PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang mulai mengembangkan
tingkat perekonomian di sektor industri. Pembangunan industri merupakan hal yang
sangat positif karena meningkatkan kesempatan kerja dan memperbaiki kualitas
pertumbuhan perekonomian bangsa. Perkembangan industri Industri yang saat ini
tersebar di seluruh wilayah Indonesia terdiri dari berbagai bidang, diantaranya adalah
industri batu bara, makanan, minuman, tembakau, kertas, tekstil dan lain sebagainya.
Di era globalisasi seperti saat ini, terjadi persaingan secara kompetitif antar
perusahaan untuk memperebutkan pasar, baik pasar tingkat regional, nasional
maupun internasional.
Pembangunan
industri
merupakan
hal
yang
sangat
penting
dalam
Inilah yang menjadi awal lahirnya sektor informal yang kemudian menjadi
alternatif pekerjaan masyarakat. Terlebih lagi ketika kondisi ekonomi Indonesia
terpuruk. Selain itu Ekonomi Indonesia di kuartal I-2015 melambat menjadi 4,7%.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi turun pada titik rendah.
QI 2011 pertumbuhan ekonomi sempat mencapai 6,48%, Q3 2014 turun 4,92% dan
Q1 2015 turun menjadi 4,71%,Kepala BPS Suryamin dalam konferensi pers di
Kantor BPS, Jakarta, Selasa (5/5/2015). http://sebelasmaret.com/kadin-kondisiekonomi-indonesia-kian-terpuruk
Banyak orang yang bekerja di sektor formal telah diberhentikan dan sebagian
menjadi penganggur serta sebagian yang lain memilih banting stir bekerja di sektor
informal. Masalah yang sering muncul pada industrialisasi saat ini adalah kurangnya
perhatian terhadap aspek manusiawi (Yukl, 1998). Tidak jarang para karyawan dalam
suatu perusahaan dihadapkan pada persoalan di dalam keluarga maupun perusahaan.
Tekanan persoalan dapat berupa aspek emosional dan fisik, terbatasnya biaya
kesulitan
keuangan
(financial
distress) selalu
bersaing
dengan perusahaan
lain
dalam memenuhi
kebutuhan pelanggan.
http://www.digitalpromosi.com/smart/manajemen/6007-faktor-penyebab-terjadinyakebangkrutan-sebuah-usaha
Suatu perusahaan yang mengalami kebangkrutan memiliki penyebab yang
berbeda dari satu situasi ke situasi yang lain. Namun, identifikasi dan pengertian
terhadap penyebab kebangkrutan akan memberi pemahaman dasar untuk menghindari
kegagalan dan melakukan perbaikan apabila restrukturisasi memang diperlukan untuk
menghindari gagalnya suatu usaha. Secara garis besar, penyebab kebangkrutan
menurut Darsono dan Ashari (2004:102) dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam perusahaan itu sendiri
yang dimana meliputi faktor keuangan dan non keuangan (faktor yang berasal dari
bagian internal manajemen perusahaan). Faktor keuangan meliputi adanya kewajiban
jangka pendek yang lebih besar dari aktiva lancar, lambatnya pengumpulan piutang,
dan lain-lain. Sedangkan faktor non keuangan berasal dari kurang baiknya struktur
organisasi, kesalahan dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan
operasional dan kinerja perusahaan dan sebagainya Sedangkan faktor eksternal
berasal dari luar perusahaan dan berada di luar jangkauan atau kontrol pimpinan
perusahaan antara lain adalah adanya persaingan yang ketat, menurunnya permintaan
terhadap produk yang dihasilkan dan turunnya harga (faktor yang berasal dari luar
yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan atau faktor perekonomian
secara makro). Hal-hal tersebut sangat wajar terjadi dalam dunia usaha. Untuk
mencegah terjadinya suatu kebangkrutan, perusahaan harus mengetahui tingkat
kebangkrutan yang dimilikinya dari tahun ke tahun dan dengan begitu perusahaan
dapat menjaga atau memperbaiki kinerja perusahaan di masa yang akan datang.
Dengan adanya permasalahan jatuhnya industri ini atau yang biasa kita kenal
dengan kebangkrutan, membuat masyarakat menjadi miskin. Karena ketika
perusahaan mengalami kebangkrutan, membuat seseorang menjadi pengangguran.
Selama ini hidup miskin selalu diidentikkan dengan kekurangan sandang, pangan,
dan papan. Namun sejatinya kemiskinan merupakan suatu permasalahan pelik yang
5
harus diatasi, tidak hanya oleh pemerintah numun oleh semua pihak yang terlibat
permasalahan tersebut. Dalam data Badan Pusat Statistik mencatat jumlah penduduk
miskin pada September 2014 mencapai 27,73 juta orang atau 10,96 persen, memang
jumlah ini relative menurun dibandingkan dari periode yang sama tahun lalu yang
tercatat 28,6 juta orang atau 11,46 persen. Penurunan jumlah penduduk miskin sejak
2009 relatif melandai atau tidak berkurang signifikan, meskipun berbagai upaya telah
dilakukan pemerintah. Sejak 2009 angka kemiskinan turun, tapi kecil sekali. Kalau
tidak ada penanganan super khusus, (hanya) melandai penurunannya (Kepala BPS
Suryamin).
Keadaan atau situasi ini terjadi juga pada PT Kertas Leces. PT Kertas Leces
merupakan salah satu pabrik kertas di Indonesia yang menggunakan bahan baku
kertas bekas dan ampas tebu. Perusahaan ini tepatnya berada di desa Leces,
kecamatan Leces, kabupaten Probolinggo. Setelah manajemen ditangani oleh
pemerintah Indonesia, Kertas Leces mengalami perkembangan pembangunan fisik
melalui empat tahapan yang dimulai pada tahun 1960 dan berakhir tahun 1986, yang
menghasilkan pabrik kertas dan pulp terintegrasi. Perusahaan ini milik Negara atau
biasa di katakan BUMN. PT Kertas Leces pernah menjadi perusahaan terbesar di
ASEAN pada 1990 dan Produksi Kertas Leces di dikenal dan ekspor ke berbagai
Negara sehingga menjadi salah satu pabrik terbaik se-Asia.
Lalu seiring berkembangnya waktu, kini kondisi Kertas Leces berbalik 180
derajat, pabrik ini kalah saing dengan perusahaan-perusahaan lainnya, mulai dari
kualitas, pemasaran, mereka kalah saing dengan perusahaan yang bernaung dalam
produksi kertas. Kertas Leces yang mengalami kerugian terus menerus sejak tahun
2005. Dan sekarang terbelit hutang ratusan miliar. Terhitung sejak Mei 2010, Kertas
Leces berhenti beroperasi. Alasan dari pemberhentian operasi ini adalah karena
Perusahaan Gas Negara (PGN) menghentikan pasokan gasnya, lantaran Kertas Leces
sudah menunggak utang sebesar Rp 41 miliar.
Lalu Direktur utama PT. Kertas Leces memberikan solusi ketika hanya digaji
50% atau bahkan 25% dari gaji pokok dan gaji itu tidak di bayar tiap bulan terhitung
6
dari tahun 2010. Pada tahun 2011 dengan mengambil uang Jamsostek karyawan
sebagai ganti gaji yang belum terbayarkan. Tetapi tidak semua karyawan
mengambilnya Jamsostek itu sebab perjanjiannya jika mengambil uang Jamsostek
nantinya akan di berhentikan secara permintaan sendiri. Tetapi sebagian karyawan
tidak menggubris perjanjian itu dan tetap mengambil uang Jamsostek itu demi
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Menginjak 4 Juni 2012, Kertas Leces mulai
beroperasi kembali. Tetapi masih saja tidak berhasil dan terus-menerus merugi dan
masih saja digaji hanya 50% atau 25% dari gaji pokok sampai tahun 2013 dan gaji
itupun tidak tiap bulan di bayarkan.
Setelah terus-terusan merugi, kini pabrik mengalami kerugian, saya
selaku karyawan merasa dirugikan karena setelah lama produksi atau
dipekerjakan saya tidak digaji kembali, digaji hanya pada bulan lalu mei
dan itu hanya 25% dari gaji pokok yang seharusnya saya dapatkan.
Karyono selaku karyawan PTKL.
gaji belum dibayar dan meminta kejelasan status karyawan yang diberhentikan atas
permintaan sendiri. Akhirnya pihak management menerima masukan dari karyawan
yang di berhentikan atas permintaan sendiri. Management memberikan solusi untuk
melamar pekerjaan kembali sampai batas waktu 1 minggu. ada sebagian melamar
pekerjaan kembali di pabrik Kertas leces dan ada sebagian kecil memutuskan berhenti
bekerja. Akhirnya setelah 1 bulan, tidak sepenuhnya karyawan dipanggil untuk
dipekerjakan dengan nasib terkatung-katung dan dengan status pekerjaan yang tidak
jelas.
Lalu keadaan ini semakin memperkeruh suasana, dan terjadi protes karyawan,
demo karyawan yang menuntut kejelasan status mereka dan menuntut pembayaran
gaji yang belum terbayarkan. Dan permasalahan ini sampai tahun 2015 belum dapat
teratasi, pemerintah terkesan mengabaikan, direktur terkesan tidak peduli dengan
nasib karyawan dan managementpun terkesan acuh terhadap permasalahan ini. dan
sampai tahun 2015, karyawan diperkejakan tanpa digaji sepeserpun dan pada awal
maret semua karyawan dirumahkan tanpa ada pesangon sedikitpun dan tanpa ada
batas waktu yang ditentukan.
Semenjak itulah perekonomian warga Leces menurun dan kesenjangan
keluarga karyawan atau kemiskinan semakin meningkat karena rata-rata tidak bekerja
dan sampai saat ini masih belum jelas status yang di berikan oleh pihak management
pabrik Kertas Leces terhadap karyawan yang tidak dipanggilan untuk dibekerjakan
kembali.
Keadaan ini menuntut karyawan PT. kertas leces berjuang keras memutar otak
untuk mencukupi kebutuhan hidup di tengah mahalnya biaya hidup. Tidak hanya itu,
lapangan pekerjaan dan sumber penghidupan lainnya juga semakin sempit termakan
besarnya tingkat populasi penduduk Indonesia. Ditambah lagi umur karyawan jika
mereka ingin pindah kerja keluar kota karena di mana umumnya karyawan PT. Kertas
Leces ini memasuki umur tua (mayoritas 45 thn ke atas) yang pada dasarnya
perusahaan-perusahaan lain tidak membutuhkan tenaga tua yang kurang produktif
dan jika pindah luar kota harus berpikir lebih dalam lagi karena harus meninggalkan
8
keluarga yang di sayanginya. Hal ini membuat orang menempuh berbagai cara yang
kadang tidak lazim untuk tetap bertahan hidup (survive) di tengah himpitan krisis
ekonomi. Bahkan ada salah satu istri warga leces Permai yang meninggal dunia
akibat banting tulang sampai larut malam membuka warung kopi demi mampu
bertahan hidup (survive).
Tetapi masih banyak warga leces permai yang masih bisa menyekolahkan
ataupun menguliahkan anaknya. Dan ketika warga leces permai mengalami krisis
keuangan teman-teman saya yang semula ingin berhenti kuliah karena permasalahan
ini menjadi tidak berhenti karena orang tua telah memberi dorongan, motivasi dan
semangat yang mendalam bagi anak-anaknya dan meyakinkan anak-anaknya tidak
usah memikirkan biaya kuliah, tapi kuliahlah yang rajin dan urusan ini biyar orang
tua saja yang menanggung semuanya. Dengan semangat dan etos kerja yang tinggi
menjadi andalan mereka untuk bertahan hidup (survive) di tengah sulitnya kondisi
perekonomian masyarakat Leces khususnya perumahan Leces Permai yang mayoritas
bekerja di Pabrik Kertas Leces saat ini, sehingga terbentuklah motivasi hidup.
1.2 Rumusan Masalah
Berbagai problema yang dialami oleh karyawan PT. Kertas Leces, khususnya
di desa Leces, Perumahan Leces Permai, Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo
nampak sekali terlihat. Mulai dari krisis keuangan, pengangguran, dan lain
sebagainya. Dibalik berbagai permasalahan tersebut, mereka tetap mampu
mempertahankan kehidupan keluarga, dan masih bisa menyekolahkan atau
mengkuliahkan anaknya. Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana strategi para karyawan PT.
Kertas Leces khususnya di desa Leces, Perumahan Leces Permai, Kecamatan Leces,
Kabupaten Probolinggo di tengah permasalahan yang ada untuk mampu bertahan
hidup dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya dan faktor-faktor apa saja
yang membuat karyawan PT. Kertas Leces mampu bertahan hidup di tengah
permasalahan yang dihadapinya ?
9
1.3 Tujuan
Setiap penelitian yang dilakukan tentu saja mempunyai tujuan dan kegunaan
baik secara khusus maupun umum. Berikut ini tujuan dan kegunaan dari penelitian
ini:
1. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis secara mendalam strategi
yang digunakan para karyawan PT. Kertas Leces dalam pemenuhan
kebutuhan hidup keluarganya
2. Untuk mengetahui faktor-faktor atau kiat-kiat bertahan hidup karyawan
PT. Kertas Leces di tengah permasalahan yang dihadapinya.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia akademis, di
antaranya:
1. Memperkaya
khasanah
pengetahuan
sosial
bagi
disiplin
ilmu
Snel dan Staring dalam Resmi Setia (2005;6) mengemukakan bahwa strategi
bertahan hidup adalah sebagai rangkaian tindakan yang dipilih secara standar oleh
individu dan rumah tangga yang miskin secara sosial ekonomi. Strategi ini cara, atau
metode yang dilakukan oleh masyarakat untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya dalam lingkungan baik social maupun ekonomi, dalam hal ini adaptasi
diartikan sebagai suatu proses untuk memenuhi syarat dasar untuk melangsungkan
hidup. Melalui strategi ini seseorang bisa berusaha untuk menambah penghasilan
lewat pemanfaatan sumber-sumber lain ataupun mengurangi pengeluaran lewat
pengurangan kuantitas dan kualitas barang atau jasa. Cara-cara individu menyusun
strategi dipengaruhi oleh posisi individu atau kelompok dalam struktur masyarakat,
sistem kepercayaan dan jaringan sosial yang dipilih, termasuk keahlian dalam
memobilitasi sumber daya yang ada,
pekerjaan, status gender dan motivasi pribadi. Nampak bahwa jaringan sosial dan
kemampuan memobilisasi sumber daya yang ada termasuk didalamnya mendapatkan
kepercayaan dari orang lain membantu individu dalam menyusun strategi bertahan
hidup.
Lalu Moser (1998), menyatakan bahwa mekanisme survival merupakan
kemampuan segenap anggota keluarga dalam mengelola atau memenej berbagai asset
yang dimilikinya. Berdasarkan konsep ini, Moser (1998) membuat kerangka analisis
yang disebut The Asset Vulnerability Framework. Kerangka ini meliputi berbagai
pengelolaan aset, (1) aset tenaga kerja (labour assets), misalnya meningkatkan
keterlibatan wanita dan anak-anak dalam keluarga untuk bekerja membantu ekonomi
rumah tangga, (2) aset modal manusia (human capital assets), misalnya
memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas orang untuk
bekerja atau keterampilan dan pendidikan yang menentukan kembalian atau hasil
kerja (return) terhadap tenaga yang dikeluarkannya, (3) aset produktif (productive
assets), misalnya menggunakan rumah, sawah, ternak, tanaman untuk keperluan
hidupnya, (4) aset relasi rumah tangga atau keluarga (household relation assets),
11
misalnya memanfaatkan jaringan dan dukungan dari sistem keluarga besar, kelompok
etnis, migrasi tenaga kerja dan mekanisme uang kiriman (remittances), dan (5) aset
modal sosial (social capital assets), misalnya memanfaatkan lembaga-lembaga sosial
lokal, dan pemberi kredit informal dalam proses dan sistem perekonomian keluarga.
Strategi bertahan hidup seperti ini hanya dilakukan pada masyarakat yang
memiliki tingkat perekonomian yang rendah atau masyarakat kelompok miskin. Scott
(1990), menjelaskan upaya yang dilakukan kelompok miskin guna mempertahankan
hidupnya adalah, pertama, mereka dapat mengikat sabuk lebih kencang dengan
mengurangi frekuensi makan dan beralih ke makanan yang mutunya lebih rendah.
Kedua, menggunakan alternatif subsistem yaitu swadaya yang mencakup kegiatankegiatan seperti berjualan kecil-kecilan, bekerja sebagai tukang, buruh lepas atau
berimigrasi. Ketiga, menggunakan jaringan sosial yang berfungsi sebagai peredam
kejut selama masa krisis ekonomi. Carner dalam Korten dan Sjahrir (1998)
menjelaskan bahwa strategi kelangsungan hidup yang ditempuh oleh kelompok
miskin adalah: (1) para anggota rumahtangga menganekaragamkan kegiatan kerja
mereka; (2) berpaling ke sistem penunjang yang ada di desa, seperti sanak saudara
atau keluarga yang lebih kaya yang mungkin dapat menyediakan bantuan; (3) bekerja
lebih banyak dengan lebih sedikit makan, yang berarti meminimalkan konsumsi dan
bahan-bahan pokok lainnya; dan (4) meninggalkan tempat yang selama ini ditempati
dalam arti berimigrasi.
Sebenarnya akibat menggunakan strategi bertahan hidup ini karena
menghadapi perubahan pendapatan yang terjadi secara tiba-tiba dan bersifat
sementara, rumah tangga melakukan penyesuaian untuk mempertahankan utilitas
marginal dari konsumsi (Mankiw, 2002). Cara-cara yang diambil oleh rumah tangga
untuk mengurangi dampak dari fluktuasi pendapatan sementara, seperti akibat dari
krisis ekonomi disebut coping (strategi bertahan hidup). Menurut Morduch (1995),
coping dilakukan lewat keputusan yang berkaitan dengan produksi dan pekerjaan.
Coping yang terkait dengan risiko dapat dibagi dalam dua tahap: pertama, rumah
12
maupun
13
hal-hal
dengan lebih baik. Mereka mencari situasi-situasi dimana bisa mendapatkan tanggung
jawab pribadi guna mencari solusi atas berbagai masalah, bisa menerima umpan balik
yang cepat tentang kinerja sehingga dapat dengan mudah mereka berkembang atau
tidak, dan dimana mereka bisa menentukan tujuan-tujuan yang cukup menantang.
Lalu Teori tiga kebutuhan dikemukakan oleh David Mc Clelland beserta
rekan-rekannya. Pemahaman tentang motivasi akan semakin mendalam apabila
disadari bahwa setiap orang mempunyai tiga jenis kebutuhan, yaitu
14
15
16
Kegagalan Ekonomi
Biasanya diartikan apabila perusahaan kehilangan uang atau pendapatan
perusahaan tidak menutupi biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih
kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil
dari kewajiban.
17
Kegagalan Keuangan
Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan
antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua
bentuk, yaitu :
a
tambahan
modal
dan
pemilik
dapat
menerima
tingkat
18
19
kedudukan tertentu dan untuk mencari laba. Kegiatan yang dilakukan dengan maksud
untuk mencari keuntungan tersebut termasuk kegiatan ekonomi.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
memberi definisi perusahaan sebagai berikut :
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan
setiap jenis
usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan,
bekerja serta
berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan
memperoleh
keuntungan dan atau laba.
dapat ikut menggunakan sumber sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi
mereka (Prof. Selo Soemardjan 1980 : 5).
Menurut Oscar Lewis (1966) dalam Laila (2009), kemiskinan bukanlah
semata-mata dalam ukuran ekonomi, tetapi juga melibatkan kekurangan dalam
ukuran kebudayaan dan kejiwaan dan memberikan kecorakan tersendiri pada
kebudayaan yang diwariskan dari generasi orang tua kepada anak melalui proses
sosialisasi, diantaranya yaitu :
1. Kemiskinan Absolut: Apabila tingkat pendapatannya di bawah garis
kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup memenuhi kebutuhan
minimum, antara lainnya kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan,
dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
2. Kemiskinan Relatif: Kondisi dimana pendapatannya berada di atas garis
kemiskinan namun relatif lebih rendah dibandingkan pendapatan masyarakat
sekitarnya.
3. Kemiskinan Kultural: Karena mengacu pada persoalan sikap seseorang atau
masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak berusaha untuk
memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada
usaha dari pihak luar untuk membantunya.
4. Kemiskinan Struktural: Kondisi atau situasi miskin karena pengaruh dari
kebijakan pembangunan yang belum menjakau seluruh masyarakat sehingga
menyebabkan ketimpangan.
Walaupun para ahli ilmu-ilmu sosial sependapat bahwa sebab utama yang
melahirkan kemiskinan adalah sistem ekonomi yang berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan, tetapi ke,iskinan itu sendiri bukanlah sesuatu gejala yang terwujud
semata-mata hanya karena sistem ekonomi tersebut. Dalam kenyataannya,
kemiskinan merupakan perwujudan dari hasil interaksi yang melibatkan hampir
semua aspek yang dimiliki manusia dalam kehidupannya. Karena itu juga kemiskinan
dapat dilihat atau dikaji menurut aspek-aspek atau permukaannya yang tampak
menyolok, sesuai dengan bidang ilmu atau pendekatannya atau sesuai dengan motif
21
atau tujuan pengkajian serta dalam dan luasnya jangkauan pengetahuan yang dimiliki
oleh orang awam atau khalayak ramai (Parsudi Suparlan, 1993.xii).
2.7 Modal Sosial
Modal sosial diartikan sebagai seperangkat nilai atau norma yang dibawa oleh
anggota kelompok di dalam komunitas yang memungkinkan kerjasama di antara
mereka. Jika anggota komunitas yakin bahwa anggota yang lain dapat dipercaya dan
jujur, maka mereka akan saling percaya. Kepercayaan itu seperti pelumas yang
membuat komunitas atau organisasi dapat dijalankan lebih efisien. (Fukuyama; 2005;
21). Dan maksut dari penguatan modal sosial merupakan penguatan hubungan timbalbalik kerjasama yang didasarkan atas norma-norma tradisional.
Maka, dari hal ini, ada larangan berbohong, larangan menghina, merendahkan
orang lain, mencaci, memaki. Apabila para anggota masyarakat atau
organisasi social sudah saling menghargai dan saling jujur, maka pasti akan
muncul trust atau saling percaya.
22
penting
bagi
mereka.
Dengan
network,
manusia
bisa
23
batas-batas
dari
masalah
kesejahteraan
sosial,
sehinggga
dapat
24
interaksi kita dengan lingkungan sosial mempengaruhi kita dan membentuk makna
pribadi kita. Biasanya, kebutuhan pribadi dan sosial terpenuhi melalui interaksi
dengan lingkungan sehari-hari. Kebutuhan terpenuhi sampai-sampai ada istilah
"goodness of fit", atau keselarasan, antara kebutuhan individu dan sumber daya
masyarakat. Berikut jenis kebutuhan menurut Dubois dan Miley (1992) sebagai
berikut:
Kebutuhan dasar universal adalah kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki oleh
semua orang dan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pribadi.
Kebutuhan dasar meliputi fisik, pertumbuhan dan perkembangan (Brill, 1978)
intelektual, emosional, sosial, dan spiritual. Kebutuhan fisik meliputi persediaan
kehidupan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan pakaian, kesempatan untuk
perkembangan fisik, dan pentingnya akan kesehatan. Perkembangan intelektual
dipupuk sebagai kesempatan untuk mencapai pengetahuan dan penguasaan
dicocokkan dengan kapasitas individu. Hubungan dengan orang lain yang signifikan
dan penerimaan diri memelihara perkembangan emosional. Pertumbuhan sosial
terdiri kesempatan untuk sosialisasi dan hubungan yang berarti dengan orang lain.
Akhirnya, pengembangan spiritual merupakan penemuan makna hidup yang
memberikan tujuan dan arah dan yang melampaui pengalaman sehari-hari.
Aspek nonmateri kesejahteraan biasa dilihat dari sisi pendidikan dan juga
kesehatan. Kesehatan diukur baik secara fisik maupun secara mental emosional.
Dalam literatur tentang kualitas hidup dan standar kehidupan penggunaan indikator
subjektif yang
tiga dekade ini. Pengukuran status kesehatan diukur dari berbagai dimensi seperti
pertanyaan tentang pengukuran kesehatan secara umum, penyakit berdasarkan
pelaporan responden maupun pengukuran secara medis, pengobatan yang dijalani,
aktivitas fisik, hubungan sosial dan kesehatan psikologi/mental/emosional seperti
tentang sulit tidur, perasaan.
Keterkaitanya fenomena ini dengan ilmu Kesejahteraan Sosial bahwa
memahami berbagai masalah kesejahteraan sosial, maka harus dimengerti dahulu apa
25
masalah sosial itu sendiri, agar dapat mengetahui karakteristik dan batas-batas dari
masalah kesejahteraan sosial. Sedangkan fenomena ini tertuju pada strategi atau
upaya dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan manusia adalah
substansi profesi pekerjaan sosial. Semua kebutuhan terdiri dari kebutuhan biologis,
perkembangan, sosial, ekonomi dan budaya. Dan jika tidak terpenuhinya kebutuhan
manusia mulai dari kebutuhan biologis, perkembangan, sosial, ekonomi dan budaya
maka bisa dikatakan tidak sejahtera. Maka dari itu keterkaitan dengan ilmu
kesejahteraan sosial membahas sejauh mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapat
terpenuhi dan sejauh mana kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat
diselesaikan.
yang sedang diteliti sehingga tergambar tujuan dilakukannya penelitian sesuai dengan
fokus kajian. Kerangka berfikir penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
Strategi Bertahan Hidup Karyawan dalam Menghadapi Proses Kebangkrutan
Perusahaan.
KARYAWAN
PERMASALAHAN
SOSIAL
KEMISKINAN
1. Tidak digaji
2. Management tidak
MODAL SOSIAL
berpihak kepada
karyawan
TRUST
3.
Tidak bisa memenuhi
NILAI
kebutuhan Pokok
NETWORK
BONDING, BRIDGING,
4.
Tidak ada penghasilan
LINKING
MEMILIKI
yang tetap
BERTAHAN
HIDUPSEJAHTERA
PEMANFAATA
MOTIVASI HIDUP
ETOS KERJA YANG
26