DENGAN CHF
I.
KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan
nutrient dan oksigen secara adekuat (Udjianti Wajan Juni, 2011:153 ).
Beberapa definisi gagal jantung ditujukan pada kelainan primer dari sindrom
tersebut, yaitu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi
yang cukup bagi kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam
keadaan normal. Namun beberapa definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung
bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu sistem organ melainkan suatu
sindrom klinis akibat kelainan jantung. Keadaan ini ditandai dengan suatu bentuk
respon hemodinamika, renal, neural dan hormonal yang nyata. Di samping itu,
gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung
menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan
tekanan pengisian (Muttaqin Arif, 2012).
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Ruhyanudin
Faqih, 2007).
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Kardiovaskuler
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan
jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan
otot serat lintang, tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar
kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom). Bentuk jantung
menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut
juga basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut apeks kordis.
Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior),
sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma, dan
pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah
papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut iktus
kordis. Ukurannya lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya
kira-kira 250-300 gram. Di antara dua lapisan jantung ini terdapat lender sebagai
pelicin untuk menjaga agar pergesekan antara pericardium pleura tidak
menimbulkan gangguan terhadap jantung. (Syaifuddin, 2003).
Jantung terdiri dari jaringan yang memiliki fungsi kontraksi. Dan hampir separuh
dari seluruh berat jantung, terdiri dari otot bergaris. Jika ia berkontraksi dan
berelaksasi, maka timbul perubahan-perubahan tekanan di dalam jantung dan
pembuluh darah, yang menyebabkan pengaliran darah di seluruh jaringan tubuh.
Otot jantung, merupakan jaringan sel-sel yang bersifat Kontraktif (pegas) dan
terdapat di dalam atrium maupun ventrikel, serta memiliki kemampuan
meneruskan rangsang listrik jantung secara mudah dan cepat di seluruh bagian
otot-otot jantung. Tiap sel otot jantung di pisahkan satu sama lain oleh
intercalated discs dan cabang-cabangnya membentuk suatu anyaman di dalam
jantung. intercalated discs inilah yang dapat mempercepat hantaran rangsang
listrik potensial di antara serabut-serabut sel otot-otot jantung. Proses demikian itu
terjadi karena intercalated discs memiliki tahanan aliran listrik potensial yang
lebih rendah dibandingkan bagian otot jantung lainnya. Dan keadaan inilah yang
mempermudah timbulnya mekanisme Excitation di semua bagian jantung. Otot
bergaris jantung tersusun sedemikian rupa, sehingga membentuk ruang-ruang
2. Fisiologi Kardiovaskuler
Darah yang terdapat di dalam jantung selalu dipompa keluar secara terus-menerus
dan setelah melalui sistem vaskuler, darah kembali ke jantung.
Sistem vaskuler yang dilaluinya dapat berupa sistem sirkulasi paru dan sistem
sirkulasi umum. Pembuluh darah pada kedua sistem tersebut terdiri dari 1)
pembuluh darah nadi (arteri) yang mengalirkan darah dari jantung ke jaringan selsel tubuh dan 2) pembuluh darah balik (vena) yang mengalirkan darah dari
jaringan sel-sel tubuh ke jantung.
Pada orang normal, darah yang masuk ke jantung melalui vena cava, kemudian
akan dipompa ke sistem sirkulasi paru. Dan setelah mengalami oksigenasi di
dalam jaringan sel-sel paru, kemudian darah kembali ke jantung melalui
pembuluh darah balik (vena pulmonalis).
Selanjutnya darah dipompa keluar dari jantung melalui bilik kiri ke sistem
sirkulasi umum menuju ke seluruh jaringan sel-sel tubuh.
Pada keadaan normal, jumlah darah yang dapat dipompa oleh jantung sesuai
dengan jumlah darah yang masuk kembali ke jantung, sebesar 5 liter per menitnya
dan dapat meningkat pada olahraga yang berat sampai dengan 25-35 liter per
menit.
Sistem kardiovaskuler mengalirkan darah ke seluruh bagian tubuh dan
menyalurkan kembali ke jantung. Dengan jantung berkontraksi dan berelaksasi,
maka ia mampu mengalirkan darah di dalam sistem tersebut. Perubahanperubahan hemodinamik di dalam sistem tersebut menyebabkan perubahan
tekanan dan mengakibatkan terjadinya peristiwa aliran darah di dalamnya.
Perpaduan antara perubahan tekanan dan keadaan sistem kardiovaskuler,
memungkinkan terjadinya hemodinamik di sepanjang sistem kardiovaskuler.
Dan darah dapat kembali ke jantung, karena adanya perbedaan tekanan antara
jantung kiri dengan antrium kanan, dengan tekanan atrium kanan mendekati nol,
C. Etiologi
Mekanisme fisiologi yang menyebabkan gagal jantung menurut (Ruhyanudin
Faqih, 2007) mencakup keadaan-keadaan yang :
1.
2.
3.
4.
atau
pulmonal.
Hipertensi
pulmoner
juga
mendukung
F. Patofisiologi
Bila reservesi jantung normal untuk berespons terhadap stress tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolic tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan
tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga,
pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat mnegakibatkan
gagal jantung. Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan
kegagalan, respons fisiologis tertentu pada penurunan cucrah jantung adalah
penting. Semua respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan
perfusi organ vital tetap normal.
Terdapat empat mekanisme respons primer terhadap gagal jantung meliputi :
1.
Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons
simpatis kompensatoris. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis merangsang
pengeluaran katekolamin dan saraf-saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal.
Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk meningkatkan
curah jantung. Arteri perifer juga melakukan vasokontriksi untuk menstabilkan
tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke
orgab-organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal. Hal ini
bertujuan agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Venokontriksi
akan meningkatkan aliran darah balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hokum starling.
juga dapat memecah bradikinin dan bekerja pada sejumlah peptide lain.
Angiotensin II dipecah secara cepat oleh enzim non-spesifik yang disebut
angiotensinase. Angiotenisn II memegang peran utama dalam sistem RAA karena
meningkatkan tekanan darah dengan beberapa cara seperti vasokontriksi, retensi
garam dan cairan dan takikardia.
Peptida natriretik atrial (PNA) disekresi oleh jantung kemudian masuk ke dalam
sirkulasi. Sekresinya terutama dipengaruhi oleh peningkatan tekanan pada dinding
atrium atau ventrikel, biasanya akibat peningkatan tekanan pengisian atrium atau
ventrikel. PNA menyebabkan dilatasi dari arteri yang mengalami konstriksi akibat
neurohormon lain serta meningkatkan ekskresi garam dan air.
3.
Hipertrofi ventrikel
Respon terhadap kagagaln jantung lainnya adalah hipertrofi ventrikel atau
bertembahnya ketebalan dinding ventrikel. Hipertrofi meningkatkan jumlah
sarkomer dalam sel-sel miokardium, bergantung pada jenis bebasn hemodinamika
yang mengakibatkna gagal jantung. Sarkomer dapat bertambah secara parallel
atau serial. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan oleh adanya
stenosis aorta, akan disertai penambahan ketebalan dinding tanpa penambahan
ukuran runag di dalamnya. Respons miokardium terhadap beban volume seperti
pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan
dinding. Kombinasi ini diduga merupakan akibat dari bartambahnya jumlah
sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini dikenal sebagai
hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris.
4.
Volume cairan berlebih
Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume sekuncup yang
besar. Karena setiap sarkomer mempunyai jarak pemendekan puncak yang
terbatas, maka peningkatan volume sekuncup dicapai dengan peningkatan kumlah
sarkomer seri, yang akan menyebabkan peningkatan volume ventrikel. Pelebaran
ini membutuhkan ketegangan dinding yang lebih besar agar dapat menimbulkan
tekanan intraventrikel yang sama sehingga membutuhkan peningkatan jumlah
myofibril parallel. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan ketebalan dinding
ventrikel kiri. Jadi, volume cairan berlebih menyebabkan pelebaran runag
hipertrofi eksentrik.
G. Komplikasi
Menurut patric davay (2005), komplikasi gagal jantung kongestif adalah sebagai
berikut :
1. Efusi pleura
Di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi dari kapiler
masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus bawah
darah.
2. Aritmia
Pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko untuk mengalami aritmia,
biasanya disebabkan karena tachiaritmias ventrikuler yang akhirnya menyebabkan
kematian mendadak.
3. Trombus ventrikuler kiri
Pada gagal jntung kongestif akut dan kronik, pembesaran ventrikel kiri dan
penurunan kardiac output beradaptasi terhadap adanya pembentukan thrombus
pada ventrikel kiri. Ketika thrombus terbentuk, maka mengurangi kontraktilitas
dari ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen dan lebih jauh gangguan perfusi.
Pembentukan emboli dari thrombus dapat terjadi dan dapat disebabkan dari
Cerebrivaskular accident (CVA).
4. Hepatomegali
Karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga menyebabkan
perubahan fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi fibrosis dan akhirnya sirosis.
H. Penatalaksanaan Medis
Pada tahap simtomatik dimana sindrom gagal jantung sudah terlihat jelas seperti
cepat capek atau fatigue, sesak nafas (dyspnea in effort, orthopnea), kardiomegali,
peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hepatomegali dan oedema sudah jelas,
maka dengan diagnosis gagal jantung mudah di buat. Tetapi bila syndrome
tersebut belum terlihat jelas seperti pada tahap disfungsi ventrikel kiri/LV
disfunction (tahap asimtomatik), maka keluhan fatik dan keluhan di atas yang
hilang timbul tidak khas, sehingga harus di topang oleh pemeriksaan foto rontgen,
echocardigrafi dan pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide.
Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombal pengobatan gagal
jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau
Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik
sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai
setelah diuretic dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikuler (fibrilasi atrium atau SVT
lainnya) atau ketiga obat di atas belum memberikan hasil yang memuaskan.
Intoksikasi sangat mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin
meningkat) atau kadar kalium rendah (kurang dari 3,5 meq/L).
Aldosteron antagonis di pakai untuk memperkuat efek diuretic atau pada pasien
hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas
dengan pemberian jenis obat ini.
Pemakaian obat dengan efek diuretic-vasodilatasi seperti Brain N Atriuretic
Peptide (Nesiritide) masih dalam penellitian. Pemakaian alat bantu seperti Cardiac
Resychronization Therapy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra
Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah mati mendadak pada gagal jantung
akibat iskemia maupun non-iskemia. Dapat memperbaiki status fungsional dan
kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi degenerasi miokard,
masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat
ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan
penelitian lanjut (Sudoyo Ary W., 2007)
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Electrocardiography (ECG)
kadar natrium total bertambah. Berat jenis urine meningkat. Enzim hepar mungkin
meningkat dalam kongesti hepar. Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis
respiratorik ringan atau hipoksia dengan peningkatan pCO2. BUN dan kreatinin
menunjukkan penurunan perfusi ginjal. Albumin/ transferin serum mungkin
menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan sintesis
protein dalam hepar yang mengalami kongesti. Kecepatan sedimentasi
menunjukkan adanya inflamasi akut.
6. Ultrasonography (USG)
Didapatkan gambaran cairan bebas dalam rongga abdomen dan gambaran
pembesaran hepar dan lien. Pembesaran hepar dan lien kadang sulit diperiksa
secara manual saat disertai asites (Doenges Marilyn E., dkk., 2000).
II.
Biasanya klien memiliki riwayat hipertensi, infark miokard baru/ akut, episode
GJK sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok
septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
c. Integritas ego
Klien menyatakan ansietas, khawatir dan takut. Stress yang berhubungan dengan
penyakit/keprihatinan financial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
d. Eliminasi
Klien menyatakan penurunan dalam berkemih, urine klien berwarna gelap, suka
berkemih pada malam hari (nokturia), diare/kontipasi.
e. Makanan/cairan
Klien manyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual/muntah,
bertambahnya berat badan secara signifikan.
f. Hygiene
Klien menyatakan merasa letih/lemah, kelelahan yang dirasakan klien yaitu
selama aktivitas perawatan diri.
g. Neurosensori
Klien menyatakan tubuhnya lemah, suka merasakan pusing, dan terkadang
mengalami pingsan.
h. Nyeri/kenyamanan
Klien mengeluh nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas
dan sakit pada otot.
i. Pernapasan
Klien menyatakan dispnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit
kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
j. Keamanan
Klien menyatakan mengalami perubahan dalam fungsi mental, kehilangan
kekuatan, tonus otot, kulit lecet.
k. Interaksi sosial
Klien menyatakan sudah jarang mengikuti kegiatan sosial yang biasa dilakukan.
l. Pembelajaran/pengajaran
Klein menyatakan menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misal :
penyekat saluran kalsium
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum :
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya baik
atau composmentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi sistem saraf
pusat.
b. Tanda-Tanda Vital : TD
Nadi
:
Respirasi :
Suhu
:
c. Pengkajian persistem
1) B1 (breathing)
Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dipsnea, ortopnea, dispnea
nocturnal pasroksismal, batuk dan edema pulmonal akut, takipnea. Adanya
sputum mungkin bersemu darah.
2) B2 (Blood)
a) Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan
fisik dan adanya edema ektremitas. Ujung jari kebiruan, bibir pucat abuabu.
b) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
c) Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya
ditemukan apabila gagal jantung adalah kelainan katup. Irama jantung
disritmia. Bunyi jantung S3 (Gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi.
S1 dan S2 mungkin melemah.
d) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi jantung (kardiomegali).
3) B3 (Brain)
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah
jantung yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai
oksigen ke jaringan dan menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga
terjadi akibat meningkatnya energy yang digunakan untuk bernapas dan insomnia
yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan
keletihan. Gejala-gejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit atau anoreksia.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal jantung kongestif, yakni :
a. Ekokardiografi,
b. Rontgen Toraks, dan
c. Elektrokardiografi
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan
objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis
keperawatan (Deswani, 2009).
1.
Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data
tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan
dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien (Deswani, 2009).
Etiologi
Iskemik miokard
Problem
Resiko
Tekanan
darah
bisa
meningkat
(hipertensi/
hipotensi),
nadi
lemah,
terdengar suara gallop ventrikel
dan gallop atrium (S3 clan S4),
keringat dingin, ronchi +/+,
sianosis nyeri dada, edema
tungkai+/+, EKG: ST depresi V2
dan V4, rasio R/S V1, V6 urine
sedikit 300 500 cc perhari,
nafas cepat.
2 DS:
Ht: 34,6
Albumin: 2,6
Kerusakan otot-otot
miokard
Penurunan curah
jantung
Kemampuan/ kontrak
tilitas miokard menurun
Menurunnya kemampuan
pompa ventrikel
Isi sekuncup
Curah jantung menurun/
cardiac output menurun
Hambatan aliran
pulmonal
Bendungan vena
pulmonal Edema paru
tekanan hidrostatik
menurun dan tekanan
osmotic menurun
Tertimbunnya cairan
kedalam intestinal atau
alveoli
Gangguan ventilasi dan
difusi O2 dan Co2
Gangguan pertukaran gas
Resiko gangguan
pertukaran gas
3 DS:
Ht: 34,6
Albumin: 2,6
Resiko
tinggi
Kelebihan
volume cairan
4 DS:
DS:
Klien mengeluh nyeri
dada
kiri
pada
saat
beraktivitas.
DO:
Resiko gangguan
perfusi jaringan
Transudasi cairan
Edema
Nyeri
DS:
7 DS:
Intoleransi
aktivitas
Cemas
8 DS:
Kurang
pengetahuan
mengenai kondisi
dan
program
pengobatan
Rumusan Diagnosa
Resiko penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal yang
ditandai dengan klien mengeluh mudah lelah, nyeri dada kiri dan uluhati, sesak
nafas, sering terbangun pada malam hari saat tidur, tekanan darah bisa meningkat
(hipertensi/ hipotensi), nadi lemah, terdengar suara gallop ventrikel dan gallop
atrium (S3 clan S4), keringat dingin, ronchi +/+, sianosis nyeri dada, edema
tungkai +/+, EKG: ST depresi V2 dan V4, rasio R/S V1, V6 urine sedikit 300
500 cc perhari, nafas cepat.
b.
c.
Nyeri yang berhubungan dengan nekrosis sel yang ditandai dengan klien
mnegeluh nyeri dada kiri pada saat beraktivitas, klien tampak meringis
kesakitan, wajah tampak tegang dan gelisah, tangan mengepal.
f.
g.
Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status
kesehatan, situasi kritis, ancaman, atau perubahan kesehatan yang ditandai
dengan klien menyatakan klien takut dengan keadaannya, klien bertanya tentang
kondisi dan pengobatan, klien tampak cemas.
h.
2.2.3
Intervensi Keperawatan
Paduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien, dan/atau tindakan
yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk membantu klien
mencapai hasil yang diharapkan (Deswani, 2009).
Diagnosa
Keperawatan
Risiko Tinggi
Penurunan Curah
Jantung
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Setelah
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan
2.
penurunan curah
jantung dapat
teratasi dengan
kriteria hasil :
Tekanan darah
dalam batas
normal (systole :
110-140 mmHg
dan Diastole:
80-90 mmHg)
CRT kurang 3.
dari 3 detik
Produksi urine
30 ml/ jam
Nadi 70-90
kali/ menit
Tidak terjadi
aritmia
4.
Bebas gejala
gagal jantung
Rencana
Rasional
Keperawatan
Kaji dan
1.
Kejadian
mortalitas
dan
laporkan tanda
morbiditas sehubungan dengan
penurunan curah MI yang lebih dari 24 jam
jantung.
2.
Biasanya terjadi takikardia
meskipun pada saat istirahat
Periksa
untuk mengompensasi penurunan
keadaan klien
kontraktilitas ventrikel, KAP,
dengan
PAT, MT, PVC, dan AF disritmia
mengauskultasi
umum berkenaan dengan GJK
nadi apikal: kaji meskipun lainnya juga terjadi.
frekuensi, irama3.
S1 dan S2 mungkin lemah
jantung
karena menurunnya kerja pompa,
(dokumnetasi
irama gallop (S3 dan S4)
disritmia, bila
dihasilkan sebagai aliran darah ke
tersedia
dalam serambi yang distensi
telemetri).
murmur dapat menunjukkan
Catat bunyi
inkompetensi/ stenosis mitral.
jantung.
4.
Penurunan
curah
jantung
menunjukkan menurunnya nadi,
radial, popiteal, dorsalis pedis,
dan postibial. Nadi mungkin cepat
hilang atau tidak teratur untuk
dipalpasi.
Palpasi nadi
perifer.
5.
Ginjal
berespons
untuk
menurunkan
curah
jantung
dengan menahan cairan dan
natrium.
Untuk menurunkan beban kerja
jantung, tirah baring membantu
dalam menurunkan beban kerja
dengan menurunkan volume
intravaskular melalui induksi
diuresis berbaring.
7.
Pada posisi ini aliran balik vena
Pantau adanya5.
keluaran urine,
catat keluaran
dan kepekatan
urine.
6.
6.
Istirahatkan
klien dengan
tirah baring
optimal.
7.
Atur posisi
tirah baring yang
idel. Kepala
tempat tidur 8.
harus dinaikkan
20-30 cm.
8.
Berikan
istirahat
psikologi dengan
9.
lingkungan yang
tenang.
9.
Berikan
oksigen
10. Berjongkok dapat meningkatkan
tambahan
aliran balik vena dan retensi arteri
dengan nasal
sistemik
secara
simultan
kanul/ masker
menyebabkan kenaikan volume
sesuai dengan
sekuncup dan tekanan arteri. Dan
indikasi.
latihan
isometrik
dapat
10. Hindari
meningkatkan
manuver
dinamik seperti
berjongkok
sewaktu
melakukan BAB
dan mengepalngepalkan
tangan.
resistensi arteril sistemik, tekanan
darah dan ukuran jantung, latihan
ini dapat meningkatkan beban
11. Kolaborasi
kerja jantung.
untuk pemberian11. Dukungan diet adalah mengatur
diet jantung.
diet
sehingga
kerja
dan
ketegangan otot jantung minimal
dan status nutrisi terpelihara,
sesuai dengan selera dan pola
12. Pemberian
makan klien.
cairan IV,
12. Oleh karena adanya peningkatan
pembatasan
tekanan ventrikel kiri, pasien
jumlah total
tidak
dapat
menoleransi
sesuai dengan
peningkatan
volume
cairan.
indikasi, hindari Pasien juga mengeluarkan sedikit
cairan garam.
natrium
yang
menyebabkan
retensi cairan dan meningkatkan
kerja miokard.
13. Pantau seri
13. Depresi segmen ST dan datarnya
EKG dan
gelombang T dapat terjadi karena
perubahan foto
peningkatan kebutuhan oksigen.
dada.
Foto
dada
menunjukkan
pembesaran
jantung
dan
perubahan kongesti pulmonal.
14. Banyaknya obat dapat digunakan
14. Kolaborasi
untuk meningkatkan volume
untuk pemberian sekuncup,
memperbaiki
obat.
kontraktilitas dan menurunkan
kongesti.
Risiko Tinggi
Gangguan
Pertukaran Gas
1.
2.
3.
4.
5.
Risiko Tinggi
Setelah
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan
2.
oksigenasi
adekuat pada
jaringan dapat
tercapai dengan3.
kriteria hasil :
Tidak ada
keluhan sesak 4.
Tidak tampak
tarikan dinding
dada
5.
Klien bisa
istirahat pada
malam hari
6.
TTV dalam a.
batas normal
(RR 20-24 kali/ b.
menit)
Analisis gas 7.
darah dalam
batas normal
Setelah
1.
Auskultasi
bunyi nafas,
catat adanya
mengi.
1.
Kaji adanya 1.
Terhadap
Kelebihan
Volume Cairan
1.
2.
3.
4.
dilakukan
tindakan
keperawatan 2.
selama 3x24 jam
diharapkan tidak
terjadi kelebihan
volume cairan
sistemik dengan
kriteria hasil :
Klien tidak 3.
sesak napas
Intake dan
output seimbang
Pitting edema4.
tidak ada
Produksi urine
600 ml/ hari
5.
6.
7.
a.
b.
c.
Risiko Tinggi
Gangguan Perfusi
Jaringan
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
1.
edema
kelebihan volume cairan.
ekstremitas. 2.
Sebagai salah satu cara untuk
Kaji tekanan
mengetahui peningkatan jumlah
darah.
cairan yang dapat diketahui
denganm meningkatkan beban
kerja jantung yang dapat
diketahui dari meningkatnya
tekanan darah.
3.
Peningkatan cairan dapat
Kaji distensi
membebani fungsi ventrikel
vena jugularis.
kanan yang dapat dipantau
melalui pemeriksaan tekanan
vena jugularis.
Ukur intake 4.
Penurunan curah jantung
dan output
mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/ air, dan
penurunan keluaran urine.
Timbang berat5.
Perubahan tiba-tiba berat badan
badan.
menunjukkan gangguan
keseimbangan cairan.
6.
Meningkatkan venous return
Beri posisi
dan mendorong berkurangnya
yang membantu edema perifer.
drainase
ekstremitas,
lakukan latihan 7.
Sebagai terapi.
gerak pasif.
a. Natrium meningkatkan retensi
Kolaborasi :
cairan dan meningkatkan volume
Berikan diet
plasma
tanpa garam
yang berdampak terhadap
peningkatan beban kerja jantung.
Berikan
b. Diuretik bertujuan untuk
diuretik, contoh : menurunkan volume plasma dan
furosemid
menurunkan retensi cairan di
jaringan sehingga menurunkan
resiko terjadinya edema paru.
c. Hipokalemia dapat membatasi
Pantau data
keefektifan terapi.
laboratorium
elektrolit dan
kalium
1.
Hipotensi dapat terjadi juga
disfungsi ventrikel, hipertensi
Auskultasi TD, juga fenomena umum yang
bandingkan
berhubungan dengan nyeri cemas
kedua lengan,
ukur dalam
keadaan
berbaring, duduk
2.
atau berdiri bila
memungkinkan.
Kaji warna 3.
kulit, suhu,
sianosis, nadi
perifer, dan
diaforesis secara
teratur.
Kaji kualitas
peristaltik, jika
perlu pasang
sonde.
Nadi : 70-90 4.
Kaji adanya 4.
kali/menit
kongesti hepar
3.
CRT 3 detik pada abdomen
4.
Urine 600
kanan atas.
5.
ml/ hari
5.
Pantau urine
output.
6.
Catat adanya 6.
murmur.
7.
7.
Pantau
frekuensi
jantung dan
8.
irama.
8.
Berikan
makanan kecil/
mudah
dikunyah, batasi9.
asupan kafein.
9.
Kolaborasi :
Pertahankan cara
masuk heparin
(IV) sesuai
indikasi.
Nyeri
1.
2.
3.
4.
Setelah
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan nyeri
terkontrol
2.
dengan kriteria
hasil:
Skala nyeri 0
(0-5)
Wajah tampak
rileks
3.
Tidak terjadi
penurunan
perfusi perifer
TTV dalam a.
batas normal
Catat
1.
karakteristik
nyeri, lokasi,
intensitas, lama 2.
dan
penyebabnya.
Anjurkan
kepada klien 3.
untuk
melaporkan
nyeri dengan a.
segera.
Lakukan
manajemen
nyeri
b.
keperawatan:
Atur posisi
fisiologis.
b.
Istirahatkan
klien.
c.
Berikan
oksigen
tambahan
dengan nasa
kanul atau
masker sesuai
dengan indikasi.
d. Manajemen
lingkungan,
lingkungan
tenang dan
batasi
pengunjung.
Ajarkan teknik
relaksasi
e.
pernapasan
dalam.
f. Ajarkan teknik
distraksi pada f.
saat nyeri.
g. Lakukan
manajemen
sentuhan.
g.
e.
4.
Kolaborasi
dalam
pemberian
terapi:
a. Antiangina
(nitrogliserin). a.
b. Analgesik,
morfin 2-5 mg
intravena.
b.
c. Penyekat beta.
Contoh:
atenolol,
c.
tonormin,
pridolol.
d.
Intoleransi
Aktivitas
Selama
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan
kebutuhan
beraktivitas dan
kebutuhan
perawatan diri
sendiri terpenuhi
2.
dengan kriteria :
1.
Tidak terjadi
kelemahan dan
kelelahan
2.
Tanda-tanda
vital dalam batas
normal
1. TD: 110-140/80-90
mmHg
2. Nadi: 70-90 3.
kali/menit
RR: 20
kali/menit
4.
5.
6.
Cemas
Selama
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x24 jam
kecemasan klien
berkurang atau 2.
hilang dengan
kriteria hasil :
1.
Klien
menyatakan
kecemasan
berkurang
2.
Kooperatif
terhadap
tindakan
terhadap
oksigen, juga meningkatkan
aktivitas, catat
kelemahan dan kelelahan.
takikardi,
3.
Kelemahan adalah efek
disritmia,
samping dari beberapa obat.
dispnea,
4.
Dapat menunjukkan
berkeringat,
peningkatan dekompensasi
pucat.
jantung daripada kelebihan
aktivitas.
Kaji
5.
Pemenuhan kebutuhan
presipilator/
perawatan diri tanpa
penyebab
mempengaruhi atress miocard.
kelemahan.
Kebutuhan oksigen berlebihan.
Evaluasi
peningkatan
intoleran
6.
Peningkatan terhadap aktivitas
aktivitas.
menghindari kerja jantung/
konsumsi oksigen berlebihan.
Berikan
bantuan dalam
aktivitas
perawatan diri
sesuai indikasi,
selingi periode
aktivitas dengan
periode istirahat.
Kolaborasi:
Implementasikan
program
rehabilitasi
jantung.
Bantu klien 1.
Cemas berkelanjutan
mengekspresika memberikan dampak serangan
n perasaan
jantung selanjutnya.
marah,
kehilangan dan
takut.
2.
Reaksi verbal/ nonverbal dapat
Kaji tanda
menunjukkan rasa agitasi, marah
verbal dan
dab gelisah.
nonverbal
kecemasan,
dampingi klien
dan lakukan 3.
Konfrontasi dapat
tindakan bila
meningkatkan rasa marah,
menunjukkan
menurunkan kerjasama dan
perilaku
mungkin memperlambat
merusak.
pemyembuhan.
3.
4.
Wajah rileks 3.
Klien
mengenal
perasaannya
dengan
4.
mengidentifikasi
penyebab atau
faktor yang
mempengaruhin
ya.
Hindari
konfrontasi.
4.
Mengurangi ransangan
eksternal yang tidak perlu.
Mulai
melakukan
tindakan untuk 5.
Kontrol sensasi klien dengan
mengurangi
cara memberikan informasi
kecemasan. Beri mengenai keadaan klien.
lingkungan yang
tenang dan
suasana pebuh
istirahat.
5.
Tingkatkan
kontrol sensasi
klien.
6.
Kurang
Pengetahuan
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan 7.
selama 1x24 jam
diharapkan klien
mengerti
mengenai
kondisi,
program
8.
pengobatan
sehingga
episode
kekambuhan 9.
kearah yang
lebih beratdapat
dicegah dengan
kriteria :
1.
Klien
dapat menerima
keadaannya
2.
Klien
1.
dapat
mengidentifikasi
stress pribadi,
faktor resiko dan
Orientasikan 6.
klien terhadap
prosedur rutin
dan aktivitas
yang diharapkan.
Beri
7.
kesempatan
kepada klien
untuk
mengungkapkan
ansietasnya. 8.
Berikan privasi
untuk klien dan
orang terdekat.
9.
Kolaborasi:
Berikan
anticemas sesuai
indikasi,
contohnya
diazepam.
1.
Dapat menghilangkan
ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak
diekspresikan.
Memberi waktu untuk
mengekspresikan perasaan,
menghilangkan cemas dan
perilaku adaptasi.
Meningkatkan relaksasi dan
menurunkan kecemasan.
beberapa
tekhnik untuk
mengatasi
3.
Klien mau
melakukan
perubahan pola
hidup/ perilaku
yang perlu
2.
dengan
perbedaan klien
dari fungsi
normal, jelaskan
perbedaan antara
serangan jantung
dengan GJK. 3.
peran klien
12.
dalam
13.
mengontrol
14. 9.
Kondisi kronis dan
faktor resiko dan berulang/ menguatnya kondisi
faktor pencetus. GJK sering melemahkan
kemampuan koping.
8.
Bahas
ulang tanda/
gejala yang
memerlukan
perhatian medik
cepat, edema,
nafas pendek,
peningkatan
kelelahan, batuk,
hemaptisis,
demam.
9.
Beri
kesempatan
klien/ orang
terdekat untuk
menanyakan,
mendiskusikan
masalah.
2.2.4
Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap pelaksanaan dari intervensi yang sudah di
tentukan sebelumnya. Setelah melakukan intervensi keperawatan, tahap
selanjutnya adalah mencatat intervensi yang telah dilakukan dan evaluasi respon
klien (Deswani, 2009).
Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan secara umum pada klien
dengan gagal jantung kongestif :
1.
Pemberian oksigen.
2.
3.
4.
5.
6.
Pencegahan komplikasi.
7.
Pemberian informasi.
2.2.5
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan langkah terakhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Lismidar, dkk.,
2005).
Hasil yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan gagal jantung.
1.
2.
4.
g.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK
Padjajaran Bandung, September 1996
NANDA,2012-2014. Panduan Diagnosa keperawatan NANDA 2012-2014
Definisi dan Klasifikasi. Philadhelpia.
Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media
Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 1982