batas kewajaran. Penelitian tindakan kelas tidak perlu menambah jam pelajaran, dan
tidak perlu mengubah jadwal yang sudah ada.
(Arikunto, 2014: 6)
b. Adanya Kesadaran Diri untuk Memperbaiki Kinerja
Penelitian tindakan kelas di dasarkan atas filosofi bahwa setiap manusia pada
prinsipnya tidak menyukai hal-hal yang bersifat statis, tetapi selalu menginginkan
sesuatu dinamis atu lebih baik. Peningkatan untuk mencapai sesuatu yang lebih baik di
lakukan terus-menerus hingga tujuan yang di tetapkan dapat tercapai. PTK seharusnya
di lakukan bukan karena ada paksaan atau permintaan dari pihak lain, tetapi harus atas
dasar keikhlasan dan senang hati. Guru melakukan PTK karena menyadari kekurangan
yang dimilikinya pada kinerja yang di lakukan , dan ia ingin melakukan perbaikan.
Dengan demikian PTK haruslah bersifat dinamis. Guru selalu berupaya mengadakan
perubahan. PTK tidak menekankan topik atau materinya, tetapi lebih menekankan pada
metode,strategi, atau teknik penyajiannya melalui sebuah kegiatan uji coba atau
kegiatan eksperimen.
Berbeda dengan eksperimen biasa, karena eksprimen biasa menggunakan kelompok
kontrol, sedangkan penelitian tindakan tidak demikian dalam penelitian tindakan ini
cara tersebut dicobakan berulang-ulang sampai memperoleh informasi yang mantap
tentang pelaksanaan metode atau cara itu. Dengan penelitian tindakan dapat di sebut
sebagai penelitian eksperimen berkesinambungan.
(Arifin, 2012: 143)
c. SWOT sebagai Dasar Berpijak
penelitian tindakan harus di mulai dengan melakukan analisis SWOT, terdiri atas
unsur-unsur. S-Strenght (kekuatan), W-Weaknesses (kelemahan), O-Opportunity
(kesempatan atau peluang), T-hreat (ancaman). Empat hal tersebut di lihat dari sudut
guru yang melaksanakan maupun siswa yang di kenai tindakan dengan berpijak pada
hal tersebut, penelitian tindakan dapat di laksanakan hanya apabila ada kesejalanan
antara kondisi yang ada pada guru dan juga pada siswa tentu saja pekerjaan guru
sebelum menentukan jenis tindakan yang akan di cobakan memerlukan pemikiran yang
matang.
(Arikunto, 2012: 7)
Kekuatan (strenght) dan kelemahan (weaknesses) yang ada pada diri peniliti dan
subjek tindakan di identifikasikan secara cermat sebelum mengidentifikasi yang lain.
Dua unsur yanglain, yaitu kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat), di
identifikasi dari yang ada diluar diri guru atau peneliti dan juga di luar diri siswa atau
subjek yang di kenai tindakan. Dalam memilih sebuah tindakan yang akan di coba,
peneliti harus mempertimbangkan apakah ada sesuatu di luar diri dan subjek tindakan
yang kiranya dapat di manfaatkan, juga sebaliknya berpikir tentang bahaya di luar
3
diri dan subjeknya sehingga dapat mendatangkan risiko. Hal ini terkait dengan prinsip
pertama, bahwa penelitian tindakan tidak boleh mengubah situasi asli, yang biasanya
tidak mengundang risiko.
(Arifin, 2012: 144)
d. Upaya Empiris dan Sistemik
PTK harus merupakan suatu upaya yang bersifat empiris. Prinsip ini sebagai
implikasi dari prinsip ketiga. Dengan telah di lakukan analisis SWOT, jika guru
melakukan penelitian tindakan, berarti dia sudah mengikuti prinsip empiris (terkait
dengan pengalamannya) dan sistemik. Sistemik berarti berpijak pada unsur-unsur yang
terkait dengan keseluruhan sistem yang terlibat dengan objek yang sedang di garap.
Pembelajaran adalah sebuah sistem, yang keterlaksanaannya di dukung oleh unsurunsur yang saling berkaitan. Jika guru mengupayakan cara mengajar baru, harus juga
memikirkan tentang sarana pendukung yang berbeda, mengubah jadwal pelajaran, dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan cara baru yang di usulkan tersebut.
(Arifin, 2012: 144)
e. Mengacu Prinsip SMART dalam Perencanaan
Sebelum menyusun rencana tindakan, guru harus memperhatiakn hal-hal yang harus di
penuhi dalam menyusun tindakan. Beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut.
1) S-Specific (Khusus)
Tindakan harus khusus (spesifik), atau tidak terlalu luas. Sebagai contoh, melakukan
penelitian untuk pelajaran bahasa (Indonesia, Inggris, atau yang lain). Tetapi hanya
satu aspek saja, misalnya aspek berbicara, aspek membaca, aspek mendengarkan,
atau aspek menulis. Dengan demikian, langkah dan hasilnya dapat jelas karena
spesifik. Tetapi khusus di sini bukan hanya di lihat dari kompetensinya, tetapi juga
di lihat dari tindakannya, seperti penerapan metode mengajar tertentu dalam
mengajarkan geometri, dan sebagainya.
2) M-Mangable (Dapat Diterima)
Mudah di lakukan, tidak sulit atau berbelit, misalnya kesulitan dalam mencari
lokasi, mengumpulkan hasil, mengoreksi, dan kesulitan bentuk lain. Atau dengan
kata lain tindakan harus sudah di laksanakan.
3) A-Acceptable (Dapat Diterima)
Tindakan harus dapat di terima lingkungan, dan subjek yang teliti. Tindakan tidak di
perkenankan mengandung unsur yang merugikan peserta didik atau lingkungan
lainnya.
4) Achievble (Dapat Dicapai)
Dapat di terima oleh subjek yang di kenai tindakan. Artinya siswa tidak mengeluh
gara-gara guru memberikan tindakan, dan juga lingkungan tidak terganggu
karenanya.
4
uraian
tentang
penelitian jenis ini, peneliti tidak harus berpikir dan mengejar hasil, tetapi juga
mengamati proses yang terjadi. Hasil yang di peroleh merupakan dampak dari
prosesnya.
Agar guru dapat mengetahui apakah proses yang terjadi sudah baik atau belum, guru
meggunakan format pengamatan yang terdiri dari butir-butir yang rinci. Pengamatan
bisa langsung di lakukan oleh pengamat, guru itu sendiri, atau siswa yang di latih untuk
mengamati. Peran serta siswa dalam pengamatan proses ini cukup penting karena selain
itu dapat melihat apa yang terjadi pada temannya, yaitu yang terjadi di luar dirinya, juga
dapat memikirkan dirinya sendiri apabila sedang di kenai tindakan seperti itu. Tetapi,
pada umunya yang terjadi adalah guru hanya meminta siswa lain memperhatikan, tetapi
tidak menggunakan format. Pengamtan tanpa fomat, mungkin terkesan di lakukan
dengan tidak serius, tidak cermat.
c. Adanya Inkuiri Reflektif
Sesuai dengan konsep dasrnya bahwa PTK muncul dari evaluasi terhadap praktik
kerja sehari-hari, maka jenis penelitian ini memiliki ciri adanya inkuiri reflektif. PTK
dikatakan memiliki ciri inkuiri reflektif, karena dengan tindakan yang di lakukan,
kemudian dilakukan pengamatan, serta refleksi di harapkan guru dapat menemukan
sesuatu di harapkan secara bertahap tetapi terencana dan menuju pada suatu arah tujuan
tertentu (terfokus).
d. Adanya Kolaborasi
Sesuai dengan konsep dasarnya, dalam PTK selain guru harus merencanakan dan
melaksanakan tindakan secara bersamaan guru juga harus melakukan pangamatan. Dua
kegiatan ini sangat sulit untuk di lakukan secara bersamaan. Dengan demikian sangat di
butuhkan mitra yang dapat membantu guru dalam melaksanakan PTK. Pihak yang di
jadikan sebagai mitra ini dapat di ambilkan dari tenaga guru (teman peneliti), staf tata
usaha (TU), atau pihak lain yang bersedia dan mampu melakukannya. Upaya
melibatkan teman atau mitra untuk mendukung pelaksanaan PTK ini di kenal dengan
istilah kolaborasi.
e. Adanya Refleksi
Sesuai ide dasarnya, PTK tidak dapat terlepas dari kegiatan refleksi. Karena tindakan
yang di rencanakan dan di laksanakan pada dasarnya adalah upaya mencapai sesuatu
yang di harapkan (ideal), maka upaya ini perlu di lihat tingkat keberhasilannya maupun
kualitas proses yang di jalankan.
(Arifin, 2012: 145-147)
B. Masalah dan Hipotesis dalam PTK
1. Mengidentifikasi Masalah
Kemmis dan Mc. Taggart (hopkins, 1992) mengatakan bahwa kita tidak perlu memulai
dengan masalah. Yang kita butuhkan adalah ide umum bahwa sesuatu bisa diperbaiki. Ide
6
ini bisa berasal dari ide baru yang menjanjikan atau dari kesadaran bahwa praktik yang kita
lakukan kurang aspiratif. Karena itu, kita pusatkan perhatian pada:
Apa yang terjadi sekarang?
Pada konteks apakah hal ini bermasalah?
Apa yang bisa saya lakukan untuk mengatasinya?
Beberapa ide awal yang mungkin adalah:
muncul.pada tahap ini yang lebih penting adalah membuat daftar ide atau topik yang dapat
dikerjakan.
Langkah
berikutnya
adalah
memeriksa
kegunaan
atau
manfaatnya,
kelangsungan atau pentingnya tiap-tiap topik. Hopkins mengemukakan tiga saran yang
harus kita perhatikan.
Hipotesis
Terbuka
Membuat
Tertutup
Menguji
?
mengawali diskusi kelas,dia bisa menduga bahwa dengan mengajukan beberapa pertanyaan
terbuka (open-ended) akan mendorong jawaban siswa yang lebih bervariasi. Untuk masalah
ini sebuah hipotesis bisa dibuat dan diuji. Karena begitu banyak peubah (variabel) dalam
mengajar rumusan hipotesis-hipotesis itu kadang bersifat sementara.
(Arifin, 2012: 148)
C. Model
dan Tahap-Tahap dalam PTK
Refleksi
1. Model PTK
Ada berberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan kelas dengan bagan
Refleksi
yang berbeda beda, namun secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui,
yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun model dan
penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut:
Pelaksanaa
Pelaksanaan
dirinya. Apabila pengamatan dilakukan oleh orang lain, pengaatannya lebih cermat dan
hasilnya akan lebih objektif.
(Arifin, 2012: 149)
Penelitian kolaborasi ini sangat disarankan kepada para guru yang belum pernah atau
masih jarang melakukan penelitian. Meskipun dilakukan bersama, karena kelasnya
berbeda, dan tentu saja peristiwanya berbeda, hasilnya juga pasti berbeda. Jika hasilnya
dilaporkan sebagai karya ilmiah bentuk laporan penelitian, masing-masing guru akan
mendapat nilai sama, yaitu 4,0. Dalam hal ini guru tidak perlu ragu, takut nilainya dibagi
2 seperti kalau menulis bersama atau melakukan penelitian kelompok. Dalam penelitian
tindakan, masing-masing berdiri sebagai peneliti meskipun ketika menyusun rencana
dilakukan bersama-sama. Dengan demikian, penelitian tindakan yang baik adalah
apabila dapat diusahakan sebagai berikut.
Dalam penelitian kolaborasi, pihak yang melakukan tindakan adalah guru itu
sendiri, sedangkan yang diminta melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya
proses tindakan adalah peneliti, bukan guru yang sedang melakuakan tindakan.
Kolaborasi juga dapat dilakukan oleh dua orang guru, yang dengan cara bergantian
mengamati. Ketika sedang mengajar, dia adalah seorang guru; ketika sedang mengamati,
dia adalah seorang peneliti.
(Arikunto, 2014: 17)
Bentuk lainya adalah peneliti melakukan pengamatan sendiri terhadap diri sendiri
ketika sedang melakuakan tindakan. Apabila menerapkan bentuk kedua ini, peneliti
harus mampu melakukan apa yang disebut mawas diri, yaitu mengeluarkan jiwa dari
badan sementara, untuk mengamati secara objektif apa yang sedang terjadi pada dirinya.
(Arifin, 2012: 150)
Pada tahap menyusun rancangan, peneliti menentukan titik atau fokus peristiwa yang
perlu mendapat perhatian perhatian khusus, selanjutnya membuat instrumen pengamatan
untuk membantu peneliti merekam fakta atau fenomena yang terjadi selama tindakan
berlangsung. Jika yang digunakan dalam penelitian ini bentuk terpisah maka peneliti dan
pelaksana harus melakukan kesepakatan antara keduanya. Karena pelaksananya guru,
adalah pihak yang paling berkempentingan untuk meningkatkan kinerja, maka pemilihan
strategi pembelajaran disesuaikan dengan selera dan kepentingan guru, agar pelaksanaan
tindakan dapat terjadi secara wajar, realistis, dan dapat dikelola sesuai kemampuannya.
(Arifin, 2012: 150)
b. Tahap 2: Pelaksanaan Tindakan (Acting)
Tahp ke-2 dari penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan
implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenagkan tindakan di kelas. Hal
yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap ke-2 ini pelaksana guru harus ingat dan
berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi harus pula
9
berlaku wajar, tidak dibuat-buat. Dalam refleksi, keterkaitan antara pelaksanaan dengan
perencanaan perlu diperhatikan secara saksama agar sinkron dengan maksud semula.
Ketika mengajukan laporan penelitiannya, peneliti tidak melaporkan seperti apa
perencanaan yang dibuat karena langsung melaporkan pelaksanaan. Oleh karena itu,
bentuk dan isi laporannya harus sudah lengkap menggambarkan semua kegiatan yang
dilakukan, mulai dari persiapan sampai penyelesaian. Banyak di antara karya tulis yang
diajukan oleh guru tidak dapat dinilai atau diterima oleh ti penilai karena isi laporannya
tidak lengkap. Pada umumnya penulis merasa sudah menjelaskan tahapan metode yang
dilaksanakan dalam tindakan, padahal baru disinggung dalam kajian pustaka saja, dan
belum dijelaskan secara rinci bagaimana keterlaksanaannya ketika tindakan terjadi.
(Arikunto, 2014: 18-19)
c. Tahap 3: Pengamatan (Observing)
Istilah pengamatan dalam tahap-tahap PTK tidak bisa disamakan dengan istilah
pengamatan dalam penelitian secara umum. Jika pengamatan dalam penelitian secara
umum dilakukan pada saat penelitian, pada PTK tahap pengamatan ini sudah mencakup
juga pengukuran hasil tindakan. Jika suatu tindakan direncanakan untuk memperbaiki
prestasi belajar siswa, maka pada tahap observasi ini, sebenarnya guru tidak hanya
mengamati tetapi melakukan pengukuran, baik berupa instrumen angket maupun
menggunakan instrumen tes. Sesuai dengan pengertiannya pengamatan dilakukan ketika
terjadinya atau dilaksanakannya tindakan. Karena tindakan dan pelaksanaan keduanya
berlangsung dalam waktu yang sama.
(Arifin, 2012: 154)
d. Tahap 4: Refleksi (Reflecting)
Sesuai dengan karakteristiknya, PTK diakhiri dengan kegiatan refleksi. Tahap ini
merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Istilah
refleksi ini lebih mengacu pada aktivitas perenungan atau menengok ke belakang,
melihat kembali apa yang telah dilakukan dan bagaimana hasil-hasilnya. Istilah refleksi
ini lebih mengacu kepada fungsi evaluasi yang dilakukan sendiri oleh peneliti. Kegiatan
refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksanaan sudah selesai melakukan
tindakan, kemudian berhadapan dengan pengamat atau peneliti mitra untuk
mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Ini ciri khas penelitian tindakan,
ketika guru pengamat tindakan siap mengatakan kepada pelaksana tindakan tentang halhal yang sudah berjalan secara baik dan langkah-langkah yang belum dijalankan atau
pelaksanaannya masih kurang optimal. Dengan kata lain, guru pelaksana sedang
melakukan evaluasi diri melalui bantuan guru pengamat. Apabila guru pelaksana
berstatus sebagai pengamat , dalam hal ini mengamati apa yang ia lakukan, maka
refleksi dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan kata lain, guru tersebut melihat dirinya
10
kembali melakukan dialog untuk menentukan hal-hal yang sudah dirasakan cukup
baik karena sudah sesuai dengan apa yang direncanakan.
Dalam reflksi ini peneliti dapat mengemukakan berberapa hal sebagai tindak lanjut
dari melihat kembali apa yang sudah dilaksanakan dalam pelaksanaan tindakan.
Berberapa tindak lanjut tersebut adalah melihat apa yang masih belum berjalan dengan
lancar, bagian-bagian mana yang masih belum bisa dijalankan sesuai rencana, mengapa
hasilnya seperti ini, dan sebagainya. Pada bagian refleksi juga perlu diuraikan
pemaknaan terhadap proses yang terjadi selama tindakan berlangsung. Pemaknaan ini
akan lebih baik jika dikaitkan dengan teori-teori yang sudah dibahas dalam kajian teori
atau temuan-temuan penelitaian terdahulu yang sudah dikemukakan dalam latar
belakang masalah.
Jika PTK dilakukan dalam berberapa siklus, dalam refleksi, peneliti menyampaikan
rencana yang disarankan kepada mitranya apabila dia menghentikan kegiatannya.
Catatan-catatan penting terkait dengan tugas observasi yang dibuat sebaiknya rinci
sehingga siapa pun yang akan melaksanakan dalam kesempatan lain tidak akan
menjumpai kesulitan.
Keempat tahap dalm penelitian tindakan tersebut adalah komponen pembentuk
sebuah siklus, yaitu satu putaran keegiatan beraturan, yang kembali ke langkah semula.
Satu siklus adalah serangkaian kegiatan yang dimulai dari tahap penyusunan rencana
sampai dengan refleksi atau evaluasi. Apabila dikaitan dengan bentuk tindakan
sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, yang dimaksud dengan bentuk tindakan
tidak pernah merupakan kegiatan tunggal, tetapi selalu harus berupa rangkaian kegiatan
yang akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus.
Pertanyaan yang sering muncul terkait dengan siklus adalah berapa lama satu siklus
itu berlangsung, dan berberapa kali tatap muka atau pertemuan sebaiknya yang
direncanakan dalam satu siklus? Jawaban yang menunjukkan waktu sangat relatif,
bergantung pada kebutuhan, kemampuan, dan situasi kondisi yang ada. Mungkin materi
yang diajarkan hanya satu pokok bahasan, tetapi cukup luas sehingga memerlukan waktu
berberapa kali pertemuan. Sebaliknya jika satu pokok bahasan tersebut ruang lingkupnya
tidak luas, maka tidak memerlukan tatap muka yang terlalu banyak. Refleksi dapat
dilakukan apabila peneliti merasa sudah mantap mendapat pengalaman, dalam arti sudah
memperoleh informasi yang perlu untuk memperbaiki cara yang telah dicoba.mungkin
saja peneliti memutuskan untuk mengadakan pertemuan ketiga sampai lima kali
sehingga siswa sudah dapat merasakan proses dan hasilnya, demikian pula pengamat
sudah memperoleh informasi yang dirasakan cukup dan mantap sebagai masukan yang
berarti untuk mengadakan perbaikan pada siklus berikutnya.
11
Jika telah diketahui faktor-faktor keberhasilan dan kekurangan atau hambatan dari
tindakan yang telah dilakukan dalam satu siklus, peneliti menentukan rencan untuk
siklus kedua, demikian seterusnya. Dengan refleksi peneliti juga akan mendapat
petunjuk
bagaimana cara atau prosedur perkaliannya, (c) berapa macam kartu yang
diperlukan, (d) siapa yang akan tampil dalam praktek fragmen bagi-bagi buah
segar di kelas, (e) siapa yang akan membawa buah-buahan, pisau maupun nampan
sebagai tempatnya, (f) berapa lama waktu yang diperlukan, (g) bagaimana guru
mengarahkan siswa untuk mengkaitkan kegiatan bagi-bagi buah segar dengan
pengetahuan matematika terkait dengan prosedur elakukan operasi perkalian
pecahan, (i) LKSnya dalam bentuk seperti apa, dan sebagainya.
Guru besama siswa merencanakan kartu-kartu yang akan berisi perkalian tanpan
hasil, misalnya
1 1
3 1
= , = ,
2 4
4 2
hanya membantu dan melengkapi lembar kerja yang telah disiapkan guru.
Sedangkan media utamanya adalah benda-benda nyata yang dapat dipraktikkan
dalam perhitungan perkalian pecahan.
2) Rencana untuk Tahap 2
Guru bersama-sama dengan siswa membicarakan prosedur formal yang
seharusnya dilakukan dan diingat-ingat siswa ketika harus melakukan operasi hitung
pecahan.perencanaan yang dilakukan adalah (a) berapa lama kegiatan berlangsung,
(2) siapa yang menjadi pemberi buah-buahan dan siapa yang menjadi orang-orang
yang diberi buah, siapa yang bertugas mencatat atau mengisi lembar kerja, siapa
siapa yang mempersiapakan tempat buah maupun pisau dapur, (3) aksi bagi-bagi
buah segar ini akan disaksikan oleh teman-teman sekelas lainya, agar dapat
elaporkan fragen (drama singkat) dengan judul bagi-bagi buah segar tersebut, (4)
bagaiman guru memanfaatkan model belajar ini untuk memberikan arah bagi siswa
dalam memahami perkalian pecahan, (5) proses memahami opersai perkalian
pecahan ketika melakuakan aksi: bagi-bagi buah berlangsung harus diarahkan
pada pemahaman terhadap prosedur formal tentang perhitungan perkalian pecahan.
3) Rencana untuk Tahap 3
Guru menyiapkan alat untuk melakukan pengamatan diri, yaitu mencatat hal-hal
yang mungkin terjadi ketika tindakan berlangsung. Letak titik krusial dalam
pelaksanaan tindakan antara lain: (a) semangat siswa ketika menjalankan fragmen
atau aksi, (b) kelancaran kegiatan realistik tersebut, (c) kesesuaian dengan arahan
atau skenario yang ditetapkan, (d) mengidentifikasi tingkat pemahaman prosedur, (e)
mengidentifikasi berbagai tipe kesalahan yang mungkin dilakukan siswa ketika
mengkaitkan aktivitas bagi-bagi buah dengan prosedur formal perkalian pecahan, (e)
tanggapan siswa setelah terlibat dalam aksi secara langsung, maupun siswa hanya
mengamati fragmen tersebut, (f) tanggapan siswa ketika terlibat dalam kegiatan
13
Baik
Cukup
Kurang
..........
..........
..........
..........
............
............
............
............
..............
..............
..............
..............
..........
..........
..........
..........
..........
..........
............
............
............
............
............
............
..............
..............
..............
..............
..............
..............
14
Sistematika laporan penelitian tidak jauh berbeda dengan laporan penelitian yang
lain. Satu hal yang sangat dicermati oleh penilai dalam laporan PTK adalah bagaimana
siklus dilaksanakan, dan penjelasan tentang proses yang berlangsung.
(Arikunto, 2014: 27)
2. Contoh Sistematika Proposal PTK
Garis besar atau kerangka proposal penelitian tindakan kelas tidak jauh berbeda
dengan proposal penelitian yang lain, baik isi dari komponen maupun urutannya. Garis
besar proposal penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut:
Judul penelitian: .........................
Peneliti: ......................................
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada bagian latar belakang masalah peneliti harus mampu menunjukkan
bahwa ada kesenjangan antara harapan yang diinginkan dan fakta yang terjadi atau
yang ada. Kesenjangan inilah yang merupakan embrio atau cikal bakal munculnya
permasalahan secara lebih spesifik. Dalam menguraikan latar belakang masalah
ini, peneliti juga harus memperhatikan prinsip dan karakteristik dari PTK.
Pada bagian ini, perlu diulas secara sekilas atau garis besar tentang tetori-teori
yang relevan atau hasil-hasil PTK oleh peneliti lain. Peneliti dapat membuat ulasan
tentang teori yang melandasi diajukannya gagasan tindakan yang dipilih untuk
mengatasi masalah.
B. Sasaran tindakan
Dalam PTK harus ditegaskan bahwa yang menjadi sasaran tindakan adalah
siswa. Sasaran ini bukan hanya ditujukan kepada individu subyjek penelitian,
tetapi juga faktor-faktor atau komponen-komponen yang ada pada diri siswa,
seperti kebiasaan belajar siswa, kesadaran dan tanggung jawab, ketrampilanketrampilan tertentu dan sebagainya.
Pada bagian ini juga perlu disebutkan dimana subjek yang dikenakan
tindakan berada. Dalam hal ini tempat penenlitian harus ditulis secara eksplisit.
(Arifin, 2012: 156 )
C. Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas adalah pertanyaan yang
akan dijawab atau dipecahkan setelah tindakan selesai dilakukan. Rumusan
masalah harus dirinci sehingga tidak terlalu umum.
(Arifin, 2012: 157 )
Misalkan, tidak hanya menanyakan Apakah dengan metode diskusi partisipatif
minat siswa terhadap pelajaran menjadi tinggi? tapi juga harus dipisah-pisah,
yaitu bagaimana proses, bagaimana situasi, dan bagaimana hasilnya.
Contoh:
15
1. Apakah diskusi partisipatif ini dapat mendorong siswa untuk belajar lebih
semangat?
2. Apakah siswa bersungguh-sungguh dalam memikirkan giliran berbicara dan
melaporkan hasil diskusi jatahnya?
3. Apakah siswa dapat menguasai materi dengan baik setelah mengikuti
pembelajaran dengan metode diskusi partisipatif?
4. Bagaimanakah persepsi dan kesan siswa terhadap metode diskusi partisipatif?
(Arikunto, 2014 : 36-37)
D. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian harus ditulis sesuai dengan rumusan masalah yang telah
diajukan sebelumnya.
(Arifin, 2012 : 157)
Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitiannya adalah:
1. Ingin mengetahui seberapa besar siswa bersemangat mengikuti pelajaran
dengan metode diskusi partisipatif.
2. Ingin mengetahui seberapa besar
siswa
bersungguh-sungguh
dalam
III.
harus luas dan mendalam, walaupun jika ini dilakukan akan lebih baik.
(Arifin, 2012 : 157-158)
METODE PENELITIAN
Pada bagian ini harus diuarikan secara sistematis dan terperinci tentang rencana
tindakan, yang dimulai dengan gambaran tentang lokasi penelitian serta setting-nya.
Proses pengambilan atau penentuan subjek penelitinya.
1. Setting penelitian, menjelaskan tentang lokasi dan gambaran tentang kelompok
siswa atau subjek yang dikenai tindakan. Perlu ditekankan di sini bahwa
penelitian tindakan, tidak ada populasi atau sampel.
16
2. Sasaran penelitian, perubahan apa yang diinginkan dari subjek yang dikenai
tindakan, yaitu target yang diharapkan. Sekali lagi target yang diterangkan disini
bukan hanya hasil tindakan, tetapi peristiwa ketika tindakan berlangsung.
3. Rencana tindakan, gambaran tentang langkah-langkah nyata yang akan
dilakukan dalam tindakan. Peneliti sering berpikir bahwa yang dimaksud dengan
langkah-langkah ini adalah empat tahap dalam satu siklus. Jika itu yang
dimaksud, setiap orang sudah tahu. Namun, yang diharapkan untuk diterangkan
adalah bukan itu tetapi langkah nyata tindakan, dan tidak boleh lupa, hal-hal
yang dapat menunjukkan keunggulan dari tindakan, yaitu hal yang menunjukkan
perbedaan antara penelitian tindakan ini dengan yang biasa dilakukan. Apa yang
dipilih dan diuraikan dalam bab II tentang keunggulan dan langkah-langkah
tindakan, harus diulangi bagaimana langkah nyata yang secara operasional akan
dilakukan.
4. Data dan cara pengambilan, menjelaskan tentang informasi yang menyangkut
indikator yang ada dalam tindakan, misalnya semangat belajar siswa dalam
diskusi partisipatif, situasi diskusi dan kelancaran proses yang terjadi, data
tentang jalannya diskusi khususnya mengenai pembagian giliran, kelancaran
berbicara dan hasil belajar siswa. Dalam bagian ini perlu dijelaskan cara yang
digunakan peneliti untuk mengumpulkan data selama proses berlangsung dan
ketika refleksi dilakukan, serta bagaimana mengetahui hasil belajar siswa.
5. Analisis data, yang menjelaskan bagaimana data yang diperoleh tersebut
dianalisis untuk mengetahui hasil akhir.
(Arifin, 2012 : 158-159)
E. Menyusun Laporan PTK
1. Rambu-Rambu Penyusunan Laporan PTK
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Penelitian tidak akan banyak
memberikan manfaat apabila tidak ada upaya pelaporan secara tertulis tentang pelaksanaan
dan hasil-hasilnya. Demikian pula dengan PTK, peneliti diharuskan melaporkan hasil
penelitianya dalam bentuk tertulis.
Membuat karya tulis ilmiah berupa laporan penelitian sebetulnya jauh lebih mudah
dibandingkan menulis artikel atau essay, karena modal awalnya sudah diketahui dalam
proposal dan mengacu pada pencatatan atau perekaman hasil-hasil penelitian. Hal-hal yang
sudah cukup jelas tersebut seperti alasan dilakukannya penelitian atau dilakukanya
tindakan, tujuan penelitian, manfaat dan isi penelitian.hal-hal yang menjadi bahan cerita
dalam naskah laporan penelitian antara lain, pelaksanaan tindakan maupun opservasi atau
pengamatan ketika proses penelitian atau tindakan berlangsung, lengkap dengan rincian
siklus-siklusnya.
17
Pada akhir tulisan tinggal disampaikan hasil penelitian, yaitu keberhasilan yang
diperoleh dan hambatan atau kesulitan dalam pelaksanaan, dan kemudian ditutup dengan
rekomendasi atau saran.
Sistematika laporan penelitian tindakan jauh berbeda dengan laporan penelitian yang
lain. Suatu hal yang amat dicermati oleh penilai KTI dalam laporan PTK adalah bagaiman
siklus dilaksanakan, dan penjelasan tentang proses yang berlangsung. Kesalahan yang
terjadi adalah guru hanya menyebutkan sedikit dari tindakan yang dilakukan, dan langsung
menunjukan data yang dikumpulkan melalui tes. Hasil tes antar siklus dibandingkan dengan
menggunakan rumus statistik maupun tidak, lalu disimpulkan. Dalam penelitian tindakan
ini guru tidak diharuskan menonjolkan analisis data, tetapi seperti sudah dikemukakan
didepan, harus mendeskripsikan proses yang terjadi. Namun demikian hasil tetap harus
dikemukakan, karena hasil ini sebenarnay tujuan akhir dari proses yang dijalankan.
(Arifin, 2012: 159)
2. Kesalahan-Kesalahan dalam Penyusunan Laporan PTK
Kesalahan yang seringdilakukan guru ketika mengusulkan kenaikan jabatan Golongan
Iva keatas adalah mengabaikan atau tidak menganggap penting uraian atau penjelasan
tentang bentuk tindakannya. Mereka menganggap, kalu sudah menuliskan definisi atau
pengertian model tindakannya dalam studi kepustakaan sudah dianggap cukup.
Padahal dengan begini, guru masih belum mengemukakan ide atau gagasan tindakannya
secara jelas. Uaraian dalam kajian teori hanya bersifat mendukung, belum dapat dengan
jelas mengemukakan idenya. Jika laporan penelitianya masih seperti ini, karya ilmiahnya
berpeluang besar untuk ditolak hanya karena guru belum menjelaskan alur yang
dilaksanakan dalam tindakannya.
Kesalahan lain yang juga sering dilakukan oleh guru adalah bahwa uraian yang ada
belum menggambarkan peristiwa yang sesungguhnya terjadi. Yang digambarkan seolaholah merupakan hayalan. Bukan kenyataan yang semestinya terjadi dalam proses
pembelajaran. Dalam hal ini peneliti sudah menjajaki tindakan dengan terlebih dahulu
melakukan
eksperimen,
agar
diketahui
metode
mana
yang
unggul dan
akan
materi pelajaran, (4) peralatan yang digunakan, (5) Hasil pembelajaran, (6) lingkungan
pembelajaran, (7) pengelolahan/pengaturan yang dilakukan oleh pimpunan sekolah.
(Arikunto, 2014: 24)
Dari masing-masing komponen masih dapat dianalisis lagi unsur apa dari komponen
tersebut yang menarik minat peneliti untuk dijadikan objek penelitian (hal yang diteliti).
Contoh jika peneliti in gin melihat komponen guru, unsur apa yang ada pada guru yang
menarik minat peneliti untuk dijadikan objek penelitian, kemampuan mengajarnya,
kecerdasannya, kreativitasnya, atau metode yang digunakan. Demikian pula jika komponen
yang diamati adalah siswa. Unsur-unsur mana atau apa yang pada diri siswa yang menarik
minat peneliti untuk menelitinya.apakah tertarik meneliti sikap atau prilaku belajarnya, meneliti
semangat dan motivasi belajarnya, daya kritis atau kreativitasnya, kemampuan membaca
cepatnya,atau unsur-unsur lainnya. Masih banyak ruang-ruang yang dapat diisi guru terkait
dengan objek-objek kajian atau objek penelitian.
(Arifin, 2012: 160)
19
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Lentera Cendikia.
Arikunto, Suharsimi., dkk. 2014. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
20