Anda di halaman 1dari 3

KEJUJURAN PARA PEDAGANG KAKI LIMA DALAM DALAM MENYIKAPI

KONSUMEN
a. Latar Belakang
Kejujuran adalah sesuatu yang relasional. Unsur hubungan tidak dapat dipisahkan dari
apa yang disebut kejujuran dan kecurangan. Kejujuran bukan sesuatu yang statis, tetapi
sesuatu yang hidup dan dinamis sesuai konteks dimana kejujuran dan kecurangan terjadi.
Memisahkan konteks kehidupan dari masalah kejujuran menjadikan kejujuran sebagai
sesuatu yang kosong, tinggal tampang semata.
Jujur adalah hal yang harus dilakukan oleh siapapun. Dengan jujur dan tak menutupi
apapun, keadaan apapun akan terkondisi lebih baik ke depannya, baik untuk diri sendiri
maupun orang lain. Namun sayangnya tidak semua orang bisa mengedepankan kejujuran
dalam hidup mereka, bahkan cenderung memilih-milih kepada siapa mereka harus jujur.
Kejujuran merupakan ajaran Islam yang mulia. Hal ini berlaku dalam segala bentuk
muamalah, lebih-lebih dalam jual beli karena di dalamnya sering terjadi sengketa. Dalam ayat
lainnya, Allah Taala berfirman,



Artinya: Tetapi jikalau mereka berlaku jujur pada Allah, niscaya yang demikian itu lebih
baik bagi mereka (QS. Muhammad: 21)
Dalam hadits dari sahabat Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu juga dijelaskan
keutamaan sikap jujur dan bahaya sikap dusta. Ibnu Masud menuturkan bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda:








Artinya: Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan
megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga.
Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di
sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena
sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan
mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta,
maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta (HR. Muslim).
Ditengah era global yang marak penipuan dan kriminalitas seperti sekarang, kejujuran
tampaknya merupakan sesuatu yang langka. Namun baru-baru ini sikap jujur tersebut
rupanya masih dapat dijumpai disekitar kita. Oleh karena itu, dilakukan sosial eksperimen ini
untuk menguji kejujuran setiap pedagang kaki lima dalam menyikapi konsumen.

b. Tujuan
Tujuan sosial eksperimen ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kejujuran para pedagang kaki lima dalam dalam menyikapi konsumen
2.

c. Manfaat
Manfaat dari sosial eksperimen ini adalah:
1. meningkatkan kesadaran akan kejujuran dan integritas masyarakat dalam berdagang
2.
d. Hasil
Seiring bergulirnya waktu, di tengah perjalanan kehidupan kita, didalam tempaan
interaksi sosial di sekitar kita, perilaku jujur dan menempatkan kejujuran sebagai sesuatu
yang bernilai pada sebagian dari kita perlahan-lahan mulai terkikis, tergerus, menipis dan
bahkan mungkin sirna. Nilai kejujuran menjadi terpinggirkan. Alasan ekonomi, politik,
sosial, budaya dan bahkan agama seringkali dijadikan argument pembenar (justifikasi) bahwa
seseorang tidak harus jujur atau dalam kalimat yang lebih halus terpaksa tidak jujur.
Justifikasi itu sendiri juga sudah dibalut ketidakjujuran, karena sebenarnya alasan utama yang
membuat seseorang atau sekelompok orang menjadi tidak jujur adalah untuk membela
kepentingan subyektifnya, apakah itu kepentingan individu ataupun kelompok, yang acapkali
berlatar belakang materialis-hedonistik.
Sebagaimana fenomena yang terpapar dalam video sosial eksperimen tersebut dapat
menginspirasi seseorang baik di dunia perdagangan maupun sebagai konsumen seperti halnya
seorang pembeli teh racik, sempol dan nasi bungkus dalam video eksperimen sosial bertema
kejujuran. Seorang pembeli yang berakting akan membeli minuman teh racik di Jl. Raya ITN
depan perumahan Sigura-gura, penjual nasi bungkus di depan kampus UIN Maliki Malang,
dan penjual sempol dari pedagang kaki lima yang berada di depan kampus ITN Malang.
Kami membeli sempol dan teh racik dengan harga yang sama yaitu Rp. Rp. 5.000 . Setelah
pedagang memberikan minuman yang di beli oleh konsumennya, konsumen memberikan
uang sejumlah Rp.20.000 lalu pembeli berakting bahwa uang yang diberikan kepada
pedagang adalah senilai Rp. 10.000 sehingga kembalian uang adalah 5.000. namun pedagang
mengatakan dan meyakinkan pembeli bahwa uang yang pembeli berikan senilai Rp. 20.000
bukan Rp. 10.000 namun respon yang diberikan pedagang sangat ramah dan tutur kata yang
sopan kepada pembeli sehingga pedagang memberikan kembalian Rp.15.000 pada pembeli
tersebut. Pedagang ini bersifat jujur kepada konsumennya dengan mengembalikan sisa uang
dari makanan yang konsumen beli.

konsep kejujuran dengan eksperimen sosial yang dimaksudkan untuk meningkatkan


kesadaran kejujuran dan integritas. Sejauh ini, orang-orang pun telah melakukan hal yang
benar dengan mengembalikan uang sisa para pembeli dan mengambil uang dagangan sesuai
dengan harga yang ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai