Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
I.

LATAR BELAKANG
Kulit adalah lapisan terluar dari tubuh sehingga secara terus menerus akan
terpapar oleh stimulus lingkungan. Profil dan fungsi kulit dipelihara oleh dua
hal yang penting yaitu keseimbangan kadar air pada stratum korneum dan
lipid pada permukaan kulit. Paparan dari faktor eksternal seperti kelembaban
udara, radiasi ultraviolet dan suhu, sedangkan faktor endogen seperti hormon
dapat menggangu keseimbangan kulit. Adapun faktor lain seperti frekuensi
penggunaan sabun, detergen, dan bahan irritant misalnya alkohol dan air
dengan suhu tinggi dapat melepaskan sebagian lapisan lipid permukaan kulit.
Ketika keseimbangan tersebut terganggu dapat menimbulkan kondisi
kulit patologis yang dikenal sebagai kulit kering atau xerosis. Xerosis adalah
hasil dari penurunan kadar air pada stratus korneum yang menyebabkan
deskuamasi

abnormal

korneosit

karena

berkurangnya

permeabilitas

pelindung. Untuk mempertahankan profil dan fungsi kulit yang normal, kadar
air pada stratum korneum harus lebih besar dari 10%. Berkurangnya kadar
kelembaban hingga 10% dikarakterisasi sebagai xerosis. Kadar air dapat
berkurang

melalui

proses

evaporasi

ke

lingkungan

dengan

kondisi

kelembaban udara yang rendah dan harus digantikan kembali oleh air dari
lapisan dermis maupun epidermis kulit di bawahnya.
Prevalensi xerosis atau kulit kering sangat bergantung pada
lingkungan

(environmental-dependent),

hampir

setiap

mengalami kondisi kulit kering atau xerosis tersebut.

orang

pernah

Prevalensi pada

beberapa negara lain, seperti di Brazil, Australia, Turki, dan lain lain adalah 35
% - 70%. Sedangkan prevalensi xerosis di Indonesia adalah 50 %- 80 %.
Salah satu cara dapat mengatasi xerosis adalah melalui peeling.
Berdasarkan sifatnnya, terdapat dua jenis pengelupasan kulit atau peeling,
yaitu pengelupas fisik dan kimia. Pengelupasan fisik yaitu dengan
menggunakan padi-padian atau spons kasar digunakan dengan pembersih.
Pengelupas kimia dapat menggunakan asam hidroksi, asam buah, produk
glikolat. Pengelupas kulit dapat digolongkan berdasarkan kedalaman kulit
yang mengelupas , yaitu peeling dangkal, menengah, dan dalam. Pada
peeling dangkal menginduksi kerusakan semua bagian epidermis, dari

stratum granulosum ke lapisan sel basal. Peeling menengah menghasilkan


kerusakan epidermis dan seluruh atau sebagian dermis papillary dalam
daerah yang di treatment. Kerusakan terjadi hingga retikular dermis jika
dilakukan peeling dalam. Saat ini prosedur peeling dangkal dan menengah
adalah peeling yang paling banyak digunakan karena memiliki efek samping
yang lebih kecil. Alpha hydroxy acid (AHA) dan beta hydroxy acid (BHA)
biasa digunakan untuk peeling dangkal. Semua bahan tersebut menghasilkan
efek mempercepat regenerasi sel. Bahan-bahan tersebut menghilangkan
lapisan permukaan stratum korneum, sehingga kulit tampak lebih lembut dan
lebih cerah.
Peeling menggunakan beta-hydroxy acid (BHA) memiliki efek samping
yang lebih sedikit dan hasil yang berlangsung sedikit lebih lama daripada kulit
menggunakan alpha-hydroxy acid (atau AHA). Tapi secara keseluruhan,
kedua jenis pengobatan sama-sama efektif dalam mengurangi xerosis. AHA
(yang juga disebut asam glikolat) dan BHA (juga disebut asam salisilat) sering
digunakan oleh dokter untuk menginduksi kulit kulit terang, yang membantu
mengobati kulit kering dan kerutan, jerawat dan tekstur tidak rata dan warna.
Pengelupasan kulit dapat menghilangkan lapisan kulit yang sangat tipis,
sehingga mendorong pertumbuhan baru, kulit lebih halus dan terhindar dari
kulit kering.
II.

RUMUSAN MASALAH
Kulit kering atau xerosis terjadi karena keseimbangan kadar air pada stratum
korneum dan lipid pada permukaan kulit yang terganggu, dan beberapa faktor
lainnya seperti faktor eksternal (kelembaban udara, radiasi ultraviolet dan
suhu) dan faktor internal (hormon), serta faktor lainnya (penggunaan sabun,
detergen, dan bahan irritant). Kulit kering dapat diatasi dengan cara peeling
atau pengelupasan kulit, baik secara kimia dan fisika. Peeling yang umumnya
dilakukan adalah secara kimia, yaitu menggunakan golongan asam hidroksi
seperti AHA (-hydroxy acid) dan BHA (-hydroxy acid). Berdasarkan
rumusan diatas dapat rumusan masalah penelitian:
a. Bagaimana mekanisme terjadinya kulit kering/xerosis?
b. Bagaimana pengaruh dan mekanisme golongan asam hidroksi dalam
mengatasi kulit kering?
2

c. Bagaimana penggunaan golongan asam hidroksi yang sesuai sebagai


kosmetika?
III.

TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari mengenai penggunaan golongan
asam hidroksi sebagai kosmetika, dan kemampuannya dalam mengatasi
permasalahan kulit kering/xerosis, serta penggunaan golongan asam hidroksi
yang baik pada kulit.

IV.

MANFAAT
Manfaat dari

penelitian ini adalah mengetahui

penyebab dari kulit

kering/xerosis, mekanisme penanganan kulit kering dengan menggunakan


golongan asam hidroksi, dan mengetahui efek samping yang mungkin terjadi
pada penggunaan golongan asam hidroksi untuk memungkinkan penggunaan
golongan ini sebaik mungkin sebagai kosmetika.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3

(Sumber: Cosmeceuticals: Drug vs. Cosmetics, Elsner P.,Maibach H., 2000)


Pendahuluan
Asam hidroksi adalah asam karboksilat organik yang diklasifikasikan sebagai - dan
- (AHA dan BHA), sesuai dengan struktur molekul. Baik AHA dan BHA digunakan
secara luas didunia dan telah dikenal sebagai zat aktif obat dan kosmetik
dermatologis. Penerimaan asam hidroksi oleh praktisi medis, kosmetologis, dan
konsumen kontras dengan berbagai badan independent, karena suatu studi
menunjukkan efek jangka panjang. Selain itu, sedikit diketahui hubungan yang
membedakan antara AHA dan BHA serta pengaruh biologis pengaplikasian pada
kulit.
Produk kesehatan dan regulasi kosmetik berbeda-beda pada berbagai
negara, meskipun biologi kulit bersifat sama pada suluruh dunia. Secara umum,
praktisi medis menganggap defenisi yang berlaku untuk obat dan kosmetik sebagai
kuno dan tidak dapat berlaku dibeberapa negara. Terdapat bukti nyata bahwa
produk topikal dan bahaya lingkungan mampu memberikan efek biologis pada kulit.
Efek biologis tersebut membuat berbagai bahan dipertayakan keharusannya
dianggap sebagai bahan aktif biologis. Permasalahan mengenai defenisi ini
bioaktivitas ini terjadi karena terdapat besarnya perbedaan tingkat pada beberapa
kategori produk. Terdapat perbedaan yang besar antara kosmetik dekoratif,
suplement, dan bahan aktif dalam kosmetologi.
Saat ini terdapat banyak kontroversi mengenai konsep kosmeseutika.
Kurangnya klarifikasi yang tepat pada waktunya akan menghasilkan efek negatif.
Beberapa produk dilarang, meskipun produk tersebut bisa bermanfaat pada
kosmetologi. Sedang beberapa produk digunakan sebagai kosmetik tanpa evaluasi
yang cukup mengenai efek biologis. Salah satunya adalah penggunaan AHA.
Meskipun dengan efek sebagai antixerotik dan kaustik yang nyata pada konsentrasi
yang diberikan, sedikit informasi yang diketahui mengenai toksisitas umum dan efek
sekunder yang mungkin terjadi. Kontras dengan efek toksik dari BHA asam salisilat
yang telah dikenal memiliki absorpsi perkutan yang tinggi.
1. STRUKTUR KIMIA DAN KANDUNGAN ALAM DARI AHA

AHA berkisar dari bahan alifatik sederhana hingga molekul kompleks. Banyak
senyawa yang dapat diderivatisasi dari bahan alam dan sering disebut asam
buah. Tetapi, banyak terdapat bahan sintetik yang menghasilkan analog
terbaru. AHA yang biasa digunakan secara dermatologi dihasilkan dari
sintesis

kimia.

Bahan

tersebut

dikarakterisasi

menjadi

gugus

kimia

berdasarkan jumlah gugus karboksilat.


Berdasarkan dari konfigurasi yang dimiliki, AHA mungkin terdapat pada
struktur stereoisomerik yang disebut enantiomer yang diawali I dan d atau
R dan S. Secara umum AHA secara alami AHA muncul dalam bentuk
enantiomer penuh dan semua enantiomer mungkin ditemukan.
Asam glikolik (asam 2-hidroksiethanoat) merupakan konstituen dari jus
tebu. Asam laktat (asam 2-hidroksipropanoat) disolasi pertama kali pada
tahun 1780. Asam laktat-I diproduksi oleh mikroorganisme Lactobacillus dan
berperan dalam rasa dan bau dari susu asam. Enantiomer lainnya, d-asam
laktat (asam sarkolaktat) dibentuk selama kontraksi otot dan ditemukan juga
pada

apel,

ergot,

dan

tomat.

Asam

mandelat

(asam

2-hidroksi-2-

fenilethanolat) didapatkan dari hasil hidrolisis dari ekstrak almond pahit. Asam
malat (asam 2-hidroksi-1,4- butaneoat) pertama kali diisolasi dari apel pada
1785. Asam tartat (asam 2,3-hidroksi-1,4-butaneoat) pertama kali diisolasi
pada tahun 1769, dan banyak terdistribusi pada tanaman, khususnya anggur
dan ampas khamar. Asam sitrat (2-hidroksi-1,2,3-propanetrikarboksilat)
pertama kali diisolasi dari jus lemon pada tahun 1784, ditemukan juga pada
nanas dan tumbuhan citrus lainnya.

Tabel Klasifikasi asam hidroksi

Asam glikolat
Asam monokarboksilat
-hydroxyacids
(AHA)

Asam laktat
Asam mandelat

Asam dikarboksilat
Asam trikarboksilat

Asam malat
Asam tartrat
Asam sitrat

Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat)


-hydroxyacids
Asam 2-hidroksi-5-octanyl-hidroksi benzoat
(BHA)
Asam tropat

2. AKTIVITAS BIOLOGI DARI ASAM HIDROKSI


Banyak aspek membuat mekanisme kerja dari asam hidroksi masih tidak
diketahui. Beberapa tahun sebelumnya banyak kosmetika yang mengandung
asam hidroksi pada pasar dengan performa yang diumbarkan. Kesimpulan
secara singkat diambil dari studi tidak terkontrol. Informasi keliru dan
penyataan salah ditampilkan dengan tujuan promosional menutupi kenyataan.

Paling tidak satu aspek dari aktivitas biologi asam hidroksi didasarkan pada
kekuatan asam dari bahan tersebut. Karakter fisikokimia diukur melalui
disosiasi proton dalam larutan dan dinyatakan sebagai pKa. Asam hidroksi
mempunyai kekuatan asam lebih kuat pada nilai pKa yang lebih rendah.
Pengurangan satu unit pKa menunjukkan peningkatan kekuatan sepuluh kali
lipat. Apabila kekuatan asam pada asam hidroksi mempengaruhi efek
biologis, bagaimanapun juga, hal ini tidak berkolerasi dengan potensi dari
keseluruhan aksi biologis senyawa ini.
pH dari formulasi bervariasi secara alami dari asam hidroksi dan
konsentrasinya. Untuk mencegah iritasi sebaik mungkin, diharapkan agar pH
dari formulasi dekat dengan pH dari range pH normal kulit. Hal ini mungkin
didapatkan dengan netralisasi sebagian dengan penambahan buffer yang
efektif. Tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa produk AHA pH netral
memberikan efek yang rendah pada kulit.
Untuk mencegah kesalahpahaman dan kesalahpernyataan mengenai
efek dari asam hidroksi, seseorang harus memperkirakan aksi biologis dari
struktur kimia terlepas dari tingkat keasaman senyawa ini. Hipotesis tersebut
tidak didukung oleh data ilmiah. Enantioselektif sempurna tidak ditunjukkan
oleh banyak sistem biologi menandakan bahwa enantiomurni merupakan
parameter pada efek farmakologi, meliputi farmakokinetik, laju metabolisme,
dan

toksisitas.

Sehingga

komponen

berinteraksi dengan biomolekul dari

rasemat

dapat

secara

khusus

kulit. Belum dipastikan apakah

pertimbangan tersebut mempengaruhi efek dari AHA.


Baik AHA dan BHA memberikan efek tidak terbantahkan secara
langsung pada stratum corneum, paling tidak pada saat pada pengaruh
xerosis, ichthyosis, dan kondisi analog. Hiperkeratosis komedonal adalah
subyek mundah menimbulkan jerawat juga mungkin ditingkatkan oleh
komponen serupa. Pada bidang tumor, keratosis jinak dan kutil virus juga
mungkin terpengaruh oleh formula konsentrasi tinggi. Efikasi berhubungan
dengan pH dengan efek luka bakar kimia. Efek kaustik tersebut juga terjadi
untuk menghasilkan efek mengelupas kulit pada AHA. Efek dari asam
hidroksi, apabila mungkin, pada heliodermatosis tampak lebih kompleks,
melibatkan banyak aspek mekanisme meningkatkan aspek fisiologi dari
penuaan kulit.
7

Kebanyakan efek yang telah disebutkan tergantung dengan dosis dari asam
hidroksi. Pada ulasan saat ini, kami (penulis) memperkirakan konsentrasi
rendah dari asam hidroksi dengan konsentrasi dibawah 4% zat aktif dalam
formulasi. Konsentrasi menengah pada konsentrasi 4% hingga 12%, dan
konsentrasi tinggi pada dosis lebih tinggi dari 12%.
3. EFEK PADA KOHESI KORNEOSIT DAN FUNGSI STRATUM CORNEUM
Selama proses pembentukan dan maturasi stratum korneum, interkorneosit
bergabung dengan desmosom menjadi korneosom. Jumlah korneosom
semakin kecil ke arah permukaan kulit., umumnya terjadi selama transissi
stratum compactum menjadi stratum disjunctum. Pada kondisi xerotic dan
ichthyotic, terjadi deskuamasi karena desmosom bertahan pada bagian luar
stratum corneum dan menyebabkan akumulasi korneosit sehingga kulit
menjadi mengelupas.
Asam salisilat sering digunakan sebagai pengganti BHA oleh ahli
dermatologi untuk memperbaiki kondisi xerotic. Walaupun campuran dalam
konsentrasi yang kecil atau sedang terlihat memiliki efek yang kecil pada
stratum corneum, tetapi terbukti bahwa degradasi desmosomal dapat
membantu pada kondisi xerotic dan ichtyotic. Karena itu, istilah keratolitik
adalah nama yang salah, istilah agen desmolitik lebih sesuai.
Derivat lipofilik dari asam salisilat telah diuji pada kulit manusia. 2hidroksi 5-oktanoil asam bezoat, juga disebut -lipohidroxyacis (-LHA).
Target utama adalah korneosom. Perbedaan aktivitas desmolitik dari asam
salisilat dan -LHA telah dijelaskan.
Macam-macam AHA, seperti asam laktat dan asam glikolik pada
konsentrasi sedang memiliki efek kohesi korneosit. Kegunaannya dalam
formulasi untuk kondisi xerotic tidak diragukan lagi. Mekanisme aksi dari AHA
pada tingkat tersebut kurang terdokumentasi dengan baik. pH untuk
menginduksi deskuamasi dengan penggunaan AHA yaitu diantara 2,8 dan
4,8. Perubahan pH tidak dapat dianggap ringan karena dapat menyebabkan
perubahan jumlah lapisan stratum corneum berkaitan dengan konsentrasi
produk. Efek lain desmolitik terjadi pada dosis rendah. Namun, saat jumlah
AHA yang diberikan sesuai dengan penggunaan topikal, dalam beberapa hari
stratum corneum dapat terpisahkan dan terjadi deskuamasi dengan jumlah

pengelupasan yang besar. Tidak terdapat disagregasi korneosit pada tingkat


atas dari stratum corneum. Interaksi antara AHA dan beberapa macam proses
enzimatik pada proses maturasi dan disagregasi stratum korneum masih
menjadi spekulasi.
Efek terapeutik dari beberapa asam hidroksi dapat memperbaiki
kelainan hiperkeratotik produk yang sama bermanfaat dengan meningkatnya
fleksibilitas

dari

stratum

corneum

tanpa

mengganggu

fungsi

dari

pembatas/barrier. Fungsi dari barrier diperbaiki oleh adanya AHA yang


menyebabkan meningkatnya resistensi SLS yang menginduksi terjadinya
iritasi kulit. Manfaat ini tidak sama pada semua asam hidroksi, hanya AHA
yang memiliki sifat antioksidan. Proteksi yang sama tidak terbukti setelah
pemakaian asam salisilat.
4. EFEK KAUSTIK
Saat

digunakan

pada

kulit

dengan

konsentrasi

tinggi,

AHA dapat

menyebabkan nekrosis dan pelepasan keratinosit menyebabkan terjadinya


epidermolysis. Peeling dapat menyebabkan perubahan pH kulit. Semakin
jauh dengan pH fisiologis kulit maka makin besar efek kaustik, makin besar
juga resiko efek samping tetapi pasien dapat mengambil manfaat dari peeling.
Rasa gatal merupakan hal yang sering terjadi pada pasien.
Preparasi harus dilakukan hati-hati, setelah beberapa menit, lesi dapat
diobati. Benjolan dapat juga dihilangkan dengan asam hidroksi. Untuk
mempersingkat periode pengobatan, hyperkeratosis dapat dihilangkan
dengan pembedahan.
5. PENGOBATAN JERAWAT PSEUDOFOLLICULITIS
Asam salisilat merupakan zat aktif yang dapat mengobati jerawat.
Konsentrasi medium AHA, seperti asam glikolat, asam laktat, asam mandelat.
Digunakan dua kali sehari untuk memperbaiki jerawat. Menurut pengalaman,
semakin kecil konsentrasi AHA pada produk kosmetik maka semakin tidak
memiliki efek terhadap jerawat.
Pengobatan jerawat dapat menggunakan asam glikolat pada konsentrasi
yang tinggi. Prosedur ini diulangi setiap seminggu sekali. Rasa tidak nyaman

dan erythema biasa dialami oleh pasien. Resiko terjadinya iritasi dapat terjadi
selama beberapa minggu.
Pseudofolliculitis dapat diperbaiki dengan pengobatan menggunakan AHA
secara topikal.
6. PENINGKATAN ASPEK FISIOLOGI DARI KULIT
Salah satu aspek dari efek asam hidroksi adalah peningkatan fisiologi yang
terjadi pada epidermis dan dermis. Beberapa campuran ini dapat digunakan
untuk memperbaiki atrofi kulit dan menginduksi terjadinya penuaan seperti
dispigmentasi dan kerutan
Setelah beberapa hari penggunaan 12% asam glikolik pada pH
rendah, kerutan pada wajah dapat menyebabkan iritasi dan dermal edema.
Pada penggunaan jangka lama, inflamasi pada tingkat rendah memproduksi
oksigen reaktif sehingga merusak kolagen dan serat elastis.
Kenyataannya, deposit baru dari glikosaminoglikan pada dermis
menyebabkan inflamasi yang dapat salah dinterpretasikan sebagai perbaikan
penuaan. Kombinasi tretinoin dan AHA dapat bermafaat sebagai terapi untuk
kulit.
Asam salisilat dan -LHA konsentrasi rendah dapat menstimulasi
dermoepidermal yang menyebabkan meningkatnya proliferasi dari keratinosit
dan ketebalan epidermal. Perbedaan -LHA dengan AHA&BHA lain yaitu
angiogenesis meningkat pada -LHA. Peningkatan Faktor XIIIa-positif pada
dendrosit kulit terlihat setelah penggunaan topikal AHA dan -LHA. Reaksi
merugikan yang terjadi umumnya berupa iritasi.

BAB III
PEMBAHASAN
1. Penyebab kulit kering
Kulit kering/xerosis disebabkan oleh faktor eksternal maupun internal seperti
iklim, temperatur, udara kering, kelembaban udara, paparan sinar matahari,
usia, dan berbagai penyakit kulit, faktor internal seperti hormon, serta faktor
lain seperti penggunaan sabun, detergen (degeassing effect) dan bahan
irritant misalnya alkohol dan air dengan suhu tinggi dapat melepaskan
sebagian lapisan lipid permukaan kulit.
2. Penurunan NMF pada kulit
Penguapan yang berlebihan tersebut mengakibatkan kadar air dalam stratum
korneum dapat berkurang hingga 10% yang dapat mengakibatkan kulit
menjadi kering (Rawlings et al., 2000). Kulit berusaha untuk melindungi diri
dari kemungkinan tersebut yaitu dengan adanya bahan hidrofilik yang
terkandung dalam stratum korneum, yang disebut juga Natural Moisturizing
Factor (NMF). NMF merupakan suatu humektan yang efektif yang dapat
mempertahankan konsentrasi air dalam stratum korneum untuk mencegah
terjadinya keretakan, penyisikan, dan pengelupasan pada kulit. Faktor
perlindungan alamiah (Natural Moisturizing Factor/NMF) dalam kondisi
tertentu, seperti pada musim dingin, kondisi atopik dermatitis, dan sensitivitas
deterjen

menyebabkan

NMF

menjadi

kurang

mampu

memberikan

perlindungan yang memadai, sehingga diperlukan kosmetika yang dapat


11

mencegah kulit kering/xerosis, seperti kosmetika pelembab (humektan,


oklusiv,

emollien,

kolagen,

polipeptida)

dan

kosmetika

pengelupas

kulit/peeling.
3. Kosmetika peeling, Hydroxyacids
Kosmetika peeling yang dapat digunakan sebagai antixerosis karena dapat
merusak lapisan kulit berdasarkan kekuatan perusakan lapisan yang
diinginkan. Bahan aktif yang biasa digunakan sebagai peeling (keratolitik)
adalah golongan asam hidroksi, seperti AHA (-hydroxy acid) dan BHA (hydroxy acid), karena memiliki efek samping yang rendah tergantung dari
konsentrasi yang digunakan. Perusakan pada lapisan keratin epidermis akan
regenerasi sel basal membentuk lapisan epidermis yang baru dan
menghilangkan kulit kering.
4. Kerja AHA dan BHA sebagai keratolitik
AHA mampu bekerja pada lapisan epidermis dan dermis. Ketika digunakan
pada kulit, AHA akan menstimulasi exfoliasi dari sel epidermis pada stratum
corneum dengan memutuskan ikatan ion antar sel epidermis. Efek keratolik
ini dimanfaatkan dalam menangani kulit dengan hyperkeratosis, dan berbagai
kondisi kulit pada stratum corneum. Kerusakan pada lapisan stratum corneum
akan memicu regenerasi sel kulit, sehingga akan menghasilkan kulit yang
lebih lembut, terhindar dari keriput, pencerahan tanda penuaan, dan noda
gelap.

Penelitian

yang

dilakukan

menunjukkan

bahwa

AHA

dapat

meningkatkan proliferasi epidermal dan ketebalan epidermis, mengembalikan


hidrasi kulit, dan kelenturan kulit dengan peningkatan asam hyaluronik. AHA
juga mampu mencapai lapisan dermis dimana senyawa ini mampu
menghilangkan dampak dari photoaging. Penelitian menunjukkan bahwa AHA
meningkatkan asam mukopolisakarida, meningkatkan serat elastis, dan
kerapatan kollagen. AHA juga meningkatkan ekspresi gen dari kollagen dan
asam hyaluronik pada dermis. Hal ini memberikan peningkatan yang besar
pada kerut wajah, hidrasi kulit, dan mekanika kulit seperti elastisitas dan
warna kulit. BHA memiliki mekanisme kerja yang sama dengan AHA dengan
memutuskan ikatan ion pada sel epidermis (keratolitik).
5. Pengaruh pH terhadap kerja AHA dan BHA
pH merupakan pertimbangan penting dalam memformulasikan golongan
asam hidroksi sebagai kosmetika, karena harus disesuaikan dengan dengan

pH kulit (pH balance), yaitu pada pH sekitar 5,5. Pada pH rendah dan pKa zat
aktif yang rendah, akan meningkatkan efek farmakologis sebagai keratolitik,
tetapi pH yang rendah akan menimbulkan iritasi dan rasa gatal pada kulit
(efek kaustik). pH optimum dari AHA adalah sekitar pH 2,8 hingga pH 4,8;
sedangkan pH optimum dari BHA adalah sekitar pH 3,0 hingga pH 4,0. Pada
pH yang tinggi, yaitu pada pH lebih basa (sekitar 7,0), efek iritasi dari AHA
dan BHA akan berkurang, tetapi diikuti dengan penurunan

aktivitas

keratolitik. Untuk mencegah efek kaustik yang besar dan pertimbangan efikasi
kosmetika, sebaiknya pH formulasi dilakukan sekitar pH 4,0 yang dekat
dengan pH kulit, sehingga tidak menimbulkan iritasi dan inflamasi kulit yang
berat, tetapi memiliki efikasi yang baik sebagai keratolitik (antixerosis).
6. Konsentrasi yang digunakan
AHA dan BHA umumnya digunakan pada konsentrasi menengah (4-12%) dan
konsentrasi rendah (<4%). AHA biasanya digunakan pada konsentrasi
dibawah 10% dengan pH diatas 3,5 dan BHA biasanya digunakan pada
konsentrasi 1-2% pada pH 3-4.
7. Perbedaan AHA dan BHA
Peeling menggunakan beta-hydroxy acid (BHA) memiliki efek samping yang
lebih sedikit dan hasil yang berlangsung sedikit lebih lama pada kulit
dibandingkan dengan alpha-hydroxy acid (AHA). Hal ini disebabkan karena
asam salisilat merupakan derivat dari asam asetilsalisilat atau aspirin yang
merupakan agen antiinflamasi,

sehingga dapat mengurangi efek samping

yang mungkin terjadi (kulit kemerahan, terbakar, gatal, nyeri, luka). BHA
merupakan senyawa yang larut dalam lipid, sedangkan AHA merupakan
senyawa yang larut dalam air. BHA dapat berpenetrasi kedalam pori lapisan
kulit lebih mudah, melalui folikel sebaseus, sehingga cocok digunakan pada
kulit berminyak dan kulit dengan comedone terbuka. Sedangkan AHA lebih
cocok digunakan pada lapisan kulit yang tebal dan kulit yang rusak karena
sinar matahari

13

BAB IV
KESIMPULAN
AHA dan BHA merupakan senyawa yang banyak digunakan dalam bidang
dermatologi dan kosmetika, karena memiliki banyak keuntungan melalui aksi
keratolitik. Aksi keratolitik tidak hanya dapat mengatasi kulit kering (xerosis), tetapi
juga dapat mengatasi kulit keriput, tanda penuaan, hyperkeratosis, dan noda hitam
pada kulit. AHA baik digunakan pada konsentrasi dibawah 10% dengan pH diatas
3,5 dan BHA baik digunakan pada konsentrasi 1-2% pada pH 3-4.

DAFTAR PUSTAKA
1. Elsner P., Howard I. M., 2000. Cosmeceuticals: Drugs vs Cosmetics. New
York: Marcel Dekker, Inc.
2. Heather Brannon, 2014. Treating Wrinkles With Beta Hydroxy Acid - Salicylic
Acid. http://dermatology.about.com/cs/skincareproducts/a/bha.htm diakses 5
Desember 2015
3. Anonim,

Alpha

Hydroxy Acid

(AHA)

Beta

Hydroxy Acid

(BHA).

https://www.naturopathica.com/system/user_files/attachments/6/original/Natur
opathica_AHAs.pdf
4. Anonim, 2008. Kedua Alpha-Hydroxy dan Beta Hydroxy-asam kulit lega janji
untuk

penderita

jerawat.

http://www.news-

medical.net/news/2008/02/06/2/Indonesian.aspx diakses 5 Desember 2015

15

TUGAS MAKALAH KOSMESETIKA

HYDROXYACIDS
(Elsner P., H. I. Maibach, 2000)

Kelompok 2b Makalah
1. Endah Kartika Sari
2. Enrico Yuwono

(12-099) /28
(12-101) /29

UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS FARMASI
JAKARTA
2015

17

Anda mungkin juga menyukai