PENDAHULUAN
Tidur merupakan suatu bentuk kegiatan dasar yang penting bagi kehidupan
manusia. Otak membutuhkan proses tidur untuk menyeimbangkan kinerja otak
sehingga dapat berfungsi dengan baik. Namun, dapat terjadi gangguan dalam proses
ini, dan gangguan ini dapat terjadi pada siapa saja dengan rentang usia dari bayi
hingga pada orang yang sudah berusia lanjut.1
Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan
perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta
menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi,
kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau
orang lain.
Menurut Established Population for Epidemiologic Studies of the Elderly didapatkan
hasil yang bermakna, yaitu keluhan tidur ini banyak diderita oleh para lanjut usia
(lansia), khususnya para orang yang berusia diatas 65 tahun.
Pada usia lanjut pun akan terjadi proses perubahan fisik dan mental yang mana
perubahan itu juga terjadi pada pola tidurnya ( Vitiello,2005). Masalah tidur pada
lansia meruakan maslah besar dan banyak di keluhkan dan menurut Direktur Pusat
Medis Neurologi mengatakan bahwa lebih dari 50% lansia mempunya masalah tidur
(Henkel,2003) Penuaan ikut serta dalam meningkatnya keluhan gangguan tidur ,
gangguan tidur kronik, dan penurunan aktifitas pada saat siang hari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi Tidur
Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan
beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola
dunia disebut sebagai irama sirkadian.
Tidur tidak dapat diartikan sebagai manifestasi proses deaktivasi sistem Saraf
Pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-neuron di
substansia retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi. 2
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak
pada substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur
(sleep
center).
Bagian
susunan
saraf
pusat
yang
menghilangkan
teta. Pada tahap ini tampak gerakan bola mata, dan tonus otot berkurang.
Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur.
EEG menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped) yang
sering dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat, dan trifasik
yang dikenal sebagai kompleks K. Pada stadium ini, orang dapat dibangunkan
dengan mudah. Stadium ini ditandai dengan rendahnya aktivitas delta dan teta.
Pada tahap ini tonus otot rendah, nadi dan tekanan darah cenderung menurun,
Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak dibagibagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM.
Pada tahap REM, sebagian besar mimpi dapat diingat kembali bila orang terbangun,
sebaliknya pada tahap tidur NREM, hanya sebagian kecil yang dapat diingat kembali.
Selama tidur, tidur REM dan NREM terjadi bergantian 4-6 kali. Jumlah tidur tahap
3,4 dan REM makin berkurang sesuai dengan makin meningkatnya usia. Pada usia
lanjut, tidur REM terbagi secara merata sepanjang malam dan tahap 3,4 yang sangat
pendek, bahkan sering tidak ada sama sekali. 3 Orang usia lanjut membutuhkan waktu
lebih lama untuk masuk tidur (berbaring lama di tempat tidur sebelum tidur) dan
mempunyai lebih sedikit/lebih pendek waktu tidur nyenyaknya.2,3
Pada hasil laboratorium tidur, orang usia lanjut mengalami waktu tidur yang
dalam lebih pendek, sedangkan tidur stadium 1 dan 2 lebih lama. Hasil uji dengan alat
polysomnographic didapatkan penurunan yang bermakna dalam slow wave sleep dan
rapid eye movement (REM). Orang usia lanjut juga lebih sering terbangun di tengah
malam akibat perubahan fisik karena usia dan penyakit yang dideritanya sehingga
kualitas tidur menurun. Selain itu pada usia lanjut juga terjadi perubahan pada irama
sirkadian tidur normal yaitu menjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap dan
3
terang.2
Pola siklus tidur dan bangun adalah bangun sepanjang hari saat cahaya terang
dan tidur sepanjang malam saat gelap. Jadi faktor kunci adalah adanya perubahan
gelap dan terang. Stimulasi cahaya terang akan masuk melalui mata dan
mempengaruhi suatu bagian di hipotalamus yang disebut nucleus supra chiasmatic
(NSC). NSC akan mengeluarkan neurotransmiter yang mempengaruhi pengeluaran
berbagai hormon pengatur temperatur badan, kortisol, growth hormone, dan lain-lain
yang memegang peranan untuk bangun tidur. NSC bekerja seperti jam, meregulasi
segala kegiatan bangun tidur. Jika pagi hari cahaya terang masuk, NSC segera
mengeluarkan hormon yang menstimulasi peningkatan temperatur badan, kortisol
dan GH sehingga orang terbangun. Jila malam tiba, NSC merangsang pengeluaran
hormon melatonin sehingga orang mengantuk dan tidur. Melatonin adalah hormon
yang diproduksi oleh glandula pineal. Saat hari mulai gelap, melatonin dikeluarkan
dalam darah dan
temperatur badan dan kortisol. Kadar melatonin dalam darah mulai meningkat pada
jam 9 malam, terus meningkat sepanjang malam dan menghilang pada jam 9 pagi. 2,3
Gambar 2.2 Siklus tidur pada orang muda dan lanjut usia5
Penelitian lain menunjukkan kualitas tidur usia lanjut yang sehat, juga tergantung
pada bagaimana aktivitasnya pada siang hari. Bila siang hari sibuk dan aktif
sepanjang hari, pada malam hari tidak ada gangguan dalam tidurnya, sebaliknya bila
siang hari tidak ada kegiatan dan cenderung tidak aktif, malamnya akan sulit tidur. 4
alkohol (10%), gangguan irama sircardia (5-10%), depresi (65). Demensia (5%),
gangguan perubahan jadwal kerja (2-5%), gangguan obstruksi sesak saluran nafas (12%), penyakit ulkus peptikus (<1%), narcolepsy (mendadak tidur) (0,03%-0,16%).
Perubahan irama sirkadian yang sering terjadi di lansia adalah majunya sleep-wake
cycle. Kelainan ini di sebut advance sleep phase syndrome (ASPS), kondisi dimana
irama sleep- wake
mengalami ASPS ini akan menjadi lebih mengantuk pada sore hari dan terbangun
pada tengah malam, dikarenakan temperatur badan turun di sore hari (19.00-20.00)
dan naik pada 8 jam kemudian sekitar pukul (3.00-4.00).
Patofisiologi
Dikarenakan perubahan sleep - wake cycle yang di sebabkan oleh menurunnya
temperatur badan, kurangnya terpajan sinar, dan faktor lingkungan.
Gejala
Terbangunnya pada malam hari
Mengantuk pada sore hari dan terbangun di tengah malam
Mengatuk pada siang hari
Terapi
Perubahan irama sirkardia umum terjadi dan akan di alami oleh lansia, tidak ada
penangan kusus untuk perubahan ini tetapi pasien di berikan edukasi adalah bahwa
kelainan ini bukan suatu penyakit dan tidak perlu pengobatan.
Nonfarmako terapi pada lansia dengan ASPS yang bisa di lakukan adalah terapi
cahaya. Terpajannya sinar cahaya pada sore hari akan memperlambat irama
mengantuk pada pasien tersebut. Eksposur sinar cahaya berhubungan dengan
temperatur badan dan hirmon melatonin. Pencahayaan selama 2 jam dengan cahaya
matahari pada sore hari.
2. Gangguan tidur primer1
2.1 Insomnia
Definisi Insomnia
Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan
untuk memulai atau mempertahankan tidur berlangsung setidaknya satu bulan dan
menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. Gangguan
tidur dibagi menjadi dissomnias dan parasomnias. Disomnias adalah gangguan dari
kuantitas atau waktu tidur, dibagi menjadi insomnia dan hypersomnia. Insomnia lebih
diartikan pada gangguan kualitas atau kuantitas tidur, yang bergantung pada keadaan
tertentu. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang
8
Etiologi Insomnia
insomnia. 2
Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan
tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka
berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak
mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.2
Faktor Resiko Insomnia
Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko
insomnia meningkat jika terjadi pada: 2
mengganggu tidur.
Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka
panjang seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat
menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga
B.
10
penderitaan yang bermakana secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain.
C.
D.
E.
Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat
yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Tatalaksana Insomnia
Penatalaksannaan gangguan tidur pada lansia harus dilakukan secara individual, dengan
meneliti gejala dan tanda yang ada pada tiap penderita. Hal yang bisa diterapkan secara
umum pada lansia adalah edukasi tidur, merubah gaya hidup, psikoterapi, dan
medikamentosa. Edukasi tidur diberikan baik pada penderita maupun keluarga atau
caregiver. Edukasi meliputi:1
Tunggu sampai terasa mengantuk sebelum naik ke tempat tidur
Farmakologi
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu
11
12
Tetrasiklik)
Misalnya pada gangguan depresi
Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecahpecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Sleep Maintining Anti-Insomnia,
yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting).
Misalnya pada gangguan stres psikososial.
Pengaturan Dosis
Lama Pemberian
13
Efek Samping
Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat antiinsomnia (waktu paruh) :
lebih berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik
Waktu paruh sedang, seperti Estazolam gejala rebound lebih ringan
Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam menimbulkan gejala hang
over pada pagi harinya dan juga intensifying daytime sleepiness
respiratory failure
Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal
enzyme atau produce protein binding displacement sehingga jarang
Perhatian Khusus
Kontraindikasi :
- Sleep apneu syndrome
- Congestive Heart Failure
- Chronic Respiratory Disease
Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko
menimbulkan
teratogenic
effect
(e.g.cleft-palate
abnormalities)
Restless Leg Syndrome disebut juga sindrom Ekbom. Sindrom ini ditandai dengan
adanya dorongan yang kuat untuk memindah-mindahkan kaki dengan cepat ketika
mau jatuh tidur. Gerakan-gerakan kaki sering bersamaan dengan apnea tidur.
Pasien sering mengeluh adanya rasa sakit atau parestesia yang menjalar. Kadangkadang ada sensasi seperti semut atau cacing menjalar di tungkai. Gagal ginjal,
diabetes, anemia kronik, dan gangguan saraf perifer sering dihubungkan dengan RLS.
Restless leg syndrome dapat pula diinduksi oleh neuroleptik, antidepresan,
lithium, diuretik, dan narkotik. Agonis dopamin dapat mengurangi RLS. Narkotik
juga efektif tetapi harus hati-hati karena dapat menimbulkan resistensi. Untuk
gangguan ini belum ada terapi yang ideal. Benzodiazepin (clonazepam) dan
temazepam dapat mengurangi frekuensi terbangun tetapi kurang bermanfaat terhadap
gerakan-gerakan kaki. Selain itu, obat ini dapat menyebabkan sedasi di siang hari.
Obat-obat seperti opioid, dan levodopa, serta carbamazepine, juga cukup
bermanfaat. Periodic Leg Movement disebut juga mioklonus nokturnal yaitu gerakan
kaki berulang, stereotipi, dan durasinya pendek. Gerakan berupa fleksi cepat dan
periodik tungkai dan telapak kaki. Keadaan ini dapat menyebabkan terbangun
berulang kali sepanjang malam. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya
umur.
defisiensi asam folat, dan gangguan neurologik. Apnea tidur dan gerakan kaki
periodik juga sering pada lansia. Prevalensinya berkisar antara 25%-60%. Individu
dengan gerakan kaki periodik memiliki waktu tidur satu jam lebih kurang bila
dibandingkan dengan kontrol normal
gangguan tidur. Sebagai contoh, stimulus yang berlebihan (misalnya kokain) dapat
menyebabkan kesulitan untuk tidur. Pengobatan juga dapat menimbulkan gangguan
tidur; sebagai contoh, pasien kejang yang diberikan karbamazepin dilaporkan akan
tidur berlebihan.
4. Gangguan Tidur Berhubungan Dengan Pernapasan1
Apnea merupakan gangguan tidur yang cukup serius. Lebih dari 5 juta
penduduk AS mengalaminya. Central apnea timbul sebagai akibat kerusakan pada
pusat pernafasan sehingga tidak dapat memulai usaha respirasi periperal. Pada orang
dewasa gangguan pernafasan yang berkaitan dengan gangguan tidur dicirikan dengan
episode penghentian nafas selama 10 detik atau lebih selama tidur, dengan frekuensi
10 kali atau lebih tiap jam, dan dengan penurunan desaturasi oksigen yang signifikan,
tanda nocturnal lainnya seperti mendengkur, nafas yang terengah-engah, gastroesophageal reflux, ngompol, pergerakan tubuh yang hebat, berkeringat pada malam
hari dan pagi hari, sakit kepala. Gejala pada siang hari meliputi keinginan untuk tidur
yang sangat hebat atau serangan tidur.
psiklologis yang serius, meliputi proses berfikir yang lambat, kerusakan ingatan, dan
perhatian. Pasien sering merasa cemas, dysphoric mood, keluhan fisik yang bervariasi.
Pasien dengan sleep apnea biasanya gemuk, usia pertengahan (dapat pula mengenai
semua kelompok umur), dan wanita. Apnea juga disebut penyakit to fall asleep at the
wheel karena sering terjadi ketika penderita sedang mengemudi mobil. Apnea terjadi
karena fluktuasi atau irama yang tidak teratur dari denyut jantung dan tekanan darah.
Ketika serangan datang, penderita seketika merasa mengantuk dan jatuh tertidur.
Penderita mengalami kesulitan bernafas, bahkan terheti pada saat tidur (dalam bahaa
Jawa disebut tindihan). Naik-turunnya denyut jantung dan tekanan darah yang tinggi
dapat menyebabkan kematian seketika pada penderita.
Ada tiga bentuk apnea tidur yaitu:
a)
16
Bentuk apnea tidur yang paling sering ditemukan. Sindrom ini ditandai dengan
sekitar 20-30 detik. Dengkuran yang keras terjadi karena ia bernafas melalui aliran
udara yang tersumbat sebagian. Adanya periode diam atau berhenti nafas disebabkan
terjadinya obstruksi sempurna jalan nafas.
Berhenti nafas kadang-kadang terjadi 60-90 detik sehingga bisa terjadi sianosis.
Sebagian besar penderita tidak menyadari gangguannya ini 2,5.
b). Sindrom apnea tidur sentral
Ditandai dengan penghentian episodik ventilasi ketika tidur (apnea dan hipopnea)
tanpa obstruksi jalan udara. Gangguan ini sering terjadi pada lansia akibat gangguan
jantung atau neurologik yang mengganggu regulasi ventilasi. Mendengkur ringan
sering ditemukan pada penderita dengan gangguan tidur ini.
c). Sindrom hipoventilasi alveolar sentral
Ditandai dengan gangguan pengontrolan ventilasi yang mengakibatkan rendahnya
kadar oksigen arteri. Bentuk ini paling sering terjadi pada orang yang sangat gemuk
dan adanya keluhan tidur berlebihan di siang hari.
Pasien gemuk dianjurkan untuk mengurangi berat badan. Antidepresan trisiklik
(misalnya protriptyline, 10-60 mg malam hari) dapat digunakan untuk mengatasi
gangguan ini, buspirone dan fluoxetine juga bermanfaat untuk mengatasi gangguan
ini. Benzodiazepin sebaiknya tidak digunakan sebab akan menekan pernafasan bila
digunakan dalam dosis tinggi.
Continuous positive air ways pressure (CPAP) secara luas digunakan untuk
merawat
pasien
tersebut.
Cara
lain
yaitu
dengan
melakukan
merupakan faktor risiko depresi. Sebaliknya, penderita depresi dapat pula mengalami
gangguan kontinuitas tidur; episode tidur REM-nya lebih awal daripada orang normal.
Akibatnya, ia terbangun lebih awal, tidak merasa segar di pagi hari, dan mengantuk di
siang hari. Sekitar 40% penderita lansia depresi mengalami gangguan tidur. Keluhan
tidur dapat pula memprediksi akan terjadinya depresi pada lansia10. Demensia dan
delirium Gangguan tidur sering ditemukan pada demensia. Berjalan saat tidur di
malam hari sering ditemukan pada delirium meskipun pada siang hari pasien terlihat
normal. Pasien Alzheimer sering terbangun dan durasi bangunnya lebih lama. Tidur
REM dan gelombang lambat meningkat.
6. Higiene Tidur Pada Lansia1
Gangguan tidur dapat berbentuk buruknya higiene tidur dan gangguan tidur
spesifik. Evaluasi keluhan tidur lansia hendaklah selalu dilakukan. Keluhan tidur
hendaknya jangan diabaikan meskipun mereka sudah tua. Buruknya higiene tidur
dapat disebabkan oleh harapan yang berlebihan terhadap tidur atau jadual tidur.
Akibatnya, lansia sering menghabiskan waktunya di tempat tidur atau sebentarsebantar tertidur di siang hari.
Checklist Higiene Tidur
Tidur bangun
Waktu tidur yang tidak teratur menunjukkan adanya gangguan ritmik sirkadian
tidur. Pemanjangan latensi tidur menunjukkan adanya ketegangan atau kecemasan
sehingga terjadi insomnia. Peningkatan frekuensi dan durasi terbangun di malam hari
dikaitkan dengan nokturia, kejang otot kaki, pernafasan pendek, dan kecemasan.
Terbangun dini hari atau memanjangnya durasi tidur dapat menunjukkan depresi.
Peningkatan frekuensi dan durasi mengantuk di siang hari menunjukkan tidak
adekuatnya tidur di malam hari. Pasien mesti didorong untuk mengatur dan
mengurangi waktunya di tempat tidur. Selain itu, pasien mesti didorong untuk lebih
aktif di siang hari (fisik dan sosial).
Lingkungan
Suara gaduh, cahaya, dan temperatur dapat mengganggu tidur. Lansia sangat
18
sensitif
terhadap stimulus lingkungannya. Penggunaan tutup telinga dan tutup mata
dapat mengurangi pengaruh buruk lingkungan. Temperatur dan alas tidur yang tidak
nyaman juga dapat mengganggu tidur. Kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik di tempat
tidur juga harus dihindari misalnya makan, menonton TV, dan memecahkan masalahmasalah serius. Faktor-faktor ini mesti dievaluasi ketika berhadapan dengan lansia
yang mengalami gangguan tidur. Lansia mesti dianjurkan untuk menciptakan suasana
yang nyaman untuk tidur.
Diet dan Penggunaan obat
Minum kopi, teh, dan soda, serta merokok sebelum tidur dapat mengganggu
tidur. Alkohol dapat mempercepat onset tidur tetapi beberapa jam kemudian pasien
kembali tidak bisa tidur. Obat-obat tidur atau obat-obat yang diresepkan untuk
gangguan kondisi medik dapat kadang-kadang dapat mengganggu tidur. Pengaruhnya
dapat terjadi secara berangsur-angsur setelah beberapa lama menggunakan obat
tersebut. Pasien dianjurkan untuk mengurangi atau mengubah jam-jam penggunaan
obat atau diet yang dapat mempengaruhi tidur.
Hal-hal Umum
Edukasi tentang tidur malam perlu diberikan kepada lansia. Pasien dianjurkan
untuk membuat kontak sosial dan aktivitas fisik secara teratur di siang hari. Pasien
harus pula dibantu untuk menghilangkan kecemasannya. Membaca sampai
mengantuk merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kecemasan yang
mengganggu tidur .
Terapi Sleep hygiene terdiri dari:
a. Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaan
b. Hindari tidur pada siang hari/sambilan
c. Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari
d. Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestan
e. Lakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidur
f. Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan perut kosong
g. Segera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-30 menit)
h. Hindari rasa cemas atau frustasi
i. Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak
19
BAB III
KESIMPULAN
Tidur adalah proses yang amat diperlukan manusia untuk terjadinya pembentukan
sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel tubuh yang rusak, memberi waktu bagi
organ
tubuh untuk beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme
20
dan biokimiawi tubuh. Rata-rata orang dewasa membutuhkan 7,5 jam tidur setiap
malamnya, walaupun ada beberapa orang yang memerlukan lebih banyak atau lebih
sedikit dari biasanya. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya usia,
aktivitas fisik, penggunaan obat, dan sebagainya
Orang usia lanjut membutuhkan waktu lebih lama untuk masuk tidur ( berbaring lama
di tempat tidur sebelum tidur) dan mempunyai lebih sedikit/lebih pendek waktu tidur
nyenyaknya.
Gangguan tidur pada lansia di pengaruhi oleh beberapa faktor termasuk
( Cohen-Zion , 2009) perubahan irama sirkadian, ,gangguan tidur primer
(SDB,PLMS,Insomia),
gangguan
kesehatan(hipertiroid,arthritis),gangguan
psikiatri( depresi dan kecemasan), pengobatan, dimentia dan sleep hygiene yang
buruk.
Farmako terapi , nonfarmako terapi dan Edukasi penting diberikan kepada pasien
dapat mengatasi berbagai gangguan tidur. Penggunaan obat hipnotik-sedatif harus
dibatasi dan diawasi dengan cermat, mengingat efek samping yang dapat
ditimbulkannya, oleh karenanya penggunaan obat tersebut harus benar-benar
disesuaikan dengan kebutuhan individual dari pasien.
Daftar pustaka
1. Hazzards, William R. Halter, Jeffrey B. Sleep Disorders. In: Geriatric Medicine and
Gerontology. 6th Edition. USA. McGraw Hill, 2009: 671- 81
2. Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed:
21
22