Anda di halaman 1dari 9

PEMANFAATAN BIJI ALPUKAT (PERSEA AMERICANA) MENJADI METIL

ESTER SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF (BBA)


AVOCADO (PERSEA AMERICANA) SEEDS UTILIZATION AS METHYL ESTER THE
ALTERNATIVE BIODIESEL FUEL
1)

1)

Sofiah, 2) Malisa
Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya
2)
Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Politeknik Sriwijaya
Sofie26juni@yahoo.com

ABSTRACT
Biodiesel is made by extracting the avocado seeds oil by extraction process then undergo through two stages of
esterification and transesterification with the solvent to oil ratio between 1:1, until 1:5 and catalyst added to the
esterification process was H2SO4 and transesterification was NaOH. During the estrification process, acid
catalyst was added with different concentration 0,5% until 0,9% to the avocado seeds oil and during the
transeterification, the base catalyst was added at a concentration of 0,5% until 0,9% to the result of
esterification. Operation condition is maintained at a temperature of 60 oC, processing time for 60 minutes and
separation time of 3 hours. Biodiesel products that fulfilled the Indonesian National Standard was the
composition of ratio between avocado seeds oil dan methanol 1:1 with the catalyst concentration used 0,5%
with the quality analysis of density which was 0,8868 gr/ml, pH 7,17, water level 0,1128%, refractive index
1,3357 and calorific value 8377 kal/gr.
Keywords : Avocado, Biodiesel, Esterification, Transesterification

PENDAHULUAN
Semakin bertambahnya jumlah populasi di
dunia dan meningkatnya jenis kebutuhan manusia
seiring
dengan
berkembangnya
zaman,
mengakibatkan kebutuhan akan energi semakin
meningkat sehingga persediaan energi khususnya
energi yang tidak dapat diperbarui (Unrenewable
Energy) semakin berkurang kuantitasnya, bahkan
lama-kelamaan akan habis. Dapat dilihat dari
jumlah konsumsi BBM Indonesia terus meningkat.
Pada tahun 1999 sebanyak 51,8 juta kiloliter (KL),
tahun 2000 menjadi 55,9 juta KL, pada tahun 2001
naik menjadi hampir 57,7 KL, tahun 2002 hampir
58,9 juta KL, tahun 2003 naik menjadi 59,8 juta
KL dan tahun 2004 mencapai 64,7 juta KL
(Mulyani, 2007).
Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar
alternatif serta ramah lingkungan karena biodiesel
dapat mengurangi emisi gas karbon monoksida
(CO) sekitar 50% dan gas karbon dioksida (CO2)
sekitar 78,45 % dan bebas kandungan sulfur.
Biodiesel dapat diperoleh dari minyak tumbuhan
yang berasal dari sumber daya yang dapat
diperbarui, minyak nabati atau lemak binatang atau
minyak goreng bekas/jelantah, melalui esterifikasi
dan/atau transesterifikasi dengan alkohol serta
bantuan katalis. Salah satu sumber bahan baku
biodiesel adalah biji alpukat yang bisa
dimanfaatkan selain daging buah.

Beragam penelitian mendukung penggunaan


minyak biji alpukat sebagai biodiesel. The National
Biodiesel Foundation (NBF) telah meneliti buah
alpukat sebagai bahan bakar sejak 1994. Joe Jobe
selaku direktur eksekutif NBF mengungkapkan
bahwa biji alpukat mengandung lemak nabati yang
tersusun dari senyawa alkil ester. Bahan ester itu
memiliki komposisi yang sama dengan bahan bakar
diesel, bahkan nilai cetane-nya lebih baik
diibandingkan solar sehingga gas buangnya lebih
ramah lingkungan. (Wahyu Hidayat, 2007)
Indonesia merupakan negara yang kaya
dengan keanekaragaman tanaman dan alpukat
merupakan salah satu daripadanya. Masyarakat
sering memanfaatkan daging alpukat sebagai
produk konsumsi atau kecantikan, namun biji
alpukat tersebut biasanya dibuang begitu saja
padahal biji alpukat memiliki kandungan fatty acid
metil ester sebagai bahan pembuat biodiesel.
(Wahyu Hidayat, 2007) . Limbah biji alpukat yang
dibuang terbilang cukup banyak karena hampir
setiap restoran menyajikan jus alpukat buat
pelanggan, begitu juga rumah-rumah kecantikan
yang memanfaatkan daging alpukat sebagai masker
kecantikan. Hal ini mendorong penulis untuk
memanfaatkan limbah-limbah biji alpukat yang
bisa didapatkan di banyak tempat dan
menjadikannya menjadi metil ester sebagai sumber
energi alternatif yaitu biodiesel.
(Risnoyatiningsih, 2010) dalam penelitiannya
telah diketahui bahwa penggunaan pelarut
methanol serta penggunaan pelarut asam sulfat

pada proses esterifikasi dan sodium hidroksida


pada proses transesterifikasi menghasilkan
biodiesel dari minyak biji alpukat yang bervolume
paling banyak dan memiliki kualitas paling baik.
Maka, penelitian ini dilanjutkan untuk mengetahui
perbandingan antara minyak biji alpukat dan
pelarut serta penambahan konsentrasi katalis yang
akan menghasilkan biodiesel berkualitas baik yang
memenuhi Standar Nasional Indonesia.

bahkan kandungan minyaknya hampir


sama dengan kedelai.
Menurut Rachimoellah (2009), Biji alpukat
dapat dijadikan sebagai sumber minyak nabati yang
nantinya diolah untuk menghasilkan biodiesel
dengan proses transesterifikasi karena mengandung
trigliserida serta kandungan asam lemak bebas
(FFA) yang rendah yakni 0,367% - 0,82%, seperti
yang tercantum pada Tabel 1 berikut ini:

Biodiesel
Tabel 1. Karakteristik Kimia Minyak Biji
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri
Apukat
dari campuran mono-alkil ester dari rantai panjang
Karakteristik
Jumlah
asam lemak yang dipakai sebagai alternative bagi
0,367%-0,82%
bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari
Bilangan Saponifikasi (mg KOH/g)
246,840
sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak
Bilangan Iodin (mg iodine/g)
42,664
hewan.
Bilangan Asam (mg KOH/g)
5,200
Biodiesel dihasilkan dengan mereaksikan
Bilangan
Ester
241,640
minyak tanaman dengan alkohol menggunakan zat
Bilangan Peroksida
3,3
basa sebagai katalis pada suhu dan komposisi
tertentu, sehingga akan menghasilkan dua zat yang
Bahan yang tak tersabunkan
15,250 %
disebut alkil ester (umumnya methyl atau ethyl
(sumber : Winarti dan Purnomo, 2006)
ester) dan gliserin. Proses reaksi di atas biasa
disebut
dengan
proses
transesterifikasi.
Esterifikasi
Methyl/ethyl yang didapat perlu dimurnikan untuk
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam
dimanfaatkan dalam pembuatan sabun. (Susilo,
lemak
bebas
menjadi
ester.
Esterifikasi
2006)
mereaksikan minyak lemak dengan alkohol.
Biodiesel dapat dibuat dari minyak
Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter
trigliserida. Trigliserida tersebut diubah menjadi
asam kuat dan, karena ini, asam sulfat, asam
alkil ester dengan mereaksikannya dengan alkohol.
sulfonat organik atau resin penukar kation asam
Pemakaian minyak nabati maupun hewani sebagai
kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih
biodiesel tidak merusak komponen. Walaupun
dalam praktek industrial. Untuk mendorong agar
demikian, harus diakui ada penurunan performa
reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna
mesin meskipun sangat kecil. Penurunan kinerja
pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi
mesin dianggap sebagai feed back dari penggunaan
120 C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam
minyak nabati yang ternyata mampu menekan
jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar
polusi secara signifikan dibanding solar. Sedikitnya
dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk
50% emisi gas beracun CO (karbon monoksida)
ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi,
bisa ditekan. Bahkan gas karbondioksida (CO2) dan
yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi
gas asam hilang sama sekali. (Nopeananda, 2006)
yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode
Biodiesel dapat diperoleh dari minyak
penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam
tumbuhan yang berasal dari sumber daya yang
lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam
diperbaharui, minyak nabati atau lemak binatang
waktu 1 sampai beberapa jam.
atau minyak goring bekas/jelantah, melalui metode
esterifikasi dan transesterifikasi dengan alcohol dan
RCOOH + CH OH RCOOCH + H O
3
3
2
bantuan katalis. Transesterifikasi tidak akan
Reaksi
esterifikasi
dari
asam
lemak
menjadi
metil
berlangsung jika kandungan free fatty acid (FFA)
ester
dalam minyak lebih besar dari 2% karena katalis
basa tidak cocok untuk menghasilkan ester dari
Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat
minyak mentah (unrefined oil) sehingga minyak
biodiesel
dari minyak berkadar asam lemak bebas
mentah harus direfining untuk mengurangi
tinggi (berangka-asam 5 mg-KOH/g). Pada tahap
bilangan asam (FFA). (Ramadhas et al, 2005)
ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi
metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan
Alpukat
tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk
Minyak biji alpukat adalah minyak
esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi,
nabati yang diperoleh dari biji buah
air dan bagian terbesar katalis asam yang
alpukat (Persea gratissima). Menurut
dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.
Widioko (2009), disamping daging
buahnya biji alpukat juga memiliki potensi
karena kandungan proteinnya tinggi

Transesterifikasi

Transesterifikasi (biasa disebut dengan


alkoholisis) adalah tahap konversi dari trigliserida
(minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi
dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping
yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol
monohidrik yang menjadi kandidat sumber
/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling
umum digunakan, karena harganya murah dan
reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut
metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini,
biodiesel praktis identik dengan ester metil asamasam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME).
Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida menjadi
ester metil asam-asam lemak :

Transesterifikasi juga menggunakan


katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya
katalis,
konversi
yang
dihasilkan
maksimum namun reaksi berjalan dengan
lambat. Katalis yang biasa digunakan pada
reaksi transesterifikasi adalah katalis basa,
karena katalis ini dapat mempercepat
reaksi.
Reaksi
transesterifikasi
sebenarnya
berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai berikut:
a Trigliserida (TG) + CH3OH
Digliserida
(DG) + R1COOCH3
b Digliserida (DG) + CH3OH
Monogliserida (MG) + R2COOCH3
c Monogliserida (MG) + CH3OH
Gliserol
(GL) + R3COOCH3
Produk yang diinginkan dari reaksi
transesterifikasi adalah ester metil asam-asam
lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan
lebih ke arah produk, yaitu:
a Menambahkan metanol berlebih ke dalam
reaksi
b Memisahkan gliserol
c Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi
merupakan reaksi eksoterm)
Transesterifikasi juga menggunakan katalis
dalam reaksinya. Selain mempercepat reaksi katalis
juga berfungsi sebagai penetral dari asam lemak
yang terkandung dalam minyak biji karet. Katalis
basa yang dapat digunakan untuk reaksi biodiesel
adalah NaOH dan KOH. Biodiesel adalah senyawa
mono alkil yang diproduksi melalui reaksi
transesterifikasi antara trigliserida (minyak nabati,
seperti minyak sawit, minyak jarak dll) dengan
metanol menjadi metal ester dan gliserol dengan
bantuan katalis basa. Biodiesel mempunyai rantai

karbon antara 12 sampai dengan 20 serta


mengandung oksigen. Adanya oksigen pada
biodiesel membedakannya dengan petroleum diesel
(solar) yang komponen utamanya hanya terdiri dari
hidrokarbon. Jadi komposisi biodiesel dan
petroleum diesel sangat berbeda.
Kualitas Biodiesel
nasional Indonesia

Berdasarkan

Standar

Berdasarkan
Badan Standar
Nasional
Indonesia, produk biodiesel yang dihasilkan
haruslah memenuhi karakteristik tertentu agar bisa
digunakan. Spesifikasi produk biodiesel dapat
dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 : Spesifikasi Biodiesel
Properti
Satuan
Batas
Maksimum
/Minimum
o
Titik bakar
C
130 min.
Air &
% volume
0,50 maks
Sedimen
Viskositas
mmo/detik
1,9 6,0
(40 oC)
Abu sulfat
%mass
0,020
Sulfur
maks
S 15 Grade
Ppm
15 maks
Copper
No.3 maks
Strip
Corrosion
Cetane
47 min.
Residu
%mass
0,50 maks
Karbon
pH
mgK 0,80 maks
OH/g
Gliserin
rm
0,020
bebas
maks
Total
%mass
0,240
Gliserin
maks
Kandungan
%mass
0,001
Phosphat
maks
Temperatur
%mass
360 maks
o
Distilasi
C
(sumber : http://www.bsn.go.id/)
METODELOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
1. Alat Yang Digunakan
a. Untuk Ekstraksi Minyak :
Seperangkat Alat Ekstraksi
b. Untuk Analisa Minyak Mentah :
Refraktometer

Metode
ASTM
D93
D2709
D445
D874

D130

D613
D4530
D664
D6584
D6584
D4951
D1160

Piknometer
pH meter

c. Untuk Proses Minyak Mentah (Proses


Esterifikasi dan Transesterifikasi)
Seperangkat alat esterifikasi
2. Bahan Yang Digunakan
a. Untuk Analisa Minyak Mentah
Natrium Hidroksida 0,1 N
Indicator phenolphthalein
Methanol
Aquadest
Asam klorida (HCL) 0,1 N
b. Untuk Proses Esterifikasi
Minyak biji alpukat
Metanol
Asam sulfat (H2SO4)
c. Untuk Proses Transesterifikasi
Minyak hasil transesterifikasi
Metanol
Natrium hidroksida (NaOH)
Perlakuan dan Rancangan Percobaan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah eksperimen (percobaan). Pengumpulan data
menggunakan metode observasi (pengamatan) dan
analisa secara pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan metode statistika (tabel) dan analisa
regresi secara grafis dengan variable tetap minyak
biji alpukat dan variable berubah berupa pelarut,
kecepatan pengadukan dan konsentrasi katalisator.
Secara lebih rinci rencana kegiatan penelitian
adalah sebagai berikut :
Pengambilan bahan baku biji alpukat jenis bulat
panjang
Pengolahan sampel berupa pemilihan biji
alpukat, pengulitan dan ekstraksi minyak biji
alpukat.
Analisa sampel minyak biji alpukat terhadap
kandungan Asam Lemak bebas (FFA).
Proses produksi biodiesel (esterifikasi dan
transesterifikasi) sesuai matrik penelitian.
Pemurnian produk biodiesel yang dihasilkan
dari kandungan gliserin dan air serta sisa
metanol.
Pengolahan data terhadap berbagai pengaruh
variabel para kualitas dan kuantitas biodiesel.
Adapun langkah-langkah penelitian yang dilakukan
dalam mencapai tujuan penelitian ini meliputi :

Ekstraksi Minyak Biji Alpukat


Menyiapkan 5000 gr biji alpukat yang dikupas
kulit arinya, dicuci dan dipotong-potong halus
untuk dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC

dan berat ditimbang dengan konstan per satu


jam hingga konstan.
Setelah pengeringan selesai, biji alpukat
dihaluskan dengan blender dan diayak hingga
mendapatkan ukuran 40 mesh.
Menyiapkan pelarut Iso Propil Alkohol.
Memanaskan selama 2 jam dan mendinginkan
dalam suhu ruang.
Menyaring hasil ekstraksi yang di dapat dan
menganalisa minyak mentah.

Proses Produksi Konversi Minyak Biji Alpukat


Menjadi Biodiesel
a. Esterifikasi
Di dalam labu leher tiga dimasukkan seluruh
minyak biji alpukat dari proses sebelumnya.
Ditempat terpisah, metanol 6 : 1 jumlah minyak
biji alpukat yang dihasilkan dipanaskan dalam
Erlenmeyer 500 ml sehingga temperatur 45 oC.
Setelah suhu tercapai, katalis asam sulfat
sebanyak 0.5% berat minyak ditambahkan dan
diaduk dengan magnetic stirrer. Selama
pencampuran dan pemanasan, system harus
tertutup total untuk menghindari penguapan
metanol.
Campuran metanol dan katalis asam klorida
setelah tercampur kemudian dimasukkan ke
dalam labu leher tiga yang telah diisi minyak
biji alpukat.
Setelah ketiga bahan tercampur, pemanas dan
sirkulasi air pendingin dihidupkan dan proses
dibiarkan selama 1 jam serta kondisi temperatur
dijaga pada 60oC. Kecepatan pengadukan diatur
pada 300 rpm.
Setelah 1 jam proses dihentikan dan larutan
induk dikeluarkan dari labu setelah mencapai
suhu ruang.
Campuran hasil reaksi kemudian dimasukkan
ke dalam corong pisah dan dibiarkan selama 3
jam. Di dalam corong pisah akan terbentuk 2
lapisan,lapisan atas berupa produk biodiesel dan
trigliserida
sedangkan
lapisan
bawah
merupakan komponen etanol dan gliserol.
Lapisan atas berupa biodiesel dan trigliserida
diambil dengan cara mengeluarkan lapisan
bawah dari corong pisah.
Mengulangi percobaan dengan variasi pelarut
metanol.
b. Transesterifikasi
Di dalam labu leher tiga dimasukkan seluruh
hasil transesterifikasi.
Di
tempat
terpisah
metanol
dengan
perbandingan berat terhadap larutan hasil
esterifikasi dipanaskan dalam Erlenmeyer 500
ml hingga temperature 60oC. Setelah suhu
tercapai katalis NaOH ditambahkan dan diaduk
dengan magnetic stirrer. Selama pencampuran,

sistem harus tertutup total untuk menghindari


penguapan metanol.
Campuran metanol dan katalis basa setelah
tercampur kemudian dimasukkan ke dalam labu
leher tiga yang telah diisi dengan hasil
esterifikasi.
Setelah ketiga bahan tercampur, pemanas dan
sirkulasi air pendingin dihidupkan dan proses
dibiarkan selama 1 jam.
Kecepatan pengadukan diatur pada 300 rpm.
Mengulangi percobaan dengan variasi pelarut
metanol.

Prosedur Penelitian

ester dan 1 mol glyserol (Ma dkk., 1999)


menyarankan penggunaan molar ratio hingga 1:15
pada transesterifikasi minyak berkandungan asam
lemak tinggi. Dalam penelitian ini dipilih nilai
molar ratio: 1:1, 1:1, 1:3, 1:4 dan 1:5 (minyak biji
alpukat terhadap metanol). Penggunaan methanol
berlebih bertujuan menggeser kesetimbangan ke
arah produk karena transesterifikasi merupakan
reaksi reversible.
Proses konversi asam lemak menjadi ester,
yaitu reaksi esterifikasi, menghasilkan penurunan
asam lemak bebas paling optimum adalah pada
perbandingan volume minyak biji alpukat dengan
pelarut 1 : 5 dengan menggunakan katalis asam
sulfat 0,5% pada suhu reaksi 60oC selama 60 menit
dan ditinjukkan pada grafik di Gambar 1.
Pengaruh penambahan volume pelarut sangat
berperan penting pada saat penghasilan biodiesel.
Untuk penggunaan metanol sebesar 1 : 5 biodiesel
esterifikasi, maka didapatkan jumlah biodiesel
paling maksimum yaitu sebanyak 320 ml seperti
yang ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 2. Hal
ini disebabkan karena konversi dari trigliserida
menjadi alkyl ester bereaksi penuh dengan
banyaknya alkohol dan menghasilkan produk
samping yaitu, gliserol.

60
f(x) = 0.42x + 3.6
R = 0.97

40
Volume Biodiesel (ml)

20
0
0

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian untuk pembuatan biodiesel
dari minyak biji alpukat dengan proses
esterifikasi
dengan
menggunakan
penambahan katalis Asam Sulfat (H2SO4)
0,5% ; 0,6% ; 0,7% ; 0,8% ; 0,9% volume
terhadap minyak biji alpukat. Kemudian
dilanjutkan
dengan
proses
transesterifikasi dengan menggunakan
hasil esterifikasi.
Pengaruh Perbandingan Pereaksi (Metanol)
Terhadap Produk Biodiesel
Pada penelitian ini digunakan
pereaksi berupa metanol dengan rasio
perbandingan terhadap minyak biji alpukat
dengan menggunakan dua tahap proses
yaitu esterifikasi dan transesterifikasi.
Molar ratio reaktan terhadap methanol
merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh pada proses transesterifikasi. Reaksi
transesterifikasi memerlukan 3 mol alkohol setiap
mol trigliseridanya untuk menghasilkan 3 mol fatty

50 100 150

Volume Metanol (ml)

Gambar 1 : Pengaruh Perbandingan Pereaksi


(Metanol) Terhadap Produk Biodiesel yang
Dihasilkan Pada Esterifikasi

400
300= 1.1x + 21.69
f(x)
R = 0.97

Volume Biodiesel (ml) 200

100
0

100 200 300

Volume Metanol (ml)

Gambar 2 : Pengaruh Perbandingan Pereaksi


(Metanol) Terhadap Produk Biodiesel yang
Dihasilkan Pada Transesterifikasi

Pengaruh Penambahan Katalis H2SO4 terhadap


Volume Biodiesel Pada Proses Esterifikasi dan
Pengaruh Penambahan Katalis NaOH terhadap
Volume Biodiesel Pada Proses Transesterifikasi
Pada penelitian ini, katalis H 2SO4 yang
digunakan adalah dengan variasi 0,5%, 0,6%,
0,7%, 0,8% dan 0,9%. Dari penelitian yang telah
dilakukan, didapat hasil volume biodiesel dengan
variasi katalis H2SO4 yang ditunjukkan dengan
grafik pada Gambar 3.
Grafik pada Gambar 4 menunjukkan titik
maksimum pada proses esterifikasi pada
penambahan katalis 0,9% . Kenaikan volume
disebabkan oleh penyesuaian dengan asam lemak
bebas yang terkandung. Semakin besar kandungan
asam lemak bebas yang terkandung, maka
dibutuhkan
katalis
asam
berlebih
untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terkandung
dalam minyak biji alpukat yang akan dikonversi
menjadi metil ester (biodiesel) sehingga volume
biodiesel meningkat.

0,7%, 0,8% dan 0,9% terhadap volume biodiesel


hasil esterifikasi. Grafik pada Gambar 3
menunjukkan bahwa titik maksimum dalam proses
transesterifikasi pada volume produk sebanyak 27
ml dengan penambahan katalis NaOH sebesar
0,5%. Pada penelitian ini, dapat dilihat bahwa
pengaruh jumlah katalis basa terhadap produk
biodiesel yang dihasilkan. Semakin banyak katalis
yang ditambahkan, semakin kecil volume biodiesel
yang dihasilkan. Hal ini karena telah terjadi proses
esterifikasi terlebih dahulu dalam proses
pembuatan biodiesel ini untuk mengurangi kadar
asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak
biji alpukat sehingga proses transesetrifikasi
berfungsi
untuk
menyempurnakan
proses
pembuatan biodiesel sehingga produk yang
dihasilkan sesuai dengan standar nasional.
Analisa Produk Biodiesel
a. Densitas
KK

0.89

22.5
f(x)
22= 3.1x + 19.49
R = 0.99

21.5

Volume Biodiesel (ml)

f(x) = - 0x^3 + 0.01x^2


- 0.02x + 0.9
0.89 f(x) = - 0x + 0.89
R = 0.44
R = 0.7

Densitas Biodiesel

21

0.88
Variasi Katalis
0.88
0 1 2 3 4 5 6

20.5
20
0.4 0.6 0.8

Variasi Pelarut

Sampel

% Katalis H2SO4

Gambar 3 : Pengaruh Penambahan Katalis H2SO4


terhadap Volume Biodiesel Pada Proses Esterifikasi
f(x) = - 16x + 35.8
R = 0.94
Volume Biodiesel (ml)

0.40.50.60.70.80.9 1
% Katalis NaOH

Keterangan : kurva merah untuk variasi katalis


Kurva biru untuk variasi pelarut
Gambar 5 : Grafik Pengaruh Variasi Penambahan
Pelarut dan Penambahan Katalis Terhadap Densitas
Biodiesel
Grafik pada Gambar 5 menunjukkan bahwa
berdasarkan data yang diperoleh, produk biodiesel
yang dihasilkan menggunakan variasi katalis, yaitu
H2SO4 dan NaOH serta variasi pelarut metanol
harga densitas yang dihasilkan oleh produk
biodiesel memenuhi standar kualitas SNI yaitu
pada range 0,850 0,890.
b. pH

Gambar 4 : Pengaruh Penambahan Katalis NaOH


terhadap Volume Biodiesel Pada Proses
Transesterifikasi
Jenis dan konsentrasi katalis mempengaruhi
persentase
hasil
konversi
dalam
reaksi
transesterifikasi. Pada penelitian ini, katalis basa
digunakan yaitu NaOh dengan variasi 0,5%, 0,6%,

7.5
7.4
f(x) = 0.04x^3 - 0.4x^2 + 1.07x + 6.45
7.3
f(x)
- 0.03x^3 + 0.29x^2 - 0.78x + 7.7
R =
= 0.83
7.2
RpH
= 0.92
7.1
7
6.9
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5

Indeks bias adalah harga standar yang


menunjukkan suatu kemurnian zat. Semakin besar
konsentrasi suatu indeks bias maka kandungan air
didalamnya semakin rendah. Grafik pada Gambar 8
menunjukkan bahwa indeks bias biodiesel dengan
variasi penambahan katalis memiliki indeks bias
lebih rendah berbanding harga indeks bias produk
biodiesel dengan variasi penambahan pelarut.

1.34
1.34

Sampel

Inde ks Bias
Gambar 6 : Grafik Pengaruh Variasi Penambahan
Pelarut dan Penambahan Katalis Terhadap pH
Biodiesel
Grafik pada Gambar 6 diatas menunjukkan
bahwa berdasarkan data yang diperoleh, produk
biodiesel yang dihasilkan menggunakan variasi
katalis, yaitu H2SO4 dan NaOH serta variasi pelarut
metanol harga pH yang dihasilkan oleh produk
biodiesel memenuhi standar kualitas SNI yaitu
maksimal harga pH untuk produk biodiesel adalah
8.
c. Kadar Air
Kadar air adalah jumlah air yang terkandung
dalam minyak dan biodiesel dimana kandungan air
ini akan sangat berpengaruh terhadap nilai kalor.
Grafik pada Gambar 7 menunjukkan bahwa kadar
air biodiesel untuk semua sampel tidak memenuhi
standar karena kadar air yang terkandung pada
sampel berada di atas nilai kadar air yang
ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI)
untuk biodiesel, yaitu maksimal 0,05%. Hal ini
dikarenakan pada proses pencucian, air diendapkan
bersama dengan hasil proses esterifikasi dan
transesterifikasi sehingga kandungan air masih
banyak yang terikut dalam produk biodiesel
tersebut.

f(x) = - 0x + 1.34
R = 0.87
0.98

1.33
1.33
0

Sampe l

6
Variasi Pelarut
Variasi Katalis

Gambar 8 : Grafik Pengaruh Variasi Penambahan


Pelarut dan Penambahan Katalis Terhadap Indeks
Bias Biodiesel
e. Nilai Kalor
Nilai kalor adalah suatu angka yang
menyatakan jumlah panas atau kalori yang
dihasilkan pada suatu proses pembakaran sejumlah
bahan bakar tertentu dengan udara/oksigen.
Grafik pada Gambar 9 menunjukkan
bahwa produk biodiesel yang dihasilkan tidak
memenuhi standar nilai kalor bahan bakar yaitu
berdasarkan SNI nilai kalor bahan bakar adalah
diantara 10.160 11.000 kal/gr. Hal ini disebabkan
oleh reaksi antara
metanol dengan asam
menghasilkan produk samping yaitu air. Maka,
semakin banyak kandungan metanol yang
ditambahkan, akan semakin banyak pula
kandungan air yang dihasilkan. Kandungan air
yang semakin meningkat pula akan menyebabkan
nilai kalor semakin menurun.

0.2
0.15

f(x) = - 0.01x^3 + 0.12x^2 - 0.28x + 0.24


(%) 0.1+ 0.09x^2 - 0.28x + 0.31
f(x)
0.01x^3
RKadar
==1 -Air
0.05
R = 1

0
0

f(x) = - 66.08x^3 + 682.25x^2 - 2459.67x + 11188.6


R = 0.9
f(x) = - 463.2x + 8929.6
Nilai Kalor (kal/gr) R = 0.95

Sampel
Gambar 7 : Grafik Pengaruh Variasi Penambahan
Pelarut dan Penambahan Katalis Terhadap Kadar
Air Biodiesel
d. Indeks Bias

0 1 2 3 4 5 6
Sampel

Gambar 9 : Grafik Pengaruh Variasi Penambahan


Pelarut dan Penambahan Katalis Terhadap Nilai
Kalor Biodiesel
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian ini,
dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut
1 Limbah biji alpukat dapat digunakan sebagai
bahan baku dalam pembuatan biodiesel dengan
metanol melalui proses esterifikasi dan
transesterifikasi.
2 Dalam proses esterifikasi dan transesterifikasi
dengan menggunakan pelarut metanol dengan
volume yang semakin meningkat, biodiesel
yang dihasilkan memiliki kualitas rendah
karena mengandung banyak air.
3 Penggunaan katalis turut mempengaruhi
volume biodiesel yang mana, penambahan
katalis asam menyebabkan jumlah produk
biodiesel yang dihasilkan lebih banyak
berbanding menggunakan katalis basa.
4 Dari hasil penelitian, biodiesel yang memiliki
kualitas paling baik adalah sampel A1B1
dengan komposisi perbandingan minyak biji
alpukat dan metanol 1:1 dan menggunakan
katalis 0,5% dengan analisa kualitas densitas
0,8868 gr/ml, pH 7,17, kadar air 0,1128%,
indeks bias 1,3357 serta nilai kalor 8377 kal/gr.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai perbandingan yang tepat antara minyak
biji alpukat dengan pelarutnya dan perlu dilakukan
pengujian yang lainnya terhadap pelarut selain
penggunaan metanol
hingga menghasilkan
biodiesel yang berkualitas. Selain itu, disarankan
untuk penelitian selanjutnya menggunakan katalis
asam karena volume biodiesel yang dihasilkan
lebih banyak dan berkualitas baik.
DAFTAR PUSTAKA
Asam Sulfat.
http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_s
ulfat (diakses tanggal 27 Maret 2012)
Metanol.
http://id.wikipedia.org/wiki/Metanol
(diakses tanggal 27 Maret 2012)
Natrium
Hidroksida.
http://id.wikipedia.org/wiki/Natrium
_hidroksida (diakses tanggal 27 Maret
2012)
Iso
Propyl
Alcohol.
http://en.wikipedia.org/wiki/Isoprop
yl_alcohol (diakses tanggal 27 Maret
2012)
Spesifikasi Biodiesel. http://www.bsn.go.id/
(diakses tanggal 27 Maret 2012)

Bambang P., Septian Adri W., Wawan R. ,


2008 ,Pengambilan Minyak biji Alpukat
Menggunakan Pelarut N-Hexane Dan Iso
Propil Alkohol
Hidayat, Wahyu. Alpukat dalam
Tangki Bahan Bakar Biodiesel
http://
majarimagazine.com/2007/12/alpu
kat-dari-dapur-ke-tangki-bahanbakar/ (diakses tanggal 28 Maret
2012)
Yulaika, Itamah. Pemanfaatan Biji
Alpukat Sebagai Bahan Bakar
Alternatif yang Murah dan
Ramah
Lingkungan.
http://itayulaikha.blogspot.com/20
10/09/pemanfaatan-biji-alpukatsebagai-bahan.html
(diakses
tanggal 28 Maret 2012)
Mengenal
Biodiesel:
Karakteristik,
Produksi,
Hingga
Performansi
Mesin
http://www.
kamusilmiah.com/kimia/mengenalbiodiesel-karakteristik-produksihingga-performansi-mesin-1/
(diakses tanggal 28 Maret 2012)
http://www.avocadosource.com/tem
p/OLD%20WAC
%20II/WAC2_p061.htm (diakses
tanggal 28 Maret 2012)
Alsuhendra, Zulhipri, Ridawati, dan E. Lisanti,
2007. Ekstraksi dan Karakteristik
Senyawa Fenolik dari Biji Alpukat
(Persea Americana Mill.). Proseding
Seminar Nasional PATPI, Bandung.
Permana, Agus. 2012. Pengaruh Penambahan
Metanol Terhadap Angka Oktan Pada
Bensin Premium. Palembang : Politeknik
Negeri Sriwijaya
Purwita, Diah Mustika. 2009. Menentukan Persen
Katalis dan Metanol pada Esterifikasi
dan Transesterifikasi Limbah CPO PT.
Pinago Menjadi Biodiesel, Palembang :
Politeknik Negeri Sriwijaya
Safadina, Sarah. 2008. Pengaruh Konsentrasi Asam
Sulfat Pada Pembuatan Biodiesel
dari
Minyak kacang Tanah. Palembang :
Politeknik Negeri Sriwijaya
Yanti, Meta. 2011. Pemanfaatan Biji Nyamplung
(Calophyllum Inophyllum) Menjadi
Biodiesel Sebagai bahan Bakal Alternatif
(BBA). Palembang : Politeknik Negeri
Sriwijaya
Risnoyatiningsih, Sri. 2010. Biodiesel From
Avocado Seeds by Transesterification
Process. Jawa Timur : Universitas
Pembangunan Nasional Veteran
Soerawidjaja, Tatang H. 2005. Minyak-Lemak dan
Produk-produk Kimia Lain Dari

Kelapa. Handout kuliah Proses Industri


Kimia, Program Studi Teknik
Kimia,
Institut Teknologi Bandung.
Soerawidjaja, Tatang H. 2006. Fondasi-Fondasi
Ilmiah dan Keteknikan dari Teknologi
Pembuatan Biodiesel. Handout Seminar
Nasional Biodiesel Sebagai Energi
Alternatif
Masa
Depan
UGM
Yogyakarta.
Rachmaniah, Orchidea. 2008. Pengaruh Molar
Ratio, Jumlah Katalis, dan Kandungan
Asam Lemak pada Transesterifikasi
Minyak Mentah Dedak Padi berkatalis
Asam. Surabaya : Institut Teknologi
Sepuluh Nopember

Susilowati. 2006. Biodiesel Dari Minyak Biji


Kapuk Dengan Katalis Zeolit. Jawa Timur
: Universitas Pembangunan Nasional
Veteran
Rahayu, Martini. 2008. Prospek Pengembangan
Bio-fuel sebagai Substitusi Bahan
Bakar
Minyak.
Nurfiana, Fifi dkk. 2009. Pembuatan Bioethanol
dari Biji Durian Sebagai Sumber
Energi
Alternatif. Jakarta : STTN Batan
Dharsono, Wulandari. Oktari, Saptiana. 2010.
Proses Pembuatan Biodiesel Dari Dedak dan
Metanol Dengan Esterifikasi In Situ.
Semarang : Universitas Dipenogoro

Anda mungkin juga menyukai