Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN CHF
I.

KONSEP MEDIS
A. Pengertian

Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan
nutrient dan oksigen secara adekuat (Udjianti Wajan Juni, 2011:153 ).
Beberapa definisi gagal jantung ditujukan pada kelainan primer dari sindrom
tersebut, yaitu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi
yang cukup bagi kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam
keadaan normal. Namun beberapa definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung
bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu sistem organ melainkan suatu
sindrom klinis akibat kelainan jantung. Keadaan ini ditandai dengan suatu bentuk
respon hemodinamika, renal, neural dan hormonal yang nyata. Di samping itu,
gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung
menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan
tekanan pengisian (Muttaqin Arif, 2012).
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Ruhyanudin
Faqih, 2007).

B. Anatomi Fisiologi

1. Anatomi Kardiovaskuler
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan
jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan
otot serat lintang, tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar
kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom). Bentuk jantung
menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut
juga basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut apeks kordis.
Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior),
sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma, dan
pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah
papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut iktus
kordis. Ukurannya lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya
kira-kira 250-300 gram. Di antara dua lapisan jantung ini terdapat lender sebagai
pelicin untuk menjaga agar pergesekan antara pericardium pleura tidak
menimbulkan gangguan terhadap jantung. (Syaifuddin, 2003).
Jantung terdiri dari jaringan yang memiliki fungsi kontraksi. Dan hampir separuh
dari seluruh berat jantung, terdiri dari otot bergaris. Jika ia berkontraksi dan
berelaksasi, maka timbul perubahan-perubahan tekanan di dalam jantung dan
pembuluh darah, yang menyebabkan pengaliran darah di seluruh jaringan tubuh.
Otot jantung, merupakan jaringan sel-sel yang bersifat Kontraktif (pegas) dan
terdapat di dalam atrium maupun ventrikel, serta memiliki kemampuan
meneruskan rangsang listrik jantung secara mudah dan cepat di seluruh bagian
otot-otot jantung. Tiap sel otot jantung di pisahkan satu sama lain oleh
intercalated discs dan cabang-cabangnya membentuk suatu anyaman di dalam
jantung. intercalated discs inilah yang dapat mempercepat hantaran rangsang
listrik potensial di antara serabut-serabut sel otot-otot jantung. Proses demikian itu
terjadi karena intercalated discs memiliki tahanan aliran listrik potensial yang
lebih rendah dibandingkan bagian otot jantung lainnya. Dan keadaan inilah yang
mempermudah timbulnya mekanisme Excitation di semua bagian jantung. Otot
bergaris jantung tersusun sedemikian rupa, sehingga membentuk ruang-ruang

jantung dan menjadikan jantung sebagai a globular muscular organ. Jaringan


serabut elastisnya membentuk suatu lingkaran yang mengelilingi katup-katup
jantung. Otot-otot atrium umumnya tipis dan terdiri dari dua lapisan yang berasal
dari sudut sebelah kanan jantung, sedangkan otot ventrikelnya lebih tebal dan
terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan superficial, lapisan tengah dan laipsan dalam.
Ventrikel kiri memiliki dinding 2-3 kali lebih tebal daripada dinding ventrikel
kanan dan mendominasi bangunan dasar otot jnatung dalam membentuk ruangruangnya. Ketiga lapisan otot jantung tersebut berkesinambungan satu dengan
lainnya, dengan lapisan superficial berlanjut menjadi lapisan tengah dan lapisan
dalam. Di dalam ventrikel, ketiga lapisan otot jantung tersebut mengandung
berkas-berkas serabut otot (Masud Ibnu, 2012).

2. Fisiologi Kardiovaskuler

Darah yang terdapat di dalam jantung selalu dipompa keluar secara terus-menerus
dan setelah melalui sistem vaskuler, darah kembali ke jantung.
Sistem vaskuler yang dilaluinya dapat berupa sistem sirkulasi paru dan sistem
sirkulasi umum. Pembuluh darah pada kedua sistem tersebut terdiri dari 1)
pembuluh darah nadi (arteri) yang mengalirkan darah dari jantung ke jaringan selsel tubuh dan 2) pembuluh darah balik (vena) yang mengalirkan darah dari
jaringan sel-sel tubuh ke jantung.
Pada orang normal, darah yang masuk ke jantung melalui vena cava, kemudian
akan dipompa ke sistem sirkulasi paru. Dan setelah mengalami oksigenasi di
dalam jaringan sel-sel paru, kemudian darah kembali ke jantung melalui
pembuluh darah balik (vena pulmonalis).
Selanjutnya darah dipompa keluar dari jantung melalui bilik kiri ke sistem
sirkulasi umum menuju ke seluruh jaringan sel-sel tubuh.
Pada keadaan normal, jumlah darah yang dapat dipompa oleh jantung sesuai
dengan jumlah darah yang masuk kembali ke jantung, sebesar 5 liter per menitnya
dan dapat meningkat pada olahraga yang berat sampai dengan 25-35 liter per
menit.
Sistem kardiovaskuler mengalirkan darah ke seluruh bagian tubuh dan
menyalurkan kembali ke jantung. Dengan jantung berkontraksi dan berelaksasi,
maka ia mampu mengalirkan darah di dalam sistem tersebut. Perubahanperubahan hemodinamik di dalam sistem tersebut menyebabkan perubahan
tekanan dan mengakibatkan terjadinya peristiwa aliran darah di dalamnya.
Perpaduan antara perubahan tekanan dan keadaan sistem kardiovaskuler,
memungkinkan terjadinya hemodinamik di sepanjang sistem kardiovaskuler.
Dan darah dapat kembali ke jantung, karena adanya perbedaan tekanan antara
jantung kiri dengan antrium kanan, dengan tekanan atrium kanan mendekati nol,

sedangkan tekanan kapiler di jaringan tetap lebih tinggi, sehingga memungkinkan


darah dari jaringan sel tubuh melalui vena kembali ke jantung.
Darah dipompa dari jantung kanan menuju jaringan paru untuk mengambil
oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida, kemudian kembali ke jnatung melalui
atrium kiri. Darah yang telah mengalami oksigenasi tersebut, selanjutnya dipompa
jantung ke sistem sirkulasi umum melalui aorta. Kemudian aorta membagi aliran
darah menuju ke cabang-cabang arteri dan subarteri yang terdapat di dalam
jaringan sel dan organ, yang arteriolanya kemudian bercabang membentuk
anyaman kapiler. Di bagian inilah terjadi pertukaran gas O2 dan CO2, serta
berdifusinya makanan, vitamin dan mineral serta di lain pihak darah akan
mengangkut kembali produk akhir metabolik dari jaringan-jaringan sel ke tempat
pembuangan. Dari kapiler, darah menuju ke venula dan selanjutnya darah
mengalir didalam sistem vena menuju ke jantung. Aliran darah balik ini akan
dipercepat kembali ke jantung oleh adanya aktivitas pengisap jnatung dan pompa
otot (Masud Ibnu, 2012).

C. Etiologi
Mekanisme fisiologi yang menyebabkan gagal jantung menurut (Ruhyanudin
Faqih, 2007) mencakup keadaan-keadaan yang :
1.
2.
3.
4.

Meningkatkan preload : regurgitasi aorta, cacat septum ventrikel.


Meningkatkan afterload : stenosis aorta, hipertensi sistemik.
Menurunkan kontraktilitas ventrikel : IMA, kardiomiopati.
Gangguan pengisian ventrikel : stenosis katup atrioventrikuler, perikarditif

konstriktif, tamponade jantung.


5. Gangguan sirkulasi : aritmia melalui perubahan rangsangan listrik yang
memulai respon mekanis.
6. Infeksi sistemik/ infeksi paru : respon tubuh terhadap infeksi akan
memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme
yang meningkat.

7. Emboli paru, yang secara mendadak akan meningkatkan resistensi


terhadap ejeksi ventrikel kanan.
D. Klasifikasi
Ada empat kategori utama yang diklasifikasikan menurut (Udjianti Wajan Juni,
2011), yaitu sebagai berikut :
1. Backward versus forward failure
a. Backward failure dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu memompa
volume darah keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan meningkatkan
tekanan dalam ventrikel, atrium dan sistem vena balik untuk jantung sisi
kanan maupun jantung sisi kiri.
Tabel 2.1 : Manifestasi Klinis Pada Backward Failure
Kegagalan Ventrikel Kiri
Kegagalan Ventrikel Kanan
1.
Peningkatan volume dan
1.
Peningkatan volume dalam
tekanan dalam ventrikel kiri vena sirkulasi
dan atrium kiri (preload)
2.
Peningkatan tekanan atrium
2.
Edema paru
kanan (preload)
3.
Hepatomegali
dan
splenomegali
4.
Edema perifer dependen
b. Forward failure adalah akibat ketidakmampuan jantung mempertahankan
curah jantung, yang kemudian menurunkan perfusi jaringan. Karena jantung
merupakan sistem tertutup, maka backward failure dan forward failure selalu
berhubungan satu sama lain.

Tabel 2.2 : Manifestasi Klinis Pada Forward Failure


Kegagalan Ventrikel Kiri
Kegagalan Ventrikel Kanan
1.
Penurunan curah jantung 1.
Peningkatan volume darah
2.
Penurunan perfusi jaringan 2.
Penurunan volume darah ke
3.
Peningkatan sekresi hormone paru

renin, aldosteron dan ADH


Peningkatan retensi garam
dan air
5.
Peningkatan volume cairan
ekstraseluler
4.

2. Low-output versus high-output syndrome


Low output syndrome terjadi bilamana jantung gagal sebagai pompa, yang
mengakibatkan gangguan sirkulasi perifer dan vasokontriksi perifer. Bila curah
jantung tetap normal atau di atas normal namun kebutuhan metabolic tubuh tidak
mencukupi, maka high-output syndrome terjadi. Hal ini mungkin disebabkan oleh
peningkatan kebutuhan metabolik, seperti tampak pada hipertiroidisme, demam
dan kehamilan atau mungkin dipicu oleh kondisi hiperkinetik seperti fistula
arteriovenous, beri-beri atau penyakit pagets.
3. Kegagalan akut versus kronik
Manifestasi klinis dari kegagalan jantung akut dan kronis tergantung pada
seberapa cepat sindrom berkembang. Gagal jantung akut merupakan hasil dari
kegagalan ventrikel kiri mungkin karena infark miokard, disfungsi katup, atau
krisis hipertensi. Kejadiannya berlangsung demikian cepat di mana mekanisme
kompensasi menjadi tidak efektif, kemudian berkembang menjadi edema paru dan
kolaps sirkulasi (syok kardiogenik).
Gagal jantung kronis berkembang dalam waktu yang relative cukup lama dan
biasanya merupakan hasil akhir dari suatu peningkatan ketidakmampuan
mekanisme kompensasi yang efektif. Biasanya gagal jantung kronis dapat
disebabkan oleh hipertensi, penyakit katup, atau penyakit paru obstruksi kronis/
menahun.

4. Kegagalan ventrikel kanan versus ventrikel kiri


Kegagalan ventrikel kiri adalah merupakan frekuensi tersering dari dua contoh
kegagalan jantung dimana hanya satu sisi jantung yang dipengaruhi. Secara tipikal

disebabkan oleh penyakit hipertensi. Coronary Artery Disease (CAD), dan


penyakit katup jantung sisi kiri (mitral dan aorta). Kongesti pulmoner dan edema
paru biasanya merupakan gejala segera (onset) dari gagal jantung kiri.
Gagal jantung kanan sering disebabkan oleh gagal jantung kiri, gangguan katup
trikuspidalis

atau

pulmonal.

Hipertensi

pulmoner

juga

mendukung

berkembangnya kegagalan jantung kanan, peningkatan kongesti atau bendungan


vena sistemik dan edema perifer.

Tabel 2.3 : Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kiri dan Kanan


Gagal Jantung Kiri
Gagal Jantung Kanan
1.
Volume dan tekanan ventrikel kiri
1.
Volume vena sistemik meningkat
serta atrium kiri meningkat
2.
Volume dalam organ / sel
2.
Volume pulmonal meningkat
meningkat
3.
Edema paru
3.
Hati membesar
4.
Curah jantung menurun sehingga
4.
Limpa membesar
perfusi jaringan menurun
5.
Dependen edema
5.
Darah ke ginjal dan kelenjar
6.
Hormon
retensi
air
dan
+
menurun
Na meningkat sehingga reabsorbsi
meningkat
7.
Volume
cairan
ekstrasel
meningkat
8.
Volume darah total meningkat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Letagri dan diaphoresis


Dispnea / orthopnea / PND
Palpitasi (berdebar-debar)
Pernafasan Cheyne-Stokes
Batuk (hemoptoe)
1.
Edema tungkai / tumit
Ronkhi basah bagian basal paru 2.
Central Venous Pressure (CVP)
Terdengar BJ3 dan BJ4 / irama meningkat
Gallops
3.
Pulsasi vena jugularis
8.
Oliguria atau anuria
4.
Bendungan vena jugularis / JVP
9.
Pulsus Alternans
meningkat
5.
Distensi abdomen, mual dan tidak
nafsu makan
6.
Asites
7.
Berat badan meningkat
8.
Hepatomegali (lunak dan nyeri
tekan)
9.
Splenomegali
10. Insomnia

Gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau beratnya seperti


klasifikasi gagal jantung kongestif menurut New York Heart Association (NYHA).

Tabel 2.4 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut NYHA


KELAS
DEFINISI
ISTILAH
I
Klien dengan kelainan jantung Disfungsi ventrikel kiri
tetapi tanpa pembatasan aktivitas yang asimtomatik.
fisik.
II
Klien dengan kelainan jantung Gagal jantung ringan.
yang
menyebabkan
sedikit
pembatasan aktivitas fisik.
III
Klien dengan kelainan jantung Gagal jantung sedang.
yang menyebabkan banyak
pembatasan ativita fisik.
IV
Klien dengan gagal jantung yang Gagal jantung berat.
segala bentuk aktivitas fisiknya
akan menyebabkan keluhan.
Menurut Stephen G. Ball, dkk., 1996 (Muttaqin Arif, 2009)

E. Tanda Dan Gejala

1. Gagal jantung kiri : dispnoe, fatigue, ortopnea, dispnoe noktural


paroksismal, batuk, pembesaran jantung, gallop ritme, bunyi jantung
tambahan S3/S4, pernafasan chines stoke, takikardi, ronchi, congesti vena
pulmonal.
2. Gagal jantung kanan : Fatigue, edema, liver angorgement, anoreksia,
kembung, pembesaran jantung kanan, gallop ritme pada atrium kanan,
murmur, peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hydrothorax,
peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan pitting oedema (Ruhyanudin
Faqih, 2007).

F. Patofisiologi
Bila reservesi jantung normal untuk berespons terhadap stress tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolic tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan
tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga,
pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat mnegakibatkan
gagal jantung. Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan
kegagalan, respons fisiologis tertentu pada penurunan cucrah jantung adalah
penting. Semua respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan
perfusi organ vital tetap normal.
Terdapat empat mekanisme respons primer terhadap gagal jantung meliputi :
1.
Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons
simpatis kompensatoris. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis merangsang
pengeluaran katekolamin dan saraf-saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal.
Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk meningkatkan
curah jantung. Arteri perifer juga melakukan vasokontriksi untuk menstabilkan
tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke
orgab-organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal. Hal ini
bertujuan agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Venokontriksi
akan meningkatkan aliran darah balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hokum starling.

Pada keadaan gagal jantung, baroresptor diaktivasi sehingga menyebabkan


peningkatan aktivitas simpatis pada jantung, ginjal dan pembuluh darah perifer.
Angiotensin II dapat meningkatkan aktivitas simpatis tersebut.
Aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan menyebabkan peningkatan kadar
noradrenalin plasma, yang selanjutnya akan menyebabkan vasokontriksi,
takikardia, serta retensi garam dan air. Aktivitas simpatis yang berlebihan juga
dapat menyebabkan nekrosis sel otot jantung. Perubahan ini dapat dihubungkan
dengan observasi yang menunjukkan bahwa penyimpanan norepinefrin pada
miokardium mnejadi berkurang pada gagal jantung kronis.
2.
Meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormon
Aktivasi sistem rennin - angiotensin - aldosteron (RAA) menyebabkan retensi
natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut.
Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai
dengan hokum starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkna aktivasi sistem
RAA pada gagal jantung masih belum jelas. Sistem RAA bertujuan menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat serta mempertahankan tekanan
darah.
Renin adalah enzim yang disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerulus, yang terletak
berbatasan dengan arteriol renal eferen dan bersebalahan dengan macula densa
pada tubulus distal. Renin merupakan enzim yang mengubah angiotensinogen
(sebagian besar berasal dari hati) angiotensin I.
Angiotensin converting enzyme (ACE) yang terikat pada membrane plasma sel
endotel akan memecah dua asam amino dan angiotensin I untuk membentuk
angiotensin II. Angiotensin II memiliki beberapa fungsi penting untuk memelihara
homeostasis sirkulasi, yaitu merangsang konstriksi arteriol pada ginjal dan
sirkulasi sistemis, serta mereabsorbsi natrium pada bagian proksimal nefron.
Angiotensin II juga menstimulasi korteks adrenal untuk menskresi akdosteron,
yang akan merangsang reabsorbsi natrium (dalam pertukaran dengan kalium) pada
bagina distal dari nefron, serta di usus besar, kelenjar saliva dan kelenjar keringat.
Renin diskresikan pada keadaan menurunnya tekanan darah, kekurangan natrium
dan peningkatan aktivitas simpatis ginjal.
Angiotensin I sebagina besar kemudian diubah di paru-paru menjadi angiotensin
II, suatu zat presor yang poten, oleh angiotensin converting enzyme (ACE). ACE

juga dapat memecah bradikinin dan bekerja pada sejumlah peptide lain.
Angiotensin II dipecah secara cepat oleh enzim non-spesifik yang disebut
angiotensinase. Angiotenisn II memegang peran utama dalam sistem RAA karena
meningkatkan tekanan darah dengan beberapa cara seperti vasokontriksi, retensi
garam dan cairan dan takikardia.
Peptida natriretik atrial (PNA) disekresi oleh jantung kemudian masuk ke dalam
sirkulasi. Sekresinya terutama dipengaruhi oleh peningkatan tekanan pada dinding
atrium atau ventrikel, biasanya akibat peningkatan tekanan pengisian atrium atau
ventrikel. PNA menyebabkan dilatasi dari arteri yang mengalami konstriksi akibat
neurohormon lain serta meningkatkan ekskresi garam dan air.
3.
Hipertrofi ventrikel
Respon terhadap kagagaln jantung lainnya adalah hipertrofi ventrikel atau
bertembahnya ketebalan dinding ventrikel. Hipertrofi meningkatkan jumlah
sarkomer dalam sel-sel miokardium, bergantung pada jenis bebasn hemodinamika
yang mengakibatkna gagal jantung. Sarkomer dapat bertambah secara parallel
atau serial. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan oleh adanya
stenosis aorta, akan disertai penambahan ketebalan dinding tanpa penambahan
ukuran runag di dalamnya. Respons miokardium terhadap beban volume seperti
pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan
dinding. Kombinasi ini diduga merupakan akibat dari bartambahnya jumlah
sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini dikenal sebagai
hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris.
4.
Volume cairan berlebih
Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume sekuncup yang
besar. Karena setiap sarkomer mempunyai jarak pemendekan puncak yang
terbatas, maka peningkatan volume sekuncup dicapai dengan peningkatan kumlah
sarkomer seri, yang akan menyebabkan peningkatan volume ventrikel. Pelebaran
ini membutuhkan ketegangan dinding yang lebih besar agar dapat menimbulkan
tekanan intraventrikel yang sama sehingga membutuhkan peningkatan jumlah
myofibril parallel. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan ketebalan dinding
ventrikel kiri. Jadi, volume cairan berlebih menyebabkan pelebaran runag
hipertrofi eksentrik.

Keempat respons ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung.


Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah
jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada
keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah
jantung biasanya tampak pada saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal
jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif (Muttaqin Arif,
2012).

G. Komplikasi

Menurut patric davay (2005), komplikasi gagal jantung kongestif adalah sebagai
berikut :
1. Efusi pleura
Di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi dari kapiler
masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus bawah
darah.
2. Aritmia
Pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko untuk mengalami aritmia,
biasanya disebabkan karena tachiaritmias ventrikuler yang akhirnya menyebabkan
kematian mendadak.
3. Trombus ventrikuler kiri
Pada gagal jntung kongestif akut dan kronik, pembesaran ventrikel kiri dan
penurunan kardiac output beradaptasi terhadap adanya pembentukan thrombus
pada ventrikel kiri. Ketika thrombus terbentuk, maka mengurangi kontraktilitas
dari ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen dan lebih jauh gangguan perfusi.
Pembentukan emboli dari thrombus dapat terjadi dan dapat disebabkan dari
Cerebrivaskular accident (CVA).
4. Hepatomegali
Karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga menyebabkan
perubahan fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi fibrosis dan akhirnya sirosis.

H. Penatalaksanaan Medis

Pada tahap simtomatik dimana sindrom gagal jantung sudah terlihat jelas seperti
cepat capek atau fatigue, sesak nafas (dyspnea in effort, orthopnea), kardiomegali,
peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hepatomegali dan oedema sudah jelas,
maka dengan diagnosis gagal jantung mudah di buat. Tetapi bila syndrome
tersebut belum terlihat jelas seperti pada tahap disfungsi ventrikel kiri/LV
disfunction (tahap asimtomatik), maka keluhan fatik dan keluhan di atas yang
hilang timbul tidak khas, sehingga harus di topang oleh pemeriksaan foto rontgen,
echocardigrafi dan pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide.
Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombal pengobatan gagal
jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau
Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik
sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai
setelah diuretic dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikuler (fibrilasi atrium atau SVT
lainnya) atau ketiga obat di atas belum memberikan hasil yang memuaskan.
Intoksikasi sangat mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin
meningkat) atau kadar kalium rendah (kurang dari 3,5 meq/L).
Aldosteron antagonis di pakai untuk memperkuat efek diuretic atau pada pasien
hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas
dengan pemberian jenis obat ini.
Pemakaian obat dengan efek diuretic-vasodilatasi seperti Brain N Atriuretic
Peptide (Nesiritide) masih dalam penellitian. Pemakaian alat bantu seperti Cardiac
Resychronization Therapy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra
Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah mati mendadak pada gagal jantung
akibat iskemia maupun non-iskemia. Dapat memperbaiki status fungsional dan
kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi degenerasi miokard,
masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat
ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan
penelitian lanjut (Sudoyo Ary W., 2007)
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Electrocardiography (ECG)

Didapatkan gambaran perpanjangan interval QRS karena perubahan massa otot


ventrikel yang akan meningkatkan lama aktivitas ventrikel. Meningginya
gelombang R karena peningkatan massa otot jantung yang dilalui potensial listrik.
Adanya massa otot yang semakin menebal maka kesempatan repolarisasi akan
diberikan pada endocardium terlebih dahulu. Keadaan ini akan mengakibatkan
gambaran RS T mengalami depresi dan gelombang T terbalik pada sadapan 5
dan 6. Pada sadapan 1 dan 2 tampak adanya gambaran gelombang S yang sangat
dalam dan didapatkan R yang meninggi melebihi 20 mm.
2. Sonogram (echocardiogram)
Dapat

menunjukkan dimensi pembesaran ventrikel, perubahan dalam fungsi/

struktur katup atau area penurunan kontraktilitan ventrikuler.


3. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung
kanan maupun kiri dan stenosis katup maupun insufisiensi. Juga mengkaji patensi
arteri koroner. Zat kontras yang disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan
ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/ perubahan kontraktilitas.
4. X-ray Thoraks
Ditemukan adanya pembesaran jantung yang disertai adanya pembendungan
cairan di paru karena hipertensi pulmonal. Tempat adanya infiltrate precordial
kedua paru dan efusi pleura.
5. Laboratorium
Secara umum dapat ditemukan penurunan Hb dan hematokrit karena adanya
hemodilusi. Jumlah leukosit meningkat, bila sangat meninggi mungkin
disebabkan oleh adanya infeksi endokarditis yang akan memperberat jantung.
Keadaan asam basa tergantung pada keadaan metabolism, masukan kalori,
keadaan paru dan fungsi ginjal. Kadar natrium darah sedikit menurun walaupun

kadar natrium total bertambah. Berat jenis urine meningkat. Enzim hepar mungkin
meningkat dalam kongesti hepar. Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis
respiratorik ringan atau hipoksia dengan peningkatan pCO2. BUN dan kreatinin
menunjukkan penurunan perfusi ginjal. Albumin/ transferin serum mungkin
menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan sintesis
protein dalam hepar yang mengalami kongesti. Kecepatan sedimentasi
menunjukkan adanya inflamasi akut.
6. Ultrasonography (USG)
Didapatkan gambaran cairan bebas dalam rongga abdomen dan gambaran
pembesaran hepar dan lien. Pembesaran hepar dan lien kadang sulit diperiksa
secara manual saat disertai asites (Doenges Marilyn E., dkk., 2000).

II.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

Menurut American Nursing Association (ANA) proses keperawatan adalah


suatu metode yang sistematis yang diberikan kepada individu, keluarga dan
masyarakat dengan berfokus pada respon unik dari individu, keluarga, dan
masyarakat terhadap masalah kesehatan yang potensial maupun aktual. ( Marilynn
E. Doengoes, dkk .2000 : 6 ).
Di dalam memberikan asuhan keperawatan terdiri dari beberapa tahap atau
langkah-langkah proses keperawatan yaitu ; pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Diperlukan
pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberi arah
kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung
pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian (Lismidar, dkk., 2005).
1. Identitas
a. Identitas klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
b. Identitas Penanggungjawab terdiri dari : nama, hubungan dengan klien,
pendidikan, pekerjaan dan alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien utama klien dengan gagal jantung adalah sesak nafas, nyeri dan kelemahan
saat beraktivitas.
b. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan
serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST, yaitu :
1) P : Provoking incident, kelemahan fisik terjadi setelah melakukan
aktivitas ringan sampai berat, sesuai dengan gangguan pada jantung.
2) Q : Quality of pain, seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan
aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap
beraktivitas klien merasakan sesak nafas.

3) R : Region, apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi


keseluruhan sistem otot rangka dan apakah disetai ketidakmampuan dalam
melakukan pergerakan.
4) S : Severity (scale) of pain, Kaji rentang kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam
beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.
5) T : Time, sifat mula timbulnya, keluhan kelemahan beraktivitas biasanya
timbul perlahan. Lama timbulnya kelemahan saat beraktivitas biasanya
setiap saat, baik saat istirahat maupun saat beraktivitas.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah sebelumnya
klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, diabetes
mellitus, dan hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang
lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat
diuretic, nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping
yang terjadi di masa lalu. Alergi obat dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali
klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
d. Riwayat penyakit keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga,
anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab
kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia
muda merupakan faktor resiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.
3. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual, meliputi :
a. Aktivitas/ istirahat
Klien biasanya mengeluh mengalami keletihan/kelelahan terus-menerus sepanjang
hari, insomnia, nyeri dada pada saat beraktivitas dan dispnea pada saat istirahat.
b. Sirkulasi

Biasanya klien memiliki riwayat hipertensi, infark miokard baru/ akut, episode
GJK sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok
septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
c. Integritas ego
Klien menyatakan ansietas, khawatir dan takut. Stress yang berhubungan dengan
penyakit/keprihatinan financial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
d. Eliminasi
Klien menyatakan penurunan dalam berkemih, urine klien berwarna gelap, suka
berkemih pada malam hari (nokturia), diare/kontipasi.
e. Makanan/cairan
Klien manyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual/muntah,
bertambahnya berat badan secara signifikan.
f. Hygiene
Klien menyatakan merasa letih/lemah, kelelahan yang dirasakan klien yaitu
selama aktivitas perawatan diri.
g. Neurosensori
Klien menyatakan tubuhnya lemah, suka merasakan pusing, dan terkadang
mengalami pingsan.
h. Nyeri/kenyamanan
Klien mengeluh nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas
dan sakit pada otot.
i. Pernapasan
Klien menyatakan dispnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit
kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
j. Keamanan
Klien menyatakan mengalami perubahan dalam fungsi mental, kehilangan
kekuatan, tonus otot, kulit lecet.
k. Interaksi sosial
Klien menyatakan sudah jarang mengikuti kegiatan sosial yang biasa dilakukan.

l. Pembelajaran/pengajaran
Klein menyatakan menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misal :
penyekat saluran kalsium
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum :
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya baik
atau composmentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi sistem saraf
pusat.
b. Tanda-Tanda Vital : TD

Nadi
:
Respirasi :
Suhu
:
c. Pengkajian persistem
1) B1 (breathing)
Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dipsnea, ortopnea, dispnea
nocturnal pasroksismal, batuk dan edema pulmonal akut, takipnea. Adanya
sputum mungkin bersemu darah.
2) B2 (Blood)
a) Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan
fisik dan adanya edema ektremitas. Ujung jari kebiruan, bibir pucat abuabu.
b) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
c) Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya
ditemukan apabila gagal jantung adalah kelainan katup. Irama jantung
disritmia. Bunyi jantung S3 (Gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi.
S1 dan S2 mungkin melemah.
d) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi jantung (kardiomegali).

3) B3 (Brain)

Kesadaran klien biasanya composmentis. Sering ditemukan sianosis perifer


apabila terjadi gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi
wajah meringis, menangis, merintihm meregang dan menggeliat.
4) B4 ( Bladder)
Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan.
Perawat perlu memonitor adanya oliguruia karena merupakan tanda awal dari
syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan
yang parah. Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih malam hari
(nokturia).
5) B5 ( Bowel)
a) Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam
pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen,
suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen
ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga klien dapat mengalami
distress pernapasan.
b) Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan
stasis vena didalam rongga abdomen.
6) B6 ( Bone)
a) Ektremitas
Pada ujung jari terjadi kebiruan dan pucat. Warna kulit pucat dan sianosis.
b) Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat dipercaya
dan tentu saja, ini sering ditemukan bila gagal ventrikel kanan telah terjadi. Ini
sedikitnya merupakan tanda yang dapat dipercaya bahwa telah terjadi disfungsi
ventrikel.
c) Mudah lelah

Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah
jantung yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai
oksigen ke jaringan dan menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga
terjadi akibat meningkatnya energy yang digunakan untuk bernapas dan insomnia
yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan
keletihan. Gejala-gejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit atau anoreksia.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal jantung kongestif, yakni :
a. Ekokardiografi,
b. Rontgen Toraks, dan
c. Elektrokardiografi

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan
objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis
keperawatan (Deswani, 2009).
1.

Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data
tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan
dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien (Deswani, 2009).

Tabel 2.4 Analisa Data


No
Symptom
1 DS:

Etiologi
Iskemik miokard

Problem
Resiko

Klien mengeluh mudah


lelah, nyeri dada kiri dan
uluhati, sesak nafas, sering
terbangun pada malam hari saat
tidur.
DO:

Tekanan
darah
bisa
meningkat
(hipertensi/
hipotensi),
nadi
lemah,
terdengar suara gallop ventrikel
dan gallop atrium (S3 clan S4),
keringat dingin, ronchi +/+,
sianosis nyeri dada, edema
tungkai+/+, EKG: ST depresi V2
dan V4, rasio R/S V1, V6 urine
sedikit 300 500 cc perhari,
nafas cepat.

2 DS:

Klien mengeluh nafasnya


sesak dan sering terbangun
pada malam hari karena sesak
nafas dan batuk-batuk
DO:

Ujung jari dan kuku


tampak kebiruan, ronchi (+/+),
nafas cepat tampak tarikan
dinding dada

Ht: 34,6

Albumin: 2,6

Kerusakan otot-otot
miokard

Penurunan curah
jantung

Kemampuan/ kontrak
tilitas miokard menurun
Menurunnya kemampuan
pompa ventrikel
Isi sekuncup
Curah jantung menurun/
cardiac output menurun

Gagal jantung kiri

Hambatan aliran
pulmonal
Bendungan vena
pulmonal Edema paru
tekanan hidrostatik
menurun dan tekanan
osmotic menurun
Tertimbunnya cairan
kedalam intestinal atau
alveoli
Gangguan ventilasi dan
difusi O2 dan Co2
Gangguan pertukaran gas

Resiko gangguan
pertukaran gas

3 DS:

Klien menyatakan bila


berjalan terasa berat, sesak
nafas, lebih enak tidur dengan
posisi setengah duduk, kencing
sedikit
DO:

Tungkai tampak bengkak/


edema, jumlah kencing sedikit
300-500 cc/ hari, tempak
bendungan vena jugularis,
ronchi (+) respirasi nafas cepat,
terdengar bunyi jantung S3 dan
nadi lemah

Ht: 34,6

Albumin: 2,6

Curah jantung menurun

Resiko
tinggi
Kelebihan
volume cairan

Aliran darah tidak efektif

Sekresi renin dan ADH

Reabsorbsi ditubuli dista


dan reabsorbsi Na+ditubuli
distal

Retensi Na+ dan air

4 DS:

Klien mengeluh tangan


dan kaki lemas, sulit untuk
menelan, nyeri perut
DO:

Klien tampak berbaring di


tempat tidur, oliguri, tampak
edema, perubahan suhu kulit,

DS:
Klien mengeluh nyeri
dada
kiri
pada
saat
beraktivitas.
DO:

Klien tampak meringis


kesakitan, wajah tampak tegang
dan gelisah, tangan mengepal.

Kelebihan volume plasma

Resiko gangguan
perfusi jaringan

Transudasi cairan
Edema

Curah jantung menurun


Hipertrofi ventrikel
Pemendekan miokard
Aliran darah ke jantung

Nyeri

dan otak menurun


Curah jantung menurun
Penurunan suplai O2 ke
miokardium
Nekrosis Sel
Nyeri

DS:

Klien mengeluh tenaganya


lemah, cepat lelah, sesak nafas,
nafsu makan menurun
DO:

Klien tampak berbaring di


tempat tidur, tampak kebiruan/
sianosis pada ujung jari dan
kuku, tungkai tampak edema,
keringat dingin, lemah

7 DS:

Klien menyatakan klien


takut dengan keadaanya, klien
bertanya tentang kondisi dan
pengobatan, khawatir, stress
berhubungan
dengan
keprihatinan financial
DO:

Klien tampak cemas

Curah jantung menurun

Intoleransi
aktivitas

Aliran darah menurun


Suplai nutrisi dan oksigen
menurun
Kelemahan

Kondisi dan prognosis


penyakit

Cemas

8 DS:

Klien menyatakan klien


Kurangnya informasi/
bingung
dengan
keadaan kesalahan persepsi tentang
penyakitnya, klien bertanya
penyakit gagal jantung
tentang
kondisi
dan
pengobatan
DO:
2.
a.

Kurang
pengetahuan
mengenai kondisi
dan
program
pengobatan

Rumusan Diagnosa
Resiko penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal yang
ditandai dengan klien mengeluh mudah lelah, nyeri dada kiri dan uluhati, sesak
nafas, sering terbangun pada malam hari saat tidur, tekanan darah bisa meningkat
(hipertensi/ hipotensi), nadi lemah, terdengar suara gallop ventrikel dan gallop
atrium (S3 clan S4), keringat dingin, ronchi +/+, sianosis nyeri dada, edema
tungkai +/+, EKG: ST depresi V2 dan V4, rasio R/S V1, V6 urine sedikit 300
500 cc perhari, nafas cepat.

b.

Resiko gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan cairan,


kongesti paru akibat sekunderdari perubahan membran kapiler alveoli dan retensi
cairan interstitial yang ditandai dengan klien mengeluh nafasnya sesak dan sering
terbangun pada malam hari karena sesak nafas dan batuk-batuk serta dispnea saat
beraktivitas, ujung jari dan kuku tampak kebiruan, ronchi(+/+), nafas cepat
tampak tarikan dinding dada, Ht: 34,6, Albumin: 2,6.

c.

Resiko terhadap kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan


cairan sistemis, perembesan cairan interstial di sistemis akibat sekunder dari
penurunan curah jantung, gagal jantung kanan yang ditandai dengan klien
menyatakan bila berjalan terasa berat, sesak nafas, lebih enak tidur dengan posisi
setengah duduk, kencing sedikit, tungkai tampak bengkak/ edema, jumlah
kencing sedikit 300-500 cc/ hari, tempak bendungan vena jugularis, ronchi (+)
respirasi nafas cepat, terdengar bunyi jantung S3 dan nadi lemah, Ht: 34,6,
Albumin: 2,6.

d. Resiko gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan menurunnya curah


jantung yang ditandai dengan klien mengeluh tangan dan kaki lemas, sulit untuk
menelan, nyeri perut, klien tampak berbaring di tempat tidur, oliguri, tampak
edema, perubahan suhu kulit.
e.

Nyeri yang berhubungan dengan nekrosis sel yang ditandai dengan klien
mnegeluh nyeri dada kiri pada saat beraktivitas, klien tampak meringis
kesakitan, wajah tampak tegang dan gelisah, tangan mengepal.

f.

Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen ke jaringan dengan kebutuhan dengan akibat sekunder dari penurunan
curah jantung yang ditandai dengan klien mengeluh tenaganya lemah, cepat
lelah, sesak nafas, nafsu makan menurun, klien tampak berbaring di tempat tidur,
tampak kebiruan/ sianosis pada ujung jari dan kuku, tungkai tampak edema,
keringat dingin, lemah.

g.

Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status
kesehatan, situasi kritis, ancaman, atau perubahan kesehatan yang ditandai
dengan klien menyatakan klien takut dengan keadaannya, klien bertanya tentang
kondisi dan pengobatan, klien tampak cemas.

h.

Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan yang berhubungan


dengan kurangnya pemahaman, kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung, penyakit, kegagalan yang ditandai dengan adanya pertanyaan, pernyataan
masalah, kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah yang
ditandai dengan klien mengatakan klien bingung dengan keadaan penyakitnya,
klien bertanya tentang kondisi dan pengobatan.

2.2.3

Intervensi Keperawatan
Paduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien, dan/atau tindakan
yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk membantu klien
mencapai hasil yang diharapkan (Deswani, 2009).

Diagnosa
Keperawatan
Risiko Tinggi
Penurunan Curah
Jantung

1.

2.
3.
4.
5.
6.

Tujuan dan
Kriteria Hasil
Setelah
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan
2.
penurunan curah
jantung dapat
teratasi dengan
kriteria hasil :
Tekanan darah
dalam batas
normal (systole :
110-140 mmHg
dan Diastole:
80-90 mmHg)
CRT kurang 3.
dari 3 detik
Produksi urine
30 ml/ jam
Nadi 70-90
kali/ menit
Tidak terjadi
aritmia
4.
Bebas gejala
gagal jantung

Rencana
Rasional
Keperawatan
Kaji dan
1.
Kejadian
mortalitas
dan
laporkan tanda
morbiditas sehubungan dengan
penurunan curah MI yang lebih dari 24 jam
jantung.
2.
Biasanya terjadi takikardia
meskipun pada saat istirahat
Periksa
untuk mengompensasi penurunan
keadaan klien
kontraktilitas ventrikel, KAP,
dengan
PAT, MT, PVC, dan AF disritmia
mengauskultasi
umum berkenaan dengan GJK
nadi apikal: kaji meskipun lainnya juga terjadi.
frekuensi, irama3.
S1 dan S2 mungkin lemah
jantung
karena menurunnya kerja pompa,
(dokumnetasi
irama gallop (S3 dan S4)
disritmia, bila
dihasilkan sebagai aliran darah ke
tersedia
dalam serambi yang distensi
telemetri).
murmur dapat menunjukkan
Catat bunyi
inkompetensi/ stenosis mitral.
jantung.
4.
Penurunan
curah
jantung
menunjukkan menurunnya nadi,
radial, popiteal, dorsalis pedis,
dan postibial. Nadi mungkin cepat
hilang atau tidak teratur untuk
dipalpasi.
Palpasi nadi
perifer.

5.

Ginjal
berespons
untuk
menurunkan
curah
jantung
dengan menahan cairan dan
natrium.
Untuk menurunkan beban kerja
jantung, tirah baring membantu
dalam menurunkan beban kerja
dengan menurunkan volume
intravaskular melalui induksi
diuresis berbaring.
7.
Pada posisi ini aliran balik vena

Pantau adanya5.
keluaran urine,
catat keluaran
dan kepekatan
urine.
6.
6.
Istirahatkan
klien dengan
tirah baring
optimal.

7.

Atur posisi
tirah baring yang
idel. Kepala
tempat tidur 8.
harus dinaikkan
20-30 cm.
8.
Berikan
istirahat
psikologi dengan
9.
lingkungan yang
tenang.
9.

ke jantung dan paru berkurang,


kongesti paru berkurang, serta
penekanan hepar ke diafragma
menjadi minimal.
Stress emosi menghasilkan
vasokontriksi
yang
terkait,
meningkatkan tekanan darah dan
meningkatkan frekuensi/ kerja
jantung.
Meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokardium
guna melawan efek hipoksia/
iskemia.

Berikan
oksigen
10. Berjongkok dapat meningkatkan
tambahan
aliran balik vena dan retensi arteri
dengan nasal
sistemik
secara
simultan
kanul/ masker
menyebabkan kenaikan volume
sesuai dengan
sekuncup dan tekanan arteri. Dan
indikasi.
latihan
isometrik
dapat
10. Hindari
meningkatkan
manuver
dinamik seperti
berjongkok
sewaktu
melakukan BAB
dan mengepalngepalkan
tangan.
resistensi arteril sistemik, tekanan
darah dan ukuran jantung, latihan
ini dapat meningkatkan beban
11. Kolaborasi
kerja jantung.
untuk pemberian11. Dukungan diet adalah mengatur
diet jantung.
diet
sehingga
kerja
dan
ketegangan otot jantung minimal
dan status nutrisi terpelihara,
sesuai dengan selera dan pola
12. Pemberian
makan klien.
cairan IV,
12. Oleh karena adanya peningkatan
pembatasan
tekanan ventrikel kiri, pasien
jumlah total
tidak
dapat
menoleransi
sesuai dengan
peningkatan
volume
cairan.
indikasi, hindari Pasien juga mengeluarkan sedikit
cairan garam.
natrium
yang
menyebabkan
retensi cairan dan meningkatkan

kerja miokard.
13. Pantau seri
13. Depresi segmen ST dan datarnya
EKG dan
gelombang T dapat terjadi karena
perubahan foto
peningkatan kebutuhan oksigen.
dada.
Foto
dada
menunjukkan
pembesaran
jantung
dan
perubahan kongesti pulmonal.
14. Banyaknya obat dapat digunakan
14. Kolaborasi
untuk meningkatkan volume
untuk pemberian sekuncup,
memperbaiki
obat.
kontraktilitas dan menurunkan
kongesti.

Risiko Tinggi
Gangguan
Pertukaran Gas

1.
2.
3.
4.

5.

Risiko Tinggi

Setelah
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan
2.
oksigenasi
adekuat pada
jaringan dapat
tercapai dengan3.
kriteria hasil :
Tidak ada
keluhan sesak 4.
Tidak tampak
tarikan dinding
dada
5.
Klien bisa
istirahat pada
malam hari
6.
TTV dalam a.
batas normal
(RR 20-24 kali/ b.
menit)
Analisis gas 7.
darah dalam
batas normal

Setelah

1.

Auskultasi
bunyi nafas,
catat adanya
mengi.

1.

Menyatakan adanya kongestif


paru/ pengumpulan sekret
menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lebih lanjut.
2.
Membersihkan jalan nafas dan
Anjurkan klien memudahkan oksigen.
untuk batuk
efektif dan nafas3.
Membantu untuk mencegah
dalam.
atelektasis dan pneumonia.
Dorong untuk4.
Mencegah asidosis yang dapat
perubahan posisi memperberat fungsi pernapasan.
sering.
5.
Untuk meningkatkan
Koreksi
konsentrasi O2 dalam proses
keseimbangan
pertukaran gas.
asam basa.
6.
Meningkatkan kontraktilitas
Berikan
otot jantung sehingga dapat
tambahan O2 6
mengurangi timbulnya edema dan
liter/ menit.
dapat mencegah gangguan
Kolaborasi :
pertukaran gas.
RL 500 cc/ 24 7.
Membantu mencegah terjadinya
jam
retensi cairan dengan
Digoxin 1-0-0
menghambat ADH.
Berikan
furosemid 2-1-0

Kaji adanya 1.

Curiga gagal kongestif/

Terhadap
Kelebihan
Volume Cairan

1.
2.
3.
4.

dilakukan
tindakan
keperawatan 2.
selama 3x24 jam
diharapkan tidak
terjadi kelebihan
volume cairan
sistemik dengan
kriteria hasil :
Klien tidak 3.
sesak napas
Intake dan
output seimbang
Pitting edema4.
tidak ada
Produksi urine
600 ml/ hari
5.

6.

7.
a.

b.

c.

Risiko Tinggi
Gangguan Perfusi
Jaringan

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan

1.

edema
kelebihan volume cairan.
ekstremitas. 2.
Sebagai salah satu cara untuk
Kaji tekanan
mengetahui peningkatan jumlah
darah.
cairan yang dapat diketahui
denganm meningkatkan beban
kerja jantung yang dapat
diketahui dari meningkatnya
tekanan darah.
3.
Peningkatan cairan dapat
Kaji distensi
membebani fungsi ventrikel
vena jugularis.
kanan yang dapat dipantau
melalui pemeriksaan tekanan
vena jugularis.
Ukur intake 4.
Penurunan curah jantung
dan output
mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/ air, dan
penurunan keluaran urine.
Timbang berat5.
Perubahan tiba-tiba berat badan
badan.
menunjukkan gangguan
keseimbangan cairan.
6.
Meningkatkan venous return
Beri posisi
dan mendorong berkurangnya
yang membantu edema perifer.
drainase
ekstremitas,
lakukan latihan 7.
Sebagai terapi.
gerak pasif.
a. Natrium meningkatkan retensi
Kolaborasi :
cairan dan meningkatkan volume
Berikan diet
plasma
tanpa garam
yang berdampak terhadap
peningkatan beban kerja jantung.
Berikan
b. Diuretik bertujuan untuk
diuretik, contoh : menurunkan volume plasma dan
furosemid
menurunkan retensi cairan di
jaringan sehingga menurunkan
resiko terjadinya edema paru.
c. Hipokalemia dapat membatasi
Pantau data
keefektifan terapi.
laboratorium
elektrolit dan
kalium
1.
Hipotensi dapat terjadi juga
disfungsi ventrikel, hipertensi
Auskultasi TD, juga fenomena umum yang
bandingkan
berhubungan dengan nyeri cemas

selama 3x24 jam


diharapkan tidak
terjadi gangguan
perfusi jaringan
dengan kriteria
hasil:
1.
Klien tidak 2.
mengeluh
pusing
2.
TTV dalam
batas normal :
TD : 110-140/803.
90 mmHg

kedua lengan,
ukur dalam
keadaan
berbaring, duduk
2.
atau berdiri bila
memungkinkan.
Kaji warna 3.
kulit, suhu,
sianosis, nadi
perifer, dan
diaforesis secara
teratur.
Kaji kualitas
peristaltik, jika
perlu pasang
sonde.
Nadi : 70-90 4.
Kaji adanya 4.
kali/menit
kongesti hepar
3.
CRT 3 detik pada abdomen
4.
Urine 600
kanan atas.
5.
ml/ hari
5.
Pantau urine
output.

6.

Catat adanya 6.
murmur.
7.
7.
Pantau
frekuensi
jantung dan
8.
irama.
8.
Berikan
makanan kecil/
mudah
dikunyah, batasi9.
asupan kafein.
9.

Kolaborasi :
Pertahankan cara
masuk heparin
(IV) sesuai
indikasi.

karena pengeluaran katekolamin.


Mengetahui derajat hipoksemia
dan peningkatan tekanan perifer.
Mengetahui pengaruh hipoksia
terhadap fungsi saluran cerna,
serta dampak penurunan
elektrolit.

Sebagai dampak gagal jantung


kanan, jika berat akan ditemukan
adanya tanda kongesti.
Penurunan curah jantung
mengakibatkan menurunnya
produksi urine, pemantauan
yang ketat pada produksi urine
600 ml/ hari merupakan tandatanda terjadinya syok
kardiogenik.
Menunjukkan gangguan aliran
darah dalam jantung.
Perubahan frekuensi dan irama
jantung menunjukkan komplikasi
disritmia.
Makanan besar dapat
meningkatkan kerja miokardium.
Kafein dapat merangsang
langsung ke jantung sehingga
meningkatkan frekuensi jantung..
Jalur yang paten penting untuk
pemberian obat darurat.

Nyeri

1.
2.
3.
4.

Setelah
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan nyeri
terkontrol
2.
dengan kriteria
hasil:
Skala nyeri 0
(0-5)
Wajah tampak
rileks
3.
Tidak terjadi
penurunan
perfusi perifer
TTV dalam a.
batas normal

Catat
1.
karakteristik
nyeri, lokasi,
intensitas, lama 2.
dan
penyebabnya.
Anjurkan
kepada klien 3.
untuk
melaporkan
nyeri dengan a.
segera.
Lakukan
manajemen
nyeri
b.
keperawatan:
Atur posisi
fisiologis.

b.

Istirahatkan
klien.

c.

Berikan
oksigen
tambahan
dengan nasa
kanul atau
masker sesuai
dengan indikasi.

d. Manajemen
lingkungan,
lingkungan
tenang dan
batasi

Variasi penampilan dan perilaku


klien karena terjadi sebagai
temuan pengkajian.
Nyeri berat dapat menyebabkan
syok kardiogenik yang
berdampak pada kematian
mendadak.
Memberi rasa rileks kepada
klien.

Posisi fisiologis akan


meningkatkan asupan O2 ke
jaringan yang mengalami
iskemia.
Istirahat akan menurunkan
kebutuhan O2 jaringan perifer,
sehingga kebutuhan miokardium
mneurun dan akan meningkatkan
suplai darah dan oksigen ke
miokardium yang membutuhkan
O2 untuk menurunkan iskemia.
c. Meningkatkan jumlah oksigen
yang ada untuk pemakaian
miokardium sekaligus
mengurangi ketidaknyamanan
sampai dengan iskemia.
d. Lingkungan tenang akan
menurunkan stimulus nyeri
eksternal dan pembatasan
pengunjung akan

pengunjung.
Ajarkan teknik
relaksasi
e.
pernapasan
dalam.
f. Ajarkan teknik
distraksi pada f.
saat nyeri.
g. Lakukan
manajemen
sentuhan.
g.
e.

4.

membantu meningkatkan kondisi


O2.
Meningkatkan asupan O2
sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder dari iskemia jaringan
otak.
Distraksi (pengalihan perhatian)
dapat berupa sentuhan dukungan
psikologis dapat membantu
mneurunkan nyeri.
Manajemen sentuhan pada saat
nyeri berupa sentuhan dukungan
psikologis dapat membantu
menurunkan nyeri.
4.
Membantu proses pengontrolan
nyeri.

Kolaborasi
dalam
pemberian
terapi:
a. Antiangina
(nitrogliserin). a.
b. Analgesik,
morfin 2-5 mg
intravena.
b.
c. Penyekat beta.
Contoh:
atenolol,
c.
tonormin,
pridolol.

d.

Intoleransi
Aktivitas

Selama
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan
kebutuhan
beraktivitas dan
kebutuhan
perawatan diri
sendiri terpenuhi
2.
dengan kriteria :

Nitrat berguna untuk kontrol


nyeri dengan efek vasodilatasi
koroner.
Menurunkan nyeri hebat,
memberikan sedasi, dan
mengurangi kerja.
Penghambat (adrenergik) beta
menghambat reseptor beta 1
untuk pengontrol nyeri melalui
efek hambatan rangsang simpatis,
dengan demikian denyut jantung
akan berkurang.
Penyekat
d. Kalsium mengaktivasi kontraksi
saluran kalsium. miokardium serta menambah
Contoh:
beban kerja.
diltiazem
(prokardia).
Periksa tanda 1.
Hipotensi ortostatik dapat
vital sebelum
terjadi dengan aktivitas karena
dan segera
efek oabt (vasodilator),
setelah aktivitas perpindahan cairan (diuretik atau
khususnya bila
pengaruh fungsi jantung).
klien
menggunakan
vasodilator,
2.
Penurunan/ ketidakmampuan
diuretik,
miocardium untuk meningkatkan
penyakit dada.
volume sekuncup selama aktivitas
Catat respon
dapat meningkatkan segera
cardiopulmonal
frekuensi jantung dan kebutuhan

1.

Tidak terjadi
kelemahan dan
kelelahan
2.
Tanda-tanda
vital dalam batas
normal
1. TD: 110-140/80-90
mmHg
2. Nadi: 70-90 3.
kali/menit
RR: 20
kali/menit
4.

5.

6.

Cemas

Selama
1.
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x24 jam
kecemasan klien
berkurang atau 2.
hilang dengan
kriteria hasil :
1.
Klien
menyatakan
kecemasan
berkurang
2.
Kooperatif
terhadap
tindakan

terhadap
oksigen, juga meningkatkan
aktivitas, catat
kelemahan dan kelelahan.
takikardi,
3.
Kelemahan adalah efek
disritmia,
samping dari beberapa obat.
dispnea,
4.
Dapat menunjukkan
berkeringat,
peningkatan dekompensasi
pucat.
jantung daripada kelebihan
aktivitas.
Kaji
5.
Pemenuhan kebutuhan
presipilator/
perawatan diri tanpa
penyebab
mempengaruhi atress miocard.
kelemahan.
Kebutuhan oksigen berlebihan.
Evaluasi
peningkatan
intoleran
6.
Peningkatan terhadap aktivitas
aktivitas.
menghindari kerja jantung/
konsumsi oksigen berlebihan.
Berikan
bantuan dalam
aktivitas
perawatan diri
sesuai indikasi,
selingi periode
aktivitas dengan
periode istirahat.
Kolaborasi:
Implementasikan
program
rehabilitasi
jantung.
Bantu klien 1.
Cemas berkelanjutan
mengekspresika memberikan dampak serangan
n perasaan
jantung selanjutnya.
marah,
kehilangan dan
takut.
2.
Reaksi verbal/ nonverbal dapat
Kaji tanda
menunjukkan rasa agitasi, marah
verbal dan
dab gelisah.
nonverbal
kecemasan,
dampingi klien
dan lakukan 3.
Konfrontasi dapat
tindakan bila
meningkatkan rasa marah,
menunjukkan
menurunkan kerjasama dan
perilaku
mungkin memperlambat
merusak.
pemyembuhan.

3.
4.

Wajah rileks 3.
Klien
mengenal
perasaannya
dengan
4.
mengidentifikasi
penyebab atau
faktor yang
mempengaruhin
ya.

Hindari
konfrontasi.

4.

Mengurangi ransangan
eksternal yang tidak perlu.

Mulai
melakukan
tindakan untuk 5.
Kontrol sensasi klien dengan
mengurangi
cara memberikan informasi
kecemasan. Beri mengenai keadaan klien.
lingkungan yang
tenang dan
suasana pebuh
istirahat.
5.
Tingkatkan
kontrol sensasi
klien.
6.

Kurang
Pengetahuan

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan 7.
selama 1x24 jam
diharapkan klien
mengerti
mengenai
kondisi,
program
8.
pengobatan
sehingga
episode
kekambuhan 9.
kearah yang
lebih beratdapat
dicegah dengan
kriteria :
1.
Klien
dapat menerima
keadaannya
2.
Klien
1.
dapat
mengidentifikasi
stress pribadi,
faktor resiko dan

Orientasikan 6.
klien terhadap
prosedur rutin
dan aktivitas
yang diharapkan.
Beri
7.
kesempatan
kepada klien
untuk
mengungkapkan
ansietasnya. 8.
Berikan privasi
untuk klien dan
orang terdekat.
9.
Kolaborasi:
Berikan
anticemas sesuai
indikasi,
contohnya
diazepam.
1.

Orientasi dapat menurunkan


kecemasan.

Dapat menghilangkan
ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak
diekspresikan.
Memberi waktu untuk
mengekspresikan perasaan,
menghilangkan cemas dan
perilaku adaptasi.
Meningkatkan relaksasi dan
menurunkan kecemasan.

Pengetahuan proses penyakit dan


harapan dapat memudahkan
ketaatan pada program
Diskusikan
pengobatan.
fungsi jantung 2. Klien percaya bahwa perubahan
normal, meliputi program pengobatan pasca pulang
informasi
dibolehkan bila merasa baik dan
sehubungan
bebas gejala atau merasa lebih

beberapa
tekhnik untuk
mengatasi
3.
Klien mau
melakukan
perubahan pola
hidup/ perilaku
yang perlu
2.

dengan
perbedaan klien
dari fungsi
normal, jelaskan
perbedaan antara
serangan jantung
dengan GJK. 3.

sehat yang dapat meningkatkan


resiko eksaserbasi gejala.
Pemahaman program, obat dan
pembatasan dapat meningkatkan
kerjasama untuk mengontrol
gejala.
3. Aktivitas berlebih dapat
berlanjut menjadi kelemahan
Kuatkan rasional jantung, eksaserbasi kegagalan.
pengobatan. 4.
5.
6. 4.
Pemasukan diet natrium
diatas 3 gram/ hari akan
menghasilkan efek diuretik.
7. 5.
Pemahaman kebutuhan
terapiutik dan pentingnya upaya
3.
Diskusikan pelaporan efek samping yang
pentingnya
dapat mencegah komplikasi obat,
menjadi seaktif
cemas dapat menghambat
mungkin tanpa
pemasukan keseluruhan dan
menjadi
klien/ orang dekat dirujuk
kelelahan dan
kemateri tulisan pada kertas untuk
istirahat diantara menyegarkan ingatan.
aktivitas.
8. Meningkatkan pemantauan
4.
Diskusikan sendiri pada kondisi/ efek obat.
pentingnya
Deteksi dini perubahan
pembatasan
memungkinkan intervensi tepat
natrium.
waktu dan mencegah komplikasi
5.
Diskusikan seperti toksisitas digitalis.
obat, tujuan dan9.
efek samping, 10. 7.
Menambahkan pada
berikan instruksi kerangka pengetahuan dan
secara verbal
memungkinkan klien untuk
dan tertulis.
membuat keputusan berdasarkan
Anjurkan dan
informasi sehubungan dengan
lakukan
kontrol kondisi dan mencegah
demonstrasi
berulang/ komplikasi, merokok
ulang
potensial untuk vasokontriksi,
kemampuan
pemasukan natrium
mengambil dan
meningkatkan pembentukan
mencatat nadi
retensi/ edema air.
harian dan kapan
11. 8.
Pemantauan sendiri
memberi tahu
meningkatkan tanggungjawab
perawat.
klien dalam pemeliharaan
7.
Jelaskan
kesehatan dan alat mencegah
dan diskusikan
komplikasi.

peran klien
12.
dalam
13.
mengontrol
14. 9.
Kondisi kronis dan
faktor resiko dan berulang/ menguatnya kondisi
faktor pencetus. GJK sering melemahkan
kemampuan koping.

8.
Bahas
ulang tanda/
gejala yang
memerlukan
perhatian medik
cepat, edema,
nafas pendek,
peningkatan
kelelahan, batuk,
hemaptisis,
demam.
9.
Beri
kesempatan
klien/ orang
terdekat untuk
menanyakan,
mendiskusikan
masalah.

2.2.4

Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap pelaksanaan dari intervensi yang sudah di
tentukan sebelumnya. Setelah melakukan intervensi keperawatan, tahap
selanjutnya adalah mencatat intervensi yang telah dilakukan dan evaluasi respon
klien (Deswani, 2009).
Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan secara umum pada klien
dengan gagal jantung kongestif :
1.

Pemberian oksigen.

2.

Pembatasan aktivitas dan istirahat yang adekuat.

3.

Penurunan volume cairan tubuh.

4.

Pembatasan garam dan natrium.

5.

Pemberian digitalis, vasodilator dan diuretik.

6.

Pencegahan komplikasi.

7.

Pemberian informasi.

2.2.5

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan langkah terakhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Lismidar, dkk.,
2005).
Hasil yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan gagal jantung.
1.

Terpenuhinya aktivitas sehari-hari.

2.

Menunjukkan peningkatan curah jantung,

a. Tanda-tanda vital kembali normal.


b.

Terhindar dari resiko penurunan perfusi jaringan.

c. Tidak terjadi kelebihan volume cairan.


d. Tidak sesak.
e. Edema ekstremitas tidak terjadi.
3.

Menunjukkan penurunan kecemasan.

4.

Memahami penyakit dan tujuan perawatannya,

a. Mematuhi semua aturan medis.


b.

Memahami cara mencegah komplikasi dan menunjukkan tanda-tanda dari


komplikasi.

c. Menjelaskan proses terjadinya gagal jantung.


d. Menjelaskan alasan terjadinya pencegahan komplikasi.
e. Mematuhi program perawatan diri.
f.

Menunjukkan pemahaman mengenai terapi farmakologi.

g.

Kebiasaan sehari-hari mencerminkan penyesuaian gaya hidup.

DAFTAR PUSTAKA
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK
Padjajaran Bandung, September 1996
NANDA,2012-2014. Panduan Diagnosa keperawatan NANDA 2012-2014
Definisi dan Klasifikasi. Philadhelpia.
Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media
Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 1982

Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku


2, Edisi 4
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (Eds). (2008). Nursing
Outcomes Classification (NOC) (4th ed.). St. Louis: Mosby/Elsevier

Anda mungkin juga menyukai