Model Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (Tpa) PDF
Model Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (Tpa) PDF
Model Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (Tpa) PDF
MULYO HANDONO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Saya yang tertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang
berjudul: Model Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah
secara Berkelanjutan di TPA Cipayung Kota Depok- Jawa Barat adalah
karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir disertasi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Bogor,
Januari 2010
Mulyo Handono
P062059474
ii
ABSTRACT
Mulyo Handono, 2009. Management of TPA Cipayung for Developing
Sustainability of the Resources. Under a supervisory team of H.M.H. Bintoro
Djoefrie as chairman, Etty Riani, and Siti Amanah as members.
TPA Cipayung has been operated since 1992, at Cipayung, Pancoran Mas, Kota
Depok. To face the problem around TPA Cipayung, it is important to
development management some analysis. The research purpose of this research
were: 1) to explain environmental quality, social, economic and health condition
around Cipayung garbages TPA area at Depok city. 2) to analyse policy strategy
that related to effort of managemant of Cipayung garbages TPA at Depok city. 3)
to design alternative policy of management of Cipayung garebages TPA at
Depok city. The research methods used descriptive analysis to analyze the quality
of up down wells, BAP, lindi water, and microbiology. Then, the results were
compared with Permenkes RI No. 416/MenKes//Per/IX/1990, Kriteria Mutu Air
PPRI No.28/2001. Gol. III, Baku Mutu: SK Gubernur Jawa Barat No. 6/1999.
Sampel water analysis was conducted in laboratory of PT. Mutu Agung Lestari.
The condition of social economy and health in location around of TPA Cipayung
were analyzed by descriptive analyzed. Data of interview result with profesional
about policy of management TPA Cipayung was analyzed with AHP method,
using expert choice 2000 program. Analysis of garbage management model in
TPA Cipayung using Microsoft Office Excel and Stimulation model analysis of
dinamic system using Stella software vertion 8.0. The result of this analysis show
the physical variabel of water quality in three location still under NAB that were
permitted. Except the temperatur variabel have rather high than NAB. The result
of many chemical variabel in three location sampel have high then NAB that
permitted, such as Fe, Mn, NO2-N, BOD5, COD, DO, Zn, and Fenol. The result of
social economy aspect are there is some problems around TPA Cipayung and the
benefiit of economy that TPA Cipayungs society can get. Health of society in
location around TPA Cipayung in general, suffering diare, fever, skin infection
and ispa.The result of Analysis Hierarchy Process (AHP) showed that (1)
alternative of policy is the optimalization of garbage management, (2) the
optimalization of cleaning service, (3) third priority is the increase of
stakeholders participation. (4) law enforcement. The result of garbage
management strategy analisys in TPA Cipayung recomendation program 3R+1P,
start from the garbage source, until the garbage that throw in to TPA getting low
and can minimalize the garbage transportation cost to TPA.
Key words : TPA, pollution, standard quality, policy, garbage
iii
RINGKASAN
Mulyo Handono, 2009. Model Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Sampah secara Berkelanjutan di TPA Cipayung Kota Depok-Jawa Barat.
Dibawah bimbingan H.M.H. Bintoro Djoefrie sebagai ketua, Etty Riani, dan Siti
Amanah sebagai anggota.
Kegiatan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Depok dimulai dari tahap pengumpulan sampah dari sumbersumber sampah, pengangkutan, dan proses pengolahan sampah di TPA Cipayung.
Kegiatan tersebut dilakukan untuk mewujudkan Kota Depok yang bersih, sehat,
dan nyaman. Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah 1) Mendapatkan
informasi tentang kualitas lingkungan, sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat
di sekitar kawasan TPA Sampah Cipayung, 2) Mendapatkan rancangan strategi
kebijakan yang berkaitan dengan upaya pengelolaan TPA Sampah Cipayung di
Kota Depok, 3) Mendapatkan rancangan model kebijakan pengelolaan TPA
Sampah Cipayung secara berkelanjutan.
Penelitian dilakukan dengan metode survei yang bertujuan untuk
mengetahui permasalahan dan proses pengelolaan sampah di TPA Cipayung.
Selain itu, penelitian dilakukan dengan menganalisis kualitas air sumur, badan air
permukaan (BAP), air lindi, dan mikrobiologi, yang kemudian dibandingkan
dengan peraturan Permenkes RI No. 416/MenKes//Per/IX/1990, Kriteria Mutu Air
PPRI No.28/2001. Gol. III, Baku Mutu: SK Gubernur Jawa Barat No. 6/1999.
Sampel air dianalisis di Laboratorium PT. Mutu Agung Lestari. Kondisi sosial
ekonomi dan kesehatan di sekitar kawasan TPA Cipayung dianalisi secara
deskriptif. Data hasil wawancara dengan pakar mengenai kebijakan pengelolaan
TPA Cipayung diolah dengan menggunakan metode AHP, dengan program expert
choice 2000. Sementara itu, analisis model menggunakan Microsoft Office Excel
dan analisis simulasi model sistem dinamik dengan menggunakan software Stella
versi 8.0.
Hasil analisis menunjukkan kualitas air pada tiga lokasi sampel variabel
fisik masih di bawah NAB yang diizinkan, kecuali variabel suhu sudah di atas
NAB. Hasil pengukuran beberapa variabel kimia pada tiga lokasi sampel sudah di
atas NAB yang diizinkan, di antaranya adalah Fe, Mn, NO2-N, BOD5, COD, DO,
Zn, dan Fenol. Hasil analisis pemeriksaan coliform pada kualitas air sumur dan
BAP masih di bawah nilai NAB. Dilihat dari aspek sosial ekonomi, keberadaan
TPA Cipayung menimbulkan dampak positif dan negatif bagi kehidupan
masyarakat sekitar. Salah satu dampak yang dapat dirasakan secara langsung
adalah adanya gangguan terhadap lingkungan yang disebabkan oleh kurang
terkoordinasinya pengelolaan sampah di TPA Cipayung. Selain itu, jika dilihat
dari segi kesehatan, pada umumnya masyarakat di sekitar kawasan TPA Cipayung
menderita penyakit diare, demam, infeksi kulit, dan ispa.
Hasil analisis AHP terhadap alternatif prioritas kebijakan yang harus
dilakukan adalah a). Optimalisasi pengelolaan sampah. Peningkatan laju timbulan
sampah perkotaan (24%/tahun) yang tidak diikuti dengan ketersediaan sarana
dan prasarana persampahan yang memadai. Hal tersebut pada akhirnya akan
iv
vi
Oleh:
MULYO HANDONO
P062059474
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
vii
: Mulyo Handono
NRP
: P062059474
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Tanggal lulus:
viii
KATA PENGANTAR
Januari 2010
Mulyo Handono
ix
RIWAYAT HIDUP
Mulyo Handono lahir di Pati 14 November 1963 dari pasangan S. Hardjo
Martono dan Askinah. Penulis telah menamatkan pendidikan SDK 1 Pati Jawa
Tengah lulus tahun 1975. SMPN 1 Pati Jawa Tengah lulus tahun 1979, SMAN 1
Pati Jawa Tengah lulus tahun 1982. Penulis mengikuti pendidikan sarjana (S1)
Jurusan Manajemen Informatika di Universitas Budi Luhur lulus tahun 1994,
Pendidikan Magister Manajemen (S2) Jurusan SDM di STIE IPWI Jakarta lulus
tahun 1998. Sejak tahun 2005 mengikuti Program Doktor (Dr) pada Institut
Pertanian Bogor, program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Penulis juga mengikuti kursus tentang Environmental Technology
Assessment for Waste Water Treatment and Collection System di United States
Environmental Training Institue tahun 1996, Introduction to Construction Project
Management di National University of Singapore tahun 1996, Jica Training
Course in the Field of Operation and Maintenance Sewerage Facilities pada tahun
1998 di Sapporo, Jepang.
Riwayat pekerjaan yang pernah dilakukan di antaranya Departemen
Pekerjaan Umum tahun 1991-1999, Bappeda Kota Depok tahun 1999-2002, Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok tahun 2002-2005, Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Keluarga Sejahtera Kota Depok tahun 2005-2007, Dinas
Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok tahun 2007- 2009, tahun 2009
sampai sekarang di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xviii
I.
PENDAHULUAN ..........................................................................
1.1. Latar Belakang ........................................................................
1.2. Kerangka Pemikiran .................................................................
1.3. Perumusan Masalah..................................................................
1.4. Tujuan Penelitian ....................................................................
1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................
1.6. Novelty/Kebaruan .....................................................................
1
1
3
5
7
7
7
II.
8
8
8
10
12
14
18
19
20
22
23
26
28
36
38
38
38
39
40
40
40
41
42
42
43
44
44
45
45
45
46
47
57
59
60
IV.
V.
xii
70
70
71
72
72
74
75
77
77
77
77
91
96
100
101
101
102
105
111
111
114
116
118
121
122
124
125
127
127
128
129
133
147
148
150
150
151
151
152
152
153
153
153
154
154
155
155
156
156
156
157
157
158
160
160
xiii
160
160
161
161
161
163
xiv
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
xvi
11
27
41
43
44
52
58
59
72
73
74
75
76
92
97
99
101
117
119
129
132
132
134
157
178
207
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
Halaman
Kerangka pemikiran model pengelolaan lingkungan TPA sampah
secara berkelanjutan .....................................................................
5
Tiga elemen sistem kebijakan ........................................................ 24
Mencari pengungkit tertinggi ......................................................... 30
Pemodelan sistem dinamik ............................................................ 35
Stock flow diagram ...................................................................... 36
Pembagian lahan TPA Cipayung .................................................... 49
Struktur hirarki perumusan strategi pengelolaan TPAS ..................... 62
Alur tahapan pemodelan ................................................................ 64
Jarak tempat tinggal responden ke TPA .......................................... 101
Tanggapan responden di sekitar TPA Cipayung ............................... 102
Tingkat pendidikan responden di TPA Cipayung ............................ 105
Model pengelolaan sampah............................................................ 107
Jenis pekerjaan responden ............................................................. 110
Grafik hubungan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial........................ 133
Sistem peraturan perundangan pengelolaan sampah ......................... 145
Struktur organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok ... 152
Diagram input-output sistem pengelo laan sampah di TPA Cipayung.. 162
Causal loop model pengelolaan sampah .......................................... 164
Diagram model pengelolaan sampah berkelanjutan .......................... 165
Grafik prediksi perkembangan jumlah sampah di TPS dan sampah
di TPA, sampah rumah tangga, sampah yang tidak terangkut dan
sampah yang tidak tertampung di TPA............................................ 168
Grafik prediksi usia TPA pada berbagai pola (%)............................. 170
Grafik prediksi usia TPA dengan pola 3R+1P pada berbagai skenario
(%) ............................................................................................. 171
Grafik prediksi jumlah sampah di TPA pada berbagai skenario
recycle ......................................................................................... 172
Grafik prediksi jumlah sampah yang tidak tertampung di TPA pada
berbagai skenario (m3) .................................................................. 173
Sistem mekanisme peran serta masyarakat ...................................... 176
Sistem pemanfaatan teknologi........................................................ 193
Kerjasama pemangku kepentingan.................................................. 194
Sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat ............................. 195
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Halaman
Foto lokasi penelitian ....................................................................... 229
Hasil analisis AHP ........................................................................... 230
Rumah tangga responden yang mendapat pelayanan angkutan sampah
dan Penerapan 3R per Kecamatan ..................................................... 231
Cara pengolahan pada rumah tangga yang tidak mendapat Pelayanan
angkutan sampah ............................................................................. 234
Pengelolaan sampah yang dilakukan di Kota Depok............................ 237
Pengelolaan sampah takakura ........................................................... 242
Kegiatan di kawasan TPA Cipayung ................................................. 243
xviii
I. PENDAHULUAN
menjadi hanya ditumpuk dan dibiarkan saja. Hal ini menimbulkan protes dari
warga sekitar TPA.
Semakin meningkatnya volume timbulan sampah tersebut dikhawatirkan
akan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan, baik langsung maupun
tidak langsung bagi penduduk Kota Depok. Dampak langsung dari penanganan
sampah yang kurang terkelola dengan baik dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran lingkungan, timbulnya berbagai penyakit menular maupun penyakit
kulit serta gangguan pada pernapasan, dan menurunnya nilai estetika lingkungan.
Sedangkan dampak tidak langsung yang dapat terjadi di antaranya adalah bahaya
banjir yang disebabkan oleh terhambatnya arus air sungai karena terhalang
timbunan sampah yang dibuang ke sungai.
Mengatasai permasalahan tersebut di atas, perlu dilakukan usaha pengurangan sampah mulai dari sumbernya. Saat ini Pemerintah Kota Depok telah
menetapkan pengelolaan persampahan menjadi program utama yang termasuk
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dalam
RPJMD tersebut Pemerintah Kota Depok berinisiatif membuat suatu pengolahan
sampah pada tingkat kawasan Kelurahan yang sekarang dikenal dengan Unit
Pengolahan Sampah (UPS). Pembangunan UPS tersebut juga merupakan bentuk
implementasi dari UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Melalui
UPS tersebut sampah yang dihasilkan oleh warga akan diolah seluruhnya.
Penanganan masalah sampah tidak hanya menjadi tanggungjawab Dinas
Kebersihan Pertamanan Kota Depok saja, akan tetapi menjadi tanggungjawab
bersama. Masyarakat sebagai produsen sampah diharapkan mampu mengelola dan
mengurangi jumlah sampah yang ada. Kegiatan yang telah dilakukan di antaranya
memilah sampah dan mengolahnya kembali menjadi barang yang berguna.
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat membantu Pemerintah
dalam mewujudkan kota yang bersih dan teratur.
Padmowihardjo (2001) mengatakan partisipasi merupakan suatu bentuk
kegiatan yang dilakukan baik sendiri (individu) maupun secara kolektif untuk
mencapai tujuan. Partisipasi dalam penanganan sampah dapat menyebabkan
masih
belum
diimplementasikan
dengan
baik,
karena
sistem
pengelolaannya belum bersifat holistik dan operasional. Oleh karena itu, perlu
Perumahan
sampah
Fasilitas Umum
Pencemaran lingkungan :
pembentukan air lindi,
degradasi, limpasan serta
peresapan, gas metan
Ekologi
Sosial
Ekonomi
persepsi
kesehatan
Partisipasi
Pendidikan lingkungan
Budaya
pendapatan
peluang bekerja
1.3.
Perumusan Masalah
Sampah telah menjadi permasalahan nasional, seiring dengan pertumbuhan
yang terjadi di segala bidang yang berdampak pada pertumbuhan jumlah produksi
sampah yang dihasilkan. Jumlah sampah yang terus meningkat dari tahun ke
tahun membuat masalah sampah menjadi salah satu prioritas yang sangat penting
untuk ditangani oleh semua pihak khususnya Pemerintah Kota Depok.
Penanganan sampah pada dasarnya adalah tanggungjawab seluruh pihak termasuk
masyarakat, dunia usaha, lembaga pendidikan, swasta, LSM, dan Pemerintah.
Organisasi pengelolaan sampah di Kota Depok secara formal termasuk
dalam Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Secara operasional Dinas Kebersihan
dan Pertamanan bekerjasama dengan Dinas Pengelolaan Pasar dengan mengikut
sertakan masyarakat, baik di tingkat Kecamatan, RT/RW, Kelurahan maupun di
tingkat swasta yang perduli terhadap lingkungan. Tugas utama Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Kota Depok adalah menyelenggarakan kebersihan dengan cara
memberikan pelayanan secara maksimal melalui mekanisme pengangkutan,
pembuangan, dan pemrosesan sampah ke TPA Cipayung.
Pembangunan TPA Sampah Cipayung diharapkan akan membawa dampak
positif bagi masyarakat sekitar maupun bagi warga Kota Depok secara umum,
sehingga permasalahan persampahan di Kota Depok dapat ditangani dengan baik.
Selain dampak positif terhadap masyarakat sekitar, keberadaan TPA Sampah
Cipayung juga menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem di kawasan
tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain terjadinya penurunan
kualitas lingkungan, baik fisik, kimiawi maupun penurunan kesehatan masyarakat.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas yang menjadi fokus utama dalam
penelitian ini adalah:
1. Kondisi kualitas lingkungan, sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat di
sekitar kawasan TPA Sampah Cipayung Kota Depok;
2. Rancangan strategi kebijakan yang berkaitan dengan upaya pengelolaan
kawasan TPA Sampah Cipayung di Kota Depok;
3. Rencana model kebijakan pengelolaan TPA Sampah Cipayung secara
berkelanjutan.
1.4.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah membuat rumusan model pengelolaan
Novelty (Kebaruan)
Novelty (kebaruan) penelitian yang dilakukan adalah penyusunan model
TPA
Sampah
Cipayung
Kota
Depok.
Sistem dinamis
dapat
memprediksikan usia TPA dengan berbagai skenario dan pola pemilahan sampah
sehingga dapat dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu dengan sistem
sanitary landfill.
itu
juga
mencemari
lingkungan
(Said,
1998).
Dewi
(2008)
hasil
pencernaan.
Tin ja
dan
air
seni
adalah
hasilnya.
Limbah, merupakan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun pabrik.
Limbah cair rumah tangga umumnya dialirkan ke saluran tanpa proses
penyaringan seperti sisa air mandi, bekas cucian, dan limbah dapur.
Sementara itu, limbah pabrik perlu diolah secara khusus sebelum dilepas ke
alam bebas agar lebih aman. Namun tidak jarang limbah bahaya tersebut
disalurkan ke sungai atau laut tanpa penyaringan;
3.
Refuse (sampah), diartikan sebagai bahan sisa proses industri atau hasil
sampingan kegiatan rumah tangga. Sampah tersebut dibagi menjadi sampah
lapuk, sampah tidak lapuk, dan tidak mudah lapuk;
4.
Bahan sisa industri, umumnya dihasilkan dalam skala besar dan merupakan
bahan buangan dari sisa proses industri.
10
11
organik dan sisanya anorganik. Hasil survei di Jakarta, Bogor, Bandung dan
Surabaya dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi sampah
No
1
2
3
4
5
6
Komposisi
Volume sampah
Bobot sampah
Kerapatan
Kadar air
Sampah organik
Komponen lain :
- Kertas
- Kayu
- Plastik
- Gelas
- Lian-lain
Jumlah
2-2,5 lt/kapita/hari
0,5 kg/kapita/hari
200-300 kg/m3
65-75 %
75-95 %
6%
3%
2%
1%
4%
12
tanah.
Hal
tersebut
menjadi
tujuan
utama
para
petani.
13
dalam kolam ikan akan meningkatkan hasil ikan di India dan Pakistan
(Suriawiria, 2003).
6. Bahan pembuat biogas
Sampah merupakan sumber energi baru yang saat ini telah dicoba digunakan. Peranan sampah di dalam program penyediaan energi telah lama
diketahui yaitu:
a. Bahan bakar untuk penggerak mesin pembangkit listrik;
b. Bahan baku untuk proses fermentasi dalam pembuatan biogas.
7. Bahan baku pembuat bata
Jepang dan Jerman Barat merupakan negara pelopor penggunaan sampah
sebagai bahan baku di dalam pembuatan bata (briket). Ternyata tanah
bahan yang dic ampur dengan hancuran sampah mempunyai nilai bata yang
lebih baik kalau dibandingkan dengan hanya tanah atau sampah saja
(Suriawiria, 2003).
8. Media produksi vitamin
Salah satu jenis mikroorganisme penghasil vitamin (Vitamin B12) ternyata
sangat subur pertumbuhannya di dalam media yang dicampur dengan
ekstrak sampah. Untuk hal ini telah banyak lembaga peneliti yang
mencoba meneliti lebih lanjut peranan sampah sebagai bahan media
pertumbuhan jasad penghasil vitamin tersebut, antara lain yang sudah
berhasil adalah Amerika Serikat, Jepang, Jerman Barat dan Swedia
(Suriawiria, 2003).
9. Bahan makanan ternak
Sampah dapat disamakan sebagai bahan makanan ternak baik secara
langsung maupun melalui proses fermentasi.
10. Media produksi PST (protein sel tunggal)
PST adalah jenis protein baru yang dibuat melalui aktivitas mikroorganisme (mikroalgae, jamur dan bakteri). PST akan menjadi sumber
protein penyelamat masa mendatang kalau produksi protein secara
konvensional (melalui pertanian, peternakan dan perikanan) tidak
mencukupi. Mikroorganisme penghasil PST sangat subur pertumbuhannya
14
Penampungan sampah
Penampungan sampah di tingkat rumah tangga memegang posisi terdepan.
Sejak awal pengelolaan sampah telah dipilah berdasarkan jenisnya, yaitu
sampah organik atau anorganik. Selain itu, sampah yang hendak dibuang
harus dikemas rapih dalam kantong khusus (bioplastik) atau kantong plastik
biasa. Di beberapa taman lingkungan dan lokasi publik strategis, pemisahan
sampah dapat dilakukan dengan menyediakan dua tempat sampah kering
dan basah sekaligus. Sebelum diangkut oleh petugas kebersihan, sampah
ditampung sementara dalam wadah. Agar lebih efisien dan efektif, tempat
sampah dapat pula dibuat dengan pemanfaatan barang bekas seperti karung
plastik, drum, kotak kayu, dan ember. Wadah yang digunakan untuk
penampungan sampah haruslah memiliki empat kriteria utama, yaitu: (a)
mudah dibersihkan; (b) tidak mudah rusak; (c) dapat ditutup rapat; (d)
ditempatkan di luar rumah.
2.
15
Pengolahan sampah
Proses pengolahan sampah terpadu dilakukan dengan menerapkan upaya
cegah (reduce) dan upaya pakai ulang (reuse) dengan tujuan agar sampah
tidak sampai terbentuk. Upaya tersebut dilakukan pada tingkat terendah,
yaitu pada pemakaian barang, dan proses daur ulang sampah dilakukan
dengan sangat sederhana. Setelah dicacah dan dilelehkan, materi tersebut
dicetak menjadi bahan siap pakai. Metode untuk memusnahkan dan
pemanfaatan sampah dilakukan dengan beberapa cara di antaranya: (1)
membuang dalam lubang dan ditutup dengan selapis tanah, yang dilakukan
lapis demi lapis, sehingga sampah tidak di ruang terbuka; (2) sampah
dibuang ke dalam lubang tanpa ditimbun oleh lapisan tanah; (3) membuka
dan membuang sampah di atas permukaan tanah; (4) membuang sampah di
perairan, misalnya di sungai atau di laut; (5) pembakaran sampah secara
besar-besaran
dan
tertutup
dengan
menggunakan
insinerator;
(6)
16
17
18
d. Daerah lain
Beberapa Kota di Jawa Barat yang penduduknya tidak begitu padat dan
memiliki topografi lembah dan pegunungan seperti di Kota Kuningan,
Sumedang, Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya, sampah dibuang ke lembah.
Cara tersebut juga dilakukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur karena cukup
efektif dan murah.
Pengelolaan sampah di Yogyakarta dilakukan dengan cara tumpukan dan
dilengkapi dengan unit pengolahan sampah masinal (mesin) yang dikelola oleh
Pemda setempat. Cara tumpukan telah dilakukan secara profesional. Di Malang
pengelolaan cara tumpukan dibangun dengan bantuan dana asing dan dirancang
secara modern dengan mengambil lokasi di suatu lembah. Pengelolaan sampah di
TPA daerah Gunung Galuga, Leuwiliang Bogor, juga menggunakan cara
tumpukan, tetapi karena tingginya curah hujan maka sampah kota memerlukan
waktu cukup lama untuk pembusukannya. Model pembakar sampah yang diimpor
dari Perancis pernah dicoba, tetapi akhirnya kembali gagal seperti di Surabaya.
Kasus di Bandung sama dengan DKI Jakarta, yaitu kemampuan TPA di daerah
Lembang sudah tidak bisa mengatasi volume sampah yang begitu besar,
disamping cuaca yang sangat dingin mempengaruhi pembusukan yang akan
berjalan sangat lambat.
2.3. Tempat Pembuangan Akhir
Widyatmoko (2001) mengatakan tempat pemrosesan akhir (TPA) yang
dikenal dengan sanitary landfill adalah sistem pembuangan sampah dengan cara
dipadatkan dan ditutupi serta dilapisi tanah setiap hari. Dalam sistem TPA akan
terjadi proses dekomposisi sampah secara kimia, biologi, dan fisik yang
menghasilkan gas-gas dan bahan organik. Air hujan yang jatuh pada lokasi TPA
akan berinfiltrasi ke dalam sistem sampah dan melarutkan hasil dekomposisi
berupa cairan yang disebut air lindi. Komposisi air lindi bervariasi antara satu
lokasi dengan lokasi lainnya.
Proses daur ulang, produksi kompos dan pembakaran bertujuan untuk
memperkecil volume sampah yang dihasilkan, sehingga pembuangan sampah
19
pada kolam sanitary landfill dapat diperkecil dan akhirnya dapat menghemat
penggunaan lahan TPA. Pembuatan kompos dapat dilakukan dengan beberapa
macam teknologi, di antaranya menggunakan salah satu metodologi aerasi,
turning over bahan kompos (membolak balik bahan kompos) dan open air atau
reactor based.
Pemilihan jenis metodologi yang tepat perlu mempertimbangkan beberapa
hal yaitu: 1) proses yang digunakan haruslah ramah terhadap lingkungan;
2) biaya investasi tidak terlalu tinggi/ terjangkau; 3) biaya operasional dan
perawatan pembuatan kompos cukup murah; 4) kualitas kompos yang dihasilkan
cukup baik; 5) harga kompos dapat terjangkau oleh masyarakat dan
penggunaannya
dapat
bersaing
dengan
pupuk
kimia
buatan;
dan
20
perkotaan,
dapat
atau
melakukan
kegiatan
bersama-sama
dengan
orang
lain.
21
akan ikut merasakan sesuatu bersama-sama dengan orang lain sebagai akibat
adanya interaksi sosial. Secara harfiah, partisipasi berarti turut berperan serta
dalam suatu kegiatan , keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan,
peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan. Partisipasi dapat
didefenisikan secara luas sebagai bentuk keterlibatan dan keikutsertaan
masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam
dirinya maupun dari luar dirinya dalam keseluruhan proses kegiatan yang
bersangkutan (Moeliono, 2004).
Tjokroamidjojo et al. (1980) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat
adalah keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah, strategi dalam kebijakan
kegiatan, memikul beban dan pelaksanaan kegiatan, memetik hasil serta manfaat
kegiatan secara adil. Partisipasi berarti memberi sumbangan dan turut serta
menentukan arah atau tujuan pembangunan, yang ditekankan adalah hak dan
kewajiban setiap orang. Koentjaraningrat (1984) berpendapat bahwa partisipasi
mempunyai arti memberi sumbangan dan turut menentukan arah tujuan
pembangunan, ditekankan bahwa partisipasi itu adalah hak dan kewajiban bagi
setiap masyarakat.
Seseorang dengan kemampuan ekonomi yang tinggi mampu berpartisipasi
dalam berbagai bentuk, misalnya tenaga, uang, ide atau pemikiran. Hal ini berarti
bahwa tingkat partisipasinya juga lebih tinggi dibandingkan seseorang yang
kemampuan ekonominya lebih rendah. Selain itu, partisipasi bersifat murni tanpa
pamrih, dan tanpa motif ekonomi. Sebaliknya seseorang yang kemampuan
ekonomi rendah akan berpartisipasi atas dasar pamrih, yakni untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Menurut GTZ (1997) pendekatan partisipatif diperlukan
untuk melibatkan semua pihak sejak langkah awal, mulai tahapan analisis
masalah, penetapan rencana kerja sampai pelaksanaan dan evaluasinya.
Kegiatan partisipatif dapat dikelompokkan pada dua kelompok sasaran yaitu
partisipasi para pengambil keputusan, dan partisipasi kelompok setempat yang
terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup.
22
pemeliharaan,
pemulihan,
pengawasan,
dan
pengendalian
lingkungan hidup adalah agar manusia hidup lebih nyaman, sehat, tenteram, dan
bebas beraktiv itas. Sumber daya alam sering dieksploitasi secara berlebihan,
sehingga menyebabkan lingkungan tidak seimbang.
Menurut Salim (1985) mengatakan bahwa hal-hal yang dapat menggangu
keseimbangan lingkungan hidup adalah: (1) perkembangan teknologi yang
berhasil diwujudkan oleh akal dan otak manusia dan; (2) adanya pertambahan
jumlah penduduk. Selama pertambahan jumlah penduduk dalam batas kewajaran
maka, pertambahan relatif tidak akan mengganggu keseimbangan lingkungan.
UU No. 23 tahun 1997 menyatakan bahwa salah satu sasaran pengelolaan
lingkungan hidup adalah terjaminnya kepentingan antara generasi masa kini dan
generasi masa depan. Wawasan lingkungan yang berkelanjutan merupakan suatu
pandangan, dalam arti pandangan terhadap lingkungan yang merupakan suatu
usaha
tentang
pendayagunaan
lingkungan
dengan
tetap
memperhatikan
pada
dukungan
penuh
masyarakat
melalui
pemerintahnya,
kelembagaan sosialnya, dan kegiatan dunia usahanya. Menurut Susilo (2008) laju
pembangunan harus dikendalikan sebab jika tidak, tidak lagi sebagai cara untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun justru memproduksi kerusakankerusakan bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
23
dila ksanakan
guna
mempengaruhi
suatu
keadaan
(mempengaruhi
Perumusan
kebijakan
24
proses kebijakan sistem politik, akan tetapi merupakan bagian dari proses antar
hubungan, sehingga kebijakan dapat dikatakan sebagai suatu alat Pemerintah
untuk mencapai tujuan dan sasaran.
Analisis kebijakan merupakan sejumlah faktor di dalam suatu sistem
kebijakan. Sistem kebijakan (policy system) merupakan pola institusional yang
terdiri atas hubungan timbal balik antara tiga unsur, yaitu kebijakan publik, pelaku
kebijakan, dan lingkungan kebijakan (Gambar 2).
Sistem kebijakan adalah produk manusia yang subjektif yang diciptakan
melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku kebijakan. Gambar hubungan
tiga elemen penting di dalam suatu sistem kebijakan (Dye dalam Dunn, 2003)
dapat dilihat pada Gambar 2.
PELAKU
KEBIJAKAN
LINGKUNGAN
KEBIJAKAN
KEBIJAKAN
PUBLIK
25
26
keunggulan
karena
mampu
27
penilaian dan preferensi secara ringkas dan padat. Proses tersebut dengan jelas
menunjukkan bahwa demi pengambilan keputusan yang sehat dalam situasi yang
komplek
diperlukan
penetapan
prioritas
dan
melakukan
perimbangan.
Keterangan
Kedua
elemen
pentingnya
Penjelasan
sama Dua elemen mempunyai pengaruh
yang sama terhadap tujuan
2,4,6,8
Kebalikan
28
dengan
elemen
lainnya
dengan
menggunakan pembobotan
Pemodelan
A. Sistem Dinamik
Sistem dinamik adalah pendekatan yang membantu manajemen puncak
dalam memecahkan permasalahan kecil dan dianggap sukar untuk dipecahkan.
Kebanyakan orang dalam menetapkan tujuan yang hendak dicapai pada awalnya
terlalu rendah. Hal yang diinginkan adalah sebuah peningkatan dengan sikap
umum yang dilakukan dalam lingkungan akademis, yaitu dengan menjelaskan
perilakunya setelah itu menemukan struktur dan kebijakan untuk hasil yang lebih
baik (Forrester, 1961 dalam Sterman, 2000). Sistem dinamik menurut MIT
(Massachusetts Institute of Technology) adalah metodologi untuk mempelajari
permasalahan di sekitar kita yang melihat permasalahan secara keseluruhan
29
30
Struktur sistem
perubahanterakh
r
i
Pengunk
t
iert
n
i gg
u
i ntuk
Pola perilaku
Kejadian
31
multidisipliner dan hal terpenting dari tim tersebut adalah adanya komunikasi
interpersonal dan pengorganisasian (Eriyatno, 1998).
Menurut Hartisari (2007) pendekatan sistem merupakan cara pandang
yang bersifat menyeluruh (holistic) yang memfokuskan pada integrasi dan
keterkaitan antar komponen. Pendekatan tersebut dapat mengubah cara pandang
dan pola berpikir dalam menangani permasalahan dengan menggunakan model
yang merupakan penyederhanaan sebuah sistem. Menurut Aminullah (2004)
berpikir sistemik mempunyai corak sangat tergantung dari pelaku yang
menerapkannya,
dan
akan
terkait
pada
kebiasaaan
dan
kebutuhannya.
Kebiasaan terkait dengan bidang pengetahuan yang dimiliki seseorang, akan tetapi
kebutuhan berpikir berhubungan dengan pembelajaran dari pengalaman dalam
pekerjaan yang membutuhkan corak berpikir tertentu, seperti bidang teknik dan
ekonomi memiliki corak berpikir yang berbeda. Masing-masing corak memiliki
kelebihan dan kekurangan, biasanya ada yang menggunakannya dengan
menggabungkan menjadi satu. Tiga corak yang dimaksud adalah berpikir sistem
masukan-keluaran, berpikir sistem umpan balik dan berpikir sistem umpan balik
adaptif. Corak pertama tidak menjadikan keluaran untuk mempengaruhi masukan.
Kedua, penyempurnaan corak pertama menghasilkan keluaran yang akan jadikan
sebagai umpan kembali untuk mempengaruhi masukan. Ketiga, seperti corak
kedua hanya saja pengaruh lingkungan luar turut dijadikan pertimbangan.
1. Umpan Balik
Kerangka kerja berpikir sistem menggunakan beberapa alat konseptual
untuk merepresentasikan dan menguraikan sebuah realita agar mudah dipahami.
Umpan balik sebagai konsep utama berpikir sistem yang lebih dari sekedar
berpikir. Untuk menggambarkan sebuah konsep umpan balik pada struktur sistem,
dalam sistem dinamik dikenal diagram kausal causal loop diagrams (CLD).
Menurut Sterman (2000) causal loop diagrams sangat baik untuk:
1. Menangkap secara cepat sebuah hipotesis tentang penyebab dinamika;
2. Menimbulkan dan menangkap model mental individu atau kelompok;
32
nyata)
yang
cukup
ideal
untuk
dapat
dijadikan
representasi
33
(1998)
mendefinisikan
sistem
totalitas
himpunan
yang
34
terjadi
di
dalamnya;
(2)
memanipulasi
model
atau
melakukan
35
36
37
39
Di samping itu, terdapat pula 25 situ. Data luas situ pada tahun 2005 sebesar
169,68 ha, dengan kualitas air rata-rata buruk akibat tercemar.
3.2.2. Kondisi Geologi dan Jenis Tanah
Berdasarkan peta geologi regional oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung pada tahun 1992, stratifikasi wilayah Kota Depok
dari tua ke muda disusun oleh batuan perselingan, batu pasir, dan batu lempung
sebagai berikut:
Formasi Bojongmanik (Tmb): perselingan konglomerat, batu pasir,
batu lanau, dan batu lempung.
Formasi Serpong (Tpss): Breksi, lahar, tuf breksi, tuf batu apung.
Satuan Batuan Gunung Api Muda (Qv): tuf halus berlapis, tuf pasiran
berselingan dengan konglomerat.
Satuan Batuan Kipas Alluvium: Endapan lempung pasir, krikil, kerakal.
Satuan Endapan Alluvial (Qa).
Struktur geologi di daerah tersebut merupakan lapisan horizontal atau
sayap lipatan dengan kemiringan lapisan yang hampir datar, dan sesar
mendatar yang dip erkirakan berarah Utara-Selatan. Secara umum keadaan
jenis tanah di Kota Depok adalah sebagai berikut:
Tanah Alluvial, tanah endapan yang masih muda, terbentuk dari endapan
lempung, debu, dan pasir, umumnya tersikap di jalur-jalur sungai, tingkat
kesuburan sedang-tinggi.
Tanah Latosol coklat kemerahan, tanah yang belum begitu lanjut
perkembangannya, terbentuk dari tufa vulkan andesitis-basaltis, tingkat
kesuburannya rendah-cukup, mudah meresapkan air, tanah mudah tererosi,
dan tekstur halus.
Asosiasi Latosol merah dan laterit air tanah perkembangannya dipengaruhi
air tanah, tingkat kesuburannya sedang, kandungan air tanah cukup
banyak, sifat fisik tanah sedang-kurang baik.
40
41
berbagai tempat kegiatan dan tempat tinggal. Penetapan lokasi TPA sampah
Cipayung telah mengacu pada rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Depok.
Pembangunan TPA Cipayung di Kota Depok berlandaskan Perda Propinsi Daerah
Tingkat I Jawa Barat No. 3 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Perda Kota Depok No. 12 Tahun 2001
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok. Pembangunan TPA sampah
Cipayung direncanakan sebagai lokasi yang diperuntukkan sebagai sarana
pembuangan/pengolahan akhir sampah Kota Depok.
3.4. Penggunaan Lahan di Kota Depok
Rencana penggunaan lahan di Kota Depok bertujuan agar dapat
menentukan kawasan terbangun dan kawasan terbuka hijau. Rencana pemanfaatan
ruang Kota Depok dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rencana pemanfaatan ruang Kota Depok tahun 2010
No
Luasan
Tahun 2005
Ha
%
9,968.43
49.77
Kawasan Tebangun
Perumahan + Kampung
2
3
4
Industri
Kawasan
Tahun 2010
Ha
%
11,025.96
55.05
8,874.85
44.31
9,111.19
45.49
Pendidikan tinggi
230.33
1.15
230.33
1.15
300.44
1.50
799.16
3.99
308.45
1.54
632.92
3.16
254.37
1.27
254.37
1.27
10,060.57
50.23
9,003.04
44.95
Strategis
Nasional
(Gandul,
Tegalan/Ladang/Kebun/Tanah Kosong
967.40
4.83
1,153.67
5.76
7,078.25
35.34
5,690.24
28.41
3
4
168.24
0.84
168.24
0.84
388.56
1.94
514.75
2.57
Hutan
Sungai
26.04
0.13
26.04
0.13
176.26
0.88
176.26
0.88
82.12
0.41
82.12
0.41
1,171.70
5.85
1,191.73
5.95
20,029.00
100.00
20,029.00
100.00
Pipa Gas)
Total
42
43
166.076
Luas Wilayah
(Km2 )
45,69
Kepadatan Penduduk
(jiwa/km 2)
3.634
269.144
29,83
9.022
Sukmajaya
342.447
34,13
10.033
Cimanggis
403.037
53,54
7.527
Beji
139.888
14,30
9.782
Limo
149.410
22,80
6.553
1.470.002
200,29
7.339
No
Kecamatan
Sawangan
Pancoran Mas
3
4
Kota Depok
Jumlah Penduduk
44
3.5.3. Pendidikan
Pada tahun ajaran 2006/2007 jumlah Taman Kanak-kanak (TK) di
Kota Depok sebanyak 314 sekolah, dengan jumlah murid 14.053 orang, dan
945 orang guru. Sekolah Dasar (SD) sebanyak 362 sekolah, dengan jumlah murid
125.581 orang, dan 4.656 orang guru. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
berjumlah 137 sekolah, dengan jumlah murid 44.601 orang dan 3.023 orang guru.
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) terdapat 51 sekolah dengan jumlah murid
14.937 orang, dan 1.183 orang guru. Selain itu, terdapat 55 Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), dengan jumlah murid 18.726 orang, dan 1.371 orang guru.
Pada tahun 2006, penduduk Kota Depok yang berumur 10 tahun ke atas
yang memiliki ijazah tertinggi SLTA dan sederajat sebanyak 27,67%. Pemilik
ijazah SLTA merupakan persentase terbesar dibandingkan jenjang pendidikan
lainnya. Penduduk Kota Depok yang berumur 10 tahun ke atas yang bisa
membaca dan menulis huruf latin sebanyak 59,99% huruf lainnya sebanyak
1,07%. Huruf latin dan lainnya sebanyak 37,51%, dan yang buta huruf sebanyak
1,43%.
3.5.4. Agama
Tempat ibadah merupakan salah satu sarana yang penting untuk meningkatkan derajat keimanan seseorang. Pada tahun 2007, di Kota Depok terdapat
554 mesjid, 129 langgar, 995 musholla, 6 gereja katolik, 62 gereja protestan, 1
vihara, dan 2 pura. Lebih jelas jumlah tempat ibadah di Kota Depok dapat dilihat
pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5. Banyaknya tempat ibadah menurut jenisnya di Kota Depok
No
Kecamatan
Mesjid
Langgar
Musholla
Gereja
Gereja
Katolik
Protestan
Vihara
Pura
Sawangan
74
217
Pancoran Mas
113
267
24
Sukmajaya
138
151
20
Cimanggis
140
255
Beji
44
72
Limo
45
129
33
Kota Depok
554
129
995
62
45
3.5.5. Kesehatan
Pembangunan kesehatan harus selalu dilakukan mengingat jumlah
penduduk yang selalu bertambah dari tahun ke tahun, upaya yang dilakukan
Pemerintah antara lain dengan meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana
kesehatan, sehingga semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan
kesehatan secara mudah, merata, dan murah.
Kota Depok pada tahun 2007 memiliki puskesmas yang tersebar di
6 Kecamatan dan 10 puskesmas pembantu. Sarana pelayanan kesehatan antara
lain rumah sakit yang ada di Depok ada 10 buah, rumah sakit ibu dan anak ada
4 buah, balai pengobatan ada 142 buah, dan rumah bersalin ada 24 buah.
3.5.6. Fasilitas Transportasi
Salah
satu
potensi
Kota
Depok
adalah
di
sektor
perhubungan.
Jumlah angkutan, izin trayek, dan jumlah penumpang yang ada di Kota depok
merupakan potensi yang menunjang pembangunan di Kota Depok dan merupakan
salah satu aset dalam perhitungan PAD Kota Depok. Lalu lintas angkutan kereta
api merupakan alat transportasi yang banyak diminati karena biayanya yang relatif
murah dan cepat sampai di tujuan.
Sementara itu, kondisi jalan di Kota Depok sampai tahun 2005 yang sudah
dibeton sepanjang 27.227 meter, yang diaspal hotmixed 245.377 meter, yang
diaspal penetrasi 47.719 meter dan yang masih dalam tahap perkerasan 6.200
meter.
3.6. Gambaran Umum TPA Cipayung Kota Depok
TPA Cipayung dioperasionalkan sejak tahun 1992 dengan sistem open
dumping pada areal seluas 2,5 ha. Dikarenakan semakin meningkatnya volume
sampah di Kota Depok, TPA Cipayung diperluas kembali hingga 10,6 ha dengan
kapasitas
direncanakan
sekitar
4.000.000
m3 timbulan
sampah.
Sistem
46
47
yang
diperuntukkan
untuk
menyimpan
peralatan
dan
48
49
4 zona, setiap blok terdiri atas sel-sel harian. Pembagian lahan TPA dapat
dilihat pada Gambar 6.
Garasi
Kantor
2
Blok II
Blok I
(1
bulan),
2
maka
luas
blok
operasi
bulanan
adalah
m2.
50
51
sampah
dan
tanah;
(b)
Exavator
berfungsi
untuk
memindahkan tanah, menggali tanah, dan pembuatan saluran; (c) Saranasarana lain seperti papan nama, rambu-rambu lalu lintas serta rambu
peringatan harus terpampang; (d) Perlengkapan kerja, sebelum bekerja
perlengkapan kerja seperti sarung tangan, masker sudah harus tersedia dan
pada saat bekerja harus dipergunakan.
2. Pengoperasian TPA
Dalam pengoperasia n TPA tahapan-tahapannya adalah:
a. Penerimaan dan pendataan sampah
Kegiatan penerimaan dan pendataan sampah diperlukan untuk mengevaluasi dan merencanakan pengembangan TPA. Pengukuran dapat dilakukan secara manual dengan cara mengukur ketinggian muatan sampah
dalam kendaraan pengangkut. Data pengukuran selanjutnya dicatat oleh
petugas dan dibukukan. Pencatatan disusun dalam bentuk tabulasi,
meliputi: hari, bulan/tanggal/tahun, jam kedatangan, jam pergi, nomor
polisi truk, dan volume sampah.
b. Jadwal operasional penimbunan sampah
Jam kerja operasi penimbunan sampah sudah harus ditentukan waktunya
yaitu mulai pukul 7.00 sampai 17.00
c. Jadwal Pembongkaran sampah
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembongkaran sampah
yaitu waktu pembongkaran sampah , transportasi pembongkaran, dan pola
pembongkaran sampah.
1. Waktu Pembongkaran
Waktu pembongkaran sudah harus ditentukan pukul kerjanya, misalnya
sebelum pukul 15.00 pembongkaran sampah sudah harus selesai karena
pukul 15.00-17.00 akan dilakukan untuk perataan dan pemadatan tanah
penutup.
52
2. Transportasi pembongkaran
Transportasi pembongkaran merupakan kegiatan memindahkan sampah
dari dalam truk pengangkutan ke titik bongkar. Proses pengaturan
pembongkaran sampah sangat berkaitan dengan kebutuhan personil di
lapangan dan untuk mengantisipasi gundukan sampah yang lebih besar
serta antrian kendaraan yang panjang di lokasi TPA. Mengantisipasi hal
tersebut perlu dilakukan pengaturan antrian kendaraan dan jam kerja
pembuangan.
3. Pola pembongkaran
Pola pembongkaran sampah sangat dipengaruhi kondisi cuaca, seperti
pembongkaran pada musim kemarau dan musim hujan. Mengantisipasi
kondisi tersebut pembongkaran sampah di TPA Cipayung menerapkan
kedua pola tersebut, seperti pada Tabel 6.
Tabel 6. Pola pembongkaran sampah di TPA Cipayung
No
1.
Musim Kemarau
Musim Hujan
atas
timbunan
sampah
sehingga
drainase lindi.
3
53
e. Penggusuran sampah
Penggusuran dilakukan dengan menggunakan buldozer. Pola penggusuran
sampah sangat dipengaruhi kondisi cuaca, seperti penggusuran pada
musim kemarau dan musim hujan. Penggusuran sampah pada musim
kemarau dilakukan pada dasar landfill, sehingga alat berat bekerja lebih
optimal. Penggusuran sampah pada musim hujan dapat dilakukan dari atas
timbunan sampah. Alat berat hanya dapat bekerja dari atas timbunan
sampah sehingga pemadatan tidak optimal.
f.
54
j.
Setelah seluruh sel tertutup dengan lapisan sampah dan telah dipadatkan,
maka pemadatan dilanjutkan ke sel berikutnya.
55
b. Dump truk
Dump truk digunakan untuk mengangkut tanah penutup sel harian
maupun penutup akhir.
c.
Peralatan khusus
TPA Cipayung dilengkapi dengan peralatan khusus:
1. Pemadaman kebakaran, yang berfungsi untuk pengendalian
kebakaran pada lahan timbunan sampah.
2. Kendaraan tangki penyiram air, yang berfungsi untuk penyiraman lahan TPA yang belum tertimbun sampah pada saat
musim kemarau sehingga tidak menimbulkan retakan tanah.
56
57
58
baik yang ada di bidang kebersihan, UPTD IPLT-TPA, dan UPTD Pemakaman.
Jumlah keseluruhan sukwan Dinas yang ada di lingkungan Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Depok sebanyak 455 orang. Komposisi kepegawaian Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok dapat diihat pada Tabel 7 dan komposisi
tenaga sukwan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok dapat dilihat pada
Tabel 8.
Tabel 7. Komposisi kepegawaian DKP Kota Depok
A
Jumlah
Pasca Sarjana/S2
8 orang
Sarjana/S1
20 orang
Sarjana Muda/D3
2 orang
SMU/SLTA
23 orang
SLTP
1 orang
SD
1 orang
Berdasarkan Golongan
Golongan IV
5 orang
Golongan III
29 orang
Golongan II
22 orang
Golongan I
1 orang
1 orang
Eselon III A
5 orang
Eselon IV A
12 orang
Berdasarkan Pendidikan/Penjenjangan
Diklat Pim TK II
1 orang
3 orang
Diklat Pim TK IV
15 orang
59
Jabatan
Jumlah
50 orang
6 orang
6 orang
173 orang
12 orang
5 orang
Satgas
16 orang
Mekanik
3 orang
Pesapon Pria
66 orang
Pesapon Wanita
74 orang
Pengawas pesapon
5 orang
Petugas retribusi
16 orang
1 orang
4 orang
Petugas TPA
2 orang
Pengawas TPA
1 orang
Petugas IPLT
7 orang
1 orang
1 orang
Petugas makam
6 orang
JUMLAH
455 orang
3.10. Kesimpulan
TPA Cipayung terletak di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas,
Kota Depok. TPA Cipayung dioperasikan sejak tahun 1992 dengan sistem open
dumping pada areal seluas 2,5 ha. Dikarenakan semakin meningkatnya volume
sampah di Kota Depok, TPA Cipayung di perluas kembali hingga 10,6 ha dengan
kapasitas direncanakan sekitar 4.000.000 m3 timbulan sampah, dan sistem
pembuangan sampah ditingkatkan menjadi controlled landfill.
Infrastruktur pengelolaan sampah di Kota Depok mendukung dilakukan
pengelolaan sampah secara sanitary landfill. Sarana pendukung dan operasional
60
standar sudah ada. Sistem Sanitary landfill mudah dan cocok dilaksanakan untuk
sumberdaya manusia di Kota Depok khususnya di Kelurahan Cipayung.
3.11. Daftar Pustaka
Bappeda Kota Depok. 2000. RTRW Kota Depok 2000-2010. Bappeda Kota
Depok. Depok.
Badan Pusat Statistik Kotamadya Kota Depok [BPS]. 2007. Kota Depok dalam
Angka 2007. Bappeda Kota Depok. Depok..
Rancangan Penelitian
Penelitian model pengelolaan tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah
62
dilakukan pengambilan sampel air sumur, badan air penerima, dan air lindi di
lingkungan TPA Cipayung Kota Depok. (b) Keadaan responden : kondisi sosial
budaya
dan
kesehatan
masyarakat
Tingkat 1
Fokus
Tingkat 2
Pemangku
kepentingan
Tingkat 3
Aspek
Tingkat 4
Alternatif
PEMDA
LSM
Sosial
Ekologi
Peningkatan
Partisipasi
Stakehoder
Lembaga Peneliti
Optimalisasi
Kinerja
Petugas
Kebersihan
Swasta
Masyarakat
Ekonomi
Optimalisasi
Pengelolaan
Sampah
Penegakan
Hukum
63
metode
AHP
dengan
mengikut
sertakan seluruh
pemangku
64
diperhatikan
dalam
menyelesaikan
suatu
masalah
dalam
AHP
adalah
yang terpadu,
Mulai
Persamaan
matematik,
estimasi
parameter,
nilai inisial
Verifikasi
Pemilihan tema
Validasi
Identifikasi variabel kunci
Uji struktur
dan perilaku
Sensitivitas
(leverage point)
CLD
Skenario kebijakan
SFD
Rekomendasi kebijakan
terbaik dan tepat
Selesai
Konseptual
Teknis
Analisis
sensitivitas &
probabilistik
65
sebelumnya
berdasarkan
pengamatan
dunia
nyata,
penelitian
struktur
balik
yang
dianggap
memiliki
kemampuan
untuk
memiliki
kemampuan
untuk
mempengaruhi
perilaku
masalah.
66
Penentuan variabel atau parameter yang akan dijadikan stock (akumulasi) dan
flow (aliran yang dapat mengubah nilai stock).
4.4.3.5.Verifikasi dan Validasi Model
Verifikasi model adalah pembuktian bahwa model komputer yang telah
disusun pada tahap sebelumnya mampu melakukan simulasi dari model abstrak
yang dikaji (Eriyatno, 1998). Dalam pengertian lain, verifikasi adalah sebuah
proses meyakinkan bahwa program komputer yang dibuat beserta penerapannya
adalah benar. Cara yang dilakukan adalah menguji sejauh mana program
komputer yang dibuat telah menunjukkan perilaku dan respon yang sesuai dengan
tujuan dari model (Schlesinger, et al. 1979 dalam Sargent, 1998).
Validasi adalah usaha penyimpulan apakah model sistem tersebut
merupakan perwakilan sah dari realitas yang dikaji, sehingga dapat menghasilkan
kesimpulan yang meyakinkan (Eriyatno, 1998), dalam proses pemodelan validasi
dan verifikasi dilakukan untuk setiap tahap pemodelan, yaitu validasi terhadap
model konseptual, verifikasi terhadap model komputer dan validasi operasional
serta validitas data.
Validasi merupakan proses interaktif sebagai proses penyempurnaan
model komputer (Muhammadi, et al., 2001; Eriyatno, 1998). Teknik validasi yang
digunakan pada studi ini meliputi validasi struktur dilihat dari bangunan teori dan
perilaku reproduksi. Validasi kinerja dilakukan dengan melihat kinerja keluaran
model dengan keluaran model dunia nyata, uji kondisi ekstrim, pemeriksaan
konsistensi unit analisis, dan pemeriksaan konsistensi data secara statistik
(Muhammadi, et al. 2001).
Uji validitas teoritis artinya model yang dibangun valid karena didukung
oleh teori yang diadopsi. Uji kondisi ekstrim, yaitu pengujian terhadap salah satu
variabel yang diubah nilainya secara ekstrim. Pemeriksaan konsistensi unit
analisis keseluruhan interaksi dari unsur-unsur yang menyusun sistem dengan
memeriksa persamaan Powersim. Pemeriksaan konsistensi keluaran model untuk
mengetahui sejauh mana kinerja model sesuai dengan kinerja sistem aslinya.
Prosedurnya dengan mengeluarkan nilai hasil simulasi variabel utama dan
67
membandingkan dengan pola perilaku data aktual. Uji statistik dilakukan setelah
secara visual meyakinkan dengan mengecek nilai error antara data simulasi dan
data aktual dalam batas penyimpangan yang diperkenankan yaitu antara 5-10%.
Ukuran relatif untuk menentukan nilai mean error dari nilai absolute percentage
error (APE) yang didefinisikan dengan persamaan sebagai berikut (Markidakis et
al., 1992):
MAPE =
1
n
t =1
X t Ft
x 100 %
Xt
(1)
dengan:
4.4.3.6.Sensitivitas
Sensitiv itas berarti respon model terhadap stimulus yang ditujukan dengan
perubahan atau kinerja model. Tujuan utama analisis ini adalah untuk mengetahui
variabel keputusan yang cukup penting (leverage point) untuk ditelaah lebih lanjut
pada aplikasi model. Metode umum yang digunakan adalah skenario terbaikterburuk (Sterman, 2000). Jenis uji sensitifitas yang dilakukan pada penelitian ini
berupa intervensi fungsional. Intervensi fungsional, yaitu intervensi terhadap
variabel tertentu atau kombinasinya. Intervensi setiap perubahan nilai variabel
(dinaikkan atau dikurangkan 10%) akan memperlihatkan kinerja model yang
berbeda terhadap nilai variabel utama.
4.4.3.7.Sekenario Kebijakan
Kebijakan adalah aturan umum bagaimana status keputusan dibuat
berdasar pada informasi yang tersedia. Setiap kebijakan memiliki empat
68
komponen, yaitu kondisi saat ini (aktual) dan yang diinginkan, kecepatan
tanggapan dan tindakan perbaikan (Forrester, 1961 dalam Lyneis, 1980).
Kecepatan tanggap dalam studi ini menggunakan matrik yang terdiri atas tiga
pilihan pengaturan variabel atau analisis sensitifitas, yaitu agresif, moderat dan
lambat (Lyneis, 1980). Skenario kebijakan juga mengggunakan analisis
probabilistik untuk penilaian resiko. Rentangan waktu yang digunakan adalah
periode lima tahun (tahun 2008-2013). Rentangan selama lima tahun merupakan
rujukan yang digunakan Pemerintah Kota Depok untuk bahan proyeksi kebijakan
(RKAP) setelah mengevaluasi kinerja pengelolaan sampah selama lima tahun
sebelumnya.
Pengolahan Data
Analisis perhitungan data menggunakan Microsoft Office Excel dan model
dinamik analisis simulasi sistem dinamik yang diolah menggunakan software
Stella versi 8.0.
4.5.
Tahap Penelitian
Di dalam penelitian ini dilakukan tahapan pengumpulan data dengan
69
5.1. Pendahuluan
Persampahan merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup yang
semakin meningkat dan komplek. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk,
timbulan sampah dengan akumulasi buangan padat yang bersumber dari berbagai
kegiatan masyarakat ikut meningkat. Penanganan pengelolaan sampah secara
71
cepat dan cermat sangat diperlukan, guna memelihara dan meningkatkan kualitas
lingkungan, sosial ekonomi dan kesehatan terutama terhadap masyarakat yang
bertempat tinggal dekat dengan lokasi TPA Cipayung.
Upaya
melaksanakan
pembangunan berwawasan
lingkungan dengan
ngumpulan data primer diperoleh dengan tekhnik survei dan wawancara langsung
di lokasi TPA dengan masyarakat di Kelurahan Cipayung, aparat Kecamatan
Pancoran Mas, para pakar, dan pemangku kepentingan yang terkait dengan
TPA.Tekhnik wawancara dilakukan untuk memperoleh data persepsi masyarakat
tentang pengaruh positif dan negatif yang dirasakan masyarakat di sekitar TPA
Cipayung. Data sekunder diperoleh melalui penulusuran data dari berbagai
lembaga terkait. Lembaga terkait tersebut meliputi Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Depok, BPS Kota Depok, Perguruan Tinggi IPB, dan UI.
Evaluasi kualitas lingkungan terhadap kualitas air pada lokasi sampel yaitu
sumur, badan air penerima (BAP), dan lindi. Nilai dari variabel hasil analisis
dibandingkan dengan baku mutu Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990,
kriteria mutu air PPR No.28/2001 Gol. III dan baku mutu limbah cair SK Gub.
Jawa Barat No. 6/1999. Data sosial ekonomi dan kesehatan responden diperoleh
dengan menggunakan kuisioner dan wawancara langsung dengan 83 responden
yang terlibat dalam pemanfaatan TPA dan bertempat tinggal di sekitar kawasan
TPA Cipayung. Hasil wawancara dikumpulkan dan disederhanakan dengan sistem
tabulasi dan kompilasi data. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara deskriptif.
72
Parameter
Satuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Fisika :
Suhu
Bau
Rasa
Kekeruhan
Warna
Zat padatan terlarut (TDS)
C
NTU
PtCo
Mg/l
Timbangan analitik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Kimia :
pH
DO
BOD5
COD
Amonia N-NH3
Nitrat-N
Nitrit-N
Kesadahan (CaCO3)
Klorida
Sulfida
Fosfat
Besi (Fe)
Timbal (Pb)
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
pH-Meter
DO-Meter
Buret
Buret
Spektrofotometer
Spektrofotometer
Spektrofotometer
Buret
Buret
Buret
Spektrofot ometer
Spektrofotometer
Spektrofotometer
Peralatan
Metode Analisis
Termometer
Turbidimeter
Pemuaian air
Turbidimeter
Coloricmetric
Gravimetri
Potensiometrik
Potensiometrik
Titrimetrik
Titrimetrik
Spektrofotometer
Spektrofotometer
Spektrofotometer
Titrimetrik
Titrimetrik
Titrimetrik
Spektrofotometer
Spektrofotometer
73
Tabel 10. Kualitas badan air penerima (BAP) yang akan dianalisis di
TPA Cipayung
No
Parameter
1.
2.
3.
4.
5.
Fisik:
Bau
TDS
Kekeruhan
Rasa
Suhu
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Kimia
pH
DO
BOD
COD
Magnesium (Mg)
Khrom Heksavalen (Cr)
Kadmium (Cd)
Timbal (Pb)
Amoniak (NH3)
Nitrat (NO3)
Nitrit (NO2)
MBAS
Minyak dan Lemak
Total Fosfat (PO 4)
1.
2.
MIKROBIOLO GI
Fecal Coliform
Total Coliform
Satuan
Peralatan
Metode Analisis
Timbangan Analitik
Turbiditri&Titrimetri
Termometer
Organoleptik
Gravimetrik
Gravimetrik
Organolepti
Pemuaian
mg/l
pH-meter
Buret, DO meter
Buret
Buret
Buret
AAS
AAS
AAS
Spektro fotometer
Spektro fotometer
Spektro fotometer
Buret
Spektro fotometer
Spektro fotometer
Potensiometer
Winkler (azide modified)
Winkler&Inkubasi 5 hari
Reflux dengan K2Cr2O7 2 jam
Titrasi EDTA
Spektrofotometrik
Spektrofotometrik
Spektrofotometrik
Spektrofotometrik
Spektrofotometrik
Spektrofotometrik
Methylene blue
Spektrofotometrik-Infra merah
Molibdat
jml/100ml
jml/100ml
Tabel MPN
Tabel MPN
MPN
MPN
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
74
3) Air Lindi
Sampel air lindi diambil pada inlet dan outlet kolam air lindi. Air lindi
disetarakan dengan air limbah cair yang baku mutunya diatur oleh Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku
Mutu Limbah Cair bagi kegiatan industri dan SK Gub. Jabar No. 6 tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Limbah Cair. Adapun variabel kualitas air lindi
yang akan diukur dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Kualitas air lindi yang akan dianalisis di TPA Cipayung
No
Parameter
Satuan
Metode Analisi
Gravimetrik
1.
2.
3.
Fisik
Padatan terlarut
Warna
Kekeruhan
Mg/l
PtCo
FTU
Turbidimetrik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Kimia
pH
Besi (Fe)
Mangan Terlarut (Mn)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Krom Heksavalen (Cr6+)
Kadmium (Cd)
Air Raksa (Hg)
Timbal (Pb)
Sulfida
Nitrat-N
Nitrit-N
BOD5
COD
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
pH meter
Potensiometrik
SNI-M -63-1990-03
SNI-M -73-1990-03
SNI-M -63-1990-03
AAS
SNI-M -35-1990-03
AAS
Spektrofotometrik
Titrimetrik
Spektrofotometrik
Spektrofotometrik
Titrimetrik
Titrimetrik
75
Parameter
Mikrobiologi
Coliform
Satuan
Peralatan
Metode
Analisis
jml/100ml
Tabel MPN
MPN
76
Sampel
Jumlah
1.
2 orang
2.
Pengusaha/Swasta
2 orang
3.
2 orang
4.
2 orang
5.
83 orang
77
78
a.
Kekeruhan
Hasil analisis kekeruhan pada 2 lokasi sumur pantau di rumah penduduk dan
rumah penduduk seberang sungai masing-masing sebesar 0,75; 0,30; 0,15 NTU
(nephelometric turbidity units). Hasil uji variabel kekeruhan air sumur pada ketiga
lokasi masih di bawah nilai ambang batas (NAB). Kekeruhan dalam perairan
dapat disebabkan oleh berbagai ukuran materi yang bervariasi dari bentuk koloid
ke dispersi kasar tergantung pada tingkat turbulensinya. Tingkat kekeruhan juga
dipengaruhi oleh padatan tersuspensi dan koloid yang terkandung di dalam
perairan. Produksi perairan secara tidak langsung dipengaruhi oleh kekeruhan.
Nilai kekeruhan yang tinggi akan mengurangi penetrasi cahaya matahari ke dalam
perairan, sehingga proses fotosintesis akan berlangsung pada lapisan air yang
lebih tipis, dengan demikian produks i perairan akan semakin menurun.
Kekeruhan juga dapat mempengaruhi kehidupan organisme air, derajat kekeruhan
yang tinggi akan mengganggu organ-organ pernapasan atau alat penyaring
makanan dari organisme air, sehingga dapat mengakibatkan kematian.
Kekeruhan merupakan suatu ukuran banyaknya bahan-bahan tersuspensi
yang terdapat di dalam air, seperti senyawa organik. Air yang keruh akan
memberi perlindungan pada kuman. Pada air yang mengandung zat organik dan
anorganik, mikroorganisme dapat berkembang dan hidup baik. Oleh karena itu,
bakteri terdapat pada semua sistem air yang dapat merugikan atau tidaknya
tergantung pada kondisi optimum yang menunjang pertumbuhannya. Penyimpangan terhadap standar kualitas yang telah ditetapkan yaitu 25 NTU
(nephelometric turbidity unit) akan menyebabkan gangguan estetika dan
mengurangi efektivitas desinfeksi air (Effendi, 2000). Hal serupa juga dinyatakan
oleh Slamet (2007) kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik
yang bersifat anorganik maupun organik. Zat anorganik, biasanya berasal dari
lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan
tanaman atau hewan. Zat organik dapat menjadi makanan bakteri, sehingga
mendukung pertumbuhan bakteri tersebut. Bakteri juga merupakan zat organik
tersuspensi, sehingga pertambahannya akan menambah pula kekeruhan air.
79
Demikian pula dengan algae yang berkembang biak karena adanya zat hara N,P,K
akan menambah kekeruhan air.
b. Suhu
Hasil pengukuran suhu air di sumur pantau, rumah penduduk dan rumah
penduduk seberang sungai seperti yang tersaji pada Tabel 14, suhu masing-masing
pada tiga lokasi tersebut adalah 26,0 0C; 26,1 0C dan 25,2 0C, nilai-nilai suhu
tersebut di atas NAB. Suhu yang diizinkan berdasarkan Permenkes No.
416/MenKes/PER/IX/1990 sekitar 30C. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
hal yang serupa dengan penelitian Royadi pada tahun 2006 di sumur atas TPA
Bantar Gebang yang mempunyai suhu rata-rata 26,1oC dan sumur bawah TPA
Bantar Gebang
tersebut sudah di atas NAB. Tingginya suhu pada lokasi sampel tersebut
dipengaruhi pengambilan sampel air pada siang hari, sehingga menyebabkan suhu
air di sumur meningkat.
Suhu air merupakan faktor ekologis yang berperan di lingkungan perairan.
Sifat-sifat kimia seperti kelarutan oksigen (DO), kecepatan reaksi kimia dan daya
racun bahan pencemar dipengaruhi oleh suhu air. Suhu air mempengaruhi
proses-proses fisiologis, susunan jenis dan penyebaran organisme perairan.
Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi suhu air. Komposisi substrat,
kecerahan, kekeruhan, pertukaran panas air dengan panas udara akibat respirasi,
musim, cuaca, kedalaman perairan, kegiatan manusia di sekitar perairan maupun
kegiatan dalam badan perairan itu sendiri dapat mempengaruhi suhu perairan.
Menurut Pescod dalam Royadi (2006) untuk menjamin kehidupan ikan dan
organisme dalam air dengan baik, maka dianjurkan agar perubahan suhu air pada
perairan mengalir yang disebabkan oleh limbah bersuhu tinggi tidak lebih dari
2,8oC, sedangkan untuk perairan tergenang tidak lebih dari 1,7
C. Menurut
Khitoliya (2004) kenaikan suhu di atas normal akan mengakibatkan: (1) jumlah
oksigen terlarut akan menurun, (2) peningkatan nilai BOD, (3) terjadi eutropikasi,
(4) pengurangan nilai DO.
80
b. Bau
Bau merupakan salah satu dampak negatif yang timbul pada pengoperasian TPA. Bau timbul mengikuti aktivitas penguraian sampah, yang
menghasilkan gas-gas tertentu penyebab bau. Manusia dapat menerima bau
melalui syaraf pembau. Bau dapat berasal dari bahan-bahan organik dari limbah
pemukiman, limbah industri ataupun sumber alami. Selain itu bau juga berasal
dari hasil kegiatan mikroorganisme. Air yang memenuhi kualitas standar harus
bebas dari bau (tidak berbau).
Bau akan menjadi dampak penting walaupun tidak menimbulkan penyakit
secara langsung. Dampak bau lebih ke arah estetika dan gangguan kenyamanan,
serta memberikan indikasi bahwa proses pengolahan sampah belum dilakukan
secara tepat. Diperkirakan jika tidak dilakukan penanganan, maka pengaruh bau
akan meningkat terutama pada musim hujan, karena proses pembusukan sampah
akan berlangsung secara cepat.
Wardhana (2004) mengemukakan bau yang keluar dari dalam air dapat
berasal langsung dari bahan buangan atau air limbah dari kegiatan industri, atau
dapat juga berasal dari hasil degradasi bahan buangan oleh mikroba yang hidup di
dalam air. Mikroba di dalam air akan mengubah bahan buangan organik, terutama
gugus protein, yang secara degradasi menjadi bahan yang mudah menguap dan
berbau. Timbulnya bau pada air lingkungan secara mutlak dapat dipakai sebagai
salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi.
Suriawiria (2003) mengemukakan bahwa air yang berbau dan mempunyai rasa
sangat tidak baik untuk dikonsumsi. Air yang mempunyai bau dan rasa
menunjukkan kemungkinan adanya organisme penghasil bau dan rasa yang tidak
enak serta adanya senyawa-senyawa asing yang mengganggu kesehatan. Selain itu
dapat pula menunjukkan kemungkinan timbulnya kondisi anaerobik sebagai hasil
kegiatan penguraian kelompok mikroorganisme terhadap senyawa-senyawa
organik.
c. Rasa
Hasil analisis sampel air sumur tidak berasa hal tersebut, masih di bawah
NAB yang diizinkan. Rasa merupakan variabel fisik air yang dirasa secara
81
dapat
mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam air, oleh sebab itu menjadi penting
untuk mengetahui variabel pH air sumur di lokasi penelitian. Kemasaman (pH)
suatu perairan mencirikan keseimbangan antara kandungan asam dan basa dalam
air serta merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan.
Kemasaman dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan
perairan, serta mempengaruhi tersedianya unsur hara serta beracun dari unsur
renik. Derajat kemasaman (pH) berperan penting dalam menentukan nilai guna
perairan untuk kehidupan organisme, keperluan rumah tangga. Berubahnya nilai
pH menimbulkan perubahan terhadap keseimbangan kandungan karbondioksida,
bikarbonat, dan karbonat di dalam air. Kemasaman (pH) juga akan mempengaruhi
rasa, korosivitas air dan efisiensi chlorinasi. Beberapa senyawa asam dan basa
lebih beracun dalam bentuk molekular, disosiasi senyawa-senyawa tersebut
dipengaruhi oleh pH. Logam-logam berat di dalam suasana asam lebih bersifat
racun (Suriawiria, 2003).
Wardhana (2004) mengemukakan air bersih seharusnya netral, tidak asam
atau basa. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai
pH berkisar antara 6,5-7,5. Apabila pH lebih kecil atau lebih besar dari kadar yang
ditentukan dapat berakibat (1) menimbulkan rasa tidak enak pada air;
(2) menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa air yang terbuat dari logam dan;
(3) menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang dapat
mengganggu kesehatan manusia.
82
83
sehingga beberapa spesies ikan akan musnah dan tanaman air akan dapat
menghambat laju arus air (Darmono, 2001).
f. Nitrit (NO 2)
Hasil analisis nitrit pada tiga lokasi sampel yaitu 0,05 mg/l, 0,004 mg/l dan
0,08 mg/l. Nilai nitrit masih di bawah NAB yang diizinkan 10 mg/l.
Nitrit merupakan salah satu ion nitrogen anorganik dalam air. Ion tersebut dapat
terjadi dari adanya reduksi nitrat ataupun oksidasi ammonia. Ion nitrit lebih
berbahaya dari pada ion nitrat. Effendi (2000) mengemukakan nitrit biasanya
ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan alami, kadarnya lebih
kecil dari pada nitrat karena nitrit bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen.
Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan
bahan organik dengan kadar oksigen terlarut sangat rendah. Kadar nitrit pada
perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Konsumsi nitrit yang
berlebihan dapat mengakibatkan terganggunya proses pengikatan oksigen oleh
hemoglobin darah yang selanjutnya membentuk methemoglobin yang tak mampu
mengikat oksigen.
Darmono (2001) mengemukakan kandungan nitrit yang tinggi dalam air
minum akan menyebabkan gangguan sistem peredaran darah pada bayi berumur
di bawah 3 bulan. Penyakit ini disebut gejala bayi biru (blue baby syndrom),
dengan gejala yang khas yaitu terlihat warna kebiruan pada daerah sekitar bibir
dan pada beberapa bagian tubuh. Hal ini disebabkan oleh sejenis bakteri di dalam
lambung yang mengubah nitrat menjadi nitrit. Hemoglobin darah dari bayi
mengambil nitrit yang seharusnya oksigen, akibatnya bayi mengalami kegagalan
dalam pernapasan. Beberapa peneliti melaporkan, nitrit dapat mengakibatkan
kanker pada lambung dan saluran pernapasan pada orang dewasa.
g. Kesadahan
Hasil analisis kesadahan di tiga lokasi sampel yaitu 130,40 mg/l, 115,20
mg/l, dan 25,60 mg/l. Nilai kesadahan pada tiga lokasi tersebut masih di bawah
NAB yang diizinkan yaitu sebesar 10 mg/l. Kesadahan air disebabkan oleh
banyaknya mineral dalam air yang berasal dari batuan dalam tanah, baik dalam
84
bentuk ion maupun ikatan molekul. Elemen terbesar yang terkandung di air adalah
kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), natrium (Na+) dan kalium (K+). Jenis hewan
budidaya di dalam air membutuhkan kesadahan tertentu, namun kebanyakan
menyukai di dalam air yang kurang sadah. Pertumbuhan dan perkembangan
hewan air secara umum lebih menyukai air dengan tingkat kesadahan 3-10o dH
(Kordi dan Tancung, 2007).
Suriawiria (2003) mengemukakan kesadahan air yang tinggi akan
mempengaruhi efektivitas pemakaian sabun, namun sebaliknya dapat memberikan
rasa yang segar. Air sadah tidak bisa digunakan dalam kegiatan industri (air ketel,
air pendingin atau pemanas). Achmad (2004) mengemukakan air sadah tidak
menguntungkan atau mengganggu proses pencucian menggunakan sabun.
Sabun digunakan pada air sadah, mula-mula sabun harus bereaksi lebih dahulu
dengan setiap ion kalsium dan magnesium yang terdapat dalam air sebelum sabun
dapat berfungsi menurunkan tegangan permukaan. Hal ini bukan saja akan
memboroskan penggunaan sabun, tetapi gumpalan-gumpalan yang terjadi akan
mengendap sebagai lapisan tipis pada alat-alat yang dicuci sehingga mengganggu
proses pembersihan dan pembilasan oleh air.
h. Besi (Fe)
Hasil analisis besi pada tiga lokasi sumur pantau menunjukkan di atas
NAB yaitu 1.50 mg/l, sedangkan pada lokasi rumah penduduk dan rumah
penduduk seberang sungai, nilainya besi masih di bawah NAB yaitu <0.01 mg/l
yang diizinkan. Tingginya kandungan besi di sumur pantau diduga karena
kandungan bahan organik yang berlebihan yang bersifat anaerob akibat proses
dekomposisi bahan organik yang berlebihan. Jadi apabila perairan memiliki kadar
besi (Fe2+) yang tinggi maka berkolerasi dengan kadar bahan orgnik yang tinggi
atau air tersebut berasal dari air tanah dalam dengan suasana anaerob atau dari
lapisan
dasar
perairan
yang
sudah
tak
ada
oksigen
(Effendi,
2000).
Besi merupakan unsur penting dalam air permukaan dan air tanah. Perairan yang
mengandung besi sangat tidak diinginkan untuk keperluan rumah tangga, karena
dapat menyebabkan bekas karat pada pakaian, porselin serta menimbulkan rasa
yang tidak enak pada air minum (Achmad, 2004). Slamet (2007) mengemukakan
85
walaupun besi dibutuhkan oleh tubuh, akan tetapi dalam dosis yang tinggi dapat
merusak dinding usus.
i. Timbal (Pb)
Hasil analisis timbal pada tiga lokasi sampel menunjukkan masih di bawah
NAB sebesar 0,05 mg/l. Timbal/timah hitam (Pb) ditemukan dalam bentuk
terlarut dan tersuspensi pada perairan. Timbal terdapat dalam air yang dikeluarkan
oleh sejumlah industri dan pertambangan. Daya racun timbal yang akut pada
perairan alami menyebabkan kerusakan hebat pada ginjal, sistem reproduksi, hati,
otak, dan sistem syaraf pusat, sehingga menyebabkan kematian. Proses pelapisan
kertas-kertas timbal, dan cat-cat dengan kandungan timbal tinggi diperkirakan
menyebabkan hambatan perkembangan mental pada anak-anak. Timbal digunakan sebagai bahan solder dan penyambung pipa air, sehingga air untuk rumah
tangga kemungkinan dapat kontak dengan timbal. Air yang tersimpan dalam alatalat yang dibuat dari hasil pematrian, untuk jangka waktu lama dapat
mengakumulasi sejumlah timbal yang sangat tinggi (Achmad, 2004).
Slamet (2007) mengemukakan Pb adalah racun sistemik. Keracunan Pb akan
menimbulkan gejala: rasa mual di mulut, garis hitam di gusi, anorexia,
muntah-muntah, kolik, enchepalitis, perubahan kepribadian, kelumpuhan dan
kebutaan.
j. Mangan (Mn)
Hasil analisis mangan di lokasi sumur pantau menunjukkan di atas NAB
yaitu 1,90 mg/l, sedangkan pada lokasi sumur rumah penduduk dan rumah
penduduk seberang sungai masih di bawah NAB 0,5 mg/l. Di lokasi sumur pantau
kandungan mangan tinggi, kemungkinan disebabkan karena keadaan perairan
dalam kondisi anaerob akibat dekomposisi bahan organik yang tinggi.
Menurut Effendi (2000) meskipun mangan tidak bersifat racun, tetapi
keberadannya dapat mengendalikan kadar unsur racun lainnya di perairan seperti
logam berat. Slamet (2007) mengemukakan bahwa mangan merupakan metal
kelabu-kemerahan. Keracunan mangan seringkali berakibat kronis sebagai akibat
menghirup debu dan uap logam. Gejala yang timbul berupa gangguan susunan
86
saraf dimulai dengan insomnia, kemudian lemah pada kaki dan otot muka
sehingga ekspresi muka menjadi beku. Bila pemaparan masih berlanjut
menyebabkan bicara melambat dan monoton sehingga terjadi hyperrefleksi,
clonus pada patella dan tumit menyebabkan berjalan seperti penderita parkinson.
Achmad (2004) mengemukakan toksisitas mangan (Mn), relatif sudah
tampak pada konsentrasi rendah. Tingkat kandungan mangan yang diizinkan
dalam air yang digunakan untuk keperluan domestik sangat rendah, yaitu di
bawah 0,05 mg/l, dalam kondisi aerob, mangan dalam perairan terdapat dalam
bentuk MnO2 dan pada dasar perairan tereduksi menjadi Mn2+ atau dalam air yang
berasal dari dasar sumber air, sering ditemukan mangan dalam konsentrasi tinggi.
Air yang berasal dari sumber tambang asam dapat mengandung mangan terlarut,
dan pada konsentrasi 1 mg/l dapat ditemukan pada perairan dengan aliran yang
berasal dari tambang asam. Pada pH yang agak tinggi dan kondisi aerob terbentuk
mangan yang tidak larut seperti, MnO2. Mn3O4, atau MnCO3 meskipun oksidasi
dari Mn2+ itu relatif lambat. Perairan yang diperuntukkan bagi irigasi pertanian
untuk tanah yang bersifat asam sebaiknya memiliki kadar mangan sekitar
0,2 mg/l, sedangkan untuk tanah yang bersifat netral dan alkalis sekitar 10 mg/l.
k. Tembaga (Cu)
Hasil analisis tembaga pada tiga lokasi sampel masih di bawah NAB yang
diizinkan yaitu 1.0 mg/l. Tembaga merupakan logam berat esensial, biasanya
menimbulkan keracunan pada ternak ruminansia terutama pada domba.
Keracunan terjadi apabila garam Cu langsung kontak dengan dinding usus domba,
sehingga
menimbulkan
radang
(gastro-enteritis).
Beberapa
penelitian
87
tembaga yang tinggi dapat mengakibatkan korosi pada besi dan aluminium
(Effendi, 2000)
l. Kadmium (Cd)
Hasil analisis kadmium pada tiga lokasi sampel menunjukkan di bawah
NAB yang diizinkan yaitu 0,005 mg/l. Keberadaan kadmium (Cd) dalam air
sangat sedikit (renik) dan tidak larut dalam air. Garam-garam kadmium (klorida,
nitrat, dan sulfat) dapat berupa senyawa kompleks organik dan anorganik atau
terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi dan sedimen dasar. Pada pH yang
tinggi kadmium mengalami presipitasi/pengendapan. Achmad (2004) mengatakan
bahan pencemar kadmium dalam air berasal dari pembuangan limbah industri dan
limbah pertambangan. Kadmium secara luas digunakan dalam proses pelapisan
logam.
Slamet (2007) mengemukakan tubuh manusia tidak memerlukan kadmium
dalam fungsi dan pertumbuhannya, kadmium bersifat kumulatif dan sangat toksik
bagi manusia karena dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan paru-paru,
meningkatkan tekanan darah dan mengakibatkan mandul pada pria dewasa.
m. Arsen (As)
Hasil analisis arsen pada tiga lokasi sampel menunjukkan di bawah NAB
yang diizinkan yaitu 0.05 mg/l. Arsen telah dikenal sebagai zat kimia yang
berbahaya. Keracunan arsen (warangan) yang akut dapat berasal dari makanan
yang jumlahnya lebih dari 100 mg/l. Pembakaran bahan bakar fosil terutama batu
bara, mengeluarkan sejumlah warangan (As 2O3) ke lingkungan dan akan masuk
ke dalam perairan alami (Achmad, 2004). Senyawa arsenit (Na3 AsO3) juga bisa
digunakan sebagai pestisida untuk membasmi tumbuhan pengganggu, jamur dan
tikus. Menurut Slamet (2007) keracunan arsen pada manusia menimbulkan gejala
muntaber disertai darah, disusul dengan koma, dan bila dibiarkan dapat
menyebabkan kematian.
n. Selenium (Se)
Hasil analisis selenium pada tiga lokasi sampel menunjukkan masih di
bawah NAB yang diizinkan yaitu 0.01 mg/l. Keberadaan selenium di perairan
88
89
logam-logam
merkuri
misalnya
pada
peralatan
vakum
di
90
91
92
yang mematikan kehidupan akuatik kecuali bakteri culpit. Limbah industri sering
menyebabkan kondisi keasaman yang tinggi dari perairan.
Tabel 14. Badan air penerima (BAP) di TPA Cipayung
Satuan
FISIK
pH
Residu Terlarut (TDS)
Residu Suspensi Solid (TSS)
Suhu
mg/liter
mg/liter
0
C
6.5 - 9
1000
400
3
7.29
54
45
27.2
7.22
124
29
25.1
KIMIA
Nitrat (NO3-N)
Nitrit (NO2-N)
Oksigen Terlarut (DO)
BOD5
COD
Total fosfat sbg P
Minyak dan Lemak
Seng (Zn)
Fenol
Amonia (NH3-N)
Klorida (CI)
Khlorin Bebas (Cl2)
Sulfat (SO4)
Belerang sbg H2S
Deterjen (MBAS)
Boron (B)
Arsen (As)
Besi (Fe)
Kobalt (Co)
Barium (Ba)
Selenium (Se)
Sianida (CN)
Air Raksa (Hg)
Kadmium (Cd)
Kromium 6 (Cr6+)
Tembaga (Cu)
Timbal (Pb)
Mangan (Mn)
Flourida (F)
mg/liter
mg /litar
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
20
0.06
Min.3
6
50
1
1
0.05
0.001
0.03
0.002
0.2
1
1
0.2
0.05
0.02
0.002
0.01
0.05
0.02
0.03
1.5
10
1.0
7.25
29.57
42.14
0.04
1
0.06
0.30
0.08
12.80
0.07
2.82
0.001
0.06
<0.001
<0.0002
3.33
<0.001
0.18
<0.005
0.02
<0.0002
<0.002
<0.01
<0.001
<0.01
0.16
0.89
1.82
0.004
7.09
16.68
28.41
0.09
0
0.21
0.02
0.24
8.30
<0.07
1.45
0.001
0.04
<0.01
<0.0002
1.57
<0.001
0.35
<0.005
0.01
<0.0002
<0.001
<0.01
<0.001
<0.01
<0.001
0.06
Parameter
Hasil analisis total disolved solid (TDS) pada dua lokasi sampel menunjukkan di bawah nila i NAB yang diizinkan yaitu 1000 mg/l. Hasil pengukuran
residu suspensi solid (TSS) pada dua lokasi sampel masih di bawah NAB yang
iizinkan yaitu 400 mg/l. Nilai TDS perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan
batuan, limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (berupa limbah domestik
dan industri). Bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami tidak
bersifat racun, akan tetapi jika jumlahnya berlebihan, terutama TSS dapat
meningkatkan nilai kekeruhan yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya
matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh pada proses fotosintesis di
93
perairan (Effendi, 2000). TSS yang mengalir dalam aliran air tanah dapat merusak
kehidupan ekosistem di dalam air tersebut. TSS jika bercampur dengan air yang
mengandung pembasmi kuman dapat melindungi mikroorganisme dari kuman.
Mikroorganisme yang bertahan hidup tersebut dapat mengkontaminasi air (Hill,
2004). Sawyer et al. (2003) mengemukakan penentuan TSS penting dalam
analisis polusi air. TSS merupakan salah satu variabel utama untuk mengevaluasi
kandungan limbah cair domestik dan menentukan efisiensi unit pengolah limbah.
Suhu pada dua lokasi pengambilan sampel sudah di atas NAB yaitu 27.20 C
dan 25.10C menurut Kriteria Mutu Air PPRI No. 82/2001 Gol. III. Menurut
Darmono (2001) suhu tinggi akan berpengaruh terhadap organisme yang hidup di
dalamnya. Suhu air juga dapat mempengaruhi panjang siklus hidup hewan air,
dari telur, larva dan masa kedewasaan. Beberapa fase siklus hidup dapat menjadi
lebih cepat pada suhu air yang hangat. Suhu air yang tinggi dapat mempercepat
pertumbuhan ikan, akan tetapi tubuh ikan menjadi lemah. Pada suhu yang yang
relatif rendah pertumbuhan ikan sedikit lebih lambat, tetapi ikan tetap sehat.
Hewan air Daphnia sp dapat berumur sampai 108 hari pada suhu 8oC, tetapi pada
suhu 28oC umurnya hanya mencapai 29 hari. Umur kutu air Moina sp mencapai
14 hari pada suhu 13oC tetapi hanya 5 hari pada suhu 31o C. Suhu yang tinggi
berpengaruh terhadap sistem syaraf dan sistem pernapasan, karena terjadinya
koagulasi dari protoplasma sel atau menyebabkan tidak aktifnya sistem enzim,
sehingga menyebabkan tidak efektifnya sistem enzim, dan menyebabkan
kematian.
Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) pada BAP di dua lokasi
menunjukkan nilai oksigen terlarut telah di atas NAB yaitu sebesar 7,25 mg/l di
inlet dan 7,09 mg/l di outlet dari kadar DO yang diizinkan sebesar 0,06 mg/l
menurut Kriteria Mutu Air PPRI Nomor 82/2001 Gol. III. Tingginya kadar
oksigen terlarut (DO) di BAP disebabkan oleh pengambilan sampel pada siang
hari pada saat matahari bersinar terang, sehingga pelepasan oksigen pada saat
proses fotosintesis berlangsung secara intensif. Pada lapisan eufotik perairan lebih
besar kadar oksigen untuk proses respirasi. Kadar oksigen terlarut bisa melebihi
kadar oksigen jenuh (saturasi) sehingga perairan mengalami supersaturasi.
94
yang masuk ke badan air. Kadar oksigen yang terlarut tinggi tidak
karena IPAL di
TPA Cipayung tidak memakai aerator, sehingga menyebabkan kadar BOD dalam
air masih tinggi sewaktu dibuang ke badan air penerima (BAP). Kebutuhan
oksigen biologi (BOD) adalah pengukuran jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme selama penghancuran bahan organik dalam waktu tertentu pada
suhu 200C. Peristiwa penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi
oleh mikroorganisme di dalam air adalah proses alamiah yang mudah terjadi
apabila air mengandung oksigen yang cukup. Apabila kandungan oksigen dalam
air menurun maka kemampuan bakteri aerobik untuk memecahkan bahan buangan
organik akan menurun, bahkan mungkin apabila oksigen yang terlarut tidak
95
tersedia lagi maka bakteri aerobik akan mati, dalam keadaan seperti ini bakteri
anaerobik akan mengambil alih tugas untuk memecahkan bahan buangan yang
ada di dalam air. Proses pemecahan bahan buangan oleh mikroorganisme ada
yang memerlukan oksigen (kondisi aerobik) dan tanpa oksigen (kondisi
anaerobik). Hasil pemecahan pada kondisi anaerobik pada umumnya berbau tidak
enak, seperti amis dan anyir (Wardhana, 2004).
BOD menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisikan secara
biologis (biodegradable). Bahan organik tersebut bisa berupa lemak, protein,
kanji (starch), glukosa, aldehida, dan ester. Dekomposisi selulosa secara biologis
berlangsung relatif lambat. Bahan organik merupakan hasil pembusukan
tumbuhan dan hewan yang telah mati atau hasil buangan dari limbah domestik
dan industri. Kadar oksigen terlarut pada perairan tawar berkisar antara 15 mg/l
pada suhu 00C dan 8 mg/l pada suhu 250 C. Pada perairan laut berkisar antara 11
mg/l pada suhu 00C dan pada 7 mg/l pada suhu 250C. Kadar oksigen terlarut pada
perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l (Effendi, 2000).
Hasil analisis COD di dua lokasi pengambilan sampel menunjukkan kadar
COD masih di bawah NAB yang diiz inkan 50 mg/l. Chemical oxygen demand
(COD) atau kebutuhan oksigen kimia, yaitu oksidasi secara kimia dengan
menggunakan kaliumbikarbonat yang dipanaskan dengan asam sulfat pekat. COD
umumnya lebih besar dari BOD, karena jumlah senyawa kimiawi lebih besar
dibandingkan oksidasi secara biologis (Achmad, 2004). Pengukuran COD
didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan organik dapat dioksidasi
menjadi karbondioksida dan air dengan batuan oksidator kuat (potassium
bikromat/ K2Cr 2O7) dalam suasana asam. Dengan menggunakan bikromat sebagai
oksidator, diperkirakan sekitar 95-100% bahan organik dapat dioksidasi
(Effendi, 2000).
Hasil pengukuran minyak dan lemak pada lokasi BAP di inlet menunjukkan kadar minyak dan lemak sudah pada NAB yaitu 1 mg/l, sedangkan
pada BAP outlet kadar minyak dan lemak masih di bawah NAB yang diizinkan
yaitu 0 mg/l. Keberadaan minyak dan lemak di lokasi sampel berasal dari bahan
buangan domestik dan industri.
96
Kadar nitrit pada BAP di inlet sudah di atas nilai NAB yaitu 1,0 mg/l yang
diizinkan yaitu 0,06, sedangkan kadar nitrit pada BAP di outlet masih di bawah
NAB yang izinkan. Menurut Effendi (2000) mengemukakan keberadaan nitrit
menggambarkan berlangsungnya proses perombakan bahan organik dengan kadar
oksigen terlarut sangat rendah. Sumber nitrit dapat berasal dari limbah industri
dan limbah domestik. Nitrit jika dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan terganggunya proses pengikatan oksigen oleh hemoglobin darah yang
selanjutnya membentuk methemoglobin yang tidak mampu mengikat oksigen.
Hasil pengukuran kandungan seng pada BAP setelah (outlet) TPA
sebanyak 0.21 mg/l, nilai tersebut telah melebihi NAB yang diizinkan yaitu
0,5 mg/l. Seng termasuk unsur essensial bagi makhluk hidup, membantu kerja
enzim. Seng diperlukan dalam fotosintesis sebagai agen bagi transfer hidrogen
dan berperan dalam pembentukan protein (Effendi, 2003).
Hasil pengukuran terhadap parameter kimia lainnya yaitu NO3- N, NO2-N,
DO, COD, Total fosfat sebagai P, minyak dan lemak, fenol, NH3-N, Cl2, SO4,
H2S, deterjen (MBAS), B, As, Fe, Co, Ba, Se, CN, Hg, Cd, Cr 6+, Cu, Pb, Mn, F
masih dibawah NAB.
5.3.1.3. Kualitas Air Lindi
Hasil pengukuran kualitas air lindi pada lokasi sampel di inlet dan outlet
TPA Cipayung dapat dilihat pada Tabel 15. Kualitas air limbah variabel besi di
TPA Cipayung (inlet) sudah di atas NAB yang diizinkan yaitu 5,59 mg/l.
Kandungan Fe tinggi di inlet diduga karena kandungan bahan organik yang
berlebihan yang bersifat anaerob akibat proses dekomposisi bahan organik yang
berlebihan. Logam Fe dalam jumlah yang berlebihan pada anak-anak dapat
menyebabkan gangguan mental serius. Penelitian pada hewan menunjukkan
bahwa toksisitas akut dari Fe menyebabkan lamanya penggumpalan darah
(Darmono, 2001).
Variabel COD di lokasi TPA Cipayung sudah di atas NAB, pada inlet
sebesar 541.20 mg/l dan bagian outlet sebesar 514.40 mg/l. COD menggambarkan
jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimiawi bahan
organik, baik yang bisa didegradasi secara biologis (biodegrable) maupun yang
97
sukar didegradari secara biologis (non biodegradable), menjadi CO2 dan H2O.
Hasil pengukuran BOD5 di TPA Cipayung sudah di atas NAB, di bagian inlet
266.41 mg/l dan di outlet 250.30 mg/l. BOD merupakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk merombak bahan organik secara biokimia. Nilai COD lebih
besar dari BOD, karena jumlah senyawa kimia yang bisa dioksidasi secara
kimiawi lebih besar dibandingkan oksidasi secara biologi.
Tabel 15. Kualitas air lindi di TPA Cipayung
Parameter
Satuan
Gol I
Gol II
TPA
Cipayung
(Inlet)
TPA Cipayung
(outlet)
FISIK
Suhu
Residu Terlarut (TDS)
Residu Suspensi Solid (TSS)
pH
C
mg/liter
mg/liter
-
38
2000
200
6-9
40
4000
400
6-9
25.4
1242
56
7.82
25.4
841
13
8.04
KIMIA
Besi (Fe)
Mangan (Mn)
Barium (Ba)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Kromium Heksavalen (Cr6+)
Krom total (Cr)
Kadmium (Cd)
Air Raksa (Hg)
Timbal (Pb)
Stanum (Sn)
Arsen (As)
Selenium (Se)
Nikel (Ni)
Kobalt (Co)
Sianida (CN)
Sulfida (H2S)
Flourida (F)
Klorin (Cl2)
Amonia Bebas
Nitrat (NO3-N)
Nitrit (NO2-N)
BOD5
COD
Deterjen (MBAS)
Fenol
Minyak dan Lemak
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
mg/liter
5
2
2
2
5
0.1
0.5
0.05
0.002
0.1
2
0.1
0.05
0.2
0.4
0.05
0.05
2
1
1
20
1
50
100
5
0.5
10
10
5
3
3
10
0.5
1
0.1
0.005
1
3
0.5
0.5
0.5
0.6
0.5
0.1
3
2
5
30
3
150
300
10
1
50
5.95
0.46
0.46
0.12
<0.001
0.04
<0.01
0.02
<0.002
<0.0002
<0.01
<0.05
<0.0002
<0.005
<0.01
0.02
0.02
0.05
0.07
0.17
8.45
0.35
266.41
541.20
0.14
0.34
2
<0.01
0.25
0.08
0.04
0.08
<0.01
<0.01
<0.002
<0.0002
<0.01
<0.05
<0.0002
<0.005
<0.01
<0.001
0.01
0.02
0.04
<0.07
0.15
5.42
0.28
250.30
514.40
0.12
0.32
1
98
99
berubahnya sifat organoleptik air, sehingga kadar yang diperbolehkan pada air
minum 0,001 mg/l.
Tabel 16. Dampak ekologis berbagai limbah yang potensial masuk ke perairan
No.
Jenis Limbah
Karakteristik
1.
Bahan Organik
BOD
COD
2.
Nutrien N & P
Amonia
Nitrat
Nitrit
Nitrogen organik
Ortophosphat
Phosphat total
- Pemicu eutrofikasi
Eutrofikasi, dapat menyebabkan stress pada
ikan atau organisme lainnya secara individu,
sampai kematian massal organisme, apalagi
bila sampai terjadi bloom (pertumbuhan
massal dan cepat) plankton menyebabkan
perairan tanpa oksigen (hypoxia).
3.
Minyak
Minyak & Lemak
4.
Logam Berat
Hg
Cd
Pb
Cu
Zn
5.
Bahan Beracun
Amonia
Sulfida (H2 S)
Sulfat
Sianida
Phenol
Khlorida
pH
6.
Padatan
Padatan Tersuspensi
(TSS)
Padatan
Terlarut
(TDS)
Padatan Total (Total
solid)
Kekeruhan
7.
Cairan Panas
- Temperatur air
Dampak Ekologis
100
Hasil pengukuran terhadap variabel kimia lainnya yaitu Ba, Cu, Zn, Cr6+,
Cr, Cd, Hg, Pb, Sn, As, Se, Ni, Co, CN, H2S, F, Cl2, amonia bebas, NO3-N, NO2N, deterjen, minyak dan lemak masih di bawah NAB yang diizinkan.
5.3.2. Mikrobiologi Air
Kehadiran bakteri di dalam air dapat menguntungkan dan merugikan.
Bakteri tersebut dapat dikatakan menguntungkan bila jumlahnya sedikit dan dari
jenis tertentu yang memberi keuntungan kepada perbaikan kualitas air, sedangkan
bakteri dianggap merugikan jika jumlahnya melebihi nilai ambang (sangat
banyak) dan jenisnya yang bersifat patogen atau toksik.
Pada umumnya jumlah bakteri di dalam suatu badan air akan dipengaruhi
oleh buangan atau limbah yang masuk ke badan air tersebut, atau dapat dikatakan
bahwa jumlah bakteri memberi indikasi adanya pencemaran akibat limbah.
Nilai hasil uji pemeriksaan Coliform di ke dua air sumur dan badan air
penerima (BAP) masih di bawah nilai NAB. Nilai variabel air sumur berdasarkan
Permenkes 500/100 ml sedangkan di badan air penerima (BAP) berdasarkan Baku
Mutu Kriteria Mutu Air PPRI Nomor 28/2001 Gol. III 10000/100 ml. Coliform
total (MPN) merupakan variabel keberadaan bermacam-macam bakteri di dalam
perairan. Pencemaran dari kuman merupakan penyebab utama terjadinya penyakit. Penyakit yang disebabkan oleh air yang tercemar disebut water-born
disease yang sering ditemukan berupa penyakit tifus, kolera, dan disentri
(Darmono, 2001). Menurut ketentuan WHO dan APHA, kualitas air ditentukan
oleh kehadiran dan jumlah coli di dalamnya. Berdasarkan karakteristik kimia,
fisik dan mikrobiologi, maka kualitas air akan ditentukan berdasarkan
keperluannya (Suriawiria, 2003).
Hasil pengujian terhadap mikrobiologi pada lokasi sampel di beberapa
tempat di antaranya di sumur pantau, rumah penduduk, rumah penduduk seberang
sungai, BAP pada bagian inlet dan outlet dapat dilihat pada Tabel 17.
101
Satuan
Permenkes
No.
416/MENKES/PER/IX/1990
Sumur Pantau
Rumah
Penduduk
Rumah
Penduduk
Seberang
sungai
Jml/100 ml
50
Satuan
Coliform
Jml/100 ml
10000
Hasil Uji
Badan Air Penerima Sebelum TPA
(inlet)
500
Badan Air
Penerima
Sesudah TPA
(outlet)
900
41.38
40
a.
Jumlah(%)
35
c. 500 - 750 m
25
20
15
< 250 m
b. 250 - 500 m
30
14.94
17.24
12.6413.8
d. 750 - 1.000 m
e.
> 1.000 m
10
5
0
Jarak ke TPA
102
a. baik
Jumlah (%)
70
58.62
60
b. kurang-sedang
50
c. buruk
40
27.59
30
20
10
9.19
d. tidak tau
4.6
0
Tanggapan Responden
103
dirasakan hampir merata baik dari penduduk Kampung Benda Barat, Kampung
Bulak Barat, dan Blok Rambutan ketiganya masuk wilayah Kelurahan Cipayung
serta Kelurahan Pasir Putih. Bau menurut mereka tidak terjadi secara rutin, namun
temporer dan berhubungan dengan arah angin dengan durasi yang juga tidak
menentu namun biasanya antara 5 hingga 15 menit. Menurut penduduk, bau akan
terjadi jika terjadi pembongkaran sampah yang sudah mulai membusuk dan
kebetulan ada angin bertiup ke arah pemukiman. Pada kondisi normal, masalah
bau busuk sebenarnya tidak ditemui. Pada dasarnya masyarakat sudah maklum
dengan kondisi bau sampah, mengingat tempat tinggal mereka berdekatan dengan
TPA, namun tetap saja penduduk merasa terganggu. Bagi masyarakat di RT 04/02
Pasir Putih bagian Selatan, bau bercampur dengan bau peternakan ayam yang
lebih dominan, sehingga bau sampah tidak dirasakan terlalu mengganggu. Selain
akibat keberadaan TPA, masalah bau dikeluhkan masyarakat Blok Rambutan
khususnya akibat lalu-lintas truk pengangkut sampah. Menurut penduduk
setempat, truk sampah yang sudah kosong dan masih kotor, menebarkan bau yang
lebih keras ketimbang truk yang masih terisi muatan. Selain masalah bau,
kedatangan lalat juga dikeluhkan oleh sebagian penduduk. Namun demikian,
menurut tokoh masyarakat setempat, kedatangan lalat tidak identik dengan
keberadaan TPA. Lalat hanya datang ke pemukiman pada awal musim penghujan
dan musim mangga, serta terjadi menyeluruh baik wilayah yang dekat dengan
TPA maupun wilayah yang relatif jauh. Warga Kampung Bulak Barat
menjelaskan lalat tersebut datang selain setelah hujan turun. Lalat tersebut datang
karena ceceran sampah di sepanjang jalan menuju TPA.
Keresahan masyarakat akan dapat diatasi jika pengelolaan sampah
dilakukan secara profesional. Permasalahan lalat tidak akan muncul jika
penyemprotan anti lalat dilakukan secara rutin terutama di saat musim hujan.
Penyemprotan akan menghilangkan bau sampah yang mengundang lalat. Saat ini
DKP sudah mempunyai satu unit alat semprot, sehingga setiap kali warga protes
karena muncul lalat, pada saat itu juga penyemprotan dapat langsung dilakukan.
Dampak lain yang dikeluhkan masyarakat di antaranya adalah:
104
a) Lalu lintas truk dan ceceran sampah. Pada saat TPA mulai dioperasikan
masyarakat masih jarang yang tinggal di sekitar lokasi TPA. Seiring dengan
berjalannya waktu, banyak kaum pendatang yang terpaksa pindah dari Jakarta
dan masuk ke wilayah ini, membangun pemukiman di kanan kiri jalan masuk
TPA. Penduduk yang bermukim di wilayah tersebut umumnya adalah warga
pendatang yang bermukim setelah TPA beroperasi. Menurut penuturan tokoh
masyarakat setempat, penduduk Blok Rambutan pernah melakukan protes
pada tahun 2004, bahkan sempat dimuat di media massa, namun setelah itu
tidak ada lagi protes. Masyarakat mengeluhkan ceceran sampah yang jatuh
dari truk pengangkut di sepanjang jalan mulai dari pertigaan dekat sekolah
hingga pintu masuk TPA, sehingga dirasakan mengganggu kenyamanan dan
estetika setempat.
b) Abrasi dan perpindahan aliran Sungai Pesanggrahan. Lokasi TPA yang
berbatasan dengan sungai Pesanggrahan di sebelah Barat, menimbulkan
masalah terkait dengan perpindahan badan sungai dan abrasi tanah di
seberangnya. Menurut penduduk, lokasi TPA adalah tanah bergerak yang pada
akhirnya berpengaruh terhadap aliran sungai dan menimbulkan abrasi pada
lahan di seberangnya. Pengamatan lapang mendapatkan adanya dua titik
abrasi di wilayah kelurahan Pasir Putih, khususnya di RT 02/04.
c) Kekhawatiran akan tanah longsor dan pencemaran air sumur serta rendahnya
harga tanah maupun bangunan di sekitar TPA. Tanah penutup sampah TPA
Cipayung diambil dari lahan di sebelah Utara yang berbatasan dengan
Kampung Benda Barat Kelurahan Cipayung. Lokasi pengambilan tanah
tersebut sangat dekat dengan pemukiman penduduk sehingga menimbulkan
kekhawatiran penduduk akan terjadinya longsor yang dapat menimpa rumah
mereka, khususnya di wilayah RT 04/06. Penduduk juga mengkhawatirkan
penggunaan lahan bekas galian tanah penutup tersebut juga akan digunakan
sebagai tempat pembuangan sampah baru. Penduduk menginginkan adanya
pemasangan batu untuk mencegah terjadinya longsor. Selain itu, penduduk
juga mengkhawatirkan dengan adanya pengelolaan sampah di TPA Cipayung
menyebabkan sumur mereka tercemar sehingga menimbulkan masalah baru.
105
50
45
b. Tamat
SD/Sederajat
40
Jumlah (%)
35
31.03
27.59
30
c. Tamat
SLTP/Sederajat
26.44
25
20
15
d. Tamat
SMU/Sederajat
10.34
10
4.6
5
0
e. Tamat
Perguruan
Tinggi
Pendidikan Terakhir
106
keberhasilan
mempengaruhi
suatu
kesadaran
program
masyarakat
kegiatan karena
terhadap
pendidikan
pemeliharaan
akan
lingkungan.
yang
salah
satunya
adalah
kepatuhan
karena
takut
dihukum.
107
Pengetahuan
Diri
Sikap
Niat
Keyakinan
Normatif
Perilaku
Norma
Subyektif
Ada Sarana
dan Waktu
108
109
baik tersebut tidak jadi kenyataan karena tidak adanya fasilitas untuk
membuang sampah dan sarana pengelolaan sampah. Selain itu sering kali
orang tidak punya waktu karena sarana dan fasilitas susah di dapat karena
terlalu jauh diletakkan dan jauh dari kemudahaan di dalam penggunaannya.
Penelitian ini juga menganalisis sejauhmana pengaruh suatu program
pembangunan, maka dilakukan pemantauan dan evaluasi secara terus-menerus,
sehingga dapat mengetahui perubahan. Pengaruh pembangunan tidak hanya dalam
bentuk fisik, tetapi juga sosial dan ekonomi yang seringkali menimbulkan
keresahan sosial yang memprihatinkan, yang terjadi karena kurangnya pendekatan
yang serasi terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pembangunan.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pearce dalam Bunasor (2003) mengenai
pengaruh ekonomi dalam pembangunan. Pembangunan berkelanjutan harus
mengacu pada upaya memelihara/mempertahankan kegiatan pembangunan secara
terus menerus. Pembangunan selalu memiliki implikasi ekonomi, serta pada
kenyataannya, pembangunan memiliki dimensi sosial dan politik yang kental.
Pembangunan dapat dikatakan sebagai vektor tujuan sosial dari suatu
masyarakat, di mana tujuan tersebut merupakan atribut dari apa yang ingin dicapai
atau dimaksimalkan oleh masyarakat tersebut. Atribut tersebut dapat mencakup:
kenaikan pendapatan per kapita, perbaikan kondisi gizi dan kesehatan,
pendidikan, akses kepada sumber daya, distribusi pendapatan yang lebih merata.
Pembangunan berkelanjutan, sebagai filososfi dasar kehidupan menuntut
perubahan nilai-nilai etika dalam kehidupan ekonomi agar pemanfaatan
sumberdaya alam yang secara total terbatas jumlahnya secara sukarela selalu
ditekankan pada tingkat optimum.
Soeratmo (2004) juga mengatakan hal yang sama bahwa perubahan dalam
basis ekonomi akan mempengaruhi perubahan dalam kegiatan bukan berbasis
ekonomi. Pengaruh ekonomi tersebut bersifat sekunder yang harus diperhitungkan. Kegiatan ekonomi bukan basis mencakup berbagai usaha ekonomi
yang terkait secara tidak langsung dengan ekonomi di sektor basis, sebagai contoh
jika balai industri berkembang, akan berkembang pula usaha jasa transportsi
pedesaan, usaha warung, serta jasa-jasa perdagangan lainnya di desa setempat.
110
pembangunan
pada
keseimbangan
sistem
sosial-ekonomi
dan
a. swasta/karyawan
45
b. pedagang
40
Jumlah (%)
35
c. wiraswasta
30
25
20
26.44
d. tani
17.2418.39
17.24
e. buruh
12.64
15
10
5
g. PNS
2.3
3.45 2.3
/ pemulung
h. TNI/POLRI
j. ibu rumah tangga
Pekerjaan
111
penduduk Jakarta. Penduduk Desa Pasir Putih yang bukan petani kebanyakan
adalah kaum pendatang, mereka mencari pekerjaan di Jakarta.
5.4.4. Manfaat TPA bagi Masyarakat di sekitar TPA Cipayung
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di sekitar TPA dapat
diketahui bahwa keberadaan TPA selain membawa dampak negatif terhadap
masyarakat di sekitar TPA berpeluang menjadi sumber penghasilan baru,
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyrakat di sekitar TPA Cipayung.
Slamet (2007) mengemukakan pertemuan yang membahas persampahan
antara berbagai organisasi internasional yaitu, IRCWD (International Reference
Centre for Waste Disposal), Bank Dunia RSWGEAP (Regional Water and
Sanitation Group of East Asia and Pacific), WHO-PEPAS (Western Pacific
Regional Centre for the Promotion of Environmental Planning and Applied
Science), menghasilkan tiga subjek yang patut diperhatikan pada masa yang akan
datang,
yaitu
pengumpulan
sampah
dari
masyarakat,
komposting
yang
112
ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat di sekitar TPA, manfaat lain adanya
perbaikan akses jalan di sekitar lokasi TPA
Manfaat ekonomi utamanya berupa pembukaan kesempatan kerja dan
berusaha bagi warga sekitar, dalam bentuk sebagai karyawan tetap di TPA, supir
dan kernet, pemulung sampah dan usaha pengumpul barang bekas serta usaha
warung makanan kecil. Keterbukaan lapangan kerja di antaranya adalah adanya
karyawan tetap menurut dokumen AMDAL ada sebanyak 24 orang, tenaga supir
sekitar 52 orang supir dan sekitar 150 kernet. Mereka umumnya berasal dari
kampung Bulak Barat, Benda Barat dan Pasir Putih. Selain sebagai supir,
keberadaan TPA secara langsung memberikan pekerjaan tambahan bagi penduduk
di tiga wilayah itu khususnya sebagai pemulung sampah. Jumlah pemulung per
hari diperkirakan mencapai 140150 orang, dengan penghasilan sekitar Rp
25.000/hari atau lebih, tergantung dari banyak sedikitnya hasil sampah yang bisa
dipulung. Sampah hasil memulung dijual kepada pedagang pengumpul (lapak)
yang ada di sekitar TPA, di TPA juga ada empat warung makan kecil yang
melayani karyawan dan pemulung.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan Bintoro (2008)
mengatakan bahwa sampah dapat menjadi masalah bagi lingkungan karena
merupakan sumber bau yang mengganggu pernapasan, dapat menjadi sumber
penyakit dan mengganggu pemandangan, namun bila ditangani dengan baik,
sampah dapat dijadikan kompos yang berarti akan membuka lapangan kerja.
Menurut CV. Heptagro Inti Mandiri (produsen Kompos di Cirebon) untuk
memproduksi 2000 ton kompos dibutuhkan 4000 HOK (hari orang kerja),
CV. Cisarua Integrated Farming (produsen kompos di Bogor) mempekerjakan 12
tenaga kerja untuk memproduksi 5 ton kompos/hari. Di Priangan Timur, untuk
menghasilkan kompos sebanyak 2 ton/hari diperlukan tenaga kerja sebanyak 5
orang/hari. PT. Godang Tua Jaya (produsen kompos di Jakarta) memperkerjakan
100 orang/hari untuk mengolah 30 ton sampah/hari.
Baru sebagian kecil sampah kota yang dijadikan kompos. Apabila semua
sampah dapat dijadikan kompos berarti akan semakin banyak mengurangi
pengangguran dan lingkungan hidup semakin baik dan sehat. Selain dari itu bahan
113
114
115
pertanian lahan kering. Selain itu Bintoro (2008) mengemukakan bahwa penurunan kadar bahan organik tanah akan mengakibatkan daya menyerap air
menjadi berkurang. Penurunan bahan organik sebesar 1% akan menyebabkan air
sebanyak 200m3/ha langsung mengalir ke sungai. Hal tersebut dapat dilihat di
Bendungan Katulampa, Bogor apabila hujan, debitnya segera naik, tetapi
beberapa saat kemudian debitnya normal kembali, hal ini berarti kawasankawasan di bagian hilir menjadi rawan banjir. Gundulnya lahan di Indonesia
mengakibatkan dataran rendah rawan banjir dan kawasan dataran tinggi rawan
banjir. Rawan banjir semakin diperparah karena sungai menjadi dangkal karena
dijadikan tempat pembuangan sampah.
116
117
dengan kapasitas produksi 540 ton per tahun atau 1,5 ton/hari adalah sebagai
berikut:
Tabel 18. Biaya pembuatan kompos 5 tahun
Uraian
A. Biaya Investasi (5 tahun)
1. Mesin
2. Bangunan
3. Bak inkubasi
4. Timbangan
5. Mesin jahit karung
Subtotal A
B.Biaya Produksi (Operasional)
1. Bahan
- Bioaktifator
- Bahan baku sampah pasar
- Serbuk gergaji
- Karung kemasan
- Terpal plastik
- Benang jahit karung
- Bahan bakar
2. Peralatan Mendukung (garpu, sekop, cangkul
golok, termometer batang)
3. Tenaga Kerja
- Kepala pabrik
- Sortir
- Cacah
- Pencampuran
- Inkubasi
- Pengemasan
- Administrasi
4. Biaya ATK
5. Pemasaran
6.Penyusutan (10% biaya investasi)
Subtotal B
Total Biaya
Harga Satuan
Volume
20.000.000
400.000
450.000
1.000.000
750.000
1
72
7
1
2
Satuan
Jumlah
Unit
M2
Unit
Unit
Unit
20.000.000
28.800.000
3.150.000
1.000.000
1.500.000
54.450.000
6.600
2.000
1.000
4.000
10.000
4.500
13.500
2.700
2.162,5
21.600
50
60
1.200
Kg
Ton
Karung
Lembar
m2
gulung
liter
89.100.000
4.325.000
21.600.000
200.000
600.000
5.400.000
600.000
25.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
150.000
10
300
600
300
300
300
300
1
540.000
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
Paket
Kg
7.500.000
12.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
6.000.000
150.000
5.400.000
5.445.000
176.320.000
230.770.000
118
a. BEP
BEP produksi = biaya produksi
harga jual
= Rp 176.320.000,00
Rp 500,00/kg
= 352.640 kg kompos
Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh nilai BEP produksi sebesar
352.640kg. Hal ini mengandung arti bahwa, produsen mencapai titik impas bila
dapat memproduksi 352.640 kg kompos dengan harga Rp 500,00/kg.
b. B/C ratio
B/C = keuntungan
Biaya produksi
B/C = 93.680.000,00 = 0,53
176.320.000,00
Nilai B/C ratio adalah 0,53 hal ini
komposting pada saat ini belum memberikan manfaat yang sesuai dengan biaya
yang dikeluarkan. Dengan kata lain, masih rugi (Rp. 1,00 yang dikeluarkan masih
rugi sebesar Rp. 0,47).
Sesungguhnya
proses
pembuatan
kompos
secara
aerobik
tidak
119
5.4.4.2.2.1.Biaya Produksi
Teknologi dranco (dry anaerobic convertion) adalah teknologi yang
dikembangkan oleh State University of Ghent, Belgia. Produk dari proses ini
terutama biogas dan kompos. Proses pengolahan dranco tidak menimbulkan bau
karena seluruh proses dilakukan dalam reaktor tertutup. Biaya produksi
pembuatan kompos dengan Dranco. dapat dilihat Tabel 19 sebagai berikut :
Tabel 19. Biaya produksi Dranco per tahun
Uraian
A. Investasi
Area penampungan, C
Conveyor sortasi, 30% C, 70% M
Mesin pencacah sampah, M
Reaktor Dranco, 60% C, 40 %
Tangki penampung biogas, C
Generator gas, 50% C, 50%
Mesin pencacah kompos, M
Peralatan packaging, M
Sarana dan prasarana, C
Peralatan material handling, M
Peralatan keselamatan kerja
Gambar kerja
Pemasangan dan uji coba
Unit pembersih biogas, 50% C, 50%M
Subtotal
B. Biaya Tetap (Fixed cost)
Pengadaan inokulum
Persiapan
Tenaga kerja
Bahan bakar
Subtotal
C. Biaya Variabel Tahunan (Annual Variable Cost)
Pengadaan sampah
Tenaga Kerja
Sumber daya
Pengepakan
Maintenance
Subtotal
Total Biaya
Satuan
2
M
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
HOK
Unit
Nilai (Rp)
3.400.000
36.350.000
43.000.000
645.000.000
73.600.000
2.600.000
24.250.000
4.400.000
118.000.000
4.500.000
2.200.000
6.000.000
50.000.000
65.000.000
1.074.900.000
7.500.000
HOK
HOK
liter
Ton
HOK
HOK
HOK
HOK
4.900.000
390.000
12.790.000
8.100.000
58.800.000
2.340.000
21.600.000
21.310.000
112.150.000
1.199.840.000
M= Maintenance
Rp
22.729.990,00
120
Rp
270.000.000,00
Rp
292.729.990,00
= biaya produksi
Harga jual
= Rp 124.940.000,00
Rp 500,00/kg
= 249.880 kg kompos
121
nilai investasi
Keuntungan per tahun
= Rp 1.074.900.000,00
Rp 167.789.990,00
= 6,41 tahun atau 6 tahun 5 bulan
Hasil perhitungan PBP adalah 6 tahun 5 bulan. Hal ini mengandung arti bahwa,
dalam jangka waktu 6 tahun 5 bulan, modal usaha pembuatan kompos akan
kembali.
5.5. Kondisi Sosial Budaya
Karena lokasinya yang terletak dipinggiran Kota Jakarta, kawasan sekitar
TPA Cipayung dihuni oleh komunitas Etnis Betawi yang dominan beragama
Islam dengan prosentase sebesar 95%. Tingginya penganut agama Islam juga
dicerminkan oleh banyaknya rumah ibadah mula i dari masjid hingga musholla.
Pesatnya perkembangan pembangunan di Kota Depok mendorong timbulnya
keanekaragaman budaya yang disebabkan oleh banyaknya kaum migran yang
berdatangan dan menetap di sekitar TPA. Namun demikian, kondisi tersebut tidak
memicu timbulnya konflik. Kaum pendatang dengan penduduk asli saling
berasimilasi satu sama lain membentuk sebuah budaya perkotaan.
Perkembangan wilayah menjadikan masyarakat di sekitar lokasi TPA sudah
mulai meninggalkan budaya pedesaan dan mulai mengarah kepada budaya
perkotaan. Proses perubahan budaya dipercepat dengan adanya pendatang dari
daerah lain. Budaya penduduk lokal bercampur dengan budaya pendatang, namun
masih tetap terasa budaya lokal. Adat-istiadat yang masih berjalan di antaranya
antara lain selamatan orang meninggal, selamatan mendirikan rumah, selamatan
menjelang tanam padi, khitanan, pernikahan, dan ibu hamil. Sebelum adanya
perubahan kondisi budaya, setiap bulan Syaban biasanya diadakan pertunjukan
topeng Betawi. Pertunjukan topeng tersebut digelar di sekitar lokasi TPA. Namun
demikian, menurut penuturan penduduk, sejak 1990-an tradisi pertunjukan topeng
122
Betawi dihentikan seiring dengan meningkatnya pemahaman penduduk atas nilainilai keislaman.
Hasil penelitian menunjukkan budaya pemeliharaan lingkungan masih sangat
rendah. Hal ini dibuktikan dari hasil survey rumah tangga yang mendapat
pelayanan pengangkutan sampah di Kota Depok, hampir seluruhnya (98%) tidak
menerapkan pola 3R, sedangkan rumah tangga yang tidak mendapat pelayanan
pengangkutan sampah sebanyak 28% di antaranya masih membuang sampah ke
jalan atau ke sungai/selokan, 68% membuangnya ke tanah/lahan kosong.
Buana
123
124
besar, yaitu: penyebab hidup, yang menyebabkan penyakit menular dan penyebab
tidak hidup, yang menyebabkan penyakit tidak menular. Peran air sebagai
penyebab penyakit menular dapat bermacam-macam di antaranya adalah air
sebagai penyebar mikroba patogen, air sebagai sarang insekta penyebar penyakit,
jumlah air bersih yang tersedia tidak mencukup, sehingga orang tidak dapat
membersih dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara
Penyakit menular yang disebarkan oleh air secara langsung di masyarakat
seringkali dinyatakan sebagai penyakit bawaan air atau water-borne diseases.
Penyakit-penyakit tersebut hanya dapat menyebar, apabila mikroba penyebabnya
dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Jenis mikroba lain yang dapat menyebar lewat air yaitu
virus, bakteri, protozoa dan metazoa.
5.7.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air di sekitar kawasan TPA
Cipayung didapat beberapa variabel kimia yang memiliki nilai di atas NAB yang
diizinkan, di antaranya adala h: Besi, Mangan, Nitrit, BOD5, COD, DO, Seng, dan
Fenol. Berdasarkan pengklasifikasian tingkat pencemaran dari limbah domestik,
variabel BOD dan COD termasuk ke dalam tingkat pencemaran sedang. Hasil uji
pemeriksaan Coliform kualitas air dan BAP masih di bawah nilai NAB. Dampak
positif yang ditimbulkan dari kegiatan pengelolaan sampah di TPA Cipayung
antara lain memberikan manfaat ekonomi berupa pembukaan kesempatan kerja
dan berusaha bagi warga sekitar, dalam bentuk sebagai karyawan di TPA, supir,
dan kernet, pesapon, pemulung, dan usaha pengumpul barang bekas serta usaha
warung makanan kecil dan adanya perbaikan akses jalan di sekitar lokasi TPA.
Dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan TPA Cipayung di antaranya
adalah: bau, banyak lalat, macet, pencemaran air, lalu lintas truk sampah dan
ceceran sampah, abrasi, dan perpindahan aliran sungai Pesanggrahan. Rendahnya
harga tanah dan bangunan di sekitar TPA. Kesehatan masyarakat di sekitar
kawasan TPA Cipayung umumnya menderita penyakit diare, demam, infeksi kulit
dan Ispa. Penyakit lainnya yang diderita adalah sakit kepala, hipertensi, tipus,
gatal-gatal dan kembung.
125
Produk hasil pengolahan sampah (kompos, tenaga listrik, dan produk daur
ulang) akan terasa sangat bermanfaat jika mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Oleh sebab itu, untuk mengetahui kelayakan usaha pemasaran produk diperlukan
adanya analisis finansial suatu usaha. Pada penelitian ini, proses pembuatan
kompos secara aerobik tidak menguntungkan. Oleh karena itu, apabila Pemerintah
akan melakukan subsidi kompos secara aerobik maka, subsidi tersebut harus lebih
besar dari kerugian yang diderita oleh produsen kompos.
5.8. Daftar Pustaka
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Universitas Negeri Jakarta. Andi.
Yogyakarta.
Ancok, D. 2008. Mengembangkan Perilaku Positif dalam Pengelolaan Sampah
dan Air Limbah.UGM Press. Yogyakarta.
Anonymous. 2004. Panduan Umum Subsidi Kompos (Edisi Revisi Januari 2004).
Team Teknis Kompos Nasional. Western Java Environmental Management
Project (WJEMP). 86 pp.
Bintoro, H.M.H. 2008. Sampah Kota, Kompos dan Banjir. IPB Press. Bogor.
Buana. 2004. Bergulat Melawan Sampah. Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Pemerintah Kota Depok. Depok.
Budhiyono, B.E. 1992. Compell- A Nursery Pot with Controlled Release
Nutrients for Nursery of Forest Plants. Technical Note submitted to the
Min ister of Forestry. Ministry of Forestry. 24 pp.
Bunasor, S. 2003. Keterkaitan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Pembangunan
Ekonomi dan Manajemen Lingkungan. Program Studi Ekonomi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Darmono. 2001. Lingkungan hidup dan Pencemaran: Hubungan dengan
Tosikologi Senyawa Logam. UI-Press. Jakarta.
Effendi, H. 2000. Telaahan Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
Hill, M.K. 2004. Understanding Environmental Pollution: A Primer.Ed ke-2.
Cambridge University. Cambridge.
Keraf, A. S. 2004. Etika Lingkungan. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.
126
128
129
mangku kepentingan yang terkait adalah Pemda, Swasta, LSM, Lembaga Peneliti,
dan Masyarakat.
Pemangku kepentingan
Bobot kepentingan
Prioritas
Pemda
0,460
Swasta
0,248
0,109
Masyarakat
0,074
kepentingan yang
mempunyai
tingkat
130
131
mewujudkan tekanan. Tanpa adanya tekanan dunia, usaha tidak akan terpacu
untuk melakukan proaktivisme lingkungan.
Hasil penelitian terhadap lembaga peneliti dan LSM menunjukkan kedua
lembaga tersebut mempunyai peran dalam hal melakukan pemantauan dan
pengawasan di lapangan, baik terhadap kualitas lingkungan, sosial ekonomi
masyarakat di sekitar TPA Cipayung serta usaha-usaha penegakan hukum
lingkungan. Pemantauan ditujukan untuk memantau kegiatan di TPA Cipayung
sehingga akan mendapatkan informasi yang jelas jika terjadi masalah di kawasan
TPA Cipayung maupun bagaimana keadaan lingkungan TPA Cipayung untuk saat
sekarang. Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan Santosa (2001)
mengemukakan bahwa keberadaan LSM lingkungan dilandasi suatu kepedulian
tentang suatu masalah lingkungan tertentu, disamping itu hak hukum dari LSM
sebagai penunjang pengelolaan lingkungan hidup dijamin secara tegas berdasarkan UU No. 4 pasal 19 Tahun 1982.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat merupakan penghasil
sampah, karenanya
masyarakat
merupakan pemangku
kepentingan yang
132
Aspek (level 3)
Ekologi
Sosial
Ekonomi
Bobot (nilai)
0,540
0,163
0,297
LSM
Ekologi
Sosial
Ekonomi
0,493
0,311
0,196
Lembaga Peneliti
Ekologi
Sosial
Ekonomi
0,625
0,136
0,238
Swasta
Ekologi
0,311
Ekonomi
0,493
Ekologi
Sosial
Ekonomi
0,528
0,140
0,333
Masyarakat
Aspek (level 3)
Bobot (nilai)
Prioritas
Ekologi
0,480
Ekonomi
0,335
Sosial
0,185
133
Melihat hubungan antara aspek ekologi, ekonomi dan sosial (Tabel 22),
maka dibuat diagram layang-layang hasil penilaian gabungan (Gambar 14).
Grafik hubungan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial berdasarkan penilaian
pemangku kepentingan, pengelolaan TPA Cipayung dan berbagai alternatif
kebijakan menunjukkan bahwa aspek ekologi menempati urutan pertama dengan
bobot nilai 0,480, urutan kedua aspek ekonomi dengan bobot nilai 0,335 dan
aspek yang terakhir adalah sosial dengan bobot nilai 0,185. Hasil analisis tersebut
menunjukkan pengelolaan TPA Cipayung cenderung mementingkan aspek
ekologi untuk kepentingan pengelolaan lingkungan di wilayah TPA Cipayung dan
berusaha mencegah terjadinya kerusakan lingkungan di sekitar kawasan
TPA Cipayung, dalam pengelolaan sampah di TPA Cipayung juga tetap
mementingkan aspek ekonomi dan sosial agar mendatangkan manfaat bagi Pemda
Kota Depok dan masyarakat di sekitar kawasan TPA, sehingga tidak
menimbulkan konflik dengan masyarakat di sekitar kawasan TPA Cipayung yang
sering mendapatkan dampak dari kegiatan pengelolaan TPA Cipayung.
Ekologi
0.5
0.48
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Sosial
0.185
Ekonomi
0.335
134
Alternatif
Bobot
Prioritas
0,452
0,260
0,167
Penegakan hukum
0,121
135
2000). Masyarakat yang tidak mendapatkan akses pelayanan serta tidak cukup
memiliki lahan untuk proses pengolahan setempat cenderung membuang
sampahnya disembarang tempat dan melakukan pembakaran sampah secara
terbuka. Pendekatan atau paradigma baru harus dipahami dan diikuti yaitu sampah
dapat dikurangi, digunakan kembali dan atau didaur ulang; atau yang sering
dikenal dengan istilah 3R (reduce, reuse, recycle). Hal ini sebenarnya bukan
sesuatu yang baru karena sudah banyak dilakukan oleh negara maju dan berhasil
meningkatkan efisiensi pengelolaan yang signifikan, dengan mengurangi sampah
sejak di sumbernya maka beban pengelolaan kota akan dapat dikurangi dan
anggaran serta fasilitas akan dapat semakin efisien untuk dimanfaatkan.
Pencemaran dapat dikurangi lebih rendah lagi, sehingga kelestarian alam dan
lingkungan tetap terjaga. Strategi pengelolaan sampah yang dapat dilaksanakan di
antaranya adalah: 1) pengurangan sampah dari sumbernya; dan 2) peningkatan
pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan.
1)
136
137
disinsentif juga perlu diperlakukan untuk mendorong masyarakat tidak melakukan hal-hal di luar ketentuan. Disinsentif antara lain dapat berupa
peringatan, dan peningkatan biaya pengumpulan/pengangkutan untuk jenis
sampah tercampur.
2)
138
c)
(extended
producer
responsibilities)
yang
diwajibkan
oleh
139
140
141
Selain itu sangat diperlukan perubahan pemahaman bahwa masyarakat bukan lagi
hanya sebagai obyek, tetapi lebih sebagai mitra yang mengandung makna
kesetaraan. Tanpa ada peran aktif masyarakat akan sangat sulit mewujudkan
kondisi kebersihan yang memadai. Masyarakat, pihak swasta atau dunia usaha
juga memiliki potensi yang besar untuk dapat berperan serta menyediakan
pelayanan publik. Beberapa pengalaman buruk pada masa lalu sering membebani
Dunia Usaha sehingga tidak berkembang. Swasta jangan lagi dimanfaatkan bagi
kepentingan lain, tetapi perlu dilihat sebagai mitra untuk bersama mewujudkan
pelayanan kepada masyarakat sehingga kehadirannya sangat diperlukan. Beberapa
hal yang dapat dilakukan di antaranya adalah:
a. Meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan sampah sejak dini melalui
pendidikan bagi anak usia sekolah. Upaya mengubah perilaku pembuangan
sampah seseorang yang sudah dewasa terbukti tidak efektif; terutama dalam
hal pemilahan sampah sejak dari sumbernya, untuk itu diperlukan strategi
peningkatan yang lebih sistematik, yaitu melalui mekanisme pendidikan
masalah kebersihan/persampahan sejak dini di sekolah. Strategi tersebut perlu
dilaksanakan secara serentak di seluruh Kota di Indonesia (SD, SMP dan
SMA). Tindak lanjut yang dapat dilaksanakan dengan ujicoba/pengembangan
dan replikasi sekolah bersih dan hijau untuk memotivasi anak usia sekolah
secara dini mengenal dan memahami berbagai metode pengelolaan sampah
sederhana di lingkungan sekolahnya.
b. Menyebar luaskan pemahaman tentang pengelolaan persampahan kepada
masyarakat umum. Pemerintah perlu menyusun berbagai pedoman dan
penduan bagi masyarakat agar mereka lebih memahami tentang pengelolaan
persampahan sehingga dapat bertindak sesuai dengan yang diharapkan.
Berbagai produk panduan dan pedoman tersebut perlu disebarluaskan melalui
berbagai media terutama media massa yang secara efektif akan menyampaikan
berbagai pesan yang terkandung di dalamnya.
c. Meningkatkan pembinaan masyarakat khususnya kaum perempuan dalam
pengelolaan sampah melalui pendidikan sejak dini. Hasilnya pembinaan
dirasakan
dalam
jangka
dalam
rangka
142
sejak awal.
dilaksanakan
untuk
meningkatkan pengelolaan sampah di lingkungan perumahan melalui pemberdayaan masyarakat setempat, yang selanjutnya dapat direplikasi di tempat
lain.
e. Mengembangkan sistem insentif dan iklim yang kondusif bagi dunia usaha atau
swasta. Iklim yang menarik dan kondusif bagi Swasta serta berbagai insentif
perlu diciptakan dan dikembangkan agar semakin banyak pihak swasta yang
mau terjun dalam bisnis pelayanan publik persampahan. Peninjauan kembali
pedoman dan ketentuan penanaman modal swasta dalam bidang persampahan
perlu segera dilakukan untuk mengurangi hambatan pemangku kepentingan
resiko dan dapat menarik pemangku
kepentingan keuntungan
yang
143
produsen/industri/perdagangan
(penanganan
sampah
Masyarakat
1) Mengurangi produksi limbahnya; 2) Pemisahan sebelum dibuang;
3) Membeli bahan-bahan alami; 4) Mendaur ulang limbah; dan
5) Bekerjasama dengan pemangku kepentingan lain, berkaitan dengan
pembuangan limbah secara tepat.
144
b. Perusahaan
1) Bertanggungjawab atas limbah mereka sendiri dan pembuangannya;
dan 2) Bekerjasama dengan pemangku kepentingan lain, berkaitan dengan
pembuangan limbah secara tepat.
c. Pemerintah Kota
1) Mempromosikan pengurangan, pemanfaatan kembali dan daur ulang
(3R); 2) Mendorong kegiatan sukarela pembersihan lingkungan oleh para
pemangku kepentingan; 3) Mengoperasikan sistem pembuangan limbah
secara tepat, efektif dan efisien; 4) Mengakhiri status quo limbah padat,
metode daur ulang yang tepat, biaya; dan 5) Mempertahankan kualitas
manajemen pengelolaan limbah padat untuk masyarakat.
Alternatif yang terakhir adalah upaya penegakan hukum. Hukum adalah
pegangan yang pasti, positif dan pengarah bagi tujuan-tujuan program yang akan
dicapai, semua peri kehidupan diatur dan harus tunduk pada prinsip-prinsip
hukum, sehingga dapat tercipta masyarakat yang teratur, tertib, dan berbudaya
disiplin. Hukum dipandang selain sebagai sarana pengaturan ketertiban rakyat
tetapi juga sebagai sarana memperbaharui dan mengubah masyarakat kearah
hidup yang lebih baik (Siahaan, 2004). MENLH dan JICA (2003) menyatakan
adanya hubungan antara peraturan perundang-perundangan pengelolaan sampah
dengan aspek manajemen dan aspek teknis seperti yang terlihat pada Gambar 15.
Peraturan perundang-undangan di antaranya PP/Kepres/Kepmen/Perda mengatur
tata cara pengelolaan sampah mulai dari sumber sampah sampai ke TPA,
mengatur posisi, hak dan kewajiban masing-masing pemangku kepentingan dan
mengatur sanksi jika terjadi pelanggaran dalam pengelolaan sampah. Secara
umum kondisi kebersihan di Kota Depok masih di bawah rata-rata kebersihan.
Salah satu penyebabnya adalah masih kurangnya pendidikan yang berkaitan
dengan perilaku hidup bersih dan sehat sejak dini serta tidak dilakukannya
penerapan sanksi hukum (pidana) dari Perda yang ada secara efektif. Masyarakat
kemungkinan besar belum sepenuhnya mengetahui adanya ketentuan dalam
penanganan sampah termasuk adanya sanksi hukum yang berlaku. Produk hukum
baik berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan
145
Tekhnologi
Mengatur
sanksi
Pendanaan
Pengawasan
Peran serta masyrakat
Mengatur
posisi, hak dan
tanggung
jawab secara
umum dan
mendasar
A
s
p
e
k
M
a
n
a
j
e
m
e
n
Pengelolaan sampah
- Masyrakat
- Pemerintah
- Dunia usaha
Delegasi
ketentuan
teknis
Pedoman teknis/tata cara:
- Reduksi di sumber
- Pemisahan
- Pengawasan
- Komposting
- Landfilling
PP/Kepres/Kepmen/Perda
Mengatur
ketentuan
teknis
Mengatur
posisi, hak dan
tanggung
jawab sesuai
ketentuan
yang berlaku
Pengelolaan sampah
- Masyarakat
- Pemerintah
- Dunia usaha
A
s
p
e
k
T
e
k
n
i
s
146
mengadopsi
asas
kebijakan
asal
negeri
Belanda
tersebut
perlu
147
6.5. Kesimpulan
Strategi kebijakan pengelolaan sampah di TPA Cipayung Kota Depok
yang dikembangkan berdasarkan hasil analisis AHP adalah:
(1) Optimalisasi pengelolaan sampah. Peningkatan laju timbulan sampah
perkotaan (2 4 % /tahun) yang tidak diikuti dengan ketersediaan sarana dan
prasarana persampahan yang memadai. Hal tersebut berdampak pada
pencemaran lingkungan yang selalu meningkat dari tahun ke tahun, dengan
selalu mengandalkan pola kumpul-angkut-buang, maka beban pencemaran
akan selalu menumpuk di lokasi TPA (Tempat Pemprosesan Akhir);
(2)
148
149
151
152
Kelompok Jabatan
Fungsional
Kasubbag. Umum &
Perencanaan
Kabid. Sarana
Prasarana Kebersihan
Kabid. Pelayanan
Kebersihan
Kasie. Pengadaan
Sarana Prasarana
Kasie. Operasional
Pengangkutan &
Pengelolaan Sampah
Kasie. Pemeliharaan
Sarana Prasarana
Kebersihan
Kasubbag. Keuangan
Kabid. Pertamanan
Kasie.
Pemanfaatan
Kasie.
Pemeliharaan
Pertamanan
Kasie. Operasional
Pengankutan &
Pengelolaan Air Limbah
Kepala UPT
IPLT
Kepala UPT
TPU
Kepala UPT
TPA
Kasubbag. TU
UPT IPLT
Kasubbag. TU
UPT TPU
Kasubbag. TU
UPT TPA
Gambar 16. Struktur organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok
153
154
timbunan
m3/hari
atau
sampah
ekivalen
yang
sudah
dengan
jumlah
dikelola/diangkut
penduduk
sebanyak
483.396
jiwa.
Kawasan Pasar
Sampah-sampah disapu oleh petugas kebersihan dan dikumpulkan dengan
155
156
157
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Bahan organik
Kertas
Kaca/Beling/Gelas
Plastik
Logam
Kayu
Kain
Karet
Lain-lain
Jumlah
Prosentase (%)
72,97
7,07
1,25
3,57
1,37
3,65
2,40
1,24
6,38
100,00
Periode Penguraian
(Pelapukan)*
2 7 minggu
3 6 bulan
1 juta tahun
> 100 tahun
> 100 tahun
1 13 tahun
6 bulan 1 tahun
-
pengelolaan
kebersihan
Kota
Depok
tahun
2006
sebesar
: Rp 2.105.291.400,-
: Rp 3.339.645.000,-
Anggaran
pengelolaan
kebersihan
Kota
Depok
tahun
2007
: Rp 2.462.303.500,-
: Rp 3.339.645.000,-
sebesar
158
7.3.3.2.Retribusi
Tarif retribusi pengelolaan persampahan/kebersihan di Kota Depok telah
diatur dalam Peraturan Daerah Kota Depok No. 41 tahun 2000 tentang
Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Besar tarif retribusi sampah Kota
Depok berdasarkan Perda tersebut sebagai berikut:
a. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah rumah
non real estate berdasarkan luas bangunan:
1. Lebih kecil atau sama dengan 21 m2
Rp. 2.000,-/bulan;
2. 22 m2 sampai dengan 70 m2
Rp. 3.500,-/bulan;
Rp. 4.500,-/bulan;
Rp. 6.000,-/bulan;
5. Di atas 300 m2
Rp. 8.500,-/bulan.
Rp. 7.000,-/bulan;
2. 37 m2 sampai dengan 54 m2
Rp. 8.500,-/bulan;
3. 55 m2 sampai dengan 70 m2
Rp. 10.500,-/bula n;
Rp. 12.500,-/bulan;
5. Di atas 120 m2
Rp. 17.500,-/bulan.
Rp. 25.000,-/bulan;
Rp. 35.000,-/bulan;
Rp. 50.000,-/bulan.
159
1. Lembaga Pendidikan/kursus
Rp. 6.000,-/M3;
Rp. 7.500,-/M3;
3. Rumah makan
Rp. 11.000,-/M3;
4. Restoran
Rp. 15.000,-/M3;
5. Hotel/ Apartemen
Rp. 15.000,-/M3;
6. Pabrik/Industri
Rp. 13.000,-/M3;
Rp. 10.000,-/M3;
8. Bioskop
Rp. 12.500,-/M3.
Rp. 1.000,-/hari;
2. Los
Rp. 1.000,-/hari;
3. Awning
Rp. 1.000,-/hari;
Rp. 1.000,-/hari;
5. Ruko
Rp. 3.000,-/hari;
6. Toko
Rp. 2.500,-/hari.
160
161
yang
diharapkan
maupun
tidak
diharapkan.
162
MASUKAN LINGKUNGAN
1. iklim
2.
Peraturan Daerah
1.
Zero waste
OUTPUT TAK
DIINGINKAN
INPUT TERKENDALI
1.
2.
3.
4.
Jumlah RT
Jumlah sampah terangkut
Kebutuhan tenaga kerja
Jam kerja harian
1.
2.
Biaya Tinggi
Sampah
menumpuk
Manajemen Pengendalian
163
sistem yang berfungsi dalam menghasilkan output yang diinginkan. Output yang
tidak diinginkan adalah biaya tinggi dan sampah menumpuk merupakan kebalikan
dari output yang diinginkan, yang berfungsi sebagai umpan balik bagi kontrol
manajemen.
Beberapa asumsi yang dibangun dalam penyusunan model tersebut adalah
tingkat pertumbuhan penduduk Kota Depok sebesar 3,3%, jumlah sampah organik
sebesar 72,97%, jumlah sampah anorganik sebesar 27,03%, pengurangan sampah
(reduce) sebesar 1%, pemanfaatan kembali (reuse) sebesar 1%, daur ulang
(recycle) sebesar 1%, dan kemampuan pengomposan sebesar 10%.
164
+
+
Penduduk
Sampah
pemukiman
Sampah
organik
RT
Kompos
Partisipasi
Recycle
Sisa
Pembakara
n
Sampah Organik
+
TPA
Reuse
Recycle
TPS
Reduce
Biaya &
Manfaat
Sisa
Reduce
+
+
+
Reus
e
Produk
Semula
Reduc
e
Recycle
+
Reus
e
Produk
Semula
Biaya &
Manfaat
Sisa
+
+
Biaya &
Manfaat
Produk
Semula
165
Fr sampah RT Fr organik RT
Pertumbuhan penduduk
Fr kompos
Organik RT
Reduce sampah RT
Sampah rumah tangga
Sisa kompos
Laju sampah RT
Fr reduce sampah RT
Sampah tdk terangkut
Kompos
Fr anorganik
An Organik RT
Akumulasi Sampah RT
Bahan baku
Fr Reuse Sampah
Laju Akumulasi
sampah tdk terangkut
Fr recycle RT
Fr sisa RT
Fr TPS
Usia TPA dgn pola 3R
Sampah TPS
Fr reuse TPS
Recycle TPS
Reuse TPS
Usia TPA dg pemlh TPS
Sisa TPS
Fr recycle TPA
Fr reuse TPA
Akumulasi sampah
yang tdk tertampung
Fr penyusutan mekanis
Laju penyusutan
Fr penyusutan alamiah
Keterangan:
Akumulasi sampah RT = Jumlah total sampah rumah tangga dalam satuan m3
Laju sampah RT = Laju pertambahan sampah rumah tangga dalam satuan m3 per
tahun
166
Akumulasi sampah tidak terangkut(t) = Jumlah total sampah rumah tangga yang
tidak terangkut dalam satuan m3.
Laju Akumulasi sampah tidak terangkut = Laju pertambahan sampah rumah
tangga yang tidak terangkut dalam
satuan m3 per tahun.
Akumulasi sampah yg tidak tertampung = Jumlah total sampah rumah tangga
yang tidak tertampung pada TPA
dalam satuan m3.
Sampah yang tidak tertampung di TPA = Laju pertambahan sampah rumah tangga
yang tidak tertampung di TPA dalam
satuan m3 per tahun.
Penduduk = Jumlah penduduk kota Depok
Pertumbuhan penduduk = Laju pertambahan penduduk dalam setiap tahun.
Sampah TPA = Jumlah total sampah yang ada di TPA dalam satuan m3.
Laju sampah TPA = Laju pertambahan sampah yang masuk ke TPA yang berasal
pengambilan di TPS dalam satuan m3 per tahun.
Laju penyusutan = Laju penyusutan sampah yang terjadi di TPA akibat penerapan
pola 3R+1P dalam satuan m3 per tahun.
Sampah TPS = Jumlah total sampah yang ada di TPS dalam satuan m3.
Laju sampah TPS = Laju pertambahan sampah yang masuk ke TPS yang berasal
pengambilan sampah rumah tangga dalam satuan m3 per
tahun.
Laju pengambilan TPS = Laju pengurangan sampah yang ada di TPS yang akan
dibawah ke TPA dalam satuan m3 per tahun.
An Organik RT = Jumlah jenis sampah an organik yang berasal dari sampah
rumah tangga dalam satuan m3.
Daya tampung TPA = Jumlah sampah pada yang bisa ditampung di TPA dalam
satuan m3.
Fraksi pertambahan penduduk = Fraksi pertumbuhan penduduk kota Depok per
tahun
Fraksi anorganik = Fraksi sampah anorganik rumah tanggga
Fraksi kompos = Fraksi sampah organik rumah tangga yang dikomposkan
Fraksi organik RT = Fraksi sampah an organik rumah tanggga
167
Sisa RT = Jumlah sampah an organik rumah tangga yang tersisa dalam m3.
168
Sisa TPS = Jumlah sampah yang tersisa di TPS setelah dikurangi recycle TPS.
Usia TPA dengan pola 3R = Usia TPA dengan pola 3R+1P sesuai daya tampung
TPA dalam satuan %.
Usia_TPA_dengan_pemilah_RT = Usia TPA apabila dengan pola pemilahan di
rumah tangga sesuai daya tampung TPA dalam
satuan %.
Usia TPA dengan pemilah_TPS = Usia TPA apabila dengan pola pemilahan di
TPS sesuai daya tampung TPA dalam satuan %.
di
Kota
Depok
dapat
dilihat
pada
gambar-gambar
berikut.
2: Sampah TPS
3: Akum smph RT
40000000
3
3
4
3
1:
2:
3:
4:
5:
2
4
20000000
3
4
2
3
4
2
2
1:
2:
3:
4:
5:
4
5
1
0
2009.00
Page 1
1
5
2012.80
5
2016.60
2020.40
Years
2024.20
2028.00
4:54
21 Jan 2009
Grafik Perkembangan Jumlah Sampah Rumah Tangga, Sampah yang Tidak Terangkut, Sampah di TPS dan Sampah di TPA
Gambar 20. Prediksi perkembangan jumlah sampah di TPS dan sampah di TPA,
sampah rumah tangga, sampah yang tidak terangkut dan sampah
yang tidak tertampung di TPA
Besarnya jumlah sampah awal di TPS adalah 98% dari akumulas i sampah
yang tidak terangkut. Besarnya laju sampah di TPS tergantung jumlah sampah
yang berasal dari rumah tangga. Laju pengambilan sampah di TPS yang akan
169
170
2700
1
1:
2:
3:
1350
2
1
1
2
2
2
1:
2:
3:
3
0
2009.00
2012.80
2016.60
Page 1
2020.40
Years
2024.20
4:54
2028.00
21 Jan 2009
kurangnya
pendanaan
untuk
171
270
1
2
3
1
1:
135
1
1
1:
0
2009.00
Page 2
2013.75
2018.50
2023.25
Years
2028.00
7:08
22 Jan 2009
Grafik Usia TPA dengan Pola 3R+1P pada Berbagai Skenario Recycle
Gambar 22. Prediksi usia TPA dengan pola 3R+1P pada berbagai skenario (%)
Prediksi usia TPA dengan pola 3R+1P pada berbagai skenario recycle 0 %
dan 5% menunjukkan usia TPA semakin rendah. Usia TPA dengan skenario
recycle 10% menunjukkan usia TPA semakin meningkat. Sampah rumah tangga
terdiri atas 72,97 % sampah organik dan sisanya adalah sampah anorganik
yang berasal dari hasil reduce sebesar 70%. Sampah organik dilakukan reuse
dan recycle masing-masing sebesar 1%. Contoh kegiatan reuse yang dapat
dilakukan adalah pemanfaatan kembali botol-botol bekas, atau menggunakan
172
wadah atau kantong yang dapat digunakan kembali, sedangkan contoh kegiatan
recycle adalah dengan melakukan pengolahan sampah-sampah organik menjadi
kompos, kertas, plastik bekas untuk didaur ulang kembali. Sampah organik
dilakukan pengomposan sebesar 10% dan sisanya digunakan untuk bahan baku.
Grafik prediksi jumlah sampah di TPA pada berbagai skenario recycle,
terus meningkat dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar 23.
Sampah TPA: 1 - 2 - 3 1:
5000000
1
2
3
1
1:
1:
2
3
2500000
0
2009.00
Page 3
2013.75
2018.50
2023.25
Years
2028.00
20:43
19 Jan 2009
Gambar 23. Prediksi jumlah sampah di TPA pada berbagai skenario recycle
173
17000000
1:
8500000
1
2
3
1:
1
2009.00
Page 4
1
2013.75
3
2018.50
2023.25
Years
2028.00
20:43
19 Jan 2009
Grafik Akumulasi Sampah Yang Tidak Tertampung di TPA pada Berbagai Skenario Recycle
Gambar 24. Prediksi jumlah sampah yang tidak tertampung di TPA pada
berbagai skenario (m3)
Meningkatnya jumlah sampah disebabkan oleh semakin banyak sampah
yang langsung dimasukkan ke TPA, sehingga daya tampung sampah di TPA
semakin rendah. Grafik prediksi jumlah sampah yang tidak tertampung di TPA
menunjukkan bahwa sampah dari rumah tangga dan TPS jika langsung
dimasukkan ke TPA tanpa dilakukan pengolahan terlebih dulu akan berpengaruh
terhadap usia TPA, sedangkan sampah yang dimasukkan ke TPA setelah program
3R+1P menunjukkan jumlah sampah yang masuk ke TPA semakin rendah dan hal
ini akan berpengaruh terhadap usia TPA sendiri.
Berdasarkan beberapa skenario yang telah dihasilkan dapat dibuat
rekomendasi bahwa pada tahun 2013 sampah yang masuk ke TPA sudah melebihi
kapasitas. Langkah yang dapat diambil oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kota Depok dengan menambah luas TPA dan memaksimalkan program 3R+1P
lebih optimal lagi dimulai dari sumber sampahnya, sehingga sampah yang akan
masuk ke TPA semakin sedikit yang menyebabkan usia TPA dapat bertambah.
Menurut MENLH (2007) untuk mengurangi dampak dari pembuangan sampah
tersebut perlu dilakukan upaya pengurangan pembuangan sampah, melalui
program 3R (reuse, reduce, recycle). Penerapan 3R yang makin dekat dengan
sumber sampah tidak saja dapat mereduksi sampah yang dibuang ke TPA, selain
174
menghindari
pemakaian
dan
pembelian
produk
yang
175
Menyediakan
perlengkapan
untuk
pengisian
kembali
produk
umum
176
Soerjani et al. (2008) mengatakan, dasar-dasar bagi adanya peran serta tersebut
adalah: 1) memberi informasi kepada Pemerintah; 2) meningkatkan kesediaan
masyarakat untuk menerima keputusan; 3) membantu perlindungan hukum;
4) mendemokratisasikan pengambilan keputusan.
Di
Kanada
telah
dikembangkan
dengar
pendapat
umum
yang
Pengawas
MASYARAKAT
Pengelola
Pembiayaan
Reduksi sampah
Pemakaian kembali
Daur ulang
Pengolah
Bea jasa
pengolahan
sampah
Pemanfaatan
Komposting
Pemisahan
- Sampah organik
- Sampah anorganik
- B3
Armada pengangkutan
Anaerobik/biogas plant
Insinerator
TPA
Kegiatan ekonomi
-
Kerajinan
Daur ulang
Bahan baku produksi
Gambar 25. Sistem mekanisme peran serta masyarakat (MENLH dan JICA, 2003
7.5.2
Kerja sama
dengan dunia
usaha
177
178
lainnya;
f)
mengikuti
prosedur
kebersihan
yang
ditetapkan
Pemerintah.
Peran serta masyarakat adalah segala tindakan masyarakat, langsung atau
tidak langsung yang membantu ataupun mengurangi tugas pengelola kebersihan
dalam pengelolaan persampahan. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan
kebersihan dan persampahan di Kota Depok dapat dibagi dalam dua bentuk.
seperti pada Gambar 25.
7.5.2.1. Peran serta pada pembiayaan
Peran serta pada pembiayaan diwujudkan dengan membayar retribusi
kebersihan. Peran serta masyarakat dalam pembiayaan tampaknya cukup baik.
Hal ini dapat dilihat dari realisasi pemungutan retribusi dari tahun 2001
sampai 2005 yang rata-rata hampir mencapai 100% dari target (Tabel. 25)
Tabel 25. Target dan realisasi retribusi persampahan Kota Depok 2001-2005
TAHUN
2001
2002
2003
2004
2005
TARGET (Rp)
1,200,000,000
1,500,000,000
1,850,000,000
1,539,264,000
1,694,565,000
REALISASI (Rp)
1,255,921,000
1,363,283,000
1,850,000,000
1,539,400,000
1,715,958,000
104.66%
90.89%
100.00%
100.01%
101.26%
179
disertai dengan penyampaian aspek ekonomi atau keuntungan sebagai bagian dari
tawaran implementasi program. Hal tersebut sejalan dengan pengalaman salah
satu perusahaan multinasional dalam memperkenalkan program pengelolaan
sampah mandiri di DKI Jakarta, yang menilai bahwa dengan menyentuh rasa
180
dengan tiga cara pendekatan yang akan dilakukan secara bersamaan (1)
pendekatan skala kawasan dengan UPS; (2) pengolahan sampah skala rumah
tangga; dan (3) pendekatan skala TPA.
7.6.1. Unit Pengolahan Sampah (UPS) Skala Kawasan
Program yang dilakukan dengan pendekatan skala kawasan merupakan
upaya untuk mengubah paradigma pengelolaan sampah yang lama yaitu
kumpul-angkut-buang menjadi kumpul-angkut-manfaat. Program-program yang
dilakukan adalah membangun unit pengolahan sampah (UPS) dalam skala
kawasan.
Lahan yang diperlukan sejalan dengan kebijakan Pemerintah dalam
menangani masalah persampahan dengan mengacu pada Permen PU No.
21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan
Pengelolaan
Persampahan
terutama
yang
berkaitan
dengan
kebijakan
181
sampah
skala
kawasan
dapat
dilakukan
dengan
182
dengan luas 1000m2 dapat menampung sampah dengan atau tanpa proses
pemilahan sampah di sumber. TPST dengan luas <500m2 hanya dapat
menampung sampah dalam keadaan terpilah (50%) dan sampah campur
50%. TPST dengan luas <200m2 sebaiknya hanya menampung sampah
tercampur 20%, sedangkan sampah yang sudah terpilah 80%.
2) Fasilitas
Fasilitas yang digunakan di TPST meliputi wadah komunal, areal pemilahan
dan areal komposting serta dilengkapi dengan fasilitas penunjang lain seperti
saluran drainase, air bersih, listrik, barier (pagar tanaman hidup),
dan gudang penyimpan bahan daur ulang maupun produk kompos serta
biodigester (opsional). Wadah komunal (bin atau karung) memiliki volume
1 3 m3 yang dapat digunakan untuk menampung sampah dapur, sampah
kerin g (plastik, kertas), sampah B3 rumah tangga, dan residu yang harus
diangkut ke TPA.
3) Daur Ulang
Sampah yang didaur ulang minimal adalah kertas, plastik serta logam yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dan untuk mendapatkan kualitas bahan
daur ulang yang baik. Pemilahan sebaiknya dilakukan sejak dari sumber.
Pemasaran produk daur ulang dapat dilakukan melaui kerjasama dengan
pihak lapak atau langsung dengan industri pemakai. Daur ulang sampah B3
rumah tangga (terutama batu baterai dan lampu neon) dikembalikan ke
pihak produsen untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan
perundangan yang berlaku (PP 18/1999 tentang pengelolaan sampah B3).
Daur ulang kemasan plastik (air mineral, minuman dalam kemasan,
mie instan) sebelum dapat dikembalikan ke pihak produsen untuk diproses
lebih lanjut, sebaiknya dimanfaatkan untuk barang-barang kerajinan.
4) Komposting
Sampah yang digunakan sebagai bahan baku kompos adalah sampah dapur
(terseleksi) dan daun-daun potongan tanaman. Metode pembuatan kompos
183
dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan windrow system
dan penggunaan media EM-4. Metode windrow system dengan masa proses
3 bulan dapat dilakukan dengan cara menumpuk sampah setinggi
minimal 1 m, panjang 2 m dan lebar 1 m yang dilanjutkan dengan proses
pembalikan dan penyiraman (untuk menjaga kelembaban dan suhu optimal).
Metode dengan menggunakan EM-4 dalam proses pembuatan kompos dapat
mempercepat proses fermentasi, sehingga hanya membutuhkan waktu 5 6
hari. Perlu dilakukan analisis kualitas terhadap produk kompos secara acak
dengan variabel antara lain warna, C/N rasio, kadar N P K dan logam berat.
Pemasaran produk kompos dapat bekerjasama dengan pihak Koperasi dan
Dinas (Kebersihan, Pertamanan, Pertanian)
184
185
186
Sampah non hayati yang tidak memiliki nilai ekonomis juga dipilah pada
tahap tersebut. Bagian yang dapat terbakar akan diinsinerasi pada insinerator,
sedang bagian yang non-combustibel akan dikumpulkan secara khusus untuk
diangkut ke TPA. Pada instalasi tersebut akan ditempatkan 2 unit belt
conveyor sortasi dengan panjang masing-masing 10 m dan lebar 1 m.
Perlengkapan yang perlu disediakan adalah wadah-wadah untuk menampung
hasil sorting berdasarkan jenisnya dan alat untuk mobilisasi wadah-wadah
tersebut menuju penampungan sementara.
Estimasi sampah non hayati yang dipilah dapat didaur ulang 10%,
sedangkan sampah organik (hayati) yang dapat diproses menjadi kompos
50%. Sampah yang tergolong B3 diperkirakan 2%. Sisa pemilahan
merupakan sampah yang tergolong reject combustible dan reject noncombustible. Sampah yang tergolong reject combustible diperkirakan dapat
dibakar pada insinerator, sedangkan sampah yang merupakan
reject non-
187
sistem
pengomposan
konvensional.
Sistem
besar
kemungkinan
untuk
mengembangkan
proses
pengomposan dipercepat.
9) Penyaringan
Kompos matang kemudian
disaring dengan
menggunakan mesin
penyaring (ayakan) dan pada instalasi ini akan dipasang mesin penyaring yang
berdiameter wiremesh 4, 5 dan 10 mm dengan prinsip rotary screening.
Penyaringan sangat penting dilakukan untuk mendapatkan hasil kompos yang
baik, karena berdasarkan penelitian ternyata diameter materi kompos sangat
berpengaruh terhadap kompos itu sendiri.
10) Daur ulang plastik
188
Daur ulang bahan non organik berupa plastik akan dipisahkan dulu
berdasarkan jenisnya, kemudian diolah oleh mesin penghancur plastik sampai
menjadi biji plastik yang siap untuk diolah lebih lanjut. Daur-ulang plastik
bukan merupakan teknologi utama dalam pengolahan sampah terpadu, karena
plastik hasil pemilahan dapat langsung dijual ke lapak atau bandar plastik,
tetapi untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan teknologi secara
terpadu maka pengolahan sampah plastik juga direncanakan, disamping untuk
peningkatan nilai ekonomi (harga jual).
11) Daur Ulang Kertas
Sampah kering yang berupa kertas, seperti kertas karton, koran, dan
kardus dapat didaur ulang kembali menjadi kertas yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi. Pengolahan kertas merupakan teknologi pelengkap, bukan
sebagai teknologi utama dalam pengolahan sampah terpadu. Sampah kertas
dipilah
berdasarkan
jenisnya,
kemudian
dihancurkan
dengan
mesin
penghancur kertas dan selanjutnya dibentuk menjadi bubur kertas dan dapat
dicetak dengan cetakan yang dirancang khusus.
12) Biogas
Merupakan gabungan gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2)
yang muncul akibat proses biodegradasi materi organik dalam kondisi kurang
atau tanpa oksigen (O2). Biogas dapat dikonversi menjadi sumber energi
listrik.
MENLH dan JICA (2003) mengemukakan salah satu contoh negara yang
telah sukses melakukan pengelolaan
sampah
adalah
Kanada.
Sejumlah
189
ulang barang sisa dibanding untuk membuangnya, dan untuk memastikan bahwa
program 3R tersebut layak maka pusat daur ulang dimaksimalkan.
Hasil dari program tanpa sampah, lingkungan Kanada mampu memulai
pengumpulan dan pendauran ulang karet sintesis di daerah ibu kota. Prakarsa lain
di bidang manajemen sampah padat di Pemerintah Pusat Kanada meliputi: a)
Implementasi dari prakarsa penghematan kertas di seluruh Pemerintahan; b)
Implementasi pengurangan sampah secara menyeluruh dan program pupuk
kompos di correctional services Kanada; c) Pengembangan suatu pemandu
komunikasi program 3R oleh Dinas Peker jaan Umum dan Kantor Pemerintah
Kanada pada tahun 1997; d) Pengembangan suatu database Pekerjaan Umum dan
Kantor Pemerintah Kanada untuk menyimpan fasilitas informasi dasar tentang
timbulan sampah dan pengurangan sampah; e) Perancangan suatu model pelatihan
dasar komputer bagi Pemerintah hijau (computer based training = CBT) yang
berisi suatu manajemen sampah padat oleh panitia Pemerintah Pusat pada sistem
manajemen lingkungan (federal committee on environmental management system
= FCEMS).
7.7. Alternatif Pengolahan Sampah
Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok (2007) telah
melakukan upaya pengurangan jumlah sampah yang masuk ke TPA. Alternatif
pengelolaan sampah untuk mengurangi sampah masuk ke TPA Cipayung telah
dilakukan dengan beberapa cara adalah: konsepsi penanganan sampah dari
sumber, skenario pemilahan sampah non organik, skenario pembuatan kompos,
metode pembuatan kompos takakura, komponen prasarana/sarana 3R di sumber,
proses sosialisasi, dan pembiayaan dan insentif.
7.7.1 Konsepsi Penanganan Sampah dari Sumber
Penanganan sampah hendaknya tidak lagi hanya bertumpu pada aktivitas
pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan sampah. Pengelolaan sampah dari
sumbernya diharapkan dapat menerapkan upaya minimisasi, yaitu dengan cara
mengurangi, memanfaatkan kembali, dan mendaur ulang sampah yang dihasilkan.
Pengurangan sampah hendaknya dilakukan sejak sampah belum terbentuk yaitu
190
dengan
memisahkan
sampah
kertas,
plastik
dan
logam/kaca
takakura sebagai
komposter.
Pembuatan
kompos
dengan
gentong
(alasnya dilubangi dan diisi kerikil serta sekam), merupakan cara sederhana
karena seluruh sampah organik dapat dimasukkan dalam gentong, diperlukan
2 gentong untuk setiap rumah yang dapat diletakkan di halaman rumah.
191
192
biogas/anaerobik,
pabrik
skala
landfill;
(b) Teknologi tepat guna, misalnya kantung, tong, keranjang sampah, gerobak
sampah dan komposter (Gambar 26).
Teknologi pengelolaan sampah tersebut dapat dimanfaatkan pada beberapa
kegiatan di antaranya adalah (a) Proses produksi barang, yaitu penerapan
teknologi bersih, produk dan kemasan ramah lingkungan serta teknologi nir
limbah; (b) Pemisahan sampah, yaitu kantong, tong, keranjang sampah,
pemisah magnetik, tungku pembakar, dan ban berjalan; (c) Pemanfaatan sampah,
yaitu tekhnologi daur ulang, dan teknologi pengomposan; (d) Pengangkutan
sampah, yaitu truk, dump truk, truk pemadatan, buldozer, dan gerobak sampah;
(f) Pengelolaan sampah, yaitu insinerator dan biogas; (g) Pembuangan, yaitu
sanitary landfill/controlled landfill.
193
PRODUKSI
- Teknologi bersih
- Teknologi air limbah
- Produk ramah
lingkungan
KONSUMSI
3R
SAMPAH
- Organik
- Anorganik
PEMISAHAN
- Kantung, tong,
keranjang sampah
trklasifikasi
- Ban berjalan
- Pemisah magnetic
- Tungku pembakar
SENTUHAN
TEKHNOLOGI
- High Technology
- Teknologi tepat guna
PEMANFAATAN
- Komposter
- Kawasan industri
sampah
- Teknologi daur ulang
- Pembuat kertas daur
ulang
PENGOLAHAN
Insinerator
Biogas/anaerobic plant
PENGANGKUTAN
- Truk, dump truckk
- Truk kompaktor
- Gerobak sampah, gerobak
modifikasi
- Excavator, bulldozer
- Perahu sampah
PEMBUANGAN
Sanitary landfill/ Controlled landfill
194
Regulasi
TPA
Resource recovery
Insentif
Infrastruktur
Pendidikan Lingkungan
Komposting
Audit Pengelolaan Sampah
Masyarakat :
-
Pelaksanaan 3 R
Daur ulang
Komposting
Pemilahan di sumber
Swasta :
- Produksi ramah
lingkungan
- Tanggung jawab
produser
- Program Buy Back
- Agen daur ulang
- Pembeli barang lapak
195
Pilihan
Pemanfaatan
kembali/daur ulang
Level TPA
Pilihan
Pilihan
Pilihan
Pengangkutan dari
TPS ke TPA
Level TPS
Pilihan
Level Rumah
Tangga
Pilihan
Pengumpulan ke
TPS
masyarakat/kelambagaan
dapat
dilakukan
dengan
196
swadaya masyarakat (pewadahan dan komposting di tingkat KK); (2) Modal awal
pembuatan
atas
(1) Operasional dan pemeliharaan berupa iuran bulanan dan penjualan produk
daur ulang berupa kompos, barang dagangan, dan produk bahan bangunan;
(2) Pengakuan seperti penghargaan, insentif, expose kepada pihak luar,
studi banding, dan replikasi.
Alternatif pengelolaan sampah yang difokuskan adalah prinsip 3R
(reuse, reduce, recycle). Kegiatan saat ini sudah banyak dilakukan oleh
masyarakat adalah recycle, dengan istilah yang lebih dikenal oleh masyarakat
adalah daur ulang. Cara daur ulang yang umumnya dilakukan masyarakat
adalah komposting untuk sampah organik. Metode yang telah dicoba dan dikembangkan oleh masyarakat untuk mengelola sampah secara mandiri baik
komunal maupun domestik (rumah tangga), antara lain:
1. Keranjang Takakura
Metode ini cukup berhasil untuk diterapkan pada masyarakat, namun karena
kapasitasnya kecil maka lebih cocok untuk skala domestik (rumah tangga).
Desain yang bagus dan tidak makan tempat, seperti halnya keranjang plastik
biasa membuat alat tersebut fleksibel untuk ditempatkan di dapur.
2. Tong Komposter (Semi Aerob)
Tong komposter semi aerob ini mempunyai ukuran lebih besar, dan
mempunyai lubang-lubang pengeluaran udara (exhause) untuk mendukung
sistem semi aerob (an-aerob fakultatif) pada proses fermentasi dan
dekomposisi. Kapasitas tampungnya lebih besar karena dibuat dari bahan
dasar tong plastik berkapasitas 50 liter. Tong tersebut untuk skala rumah
tangga, tetapi dengan jumlah banyak maka bisa diterapkan untuk skala
komunal. Desain tong tersebut memiliki lubang di bagian dasarnya yang
sangat sesuai untuk diterapkan dengan kombinasi penggunaan bakteri
pengurai pada campuran bahan sampah organik sebelum dimasukkan ke
dalam tong komposter ini. Lubang di bagian dasar dan di bagian exhause
197
namun
demikian
EPR
tidak selalu
dapat
melaksanakan
atau
mempraktekkan, mungkin baru sesuai untuk pelarangan terhadap materialmaterial yang berbahaya dan beracun dan material serta produk yang bermasalah.
Satu sisi, penerapan larangan penggunaan produk dan EPR untuk memaksa
industri merancang ulang, dan pemilahan di sumber. Komposting dan daur ulang
merupakan sistem-sistem alternatif. Komunitas-komunitas telah banyak yang
telah mampu mengurangi 50% penggunaan landfill atau insinerator bahkan
beberapa sudah mulai mengubah pandangan mereka untuk menerapkan
Zero Waste atau bebas sampah .
7.10. Rekomendasi Pengelolaan dan Pengolahan Sampah Kota Depok
7.10.1. Strategi Pengembangan
Pengembangan kapasitas pelayanan kebersihan akan dilakukan secara
bertahap, karena kemampuan pengelola untuk melaksanakan peningkatan
198
kapasitas
pelayanan
hingga
seluruh
daerah
terlayani
masih
terbatas.
Berdasarkan keterbatasan tersebut maka daerah yang akan dilayani hanya daerah
yang mempunyai kepadatan lebih besar dari 50 jiwa/ha, sedangkan daerah yang
mempunyai kepadatan < 50 jiwa/ha maka kebersihannya masih dapat dilakukan
dengan memanfaatkan lahan yang ada (penanganan secara individual yaitu
dengan pembakaran atau penimbunan) tanpa menimbulkan resiko pencemaran
yang besar (masih dalam batas toleransi).
Daerah urban akan mendapatkan pelayanan kebersihan. Pengembangan
daerah pelayanannya akan dilakukan berdasarkan urutan prioritas kebutuhan
pelayanan kebersihan. Prioritas ditetapkan berdasarkan beberapa kriteria yaitu
kepadatan daerah terbangun, potensi ekonomi dan kesesuaian dengan rencana
induk kota.
7.10.1.1. Kepadatan Daerah Terbangun
Daerah yang mempunyai kepadatan tinggi akan mendapatkan prioritas utama
untuk
mendapat
dilayani ditetapkan yang mempunyai kepadatan lebih besar atau sama dengan
50 jiwa/ha.
7.10.1.2. Potensi Ekonomi
Potensi ekonomi yang dimaksud adalah kemampuan dan kemauan masyarakat
untuk ikut serta dalam pembiayaan pengelolaan kebersihan dengan cara
membayar retribusi yang ditetapkan Pemerintah Kota Depok.
199
TPS pasangan batu bata kapasitas 4 m3 yang akan dilaksanakan pada tahap
mendesak.
7.10.2. Aspek Tekhnik Operasional
7.10.2.1. Rencana Daerah dan Tingkat Pelayanan
Keterbatasan pengelola untuk mencapai sasaran daerah urban dapat
terlayani
dengan
penetapan
wilayah
pelayanan.
Prinsip
dasar
dalam
kepadatan
penduduk.
Pengembangan daerah
pelayanan
persampahan
200
langsung ini juga dibedakan dalam dua tipe, yang dibedakan berdasarkan jenis
alat pengangkut yang digunakan yaitu dump truk dan arm roll.
Pola komunal ada dua tipe yang digunakan. Perbedaan kedua tipe tersebut
adalah pada penggunaan jenis alat angkut yang digunakan. Pada pola komunal
Tipe I digunakan alat angkut dump truk sedangkan pada Tipe II digunakan alat
angkut arm roll. Pola Pelayanan yang direncanakan untuk Kota Depok dipilih
dengan mempertimbangkan halhal sebagai berikut: (a) Pemanfaatan sarana dan
prasarana yang ada; (b) Topografi daerah pelayanan yang relatif datar; (c) Letak
rumah tinggal yang pada umumnya mengikuti/menelusuri jalan; (d) Volume
sampah masing masing penghasil sampah; dan (e) Kepadatan penduduk.
7.10.2.2.1. Pola Pelayanan untuk Tahap Mendesak
Pola pelayanan yang akan digunakan untuk tahap mendesak sama dengan pola
pelayanan pelayanan saat sekarang dan ditambah dengan UPS (Unit Pengolahan
Sampah) atau pengolahan sampah yang berbasis masyarakat. Jumlah lokasi UPS
pada tahap sekarang sebanyak 20 lokasi. Pola perencanaan dalam rangka
peningkatan pelayanan persampahan/ kebersihan di Kota Depok terdiri atas
(1) pola pelayanan skala rumah tangga; (2) pola penanganan skala kawasan; dan
(3) pola penanganan skala kota.
7.10.2.2.2. Pola Pelayanan Untuk Tahap Jangka Menengah
Pola pelayanan yang digunakan pada tahap pelayanan jangka menengah
tersebut merupakan pelengkapan terhadap pola pelayanan yang digunakan pada
tahap mendesak. Pelengkapan tersebut terdapat pada penggunaan UPS lebih
banyak. Jumlah lokasi UPS pada tahap sekarang menjadi 63 lokasi.
Pelaksanaan kegiatan 3R yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan
kembali), dan recycle (mendaur ulang) sampah yang dihasilkan oleh masyarakat
akan mengurangi jumlah sampah secara langsung tanpa memerlukan upaya
keahlian khusus oleh masyarakat, dengan demikian penyuluhan tentang reduce
(mengurangi) dan reuse (mengunakan kembali) yang dilakukan lebih kepada
upaya untuk mengubah pola pikir masyarakat dalam memperlakukan bahan bekas.
Penyuluhan tentang kegiatan
201
untuk mengubah pola pikir masyarakat dalam memperlakukan bahan bekas dan
juga upaya memberikan keahliaan khusus untuk mengolah sampah menjadi
bentuk baru, seperti pelatihan pembuatan kompos, kertas daur ulang.
Hasil pengamatan terhadap komposisi sampah di Kota Depok, kegiatan
daur ulang (recycle) yang layak dilakukan adalah pembuatan kompos serta daur
ulang plastik, besi, dan kuningan. Pelaksanaan daur ulang saat ini sudah dilakukan
di TPA Cipayung. Untuk memperkenalkan dan meyakinkan masyarakat agar mau
melaksanakan pembuatan kompos tersebut, pengelola kebersihan Kota Depok
perlu
melakukan
proyek
perintisan/percontohan
pembuatan
kompos
dan
202
203
204
terhadap pe-langgaran
Perda
sudah
205
206
207
Tahapan Pengelolaan
Sampah Terpadu
Cegah
Keterangan
Diterapkan dengan meminimalkan jumlah barang yang digunakan.
Pengurangan dilakukan tidak hanya berupa jumlah, tetapi juga
mencegah penggunaan barang-barang yang mengandung kimia
berbahaya dan tidak mudah terdekomposisi
2.
3.
4.
Tangkap
energi
recover)
(energy
5.
Buang (dispostal)
7.11. Kesimpulan
Tahun 2013 sampah yang masuk ke TPA Cipayung diprediksikan sudah
melebihi kapasitas daya tampungnya, maka langkah yang dapat diambil oleh
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok adalah dengan menambah luas
TPA dan memaksimalkan lagi program 3R + 1P dimulai dari sumber sampahnya,
sehingga sampah yang akan masuk ke TPA semakin sedikit dan usia TPA dapat
bertambah serta dapat mengurangi biaya operasional pengangkutan sampah ke
TPA. Peran serta masyarakat dalam pembiayaan tampaknya cukup baik.
Hal ini dapat dilihat dari realisasi pemungutan retribusi dari tahun 2001 sampai
2005 yang rata-rata hampir mencapai 100% dari target. Hasil survei rumah tangga
memperlihatkan bahwa sejumlah sampel rumah tangga yang mendapatkan
208
209
Saat ini Kota Depok merupakan salah satu wilayah yang sedang berkembang sangat pesat. Letak geografis Kota Depok yang berbatasan langsung
dengan Kota Jakarta yang merupakan Ibu kota Negara, membuat posisi Kota
Depok sangat strategis. Hal ini yang membuat Kota Depok semakin berkembang.
Kota Depok menjadi daerah lintas antara Jawa Barat dan Jakarta, bahkan Kota
Depok menjadi wilayah yang sangat startegis untuk bermukim warga masyarakat
dari Jawa Barat maupun warga masyarakat dari kota lainnya. Kota Depok
merupakan daerah penyeimbang atau counter magnet sekaligus penyangga Kota
Jakarta, sehingga menyebabkan terjadinya perkembangan pembangunan dibidang
sarana dan prasarana serta infrastruktur. Pesatnya perkembangan pembangunan
menyebabkan laju pertumbuhan penduduk di Kota Depok meningkat. Peningkatan
jumlah sampah diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk. Hal ini terjadi
karena pola hidup masyarakat Kota yang semakin konsumtif, sehingga mempengaruhi jumlah timbulan sampah yang dihasilkan, akhirnya meningkatkan
beban kinerja TPA jika sampah tersebut tidak dikelola dari sumbernya (Buana,
2004).
Persampahan merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup yang
semakin meningkat dan komplek. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk,
timbulan sampah dengan akumulasi buangan sampah padat yang bersumber dari
berbagai kegiatan masyarakat juga ikut meningkat. Oleh sebab itu, diperlukan
suatu sistem pengelolaan yang cepat dan cermat guna memelihara dan
meningkatkan kualitas lingkungan, sosial, ekonomi, dan kesehatan terutama
terhadap masyarakat yang bertempat tinggal dekat dengan lokasi TPA Cipayung.
Salah satu upaya dalam melaksanakan pembangunan berwawasan
lingkungan adalah mereduksi sampah dari sumbernya langsung. Kegiatan tersebut
merupakan implementasi dari prinsip 3R+1P yaitu reduce (mengurangi), reuse
(menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), dan partisipasi (pelibatan
masyarakat) (MENLH dan JICA, 2003).
211
positif.
Mereka
yang
merasa
tidak
mendapat
manfaat,
tanggapannya negatif.
Sikap positif umumnya ditunjukkan oleh masyarakat lokal, sementara
sikap negatif lebih banyak ditunjukkan oleh komunitas pendatang, yang hanya
tinggal di sekitar TPA tetapi bekerja di tempat lain. Gangguan lingkungan yang
dikeluhkan masyarakat akibat dampak TPA yang dirasakan oleh responden di
antaranya adalah bau sebanyak 45,98%, banyak lalat sebanyak 8,05%,
212
macet sebanyak 1,15%, lainnya (tidak terkena dampak) sebanyak 4,60%, bau dan
banyak lalat sebanyak 32,18%, banyak lalat dan pencemaran air sebanyak 1,15%,
bau, banyak lalat dan pencemaran air sebanyak 2,29%, serta bau, banyak lalat,
macet dan pencemaran air sebanyak 4,60%. Keluhan tersebut dirasakan hampir
merata baik dari penduduk Kampung Benda Barat, Kampung Bulak Barat, dan
Blok Rambutan ketiganya masuk wilayah Kelurahan Cipayung serta Kelurahan
Pasir Putih. Bau menurut mereka tidak terjadi secara rutin, namun bersifat
sementara dan berhubungan dengan arah angin dengan durasi yang juga tidak
menentu, biasanya antara 5 hingga 15 menit. Menurut penduduk, bau akan terjadi
jika terjadi pembongkaran sampah yang sudah mulai membusuk dan kebetulan
ada angin bertiup ke arah pemukiman.
Pada kondisi normal, masalah bau busuk sebenarnya tidak ditemui.
Pada dasarnya masyarakat sudah maklum dengan kondisi bau sampah, mengingat
tempat tinggal mereka berdekatan dengan TPA, namun tetap saja penduduk
merasa terganggu. Bagi masyarakat di RT 04/02 Pasir Putih bagian Selatan,
bau bercampur dengan bau peternakan ayam yang lebih dominan, sehingga
bau sampah tidak dirasakan terlalu mengganggu. Selain akibat keberadaan TPA,
masalah bau dikeluhkan masyarakat Blok Rambutan khususnya akibat lalu-lintas
truk pengangkut sampah. Menurut penduduk setempat, truk sampah yang sudah
kosong dan masih kotor, menebarkan bau yang lebih keras ketimbang truk yang
masih terisi muatan. Selain masalah bau, kedatangan lalat juga dikeluhkan oleh
sebagian penduduk. Namun demikian, menurut tokoh masyarakat setempat,
kedatangan lalat tidak identik dengan keberadaan TPA. Lalat hanya datang ke
pemukiman pada awal musim penghujan dan musim mangga, serta terjadi
menyeluruh baik wilayah yang dekat dengan TPA maupun wilayah yang relatif
jauh. Warga Kampung Bulak Barat menjelaskan lalat tersebut datang selain
setelah hujan turun juga di karenakan adanya ceceran sampah di sepanjang jalan
menuju TPA.
Keresahan masyarakat dapat di atasi jika pengelolaan sampah dapat
dilakukan secara profesional. Permasalahan lalat tidak akan muncul jika
penyemprotan anti lalat dilakukan secara rutin terutama di saat musim hujan.
213
214
SMU sebanyak 26,44%, perguruan tinggi sebanyak 4,5% dan yang tidak lulus
SD/sederajat sebanyak 10,34%. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat akan
berpengaruh terhadap rendahnya kesadaran masyarakat untuk memelihara
lingkungan. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang paling
berpengaruh terhadap keberhasilan suatu program kegiatan, karena pendidikan
akan mempengaruhi pola pikir masyarakat untuk memelihara lingkungan.
Pendidikan pada dasarnya adalah pemberian informasi (pengetahuan) tentang baik
dan buruknya sesuatu hal yang dilakukan oleh manusia (seperti sisi positif dan
negatif sampah).
Perkembangan kesehatan responden di sekitar kawasan TPA Cipayung
menunjukkan penyakit yang paling sering diderita diare, demam, infeksi kulit dan
ISPA. Penyakit lainnya yang diderita oleh responden sekitar kawasan TPA adalah
sakit kepala, hypertensi, tipus, gatal-gatal, dan kembung. Sebagian besar
masyarakat di sekitar TPA berobat ke puskesmas, dokter, klinik, atau hanya
sekedar membeli obat di warung atau tidak berobat sama sekali. Masyarakat di
sekitar TPA Cipayung berharap adanya peningkatan pelayanan kesehatan serta
penyediaan fasilitas kesehatan di sekitar lokasi TPA Cipayung.
Upaya untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan akibat pengelolan
sampah yang belum maksimal, maka perlu dilakukan kebijakan dalam
pengelolaan sampah tersebut. Pemangku kepentingan yang paling berpengaruh
dalam pengelolaan sampah di TPA Cipayung yang mendapat prioritas pertama
adalah Pemda, aktor yang mempunyai tingkat kepentingan paling tinggi terhadap
penentuan alternatif kebijakan pengelolaan TPA Cipayung di Kota Depok.
Pengaruh dan peran Pemda dalam pengelolaan TPA Cipayung mengacu pada UU
No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah, dan diperkuat dengan UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah memiliki
kekuasaan penuh untuk melakukan pengelolaan TPA Cipayung di Kota Depok.
Swasta atau Dunia Usaha merupakan salah satu pemangku kepentingan yang
mempunyai peran terhadap pengelolaan TPA Cipayung.
sebagai pengelolaan sampah dalam hal penggalian sumber dana untuk investasi
215
Depok.
Hasil analisis gabungan pendapat seluruh pemangku kepentingan terhadap
aspek ekologi mendapat perioritas pertama, prioritas kedua aspek ekonomi dan
prioritas ketiga aspek sosial. Hasil analisis tersebut menunjukkan pengelolaan
TPA Cipayung cenderung mementingkan aspek ekologi untuk kepentingan
pengelolaan lingkungan di wilayah TPA Cipayung, sehingga mencegah terjadinya
kerusakan lingkungan di sekitar kawasan TPA Cipayung. Aspek ekonomi dan
sosial tetap diperhatikan dalam pengelolaan sampah di TPA Cipayung, sehingga
tidak menimbulkan konflik dengan masyarakat sekitar kawasan TPA Cipayung
yang sering mendapatkan dampak dari kegiatan pengelolaan sampah di
TPA Cipayung. Upaya mewujudkan penerapan suatu kebijakan pengelolaan
TPA
Cipayung,
sangat
diperlukan
alternatif-alternatif
kebijakan
dalam
216
217
Salah satu usaha mereduksi sampah yang dapat dilakukan adalah dengan
membuat model pengelolaan sampah di Kota Depok agar tidak terjadi timbunan
sampah di TPA Cipayung. Program pengelolaan sampah dapat dimulai dari skala
rumah tangga sampai proses pembuangan di TPA Cipayung Kota Depok dengan
pengembangan program sistem pengelolaan sampah dengan menerapkan program
3R+1P. Pengembangan pola pengelolaan sampah dengan pola 3R+1P diharapkan
mampu mengenali kondisi saat ini untuk menjadikan dasar dalam merancang
model pengelolaan sampah berwawasan lingkungan.
Dalam model pengelolaan sampah, parameter yang diamati dalam
penelitian ini adalah usia TPA tanpa mengurangi sampah dari tingkat rumah
tangga, TPS dengan menggunakan pola 3R+1P, pengurangan (reduce), pemakaian
kembali (reuse) dan daur ulang (recycle) dan partisipasi. Variabel yang diamati di
antaranya 1) Jumlah penduduk; 2) Jumlah sampah; 3) Sampah organik; 4) Jumlah
tempat pembuangan sampah; 5) Sisa sampah, dan 6) Daya tampung lokasi Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Variabel-variabel tersebut digunakan untuk menyusun
model pengelolaan sampah dengan pola 3R+1R.
Hasil analisis sistem dinamis, menunjukkan perkembangan jumlah sampah
di TPS dan sampah TPA yang semakin meningkat dari tahun ketahun.
Jumlah sampah rumah tangga yang tidak terangkut sebesar 66%, Jumlah sampah
di TPS sebesar 98% dari jumlah akumulasi sampah yang tidak terangkut.
Jumlah sampah di TPA sebesar 34 % dari jumlah sampah rumah tangga.
Akumulasi sampah yang tidak tertampung di TPA dipengaruhi oleh jumlah
sampah yang akan masuk ke TPA dan daya tampung TPA. Apabila jumlah
sampah yang masuk melebihi daya tampung TPA maka sisanya tidak akan
tertampung.
Pada tahun 2011, dengan menggunakan pola pemilahan dari tingkat RT
dan TPS diprediksikan jumlah sampah yang masuk ke TPA Cipayung sebanyak
1.200.000 m3. Pada tahun 2012 akan bertambah menjadi 1.500.000 m3, dan pada
tahun 2013 kemampuan TPA untuk menampung sampah sudah melebihi daya
tampung. Dengan menerapkan pola 3R dari sumber sampah diprediksikan jumlah
sampah akan terus berkurang, sehingga usia TPA bertambah. Peningkatan pola
218
sedangkan
contoh
dengan
melakukan
pertambahan
IX.
9.1. Kesimpulan
1. Kualitas lingkungan dari hasil pengukuran kualitas air di sekitar kawasan TPA
Cipayung menunjukkan, beberapa variabel kimia sudah di atas NAB yang
diizinkan oleh peraturan yang telah diijinkan, di antaranya adalah variabel
Besi, Mangan, Nitrit, BOD5, COD, DO, Seng, dan Fenol. Berdasarkan
pengklasifikasian tingkat pencemaran dari limbah domestik variabel BOD dan
COD termasuk ke dalam tingkat pencemaran sedang, sedangkan variabel fisik
lainnya masih di bawah NAB yang diizinkan. Dampak positif yang
ditimbulkan dari kegiatan TPA Cipayung adalah memberikan manfaat
ekonomi berupa pembukaan kesempatan kerja dan berusaha bagi warga
sekitar. Dampak negatifnya adalah: bau, banyak lalat, macet, pencemaran air,
lalu lintas truk sampah dan ceceran sampah, abrasi dan perpindahan aliran
sungai Pesanggrahan, rendahnya harga tanah dan bangunan sekitar TPA.
Kesehatan masyarakat disekitar kawasan TPA Cipayung umumnya menderita
penyakit diare, demam, infeksi kulit dan ispa. Penyakit lainnya yang sering
diderita adalah sakit kepala, hypertensi, tipus, gatal-gatal, dan kembung.
2. Rancangan strategi kebijakan pengelolaan sampah di TPA Cipayung
Kota Depok yang dikembangkan berdasarkan hasil analisis AHP adalah:
a. Optimalisasi pengelo laan sampah. Peningkatan laju timbulan sampah
perkotaan (2-4% /tahun) yang tidak diikuti dengan ketersediaan sarana dan
prasarana persampahan yang memadai akan berdampak pada pencemaran
lingkungan. Apabila hanya mengandalkan pola kumpul-angkut-buang
maka, beban pencemaran akan selalu menumpuk di lokasi TPA.
Oleh sebab itu, perlu adanya penerapan sistem pengelolaan sampah yang
mampu mengoptimalisasikan sistem yang sudah ada saat ini.
b. Optimalisasi petugas kebersihan. Keterbatasan Sumber Daya Manusia
(SDM) merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh DKP
Kota Depok. Lemahnya SDM mempengaruhi fungsi perencanaan dan
pengendalian pengelolaan sampah.
220
221
4.
Produk hasil pengolahan sampah (kompos, tenaga listrik, dan produk daur
ulang) akan terasa sangat bermanfaat jika mempunyai nilai ekonomis yang
tinggi. Oleh sebab itu, untuk mengetahui kelayakan usaha pemasaran produk
diperlukan adanya analisis finansial suatu usaha. Pada penelitian ini, proses
pembuatan kompos secara aerobik tidak menguntungkan. Oleh karena itu,
apabila Pemerintah akan melakukan subsidi kompos secara aerobik maka,
subsidi tersebut harus lebih besar dari kerugian yang diderita oleh produsen
kompos.
9.2. Saran
1. Program 3R+1P yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali),
recycle (mendaur ulang), dan partisipasi (pelibatan masyarakat) dapat
disosialisasikan ke masyarakat luas, sehingga program benar-benar dapat
terlaksana di lapangan.
2. Program 3R+1P yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali),
recycle (mendaur ulang), dan
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, S.Z. 2000. Kebijakan Publik. Penerbit Yayasan Pancur Siwah. Jakarta.
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Universitas Negeri Jakarta. Andi.
Yogyakarta.
Ahadis. 2005. Pengaruh Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terhadap Perairan di
Sekitarnya: Studi Kasus TPA Bantar Gebang Bekasi. Disertasi. Program
Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Aminullah, E. 2004. Berpikir Sistemik Untuk Pembuatan Kebijakan Publik,
Bisnis, dan Ekonomi. Penerbit PPM. Jakarta.
Ancok, D. 2008. Mengembangkan Perilaku Positif dalam Pengelolaan Sampah
dan Air Limbah.UGM Press. Yogyakarta.
Anonymous. 2004. Panduan Umum Subsidi Kompos (Edisi Revisi Januari 2004).
Team Teknis Kompos Nasional. Western Java Environmental Management
Project (WJEMP). 86 pp.
Anonymous. 2000. RTRW Kota Depok. Depok.
Astuti, E.B. 2005. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Tempat
Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Melalui Penguatan Kemampuan
Masyarakat Dalam Pemeliharaan Lingkungan Sehat. Tesis. Program Pasca
Sarjana. IPB. Bogor.
Bappeda Kota Depok. 2000. RTRW Kota Depok 2000-2010. Bappeda Kota
Depok. Depok.
Badan Pusat Statistik Kotamadya Kota Depok [BPS]. 2007. Kota Depok Dalam
Angka 2007. Bapeda Kota Depok. Depok.
Balle, M. 1994. Managing with Systems Thinking, Making Dynamics Work for
You in Business Decision making. Irwin McGraw Hill. London.
Betty dan W.P, Rahayu. 1990. Penanganan Limbah Industri Pangan. PAU. Bogor.
Bintoro, H.M.H. 2008. Sampah Kota, Kompos dan Banjir. IPB Press. Bogor.
Buana. 2004. Bergulat Melawan Sampah. Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Pemerintah Kota Depok. Depok.
223
224
225
Kordi, K. M.G.H dan A.B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air: dalam
Budi Daya Perairan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
226
227
228
Usman, H. dan P.S. Akbar. 2006. Metodologi Penelitian Sosial. Bumi Aksara.
Jakarta.
Ventosa, I.P. 2003. Potensial Use of Feebate Systems to Foster Environmentally
Sound Urban Waste. 3-7. CalRecovery, Inc. CA. USA.
Wardhana, W. A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi.
Yogyakarta.
Widyatmoko. 2001. Menghindari, Mengolah dan Menyingkirkan Sampah. Abdi
Tandur. Jakarta.
Wiyatmoko, H. dan Sintorini. 2002. Menghindari, Mengelola dan Menyingkirkan
sampah. Abdi Tandur. Jakarta.
Winardi. 1999. Pengantar Tentang Teori Sistem dan Analisis Sistim. Penerbit
Mandar Maju. Bandung.
Winardi, D. 2004. Pelatihan Pengelolaan Sampah dan Teknologi Pengomposan.
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yustina, I. dan Sudrajat, A. 2007. Pemberdayaan Manusia Pembangunan yang
Bermartabat. Pustaka Bangsa Press. Bogor.
229
Lahan Hijau
Pengaturan Pemulung
Pipa Gas & Lindi
230
231
TIMBULAN SAMPAH :
3,445 m3/hari
Rumah Tinggal
TPS
Pasar
Sekolah
Perkantoran
Lain-lain
230
231
231
Menerapkan 3R
Total
Kecamatan
Kelurahan
Ya
Jml
Tidak
%
Jml
Jml
Beji
0%
100%
100%
Beji Timur
0%
100%
100%
20%
80%
100%
0%
100%
100%
7%
14
93%
15
100%
Beji
Kemiri Muka
Tanah Baru
Total
Menerapkan 3R
Total
Kecamatan
Kelurahan
Ya
Jml
Cilangkap
Cisalak Pasar
Curug
Harjamukti
Cimanggis
Tidak
%
Jml
Jml
0%
100%
100%
0%
100%
100%
50%
50%
100%
0%
100%
100%
Jatijajar
0%
100%
100%
Mekar Jaya
0%
100%
100%
Pasir Gunung
Selatan
0%
100%
100%
0%
100%
100%
0%
100%
100%
0%
100%
100%
5%
38
95%
40
100%
232
Lampiran 3 (Lanjutan)
Menerapkan 3R
Total
Kecamatan
Kelurahan
Ya
Jml
Limo
Tidak
%
Jml
Jml
Cinere
0%
100%
100%
Gandul
0%
100%
100%
Grogol
0%
100%
100%
Krukut
0%
100%
100%
Limo
0%
100%
100%
Meruyung
0%
100%
100%
Pangkalan Jati
Baru
0%
100%
100%
0%
100%
100%
0%
100%
100%
0%
37
93%
37
100%
Pangkalan Jati
Lama
Total
Sumber: Survei Rumah Tangga
Menerapkan 3R
Total
Kecamatan
Kelurahan
Ya
Jml
Bojong Pondok
Terong
Tidak
%
Jml
Jml
0%
100%
100%
0%
100%
100%
0%
100%
100%
0%
100%
100%
0%
100%
100%
0%
100%
100%
0%
100%
100%
0%
20
100%
20
100%
Cipayung
Pancoran
Mas
Depok
Depok Jaya
Pancoran Mas
Rangkapan Jaya
Ratu Jaya
Total
Sumber: Survei Rumah Tangga
233
Lampiran 3 (Lanjutan)
Menerapkan 3R
Total
Kecamatan
Kelurahan
Ya
Jml
Tidak
%
Jml
Jml
Bedahan
0%
100%
100%
Bojong Sari
0%
100%
100%
0%
100%
100%
Cinangka
0%
100%
100%
Curug
0%
100%
100%
Duren Mekar
0%
100%
100%
Duren Seribu
0%
100%
100%
Kedaung
0%
100%
100%
Pasir Putih
0%
100%
100%
Pengasinan
0%
100%
100%
Pondok Petir
0%
100%
100%
Sawangan
0%
100%
100%
Sawangan Baru
0%
100%
100%
Serua
0%
100%
100%
0%
70
100%
70
100%
Sawangan
Total
Sumber: Survei Rumah Tangga
Menerapkan 3R
Total
Kecamatan
Kelurahan
Ya
Jml
Sukmajaya
Tidak
%
Jml
Jml
Abadi Jaya
0%
100%
100%
Bakti Jaya
0%
100%
100%
Cisalak
0%
100%
100%
Kalibaru
0%
100%
100%
Mekar Jaya
0%
100%
100%
Sukamaju
0%
100%
100%
Sukmajaya
0%
100%
100%
0%
35
93%
15
100%
Total
Sumber: Survei Rumah Tangga
234
Kelurahan
Total
Dibuang ke
kosong
Dibuang ke jalan
sungai
Lain-lain
Jml
Jml
Jml
Jml
Jml
Jml
50%
0%
50%
0%
0%
100%
Kukusan
0%
80%
20%
0%
0%
100%
Pondok Cina
0%
60%
40%
0%
0%
100%
Tanah Baru
0%
33%
0%
0%
67%
100%
7%
53%
27%
0%
13%
15
100%
Beji Timur
Beji
Dibuang ke tanah
Dibakar
Total
Kelurahan
Dibakar
Jml
Cimanggis
Dibuang ke tanah
Dibuang ke
kosong
sungai
Lain-lain
Jml
Jml
Jml
Cilangkap
0%
100%
0%
0%
0%
100%
Ciampeun
0%
100%
0%
0%
0%
100%
Curug
0%
100%
0%
0%
0%
100%
Harja Mukti
0%
50%
50%
0%
0%
100%
Jatijajar
0%
67%
33%
0%
0%
100%
Leuwinanggung
0%
100%
0%
0%
0%
100%
Tapos
0%
20%
80%
0%
0%
100%
0%
19
76%
24%
0%
0%
25
100%
Total
Sumber: Survei Rumah Tangga
Jml
Total
Dibuang ke jalan
Jml
235
Lampiran 4 (Lanjutan)
Limo
Kelurahan
Dibakar
Grogol
Total
Dibuang ke tanah
Dibuang ke
kosong
sungai
Jml
Jml
Jml
33%
34%
33%
33%
34%
33%
Total
Dibuang ke jalan
Jml
Lain-lain
Jml
Jml
0%
0%
100%
0%
0%
100%
Kelurahan
Dibakar
Jml
Sukmajaya
Dibuang ke tanah
Dibuang ke
kosong
sungai
Jml
Jml
Cilodong
0%
100%
0%
0%
0%
100%
Jatimulya
0%
100%
0%
0%
0%
100%
Kalimulya
0%
100%
0%
0%
0%
100%
Tirta Jaya
0%
100%
0%
0%
0%
100%
0%
20
100%
0%
0%
0%
20
100%
Jml
Lain-lain
Total
Jml
Total
Dibuang ke jalan
Jml
236
Lampiran 4 (Lanjutan)
Kelurahan
Dibakar
Jml
sungai
Jml
0%
100%
Cipayung
0%
67%
Cipayung Jaya
0%
40%
Depok
0%
0%
100%
0%
Dibuang ke
kosong
Depok Jaya
Pancoran Mas
Dibuang ke tanah
Jml
Jml
0%
0%
100%
33%
0%
0%
100%
60%
0%
0%
100%
100%
0%
0%
100%
0%
0%
0%
100%
0%
80%
Pancoran Mas
0%
67%
Pondok Jaya
0%
40%
Rangkapan Jaya
0%
50%
0%
Ratu Jaya
0%
Total
3%
17
Jml
20%
Lain-lain
0%
Mampang
Total
Dibuang ke jalan
Jml
0%
0%
100%
33%
0%
100%
60%
0%
0%
100%
50%
0%
0%
100%
60%
40%
0%
0%
100%
0%
100%
0%
0%
100%
49%
16
46%
3%
0%
35
100%
0%
237
238
Lampiran 5 (Lanjutan)
239
Lampiran 5 (Lanjutan)
240
Lampiran 5 (Lanjutan)
d. Kegiatan Daur ulang biji plastik
241
Lampiran 5 (Lanjutan)
e. Kegiatan Daur Ulang Sampah Plastik menjadi Pelet plastik
242
243