Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Proses pencoklatan ( browning ) sering terjadi pada buah buahan seperti
pisang, pear, salak, pala, dan apel. Buah yang memar juga mengalami pencoklatan.
Pada umumnya proses pencoklatan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu proses
pencoklatan yang enzimatis dan non enzimatis. Pencoklatan enzimatis terjadi pada
buah-buahan yang banyak mengandung senyawa fenolik. Ada banyak sekali senyawa
fenolik yang bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan enzimatik pada
buah-buahan dan sayuran. Disamping katekin dan turunannya seperti tirosin, asam
kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin dapat menjadi substrat proses
pencoklatan (Winarno, 2004).
Sedangkan reaksi pencoklatan non enzimatis terjadi bila dimana dalam bahan
pangan terdapat gula pereduksi (gula aldosa) dan senyawa yang mengandung gugus
amin (asam amino, protein, atau senyawalain yang mengandung gugus amin).Reaksi
awal antara gula pereduksi dengan gugus amin membentuk senyawa intermedit Nsubtitatied glycosiamin. Selanjutnya senyawa intermediet ini akan membentuk
senyawa intermediet berikutnya yang alur (pathway) reaksinya dipengaruhi oleh jenis
gula jenis senyawa yang mengandung gugus amine, kondisi ph, suhu, dan aktifitas air
(Kusnandar, 2010).
Reaksi mailard adalah pencoklatan non enzimatik yang terjadi karena adanya
reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amine bebas dari asam amino atau
protein.Reaksi ini banyak terjadi pada produk pangan yang biasa dikonsumsi seharihari.Reaksi mailard dalam makanan dapat berfungsi untuk menghasilkan flavor dan
aroma dapat menyebabkan kehilsngan ketersediaan asam amino (Caterine, 2008).
Ada lima sebab yang menyebabkan suatu bahan berwarna yaitu pigmen yang
terdapat dalam tanaman atau hewan, reaksi karamelisasi, adanya mailard, reaksi
senyawa organic dengan udara dan penambahan zat warna. Buah dan sayuran apabila
dilukai atau dipotong dan dikupas kulitnya sebelum pengolahan akan timbul warna
gelap pada jaringan. Gejala ini disebut reaksi pencoklatan. Pencoklatan atau

browning sering terjadi pada buah buahan seperti pisang, pear, salak, peach, dan apel
(Prajonto, 2007).

BAB II
ISI

A; Definisi
1; Browning

Proses browning adalah proses pembentukan warna coklat dikarenakan


terjadinya oksidasi senyawa-senyawa fenol dan polifenol oleh enzim
fenolase

dan

polifenolase

membentuk

quinon,

yang

selanjutnya

berpolimerisasi membentuk melanin (pigmen berwarna coklat). Proses


pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah-buahan, seperti pisang,
pir, salak, pala dan apel. Reaksi pencoklatan pada bahan pangan dapat
dibagi menjadi dua reaksi utama yaitu pencoklatan enzimatis dan nonenzimatis.
1.1; Proses browning enzimatik

Proses Browning enzimatis disebabkan karena adanya aktivitas


enzim pada bahan pangan segar, seperti pada susu segar, buahbuahan dan sayuran. Untuk terjadinya reaksi browning enzimatis
diperlukan adanya 4 komponen fenolase dan polifenolase (enzim),
senyawa-senyawa fenol dan polifenol (substrat), oksigen dan ion
tembaga yang merupakan sisi aktif enzim. Maka dari itu pencoklatan
enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung
substrat fenolik, di samping katekin dan turunnya seperti tirosin,
asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosiain dapat menjadi
substrat

proses

pencoklatan.

Senyawa

fenolik

dengan jenis

ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan merupakan


substrat yang baik untuk proses pencoklatan.
Reaksi ini dapat terjadi bila jaringan tanaman terpotong, terkupas dan
karena kerusakan secara mekanis yang dapat menyebabkan

kerusakan integritas jaringan tanaman. Hal ini menyebabkan enzim


dapat kontak dengan substrat yang biasanya merupakan asam amino
tirosin dan komponen fenolik seperti katekin, asam kafeat, dan asam
klorogena sehingga substrat fenolik pada tanaman akan dihidroksilasi
menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin (dopa) dan dioksidasi menjadi
kuinon oleh enzim phenolase. Wiley-Blackwell (2012).
Pencoklatan enzimatis pada bahan pangan memiliki dampak
menguntungkan dan

juga dampak yang merugikan.

Reaksi

pencoklatan enzimatis bertanggung jawab pada warna dan flavor


yang terbentuk. Dampak yang menguntungkan, misalnya enzim
polifenol oksidase bertanggung jawab terhadap karakteristik warna
coklat keemasan pada buah-buahan yang telah dikeringkan seperti
kismis, buah prem dan buah ara. Dampak merugikannya adalah
mengurangi kualitas produk bahan pangan segar sehingga dapat
menurunkan nilai ekonomisnya. Sebagai contoh, ketika memotong
buah apel atau pisang. Selang beberapa saat, bagian yang dipotong
tersebut akan berubah warna menjadi coklat. Wiley-Blackwell
(2012).
Perubahan warna ini tidak hanya mengurangi kualitas visual tetapi
juga menghasilkan perubahan rasa serta hilangnya nutrisi. Reaksi
pencoklatan ini dapat menyebabkan kerugian perubahan dalam
penampilan dan sifat organoleptik dari makanan serta nilai pasar dari
produk tersebut. Kecepatan perubahan pencoklatan enzimatis pada
bahan pangan dapat dihambat melalui beberapa metode berdasarkan
prinsip inaktivasi enzim, penghambatan reaksi substrat dengan
enzim, penggunaan chelating agents, oksidator maupun inhibitor
enzimatis. Adapun cara konvensional yang biasa dilakukan adalah
perlakuan perendaman bahan pangan dalam air, larutan asam sitrat
maupun larutan sulfit. Wiley-Blackwell (2012).

1.2; Browning nonenzimatik.

Proses Browning non Enzimatis disebabkan oleh reaksi pencoklatan


tanpa pengaruh enzim, biasanya terjadi saat pengolahan berlangsung.
Contohnya proses karamelisasi pada gula, yaitu proses pencokelatan
yang disebabkan karena bertemunya gula reduksi dan asam amino
(penyusun protein) pada suhu tinggi dan waktu lama. Perlu diingat,
gula yang dimaksud dalam pangan bukan berarti gula jawa atau gula
pasir. Gula merupakan bagian dari Karbohidrat. Tepung terigu dan
pati (amilum) adalah gula kompleks, biasa disebut dengan
polisakarida.

Reaksi

pencoklatan

secara

nonenzimatik

pada

umumnya ada dua macam reaksi pencoklatan nonenzimatik yaitu


karamelisasi dan reaksi Maillard.
1.2.1; Karamelisasi

Karamelisasi merupakan suatu proses pencoklatan non


enzimaris yang meliputi degradasi gula-gula tanpa adanya
asam amino atau protein.

Faktor yang mempengaruhi reaksi karamelisasi yaitu:

a. Suhu
Semakin

tinggi

suhu pemanasan pada gula,

maka air

yang ada akan semakin cepat menguap. Hal tersebut


menyebabkan

cairan

yang

tersisa berupa sukrosa yang

lebur. Proses pemecahan dan dehidrasi diikuti dengan


polimerisasi, dan beberapa jenis asam timbul dalam
campuran tersebut (Peter, 2008).
Jadi, semakin tinggi suhu maka semakin cepat reaksi
karamelisasi yang terjadi.
b. Waktu

Semakin lama waktu yang diberikan maka semakin tinggi


konsentrasi. Oleh sebab itu, semakin lama waktu yang
diberikan maka reaksi karamelisasi yang terjadi juga semakin
maksimal Sehingga bila gula dilakukan pemanasan di atas
titik leburnya sendiri, maka warnanya akan berubah menjadi
coklat disertai juga dengan perubahan cita rasa. Winarno
dalam bukunya yang berjudul Ilmu Pangan dan Gizi (1999)
mengatakan bahwa pada proses karamelisasi sukrosa terpecah
menjadi glukosa dan fruktosan. Fruktosan ialah fruktosa yang
mengalami kekurangan satu molekul air. Suhu yang tinggi
pada saat pemanasan mampu mengeluarkan satu molekul air
dari setiap molekul gla sehingga terjadi juga glukosan. Reaksi
ini kemudian dilanjutkan dengan dehidrasi polimerasi jenis
asam yang timbul di dalamnya.

Mekanisme Reaksi Karamelisasi

Reaksi yang terjadi bila gula mulai hancur atau terpecahpecah


tidak diketahui secara pasti, namun melalui tahap seperti:
1. Setiap

molekul

sukrosa

dipecah

menjadi

sebuah

molekul glukosa dan fruktosan (fruktosa yang kehilangan


molekul air).
2. Dengan adanya suhu tinggi, molekul air lepas sehingga
terjadi glukosan, molekul yang analog dengan fruktosan.
3.

Proses

polimerisasi

pemecahan

dan

dehidrasi

diikuti

dengan

terbentuk beberapa jenis asam timbul dalam

campuran tersebut (Winarno, 2002)


1.2.2; Reaksi Maillard

Reaksi maillard adalah reaksi pencoklatan non enzimatis yang


terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan
gugus amin bebas dari asam amino atau protein. Menurut
Mauron (1981), dari aspek nutrisi, reaksi maillard dalam
makanan dapat berfungsi untuk menghasilkan flavor dan
aroma, dapat menyebabkan kehilangan ketersediaan asam
amino, kehilangan nilai gizi, pembentukan antinutrisi,
pembentukan komponen toksik, dan komponenmutagenic.
Reaksi millard banyak dimanfaatkan pada berbagai macam
industry produk pangan,diantaranya kecap pada pembuatan
gula merah dari nira kelapa, pembentukan flavor padadaging,
dan pencoklatan pada pemanggangan roti. Selain itu reaksi
maillard juga banyak terjadi pada bahan pangan seperti
produk ekstrusi, produk susu, mie, macaroni, dan produkproduksereal. Mekanisme reaksi maillard sangat kompleks,
dimana gula amin akan mengalamidenaturasi, siklisasi,
fargmentasi, dan polimerisasi sehingga terbentuk kompleks
pigmen yangdisebut melanoidin. Hasil reaksi maillard
mungkin dikehendaki, misalnya pada pembentukankulit luar
coklat pada roti, bakpia, dan mungkin juga tidak dikehendaki,
seperti pada pelunturancoklat susu yang diuapkan dan
disterilkan. Selain itu reaksi maillard juga dapat memicu
timbulnya

akrilamida

pada

produk

gorengan

serta

menurunkan daya cerna protein (Prangdimurti et al 2007).


Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tentang factor-faktor
yangmempengaruhi proses terjadinya reaksi Maillard dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan

demikian, reaksi maillard

yang terjadi pada bahan pangan dapat dikontrol. Faktorfaktor yang mempengaruhi reaksi maillard antara
lain adalah:

1. Jenis Gula

Glukosa,

lebih

mudah

mengalami

reaksi

maillard dan semakin lama dipanaskan semakin


pekat warna coklatnya

Sukrosa, untuk jenis gula ini tidak terjadi

perubahan warna.
2. Bentuk bahan pangan, bahan pangan dalam
bentuk

larutan

lebih

cepat

mengalami

reaksi

maillard dari pada yang berbentuk butiran atau


padatan
3. pH atau tingkat keasaman, reaksi maillard
berlansung cepat pada kondisi basa atau pH tinggi
4. Suhu, reaksi maillard akan berlangsung cepat
pada suhu tinggi yaitu antara 150-260 derajat
Celcius.
5.

Waktu

pemanasan,

semakin

lama

waktu

pemanasan maka semakin banyak zar melanoidin


yang terbentuk dan semakin tinggi intensitas
warna coklat yang di hasilkan.
6.

Penambahan

memperlambat

natriurn
atau

metabisulfit

bahkan

akan

menghambat

terjadinya reaksi maillard. Karena itu natrium


metabisulfit di kenal sebagai zat anti browning

Reaksi Maillard berlangsung melalui tahap-tahap sebagai


berikut:
1.

Suatu aldosa bereaksi bolak-balik dengan asam amino

atau dengan suatu gugus amino dari protein sehingga


menghsilkan basa Schiff.
2.

Perubahan terjadi menurut reaksi Amadori sehingga

menjadi amino ketosa.


3. Dehidrasi dari hasil reaksi Amadori membentuk turunanturunan furfuraldehida, misalnya dari heksosa diperoleh
hidroksi metil furfural.
4. Proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan hasil antara
metil - dikarbonil yang diikuti penguraian menghasilkan
reduktor-reduktor dan -dikarboksil seperti metilglioksal,
asetol, dan diasetil.
5. Aldehid-aldehid aktif dari 3 dan 4 terpolemerisasi tanpa
mengikutsertakan gugus amino (disebut kondensasi aldol)
atau dengan gugusan amino membentuk senyawa berwarna
cokelat yang disebut melanoidin.

B; Macam-macam produk
1; Browning

Pada umumnya proses browning sering terjadi pada buahbuahan seperti


pisang, pear, salak, pala, apel dan dodol susu.
2; Maillard
Contoh reaksi maillard yang di kehendaki adalah:
saat memanggang daging seperti steak
saat memanggang roti
saat memanggang biskuit
saat menggoreng ubi, singkong atau kentang goreng
saat membuat bir,
pembuatan kecap, dll.
Contoh reaksi maillard yang tidak kehendaki
pada proses evaporasi/pengeringan susu
pengeringan tepung

saat mengoreng kerupuk


saat pembuatan tepung telur, dl
3; karamelisasi

Salah satu contoh produk pangan yang memanfaatkan reaksi karamelisasi


adalah pada pembuatan permen dan caramel susu.
Reaksi karamelisasi menghasilkan warna kecoklatan serta aroma yang
disukai.

Umumnya,

karamelisasi adalah

produk yang
minuman

cola

menghendaki terjadinya reaksi


dan

produk

bakery.

Kedua

jenis produk tersebut menginginkan warna kecoklatan yang dihasilkan


dari reaksi karamelisasi yang terjadi akibat adanya gula. Selain itu,
produk lainnya yaitu dodol. Produk dodol diharapkan
warna coklat

membentuk

serta aroma yang khas dari gula yang menjadi

karamelisasi. Dodol terbuat dari beras ketan, kelapa dan gula merah. Pada
proses pemanasannya, reaksi yang dominan adalah reaksi karamelisasi.
Dengan adanya pemanasan pada suhu tinggi maka konsentrasi gula akan
semakin pekat. Sukrosa akan pecah dan membentuk warnakecoklatan
yang diinginkan
C; Cara pencegahan

Reaksi

browning

dapat

dicegah

dengan

menambahkan

senyawa-senyawa anti pencoklatan, antara lain senyawasenyawa

sulfit,

asam-asam

organik

dan

dengan

blanching/blansir.
Sulfit

: senyawa-senyawa

sulfit misalnya

natrium

bisulfit, natrium sulfit dan lain-lain mempunyai kemampuan


untuk menghambat reaksi browning baik enzimatis maupun
non enzimatis. Penghambatan terhadap browning enzimatis
terutama

disebabkan

karena

kemampuannya

untuk

mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim

menjadi

tidak

aktif,

sedangkan

penghambatan

reaksi

browning non enzimatis dikarenakan kemampuannya untuk


bereaksi

dengan

gugus

aktif

gula

pereduksi,

sehingga

mencegah reaksi antara gula pereduksi tersebut dengan


asam amino.
Penambahan

asam-asam

organik

dapat

menghambat browning enzimatik terutama disebabkan oleh


efek turunnya pH akibat penambahan senyawa tersebut.
Enzim fenolase dan polifenolase bekerja optimum pada pH 5
7. Disamping menurunkan pH, penambahan asam askorbat
yang

bersifat

pereduksi

kuat

akan

berfungsi

sebagai

antioksidan. Dengan penambahan asam askorbat, oksigen


yang menjadi pemacu reaksi browning enzimatis dapat
dieliminasi. Selain menurunkan pH, penambahan asam sitrat
juga dapat mengikat tembaga yang merupakan sisi aktif
enzim, sehingga aktivitas enzim dapat dihambat (Ebook
Pangan, 2006).

BAB III
PENUTUP

Proses browning adalah proses kecoklatan pada buah yang terjadi akibat
proses enzimatik oleh polifenol oksidasi.
Reaksi pencoklatan pada bahan pangan dapat dibagi menjadi dua reaksi
utama yaitu pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis.
Pencoklatan enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung
substrat fenolik, di samping katekin dan turunnya seperti tirosin, asam
kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosiain dapat menjadi substrat proses
pencoklatan.
Proses Browning non Enzimatis disebabkan oleh reaksi pencoklatan tanpa
pengaruh enzim, terjadi saat pengolahan berlangsung.
Reaksi pencoklatan secara nonenzimatik pada umumnya ada dua macam
reaksi pencoklatan nonenzimatik yaitu karamelisasi dan reaksi Maillard.
Reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi antara karbohidrat, khususnya
gula pereduksi dengan gugus amina primer.
Karamelisasi adalah reaksi oksidasi dari gula.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta


David,j.,et al, 1990 , Jan Valisek and Jan pokarny Chemical Changes During Food
Processing ,
Elvevier, Amsterdam
Eskin, N.A.M.,et al, 1991, Biochemistry of Food, Academic Press, NewYork,
Fennema, O.W., 1985. Principle of Food Science, Food Chemistry, 2nd (ed).Marcel
Dekker
Inc, New York, Ginting, B.
International Starch Institute (2005). Maize (Corn).
http://www.starch.dk/isi/starch/maize.htm, diakses pada 18/11/16
Mancilla-Margalli, N.A dan Lopez, MG. (2002). Generation of Maillard Compound
From
Inulin during the Thermal Processing of Agave tequilana Weber Var.
Azul. Journal of Food Science.
Marsono, Y. (2006). Diskusi lisan, tidak dipublikasikan. Guru Besar pada Program
Studi
Teknologi Pangan dan Hasil pertanian, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Mondy, N.I.,and C.B. Munshi, 1992, Effect Type of Potasium Fertillizer on Enzimatic
Dis
Coloration and Phenolic, Ascorbic Alic and Lipid contents of
Pototoes, J. Agric. Food Chemistry
http://www.kamusq.com/2013/11/maillard-adalah-pengertian-dan-definisi.html. Di
akses
pada tanggal 18/11/16
IPB. Bandung. http://dokumen.tips/documents/makalah-karamelisasi.html. Di akses
pada

tanggal 18/11/16

Anda mungkin juga menyukai