat kerja
mereka tetap bertahan. Dan telah termakan waktu, tidak menurunkan semangat
mereka untuk tetap bekerja. Keinginan untuk maju dan menginginkan hidup sejahtera
bagi keluarganya, menjadi alasan utama untuk bekerja keras dalam memenuhi
kebutuhan hidup keluarga.
2.3 Karyawan

15

Karyawan adalah sesorang yang ditugaskan sebagai pekerja dari sebuah


perusahaan untuk melakukan operasional perusahaan dan dia bekerja untuk digaji.
berhubungan dengan karyawan pasti takkan lepas dari kinerja karyawan maka dan
setiap perusahaan akan selalu melakukan penilaian kinerja karyawan.Manajemen
Sumber Daya Manusia(1995:327),
2.4 Proses Kebangkrutan
Proses kebangkrutan berawal dari financial distress yang dapat dilihat dari
kelikui dan perusahaan tersebut, karena bila perusahaan mengalami financial distress
dan tidak segera melakukan restrukturisasi keuangan maka peluang untuk resiko
kebangkrutanpun akan kian terbuka. Financial distress atau kesulitan keuangan dapat
diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban
keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan
(Darsono dan Ashari, 2005 dalam Kartikawati, 2008). Financial distress juga
didefinisikan sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum
kebangkrutan atau likuidasi (Platt dan Platt, 2002 dalam Iramani, 2007). Mc
Cue (1991) dalam Atmini (2005) mendefinisikan financial distress sebagai arus kas
negatif. Hofer (1980) dan Whitaker (1999) dalam Atmini (2005) mendefinisikan
financial distress jika beberapa tahun perusahaan mengalami laba operasi negatif.
John etal. dalam Atmini (2005) mendefinisikan financial distress jika melakukan
pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan pembayaran dividen. Tirapat dan
Nittayagasetwat (1999) dalam Atmini (2005) mengatakan bahwa perusahaan
mengalami financial distress jika perusahaan menghentikan operasinya dan
perusahaan mengalami pelanggaran teknis dalam hutang dan diprediksi akan
mengalami kebangkrutan pada periode yang akan datang.
Ada beberapa hal dalam proses kebangkrutan yang dapat dilakukan oleh
perusahaan yakni :

16

1. Perusahaan boleh mengajukan surat permohonan untuk kebangkrutan kepada


pengadilan atau pemerintah, kebangkrutan pusat/lokal dari yuridiksi mereka.
2. Pengisian tambahan yang diperlukan penjuaan segera, atau likuidasi, tentang
assets perusahaan dan suatu distribusi mlai dari berbagai penuntut di dalam
prioritas lain.
3. Perusahaan yang secara khas memfile untuk kebangkrutan ketika mereka
mempunyai keuangan tunai tidak cukup untk membayar klaim kreditur yang
datang.
Sedangkan kebangkrutan sendiri memiliki definisi Menurut Baldwin dalam
Elloumi (2001:2) definisi kebangkrutan adalah :
When a firms business deteriorates to the point where it cannot meet its
financial obligations, the firm is said to have entered the state of financial
distress. The first signals of distress are usually violations of debt covenants
coupled with the omission or reduction of dividens.
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketika suatu perusahaan
menuju suatu titik dimana tidak dapat melunasi obligasi keuangannya, maka
perusahaan tersebut mengalami financial distress. Tanda-tanda awal dari financial
distress adalah penundaan pelunasan hutang diikuti dengan penurunan dividen yang
diterima pemegang saham.
Definisi kebangkrutan dapat diartikan sebagai kegagalan yang dapat
dibedakan menjadi (Muhammad Akhyar Adnan dan Eha K, 2000) :
1

Kegagalan Ekonomi
Biasanya diartikan apabila perusahaan kehilangan uang atau pendapatan
perusahaan tidak menutupi biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih
kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil
dari kewajiban.

17

Kegagalan Keuangan
Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan
antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua
bentuk, yaitu :
a

Insolvensi teknis (Technical Insolvency), dimana terjadi apabila


perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo
walaupun total aktivanya sudah melebihi total hutangnya.

Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan, dimana didefinisikan


sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai
sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.

Beberapa istilah kebangkrutan yang digunakan (Brigham & Gapenski, 1996),


yaitu :
a

Economic Failure. Yang berarti bahwa pendapatan perusahaan tidak dapat


menutup biaya total, termasuk biaya modal. Usaha yang mengalami economic
failure dapat meneruskan operasinya sepanjang kreditur berkeinginan untuk
menyediakan

tambahan

modal

dan

pemilik

dapat

menerima

tingkat

pengembalian (return) di bawah tingkat bunga pasar.


Business Failure. Istilah ini merupakan penyusun utama failure statistic, untuk
mendefinisikan usaha yang menghentikan operasinya dengan akibat kerugian
bagi kreditur. Dengan demikian suatu usaha dapat diklasifikasikan sebagai gagal
meskipun tidak melalui kebangkrutan secara normal. Dan juga suatu usaha dapat
menghentikan atau menutup usahanya tetapi tidak dianggap sebagai gagal.

Technical insolvency. Sebuah perusahaan dapat dinilai bangkrut apabila tidak


memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo. Technical insolvency ini mungkin

18

menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara dimana pada suatu


waktu perusahaan dapat mengumpulkan uang untuk memenuhi kewajibannya
dan tetap hidup. Di lain pihak apabila technical insolvency ini merupakan gejala
awal dari economic failure, maka hal ini merupakan tanda ke arah bencana
keuangan (financial disaster).
d

Insolvency in bankrupcy. Sebuah perusahaan dikatakan insolvency bankruptcy


apabila nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai pasar dari aset perusahaan.
Hal ini merupakan suatu keadaan yang lebih serius bila dibandingkan dengan
technical insolvency, sebab pada umumnya hal ini merupakan pertanda dari
economic failure yang mengarah ke likuidasi suatu usaha. Perlu dicatat bahwa
perusahaan yang mengalami insolvency in bankrupcy tidak perlu melalui proses
legal bankrupcy.

Legal Bankrupcy. Istilah kebangkrutan digunakan untuk setiap perusahaan yang


gagal. Sebuah perusahaan tidak dapat dikatakan sebagai bangkrut secara hukum,
kecuali diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang federal.
2.5 Pengertian Perusahaan
Istilah perusahaan yang menggantikan istilah pedagang mempunyai arti yang

lebih luas. Berbagai sarjana mengemukakan pengertian tentang perusahaan, seperti


Molengraaff, sebagaimana dikutip R. Soekardono, menyatakan bahwa perusahaan
adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak keluar
untuk memperoleh penghasilan, dengan cara memeperniagakan/memperdagangkan,
menyerahkan barang atau mengadakan perjanjian perdagangan. Senada dengan
Molengraaff adalah pendapat yang dikemukakan oleh Polak, sebagaimana dikutip
Abdulkadir Muhammad, yang menyatakan bahwa baru dapat dikatakan ada
perusahaan apabila diperlukan perhitungan laba dan rugi yang dapat diperkirakan dan
dicatat dalam pembukuan. Perusahaan, menurut pembentuk Undang-Undang adalah
perbuatan yang dilakukan secara tidak terputus-putus, terang-terangan, dalam

19

kedudukan tertentu dan untuk mencari laba. Kegiatan yang dilakukan dengan maksud
untuk mencari keuntungan tersebut termasuk kegiatan ekonomi.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
memberi definisi perusahaan sebagai berikut :
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan
setiap jenis
usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan,
bekerja serta
berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan
memperoleh
keuntungan dan atau laba.

Definisi tersebut jika dibandingkan dengan definisi yang dikemukakan oleh


Molengraaff dan Polak dapat dikatakan lebih sempurna, karena dalam definisi
tersebut terdapat tambahan adanya bentuk usaha (badan usaha) yang menjalankan
jenis usaha (kegiatan dalam bidang perekonomian), sedangkan unsur-unsur lain
terpenuhi juga.
2.6 Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh manusia,
kemiskinan merupakan sesuatu yang nyata ada dalam kehidupan mereka sehari
hari, karena mereka itu merasakan dan menjalani bagaimana hidup di dalam
kemiskinan. kemiskinan dapat di definisikan sebagai suatu standart tingkat hidup
yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurungan materi pada sejumlah atau
segolongan orang dibandingkan dengan standart kehidupan yang umum berlaku
dalam masayarakat yang bersangkutan. Kemisikinan diartikan sebagai suatu keadaan
dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf
kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, maupun
fisiknya dalam keadaan kelompok tersebut (Soekanto, 2006).
Istilah lain kemiskinan yaitu kemiskinan structural, ialah kemiskinan yang di
derita oleh suatu golongan masayrakat, karena strutur sosial masayarakat itu tidak
20

dapat ikut menggunakan sumber sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi
mereka (Prof. Selo Soemardjan 1980 : 5).
Menurut Oscar Lewis (1966) dalam Laila (2009), kemiskinan bukanlah
semata-mata dalam ukuran ekonomi, tetapi juga melibatkan kekurangan dalam
ukuran kebudayaan dan kejiwaan dan memberikan kecorakan tersendiri pada
kebudayaan yang diwariskan dari generasi orang tua kepada anak melalui proses
sosialisasi, diantaranya yaitu :
1. Kemiskinan Absolut: Apabila tingkat pendapatannya di bawah garis
kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup memenuhi kebutuhan
minimum, antara lainnya kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan,
dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
2. Kemiskinan Relatif: Kondisi dimana pendapatannya berada di atas garis
kemiskinan namun relatif lebih rendah dibandingkan pendapatan masyarakat
sekitarnya.
3. Kemiskinan Kultural: Karena mengacu pada persoalan sikap seseorang atau
masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak berusaha untuk
memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada
usaha dari pihak luar untuk membantunya.
4. Kemiskinan Struktural: Kondisi atau situasi miskin karena pengaruh dari
kebijakan pembangunan yang belum menjakau seluruh masyarakat sehingga
menyebabkan ketimpangan.
Walaupun para ahli ilmu-ilmu sosial sependapat bahwa sebab utama yang
melahirkan kemiskinan adalah sistem ekonomi yang berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan, tetapi ke,iskinan itu sendiri bukanlah sesuatu gejala yang terwujud
semata-mata hanya karena sistem ekonomi tersebut. Dalam kenyataannya,
kemiskinan merupakan perwujudan dari hasil interaksi yang melibatkan hampir
semua aspek yang dimiliki manusia dalam kehidupannya. Karena itu juga kemiskinan
dapat dilihat atau dikaji menurut aspek-aspek atau permukaannya yang tampak
menyolok, sesuai dengan bidang ilmu atau pendekatannya atau sesuai dengan motif

21

atau tujuan pengkajian serta dalam dan luasnya jangkauan pengetahuan yang dimiliki
oleh orang awam atau khalayak ramai (Parsudi Suparlan, 1993.xii).
2.7 Modal Sosial
Modal sosial diartikan sebagai seperangkat nilai atau norma yang dibawa oleh
anggota kelompok di dalam komunitas yang memungkinkan kerjasama di antara
mereka. Jika anggota komunitas yakin bahwa anggota yang lain dapat dipercaya dan
jujur, maka mereka akan saling percaya. Kepercayaan itu seperti pelumas yang
membuat komunitas atau organisasi dapat dijalankan lebih efisien. (Fukuyama; 2005;
21). Dan maksut dari penguatan modal sosial merupakan penguatan hubungan timbalbalik kerjasama yang didasarkan atas norma-norma tradisional.

Konsep-konsep utama dalam Modal Sosial


Berdasarkan berbagai definisi modal sosial menurut lima ahli di atas, modal
sosial terdiri atas lima hal, yaitu: (i) Trust (saling percaya), (ii) Norms (norma), (iii)
Network (jejaring).
1. Trust (saling percaya) adalah merupakan komponen penting dari adanya
masayrakat. Masyarakat yang pada angggotanya tidak saling percaya, maka
akan hancur. Saling percaya muncul tidak dengan tiba-tiba. Saling percaya
akan muncul, manakala para anggotanya sudah saling menghargai dan saling
jujur.

Jadi sub-komponen dari trust adalah menghargai dan saling jujur.

Maka, dari hal ini, ada larangan berbohong, larangan menghina, merendahkan
orang lain, mencaci, memaki. Apabila para anggota masyarakat atau
organisasi social sudah saling menghargai dan saling jujur, maka pasti akan
muncul trust atau saling percaya.

22

2. Norm (tatanan/pranata sosial yang berlaku) adalah Kelembagaan social pada


dasarnya menyangkut seperangkat norma atau tata nilai dalam bertindak.
Maka, dalam fungsi ini, bagi masyarakat, norma memberikan:
a. Merupakan pedoman berperilaku bagi antar individu dan apa yang
mesti mereka lakukan.
b. Merupakan alat penjaga keutuhan eksistensi masyarakat tertentu.
Suatu masyarakat akan disebut eksistensinya jika mereka memiliki
norma yang berlaku dan disepakati bersama, apabila tidak ada maka
tidak ada masyarakat melainkan hanya sekumpulan benda.
c. Merupakan alat bagi sesama anggota dalam melakukan kontrol
social.
3. Network (jejaring antar anggota) adalah model hubungan diantara para
anggota masyarakat atau organisasi sosial. Dalam komteks masyarakat, ada
banyak tujuan dari berdirinya masyarakat. Maka, jejaring atau network adalah
demikian

penting

bagi

mereka.

Dengan

network,

manusia

bisa

memperoleh keinginan dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan sangat


mudah, nyaman, dan efektif serta optimal.
Konsep Interaksi Modal Sosial
Bonding
interaksi sosial yang dilakukan secara internal di komunitas oleh warga yang
memiliki dan berbagi kesamaan karakteristik demografis dan geografis
Bridging

23

interaksi sosial yang dilakukan secara horisontal oleh warga/kelompok dalam


komunitas dengan warga/kelompok lain di luar lingkup komunitas, tanpa
memandang kesamaan karakteristik demografis dan geografis
Linking
Interaksi sosial ketika warga atau masyarakat berinteraksi secara vertikal
dengan pihak lain yang memiliki otoritas yang lebih tinggi misalnya
pemerintah, organisasi formal kemasyarakatan/politik, dan institusi bisnis, dan
sebagainya
2.8 Indikator atau keterkaitan dengan Ilmu Kesejahteraan Sosial
Dalam memahami berbagai masalah kesejahteraan sosial, maka harus
dimengerti dahulu apa masalah sosial itu sendiri, agar dapat mengetahui karakteristik
dan

batas-batas

dari

masalah

kesejahteraan

sosial,

sehinggga

dapat

mengklasifikasikanya. Berikut beberapa penjelasan tentang definisi masalah sosial


menurut para ahli. Suharto (2009) secara luas mendefinisikan masalah sosial sebagai:
Perbedaan antara harapan dan kenyataan atau sebagai kesenjangan antara situasi
yang ada dengan situasi yang seharusnya. Horton dan Leslie (1982) dalam sumber
yang sama menyebutkan bahwa masalah sosial adalah: Suatu kondisi yang dirasakan
banyak orang tidak menyenangkan serta menuntut pemecahan melalui aksi sosial
secara kolektif. Dapat disimpulkan bahwa karakteristik sebagai berikut:
a
b
c
d

Kondisi yang dirasakan banyak orang.


Kondisi yang dinilai tidak menyenangkan.
Kondisi yang menuntut pemecahan.
Pemecahan tersebut harus dilakukan dengan melalui aksi sosial.

Kebutuhan manusia adalah substansi profesi pekerjaan sosial. Kita semua


berbagi kebutuhan biologis, perkembangan, sosial, dan budaya. Pada saat yang sama,
manusia masing-masing mengembangkan gabungan warna yang unik dari kebutuhan
dipengaruhi oleh tingkat perkembangan manusia di masing-masing domain. Manusia
unik dalam hal fisik, kognitif, psiko-sosial, dan pengembangan budaya. Juga,

24

interaksi kita dengan lingkungan sosial mempengaruhi kita dan membentuk makna
pribadi kita. Biasanya, kebutuhan pribadi dan sosial terpenuhi melalui interaksi
dengan lingkungan sehari-hari. Kebutuhan terpenuhi sampai-sampai ada istilah
"goodness of fit", atau keselarasan, antara kebutuhan individu dan sumber daya
masyarakat. Berikut jenis kebutuhan menurut Dubois dan Miley (1992) sebagai
berikut:
Kebutuhan dasar universal adalah kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki oleh
semua orang dan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pribadi.
Kebutuhan dasar meliputi fisik, pertumbuhan dan perkembangan (Brill, 1978)
intelektual, emosional, sosial, dan spiritual. Kebutuhan fisik meliputi persediaan
kehidupan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan pakaian, kesempatan untuk
perkembangan fisik, dan pentingnya akan kesehatan. Perkembangan intelektual
dipupuk sebagai kesempatan untuk mencapai pengetahuan dan penguasaan
dicocokkan dengan kapasitas individu. Hubungan dengan orang lain yang signifikan
dan penerimaan diri memelihara perkembangan emosional. Pertumbuhan sosial
terdiri kesempatan untuk sosialisasi dan hubungan yang berarti dengan orang lain.
Akhirnya, pengembangan spiritual merupakan penemuan makna hidup yang
memberikan tujuan dan arah dan yang melampaui pengalaman sehari-hari.
Aspek nonmateri kesejahteraan biasa dilihat dari sisi pendidikan dan juga
kesehatan. Kesehatan diukur baik secara fisik maupun secara mental emosional.
Dalam literatur tentang kualitas hidup dan standar kehidupan penggunaan indikator
subjektif yang

berkaitan dengan aspek nonmateri, berkembang banyak dalam dua-

tiga dekade ini. Pengukuran status kesehatan diukur dari berbagai dimensi seperti
pertanyaan tentang pengukuran kesehatan secara umum, penyakit berdasarkan
pelaporan responden maupun pengukuran secara medis, pengobatan yang dijalani,
aktivitas fisik, hubungan sosial dan kesehatan psikologi/mental/emosional seperti
tentang sulit tidur, perasaan.
Keterkaitanya fenomena ini dengan ilmu Kesejahteraan Sosial bahwa
memahami berbagai masalah kesejahteraan sosial, maka harus dimengerti dahulu apa
25

masalah sosial itu sendiri, agar dapat mengetahui karakteristik dan batas-batas dari
masalah kesejahteraan sosial. Sedangkan fenomena ini tertuju pada strategi atau
upaya dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan manusia adalah
substansi profesi pekerjaan sosial. Semua kebutuhan terdiri dari kebutuhan biologis,
perkembangan, sosial, ekonomi dan budaya. Dan jika tidak terpenuhinya kebutuhan
manusia mulai dari kebutuhan biologis, perkembangan, sosial, ekonomi dan budaya
maka bisa dikatakan tidak sejahtera. Maka dari itu keterkaitan dengan ilmu
kesejahteraan sosial membahas sejauh mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapat
terpenuhi dan sejauh mana kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat
diselesaikan.

1.5 Kerangka Berpikir Konsep Penelitian


Berdasarkan

sub-sub kerangka berfikir penelitian menjelaskan fenomena

yang sedang diteliti sehingga tergambar tujuan dilakukannya penelitian sesuai dengan
fokus kajian. Kerangka berfikir penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
Strategi Bertahan Hidup Karyawan dalam Menghadapi Proses Kebangkrutan
Perusahaan.

KARYAWAN

PERMASALAHAN
SOSIAL

KEMISKINAN

1. Tidak digaji
2. Management tidak
MODAL SOSIAL
berpihak kepada
karyawan
TRUST
3.
Tidak bisa memenuhi
NILAI
kebutuhan Pokok
NETWORK
BONDING, BRIDGING,
4.
Tidak ada penghasilan
LINKING
MEMILIKI
yang tetap
BERTAHAN
HIDUPSEJAHTERA
PEMANFAATA
MOTIVASI HIDUP
ETOS KERJA YANG

26

Anda mungkin juga menyukai