Anda di halaman 1dari 15

PERCOBAAN I

PENGARUH PETIR TERHADAP JARINGAN DISTRIBUSI

1.1. Dasar Teori


Petir merupakan kejadian alam di mana terjadi loncatan muatan listrik
antara awan dengan bumi. Loncatan muatan listrik tersebut diawali dengan
mengumpulnya uap air di dalam awan. Ketinggian antara permukaan atas dan
permukaan bawah pada awan dapat mencapai jarak sekitar 8 km dengan
temperatur bagian bawah sekitar 60 oF dan temperatur bagian atas sekitar - 60 oF.
Akibatnya, di dalam awan tersebut akan terjadi kristal-kristal es. Karena di dalam
awan terdapat angin ke segala arah, maka kristal-kristal es tersebut akan saling
bertumbukan dan bergesekan sehingga terpisahkan antara muatan positif dan
muatan negatif.
Pemisahan muatan inilah yang menjadi sebab utama terjadinya sambaran
petir. Pelepasan muatan listrik dapat terjadi di dalam awan, antara awan dengan
awan, dan antara awan dengan bumi tergantung dari kemampuan udara dalam
menahan beda potensial yang terjadi.
Petir yang kita kenal sekarang ini terjadi akibat awan dengan muatan
tertentu menginduksi muatan yang ada di bumi. Bila muatan di dalam awan
bertambah besar, maka muatan induksi pun makin besar pula sehingga beda
potensial antara awan dengan bumi juga makin besar. Kejadian ini diikuti pelopor
menurun dari awan dan diikuti pula dengan adanya pelopor menaik dari bumi
yang mendekati pelopor menurun. Pada saat itulah terjadi apa yang dinamakan
petir.
Panjang kanal petir bisa mencapai beberapa kilometer, dengan rata-rata 5
km. Kecepatan pelopor menurun dari awan bisa mencapai 3 % dari kecepatan
cahaya. Sedangkan kecepatan pelepasan muatan balik mencapai 10 % dari
kecepatan cahaya.

1.2. Tujuan Percobaan


Adapaun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami pengaruh petir terhadap jaringan distribusi
2. Mengetahui pengaruh impedansi jaringan terhadap gelombang petir
1.3. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai
berikut:
1. 1 unit personal computer
2. Software ATP-Emtp
3. Software Microsoft Word

1.4. Gambar Rangkaian

Adapaun gambar rangkaian yang dipakai dalam percobaan ini adalah


sebagai berikut:
a. Saat gangguan pertama

Gambar rangkaian posisi gangguan pertama


b. Saat gangguan kedua

Gambar rangkaian posisi gangguan kedua


c. Saat gangguan ketiga

Gambar rangkaian posisi gangguan ketiga


1.5. Langkah Percobaan
Adapaun langkah percobaan yang dilakukan dalam melakukan percobaan
ini adlah sebagai berikut:
a. Dihidupkan komputer dan dijalankan program ATP Draw
b. Kemudian klik file dan pilih new sehingga terbuka jendela baru
c. Dimasukkan komponen dengan menggunakan klik kanan pada jendela
baru
d. Untuk komponen kabel, digunakan RLC Pilih parameter 1 fasa

e. Kemudian disusun dan diisi parameter komponen dengan nilai R=0,216


ohm/meter, L=0.000669 ohm/meter dan C=2.9E-5, kemudian panjang
dari komponen
f. Diambil parameter surja(Heldier) dan masukkan komponen dengan nilai
50000
g. Kemudian disetting EMTP dengan setingan waktu Tmax = 0,01 dan
h.
i.
j.
k.
l.

deltamax = 1x10e6
Dijalankan modul dengan menggunakan tombol F2
Hasil simulasi dilihat dengan menggunakan Plotter
Dimasukkan dalam gambar hasil percobaan
Dilakukan pengulangan dengan penempatan petir yang berbeda
Hasil percobaan dimasukkan pada gambar hasil percobaan

1.6. Data Hasil Percobaan


Adapun hasil data dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
a. Saat gangguan pertama

Grafik dari ranggkaian posisi gangguan pertama


b. Saat gangguan kedua

Grafik dari rangkaian posisi gangguan kedua


c. Saat gangguan ketiga

Grafik dari rangkaian posisi gangguan ketiga

1.7. Analisa data


Adapun analisa yang didapat dari percoba ini adalah sebagai berikut:
Dalam gambar rangkaian digunakan probe sebagai untuk melihat keluaran
tegangan yang dihasilkan, penghubung dengan panjang 500m ketiap-tiap line Z
dengan parameter nilai R= 0,216 ohm/meter; L= 0,000669 ohm/meter; dan C=
2.9E-5, serta tegangan gangguan petir sebesar 50000 V.
a. Pada saat gangguan pertama
Pada titik (XX0003)
Pada saat posisi gangguan pada titik (XX0003) diperoleh nilai
tegangan puncak sebesar 50 KV atau sama dengan tegangan gangguan
dari sambaran petir, ini terjadi dalam waktu 1 x 10-6 detik, gangguan
terjadi dalam jangka waktu 0,55 detik
pada titik (XX0002)
Pada titik (XX0002) diperoleh tegangan puncak pada titik tersebut
adalah 44,93 KV dalam waktu 14 x 10 -6 detik gangguan ini terjadi dalam
jangka waktu 0,55 detik
pada titik (XX0004)
Pada titik (XX0004) diperoleh tegangan puncak pada titik tersebut
adalah 55,67 KV dalam waktu 0,55 x 10 -3 detik. gangguan ini terjadi
dalam jangka waktu 0,55 detik
Pada titik (XX0006)
Pada titik (XX0006) diperoleh tegangan puncak pada titik tersebut
adalah 56,4 KV dalam waktu 12 x 10-6 detik. Gangguan ini terjadi dalam
jangka waktu 0,62 x 10-3 detik.
Pada titik (XX0002)
Pada titik (XX0002) diperoleh tegangan puncak pada titik tersebut
adalah 44,9 KV dalam waktu 14 x 10-6. Gangguan ini terjadi dalam
jangka waktu 0,6 x 10-3detik.
Pada titik (XX0001)

Pada titik (XX0001) diperoleh tegangan puncak pada titik tersebut


adalah 45,5 KV dalam waktu 16 x 10-6. Gangguan ini terjadi dalam
jangka waktu 0,54 x 10-3detik.

1.8. Kesimpulan dan Saran


1.8.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah sebagai
berikut:
1. Tegangan akan semakin tinggi dari titik gangguan sambaran petir

PERCOBAAN II
PENGGUNAAN ARRESTER PADA JARINGAN DISTRIBUSI
2.1. Dasar Teori
2.1.1. Arrester
Pada umumnya pusat pembangkit tenaga listrik menyalurkan
energinya melalui saluran transmisi udara dimana saluran transmisi tenaga
listrik yang terpasang di udara ini sangatlah rentanterhadap gangguan yang
disebabkan

oleh

sambaran

petir.

Sambaran

petir

ini

akan

menghasilkangelombang berjalan (Surja Tegangan) pada saluran transmisi


dan pada akhirnya dapat masuk kepusat pembangkit tenaga listrik. Oleh
alasan ini, dalam pusat pembangkit tenaga listrik harusdilengkapi
dengan lightening arrester (penangkal petir).
Gelombang berjalan (surja tegangan) selain dihasilkan oleh
gangguan petir, juga dapatterjadi karena adanya pembukaan dan penutupan
pemutus tenaga listrik (Open Closing Circuit Breaker) atau adanya
switching pada jaringan tenaga listrik. Pada sistem Tegangan Ekstra Tinggi
(TET) yang besarnya di atas 350 kV (500 kV untuk standar tranmisi udara
tegangan ekstra tinggi/SUTET di Indonesia), surja tegangan ini lebih banyak
disebabkan oleh switching tenaga listrik padajaringan dibandingkan yang
disebabkan oleh gangguan petir.
Saluran udara yang keluar dari pusat pembangkit listrik merupakan
bagian instalasi pusat pembangkit listrik yang paling rawan sambaran petir
dan karenanya harus diberi lightning arrester. Selain itu, lightning arrester
harus berada di depan setiap transformator dan harus terletak sedekat
mungkin dengan transformator. Hal ini perlu karena pada petir yang
merupakan gelombang berjalanmenuju ke transformator akan melihat
transformator sebagai suatu ujung terbuka (karenatransformator mempunyai
isolasi terhadap bumi/tanah) sehingga gelombang pantulannya akan saling
memperkuat dengan gelombang yang datang. Berarti transformator dapat
mengalami tegangan surja dua kali besarnya tegangan gelombang surja yang

datang. Untuk mencegah terjadinya hal ini, lightning arrester harus dipasang
sedekat mungkin dengan transformator.
Lightening arrester ini akan bekerja pada tegangan tertentu di atas
dari tegangan operasi yang berfungsi untuk membuang muatan listrik dari
surja petir dan berhenti beroperasi pada tegangan tertentu di atas tegangan
operasi agar tidak terjadi arus pada tegangan operasi. Perbandingan dua
tegangan ini disebut juga rasio proteksi arrester. Tingkat isolasi bahan
arrester harus berada di bawah tingkat isolasi bahan transformator agar
apabila sampai terjadi flashover, maka flashover diharapkan terjadi pada
arrester dan tidak pada transformator.
Rating arus arrester ditentukan dengan mempelajari statistik petir
setempat. Misalnya di suatu tempat mempunyai data statistik yang
menyatakan probabilitas petir yang terbesar adalah 15 killo ampere (kA),
maka rating arrester yang dipilih adalah 15 kA.
2.1.2. Prinsip Kerja Arrester
Pada prinsipnya arrester membentuk jalan yang mudah dilalui oleh
petir, sehingga tidak timbul tegangan lebih yang tinggi pada peralatan. Pada
kondisi normal arrester berlaku sebagai isolasi tetapi bila timbul surja,
arrester berlaku sebagai konduktor yang berfungsi melewatikan aliran arus
yang tinggi ke tanah. Setelah itu hilang arrester harus dengan cepat kembali
menjadi isolator.
Pada pokoknya arrester ini terdiri dari dua unsure yaitu : 1. Sela api
(spark gap); 2. Tahanan kran (valve resistor). Keduanya dihubungkan secara
seri. Batas atas dan bawah dari tegangan percikan ditentukan oleh tegangan
sistem maksimum dan oleh tingkat isolasi peralatan yang dilindungi. Sering
kali masalah ini dapat dipecahkan hanya dengan mengeterapkan cara cara
khusus pengaturan tegangan (voltage control) oleh karena itu sebenarnya
arrester terdiri dari tiga unsure diantaranya yaitu :

1. Sela api (spark gap)


2. Tahanan kran (valve resistor)
3. Tahanan katup dan system pengaturan atau pembagian tegangan
(grading system)
Jika hanya melindungi isolasi terhadap bahaya kerusakan karena
gangguan dengan tidak memperdulikan akibatnya terhadap pelayanan,
maka cukup dipakai sela batang yang memungkinkan terjadinya percikkan
pada waktu tegangannya mencapai keadaan bahaya.
Dalam hal ini, tegangan system bolak balik akan tetap
mempertahankan busur api sampai pemutus bebannya dibuka. Dengan
menyambung sela api ini dengan sebuah tahanan, maka mungkin apinya
dapat dipadamkan. Tetapi bila tahanannya mempunyai harga tetap, maka
jatuh tegangannya menjadi besar sekali sehingga maksud untuk
meniadakan tegangan lebih tidak terlaksana, dengan akibat bahwa maksud
melindungi isolasi pun gagal.
Oleh sebab itu dipakailah tahanan kran (valve resistor), yang
amempunyai sifat khusus bahwa tahanannya kecil sekali bila tegangannya
dan arusnya besar. Proses pengecilan tahanan berlangsung cepat sekali
yaitu selama teganngan lebih mencapai harga puncaknya. Tegangan lebih
dalam hal ini mengakibatkan penurunan drastic dari pada tahanan sehingga
jatuh tegangannya dibatasi meskipun arusnya besar.
Bila tegangan lebih habis dan tinggal tegangan normal, tahanannya
naik lagi sehingga arus susulannya dibatasi kira kira 50 ampere. Arus
susulan ini akhirnya dimatikan oleh sela api pada waktu tegangan
sistemnya mencapai titik nol yang pertama sehingga alat ini bertindak
sebagai sebuah kran yang menutup arus, dari sini didapatkan nama tahanan
kran.

Pada arrester modern pemandangan arus susulan yang cukup besar


(200 300 A) dilakukan dengan bantuan medan magnet. Dalam hal ini,
maka baik amplitude maupun lamanya arus susulan dapat dikurangi dan
pemadamannya dapat dilakukan sebelum tegangan system mencapai harga
nol.
Dapat ditambahkan bahwa arus susulan tidak selalu terjadi tiap kali
arrester bekerja, ada tidaknya tergantung dari saat terjadinya tegangan
lebih. Hal ini dapat dimengerti karena arus susulan itu justru dipadamkan
pada arus nol yang pertama atau sebelumnya.
2.1.3. Syarat Pemasangan Lightening Arrester
Sebelum melakukan instalasi lightening arrester, ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya adalah:
a. Tegangan percikan (sparkover voltage) dan tegangan pelepasannya
(discharge voltage), yaitu tegangan pada terminalnya pada waktu pelepasan,
harus cukup rendah, sehingga dapat mengamankan isolasi peralatan.
Tegangan percikan disebut juga tegangan gagal sela (gap breakdown
voltage) sedangkan tegangan pelepasan disebut juga tegangan sisa (residual
voltage) atau jatuh tegangan (voltage drop) Jatuh tegangan pada arrester = I
x R Dimana
I = arus arrester maksimum (A)
R = tahanan arrester (Ohm)
a. Arrester harus mampu memutuskan arus dinamik dan dapat bekerja terus
seperti semula. Batas dari tegangan system dimana arus susulan ini masih
mungkin, disebut tegangan dasar (rated voltage) dari arrester.
2.1.4.

Jenis-Jenis Arrester
Adapun jenis-jenis arrester di kelompokan menjadi dua yaitu

sebabagai berikut:

a. Arrester jenis ekspulsi (expulsion type) atau tabung pelindung (protector


tube)
b. Arrester katup (valve type)
Untuk jenis arrester sendiri terdiri dari beberapa jenis seperti di bawah ini:
1.

Arrester jenis ekspulsi atau tabung pelindung.


Pada prinsipnya terdiri dari sela percik yang berada dalam tabung serat dan

sela percik yang berada diluar diudara atau disebut juga sela seri lihat pada
gambar. Bila ada tegangan surja yang tinggi sampai pada jepitan arrester kedua
sela percik, yang diluar dan yang berada didalam tabung serat, tembus seketika
dan membentuk jalan penghantar dalam bentuk busur api. Jadi arrester menjadi
konduktor dengan impedansi rendah dan melalukan surja arus dan arus daya
system bersama sama. Panas yang timbul karena mengalirnya arus petir
menguapkan sedikit bahan tabung serat, sehingga gas yang ditimbulkannya
menyembur pada api dan mematikannya pada waktu arus susulan melewati titik
nolnya.
Arus susulan dalam arrester jenis ini dapat mencapai harga yang tinggi
sekali tetapi lamanya tidak lebih dari 1 (satu) atau 2 (dua) gelombang, dan
biasannya kurang dari setengah gelombang. Jadi tidak menimbulkan gangguan.
Arrester jenis ekspulasi ini mempunyai karakteristik volt waktu yang lebih baik
dari sela batang dan dapat memutuskan arus susulan. Tetapi tegangan percik
impulsnya lebih tinggi dari arrester jenis katup. Tambahan lagi kemampuan untuk
memutuskan arus susulan tergantung dari tingkat arus hubung singkat dari system
pada titik dimana arrester itu dipasang. Dengan demikian perlindungan dengan
arrester jenis ini dipandang tidak memadai untuk perlindungan transformator
daya, kecuali untuk system distribusi. Arrester jenis ini banyak juga digunakan
pada saluran transmisi untuk membatasi besar surja yang memasuki gardu induk.
Dalam penggunaan yang terakhir ini arrester jenis ini sering disebut sebagai
tabung pelindung.
2.

Arrester jenis katup

Arrester jenis katup ini terdiri dari sela pecik terbagi atau sela seri yang
terhubung dengan elemen tahanan yang menpunyai karakteristik tidak
linier.Tegangan frekwensi dasar tidak dapat menimbulkan tembus pada sela seri.
Apabila sela seri tembus pada saat tibanya suatu surja yang cukup tinggi, alat
tersebut menjadi pengahantar. Sela seri itu tidak bias memutuskan arus susulan.
Dalam hal ini dibantu oleh tak linier yang mempunyai karakteristik tahanan kecil
untuk arus besar dan tahanan besar untuk arus susulan dari frekwensi dasar
terlihat pada karakteristik volt ampere.
Arrester jenis katup ini dibagi dalam tiga jenis yaitu :

Arrester katup jenis gardu (station)

Arrester katup jenis saluran (intermediate)

Arrester katup jenis distribusi untuk mesin mesin (distribution)


a. Arrester katup jenis gardu
Arrester katup jenis gardu ini adalah jenis yang paling effisien dan juga
paling mahal. Perkataan gardu disini berhubungan dengan pemakaiannya
secara umum pada gardu induk besar. Umumnya dipakai untuk melindungi alat
alat yang mahal pada rangkaian rangkaian mulai dari 2400 volt sampai 287 kV
dan tinggi.
b. rrester katup jenis saluran
Arrester jenis saluran ini lebih murah dari arrester jenis gardu . kata saluran
disini bukanlah berarti untuk saluran transmisi. Seperti arrester jenis gardu,
arrester jenis saluran ini dipakai untuk melindungi transformator dan pemutus
daya serta dipakai pada system tegangan 15 kV sampai 69 kV.
c.

Arrester katup jenis distribusi untuk mesin mesin


Arrester jenis distribusi ini khusus melindungi mesin mesin berputar seperti

diatas dan juga melindungi transformator dengan pendingin udara tanpa minyak.
Arrester jenis ini dipakai pada peralatan dengan tegangan 120 volt sampai 750
volt.
2.2. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui dan memahami pengaruh arrester terhadap petir pada


jaringan distribusi
2. Mengetahui pengaruh impedansi jaringan terhadap gelombang petir
2.3. Alat dan Bahan
Adapaun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai
berikut:
1. Komputer
2. Software ATP-Emtp
3. Software Microsoft Word
2.4. Gambar Rangkaian

Anda mungkin juga menyukai