Rang Kuman
Rang Kuman
Namun demikian dengan taraf ini secara konseptual ilmu masih mendasarkan diri
pada norma-norma filsafat. Misalnya ekonomi masih merupakan penerapan etika (appliet
ethics) dalam kegiatan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Metode yang dipakai adalah
normatif dan deduktif (berpikir dari hal-hal yang umum kepada yang bersifat khusus)
berdasarkan asas-asas moral yang filsafat.
Pada tahap selanjutnya ilmu menyatakan dirinya otonom dari konsep-konsep
filsafat dan bertumpu sepenuhnya pada hakekat alam sebagaimana adanya. Pada tahap
peralihan, ilmu masih mendasari diri pada norma yang seharusnya sedangkan dalam tahap
terakhir ilmu didasarkan atas penemuan-penemuan.
Sehingga dalam menyusun teori-teori ilmu pengetahuan tentang alam dan isinya ini
maka manusia tidak lagi mempergunakan metode yang bersifat normatif dan deduktif
melainkan kombinasi antara deduktif dan induktif (berpikir dari hal-hal yang bersifat khusus
kepada hal-hal yang bersifat umum) dengan jembatan yang berupa pengujian hipotesis.
Selanjutnya proses ini dikenal sebagai metoda deducto hipotetico-verivikatif dan
metode ini dipakai sebagai dasar pengembangan metode ilmiah yang lebih dikenal dengan
metode penelitian. Selanjutnya melalui atau menggunakan metode ilmiah ini akan
menghasilkan ilmu.
August Comte (1798-1857) membagi 3 tingkat perkembangan ilmu pengetahuan
tersebut diatas kedalam tahap religius, metafisik, dan positif. Hal ini dimaksudkan dalam
tahap pertama maka asas religilah yang dijadikan postulat atau dalil ilmiah sehingga ilmu
merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi (deducto).
Dalam tahap kedua, orang mulai berspekulasi, berasumsi, atau membuat hipotesishipotesis tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi objek penelaahaan yang terbatas
dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan berdasarkan postulat metafisika
tersebut (hipotetico). Sedangkan tahap ketiga adalah tahap pengetahuan ilmiah dimana asasasas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses verivikasi yang objektif
(verivikatif).
Filsafat ilmu merupakan kajian atau telaah secara mendalam terhadap hakekat
ilmu. Oleh sebab itu, filsafat ilmu ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakekat
ilmu tersebut, seperti :
a. Objek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud hakiki objek tersebut ? Bagaimana
hubungan objek dengan daya tangkap manusia (misalnya berpikir, merasa, mengindera) ?
b. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu ?
Bagaimana prosedurnya ? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan
pengetahuan yang benar ? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ? Apa kriterianya ? Cara,
teknik, atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa
ilmu ?
c. Untuk apa ilmu itu dipergunakan ? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dan
kaidah-kaidah moral ? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan
moral ? Bagaimana hubungan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi
metode ilmiah dan norma-norma moral / profesional ?
Ketiga kelompok pertanyaan tersebut merupakan landasan-landasan ilmu, yakni kelompok
pertama merupakan landasan ontologi, kelompok kedua merupakan landasan epistemologi,
dan kelompok yang terakhir merupakan landasan aksiologis. Secara singkat uraian landasan
ilmu itu adalah sebagai berikut :
a. Landasan ontologis adalah tentang objek yang ditelaah ilmu. Hal ini berarti tiap ilmu harus
mempunyai objek penelaahan yang jelas. Karena diversivikasi ilmu terjadi atas dasar
spesifikasi objek telaahannya maka tiap disiplin ilmu mempunyai landasan ontologi yang
berbeda.
b. Landasan epistemologi adalah cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah sehingga
diperolehnya ilmu tersebut. Secara umum, metode ilmiah pada dasarnya untuk semua disiplin
ilmu yaitu berupa proses kegiatan induksi-deduksi-verivikasi seperti telah diuraikan diatas.
c. Landasan aksiologi adalah berhubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka
memenuhi kebutuhan manusia. Dengan perkataan lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu
terhadap pengembangan ilmu itu serta membagi peningkatan kualitas hidup manusia.
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir.
Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur
dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat
imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak
dapat dilakukan.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah
dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan
sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana
berpikir ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan langkah
tersebut.
Dengan jalan ini maka kita akan sampai pada hakekat sarana yang sebenarnya
sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan
kata lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah
secara menyeluruh.
Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan bidang studi
tersendiri. Dalam hal ini kita harus memperhatikan 2 hal, yaitu :
a. Sarana ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu
merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti
diketahui, salah satu diantara ciri-ciri ilmu umpamanya adalah penggunaan induksi dan
deduksi dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara
ini dalam mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa ilmu
mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuaannya yang berbeda dengan
sarana berpikir ilmiah.
b. Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk menelaah
ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan
pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari.
Dalam hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk
mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan metode ilmiah.
Jelaslah bahwa mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang
berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuaannya sebab fungsi sarana
berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dan bahkan merupakan ilmu
tersendiri.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan
sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat
komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dan untuk
menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain.
Dilihat dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir
deduktif dan induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyandarkan diri pada proses logika
deduktif dan induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif
ini sedangkan statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.
Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode
penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk menolak atau
menerima hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung
oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula.
ONTOLOGI
Ontologi dipopulerkan oleh Cristian Wolf (1697-1714). Ontologi berasal dari kata
bahasa Yunani, ta onta (berada atau mengada) dan logi (ilmu pengetahuan). Jadi
ontologi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan atau acaran tentang sesuatu
yang berada. Ontologi adalah ilmu yang mencari esensi dari eksistensi terakhir dan
terdalam. Esensi dari ilmu tidak lain adalah pengetahuan itu sendiri.
EPISTEMOLOGI
Epistemologi dari kata bahasa Yunani, episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu).
Epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik terkait dengan metode
dan prosedur yan dilakukan untuk menjelaskan dan memperjelas suatu fenomena.
Epistemologi termasuk kajian penting dalam filsafat ilmu karena epistemologi
membahas prosedur dan cara bagaimana suatu ilmu pengetahuan diperoleh atau
ditemukan.
AKSIOLOGI
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum.
Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan berupa
ilmu itu dipergunakan, bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah moral.
KAJIAN FILSAFAT TERKAIT HAKIKAT NEGARA
Beberapa teori terbentuknya suatu Negara:
Teori Ketuhanan: berdasarkan kepercayaan bahwa segala kejadian di alam raya
ini terjadi karena kehendak Tuhan. Kalimat yang sering dipakai, Dengan berkat
rahmat Tuhan
Teori hukum alam: manusia-manusia bebas yang hidup di alam bebas
bersepakat untuk membentuk Negara berdasarkan keinginan untuk bekerjasama.
Teori kekuasaan: Negara terbentuk atas kekuasaan. Orang kuatlah yang
mendirikan Negara dan dengan kekuatannya itu ia dapat memaksakan kehendaknya
pada orang lain.
Teori garis keluarga: Negara dapat terbentuk dari perkembangan suatu keluarga
yang menjadi besar kemudian bersatu membentuk Negara.
METODOLOGI PENELITIAN ILMU PEMERINTAHAN
Penelitian merupakan suatu upaya untuk mengetahui sesuatu secara objektif,
empirik, logis dan rasional. Penelitian dalam ilmu pemerintahan dapat dikatakan
sebagai upaya mencari, menganalisis, membuktikan dan memahami serta menguji
teori dan prosedur kerja pemerintahan yang berdasarkan logika dan teori penelitian
yang proseduris dan metodologis.
Tahapan-tahapan penting dalam penelitian ilmu pemerintahan
Menentukan masalah yang akan diteliti, maksud dan tujuan penelitian serta
membuat hipotesis.
Merumuskan cara bagaimana penelitian itu dilakukan.
Mengumpulkan data dan menganalisa.
Mengambil kesimpulan dan member saran terhadap hasil penelitian.
Teokrasi adalah teori politik yang mengedepankan aturan ilahiah (ketuhanan) dalam sistem
pemerintahannya, sebab Tuhanlah sumber dari legislasi politik. Karenanya teokrasi bisa
disebut sebagai Negara Ketuhanan, dimana manusia-manusia suci seperti Nabi, Rasul,
Khalifah, Imam, Amir, Wali, dan Ulama yang merupakan perpanjangan tangan Tuhan yang
berhak menjadi pengelola negara memimpin umat manusia. Jadi teokrasi (Negara Ketuhanan)
adalah negara yang di kelola oleh manusia-manusia ilahi.
Persoalan politik atau Negara, kadangkala dianggap merupakan wilayah luar Islam dan kotor
yang tidak pantas diurusi oleh agama yang suci. Dengan gegabah sebagian orang memandang
Islam terpisah dengan politik, dan ulama jangan mendekati arena politik.Cukuplah ia menjadi
ahli zikir, ahli ibadah, ahli baca al-Quran, yang mengekspresikan agama cengeng yang
cenderung memperhatikan dosa-dosa individual namun melupakan dosa sosial dan politik.
Dalam situasi seperti inilah, buku Teokrasi Kontemporer : Integrasi Teologi dan Politik
dalam Negara Islam karya Dr. Salamuddin dan Candiki Repantu ini hadir mengajak semua
orang untuk mengimplementasikan teokrasi sebagai politik suci, melalui tiga tahapan.
Pertama, tahap filosofis, yaitu menganalisa dengan akurat persoalan kemanusiaan serta
berbagai tawaran alternatif solusinya. Kedua, tahap ideologis, yaitu menjadikan analisisanalisis filosofis yang akurat sebagai pandangan dunia yang menyatukan visi kaum muslimin.
Ketiga, tahap praktis, yaitu mengimplementasikan secara nyata konsepsi Islam yang kukuh
dan utuh dalam kehidupan bermasyarakat di bawah naungan pemerintahan Islam.
Dengan tiga tahapan tersebut, akan terlihatlah Islam sebagai agama yang memberikan pijakan
teoritis sekaligus tuntunan praktis. Jika hal ini dapat kita laksanakan secara intensif, maka di
masa depan kita akan memandang wajah cerah masyarakat Islam. Ini bukanlah angan-angan
kosong dan nostalgia kebelakang, melainkan sebuah rekayasa sosial yang direncanakan.
Buku ini juga dengan yakin menegaskan bahwa politik atau Negara Islam bukanlah suatu
yang utopis. Penegasan tersebut setidaknya didukung oleh dua alasan. Pertama, tidak ada
garis pemisah tanpa tembus antara urusan duniawi dan ukhrawi. al-Quran dan hadits banyak
membicarakan kedua urusan ini sebagai hal yang mesti diperjuangkan dan yang tak
terpisahkan. Kedua, akal dengan jelas menyatakan bahwa Negara adalah kebutuhan manusia,
dan agama merupakan aturan Tuhan yang mencakup kehidupan dunia dan akhirat.
Suatu hal yang menarik, penulis buku ini, Dr. Salamuddin dan Candiki Repantu dengan tegas
mengemukakan komitmennya pada politik Islam, tetapi keduanya tidak apriori pada teori
politik kontemporer, terutama demokrasi. Hal ini berbeda dengan banyak gerakan
fundamentalis, dimana komitmen mereka pada gagasan politik Islam, sembari memvonis
negatif : kafir, sesat, haram bagi gagasan politik demokrasi.
Gagasan politik demokrasi tidak diabaikan begitu saja dalam buku ini. Ia dipertimbangkan
dan dianalisis dengan sangat detil serta dibandingkan dengan nalar politik Islam. Sistematika
dan standarisasi yang jelas antara keduanya pun di susun. Pada tahap inilah, buku ini
menunjukkan kreativitas intelektualnya yangjauh dari semangat apologetis.
Demokrasi telah menjadi sakral dalam perpolitikan dunia saat ini. Atas nama demokrasi,
tindakan kezaliman di basmi, keadilan ditegakkan, kedamaian diciptakan, dan tentunya
kesejahteraan dibagikan. Pendeknya, demokrasi merupakan idaman semua bangsa.Akan
tetapi, praktik dan teori demokrasi yang dikembangkan di dunia kontemporer tidaklah
Tatanan Politik Kontemporer, serta mengulas dengan panjang lebar lima tahapan
merumuskan demokrasi Islam.
Bagian kedua, membahas dasar Teologis Dan Ideologis Wilayah Al-Faqihsebagai gagasan
ulama syiah. Maka diulaslah konsep Imamah dan Wilayah dan bagaimana wilayah al-faqih
mampu mengintegrasikan antara teologi dan politik. Dikaji secara detil Makna dan sejarah
gagasan Wilayah al-Faqih,Dasar Wilayah al-Faqih,Negara dalam Perspektif Wilayah alFaqih;Tugas, Tanggung Jawab dan wewenang mutlak Wilayah al-Faqih; danKualifikasi
Menjadi Wali Faqih; sertapembahasan tentang Demokrasi dan Wilayah al-Faqihyang
mengulas tiga isu utama yaitu Sumber Legislasi Politik, Sumber Hukum, dan Pemisahan
Kekuasaan (separation of power).
Pada bagian ketiga, membahas tentang praktik Demokrasi dan Wilayah al-Faqih di Iran
sebagai Negara Teokrasi Kontemporer.Di sini diulas keadaan umum Iran dari kondisi
geografi, sosiologi, ideologi, politik, intelektual hingga keagamaannya. Dilanjutkan dengan
membahas implementasi sitsem pemerintahan Iran yang tertuang dalam konstitusi Iran.
Berikutnya di ulas tentang pelaksanaan pemilihan umum, penghargaan terhadap HAM, dan
pemberian kebebasan kepada rakyat dalam berserikat, berpendapat, kebebasan pers dan
budaya. Secara khusus membahas kondisi perempuan di Iran.
Adapun pada bagian penutup, dengan judul Apakah Iran Negara Demokratis? disimpulkan
bahwa Iran dari sisi demokrasi modern, maka Iran adalah negara demokrasi, dan dari sisi
Islam, Iran adalah Negara Islam. Karena itu, Iran adalah negara Teokrasi Kontemporer yang
mengintegrasikan teologi dan politik. Setuju atau tidak, anda harus membaca buku ini!