Oleh
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Oleh
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
RESTU YULIA TRIBAWATI
F34104003
Dilahirkan pada tanggal 9 Juli 1987
Di Lampung
Tanggal Lulus : 23 Januari 2009
Disetujui,
Bogor,
Januari 2009
RINGKASAN
Karet alam dapat diperoleh dengan menyadap tanaman Hevea brasiliensis.
Komoditi ini menunjang perekonomian Indonesia, karena telah menyumbangkan
nilai ekspor yang cukup besar. Penggunaan karet alam juga semakin meningkat,
ditandai dengan beragamnya aplikasi produk yang dapat dihasilkan dari bahan
baku karet alam. Salah satu produknya yang dapat meningkatkan nilai tambah
adalah produk perekat (adhesive).
Salah satu ciri karet alam adalah bobot molekulnya yang tinggi hingga
mencapai 1-2 juta. Jika rantai molekulnya lebih pendek, diharapkan dapat
meningkatkan daya rekatnya. Untuk memperoleh rantai molekul yang pendek
dapat dilakukan modifikasi struktur karet alam. Salah satu caranya adalah dengan
depolimerisasi, yaitu proses pemutusan rantai polimer karet sehingga dapat
menurunkan bobot molekul karet.
Depolimerisasi secara kimia dapat dilakukan dengan menambahkan suatu
oksidator seperti H2O2 (hidrogen peroksida), reduktor seperti NaNO2 (natrium
nitrit), serta senyawa yang dapat memperkuat reaksi redoks seperti asam askorbat.
Depolimerisasi dilakukan pada suhu 700C dengan bantuan pengadukan selama
waktu tertentu.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh dosis senyawa
hidrogen peroksida dan natrium nitrit, serta waktu reaksi terhadap proses
depolimerisasi lateks karet alam untuk menurunkan bobot molekul karet alam dan
memperoleh kombinasi dosis senyawa pendegradasi terbaik untuk menurunkan
bobot molekul karet alam.
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah lateks kebun yang
kemudian disentrifugasi untuk memperoleh lateks pekat. Sedangkan bahan
tambahan yang digunakan adalah amoniak (NH3) sebagai pengawet serta
surfaktan emal dan emulgen. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan acak lengkap faktorial dengan menggunakan dua faktor perlakuan,
yaitu dosis bahan pendegradasi dan waktu reaksi depolimerisasi. Dosis bahan
pendegradasi dibagi menjadi dua perlakuan yaitu variasi dosis NaNO2 dan variasi
dosis H2O2. Variasi dosis NaNO2 terdiri atas tiga taraf, yaitu dosis H2O2, NaNO2,
dan asam askorbat sebesar 1,1,1 bsk (bagian per seratus karet), 1,2,2 bsk, dan
1,3,3 bsk. Sedangkan variasi dosis H2O2 terdiri atas tiga taraf, yaitu dosis H2O2,
NaNO2, dan asam askorbat sebesar 1,1,1 bsk, 2,1,1 bsk, dan 3,1,1 bsk. Faktor
waktu reaksi terdiri dari 4 taraf, yaitu 2, 4, 6, dan 8 jam. Parameter utama terhadap
karet hasil depolimerisasi meliputi viskositas intrinsik dan bobot molekul,
sedangkan untuk parameter pembanding meliputi viskositas Mooney dan
plastisitas Wallace (Po). Karakteristik karet depolimerisasi semakin baik jika nilai
dari parameter-parameter tersebut semakin rendah.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan variasi dosis NaNO2,
dosis H2O2, dan waktu reaksi memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas
Mooney karet depolimerisasi. Nilai viskositas Mooney yang dihasilkan berkisar
PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul
Depolimerisasi Lateks Karet Alam Secara Kimia Menggunakan Senyawa
Hidrogen Peroksida Natrium Nitrit Asam Askorbat ini adalah hasil karya
saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas
ditunjukkan rujukannya.
BIODATA PENULIS
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kahadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat, karunia,
dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Depolimerisasi Lateks Karet Alam Secara Kimia Menggunakan Senyawa
Hidrogen Peroksida Natrium Nitrit Asam Askorbat.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi, penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA selaku pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
2. Adi Cifriadi, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
arahan dalam penulisan skripsi ini.
3. Drs. Chilwan Pandji, Apt. M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan
arahan berkaitan dengan skripsi ini.
4. Dr. Ary Achyar Alfa, M.Si dan Dr. Yoharmus Syamsu sebagai ahli bidang
teknologi karet yang telah memberikan arahan berkaitan dengan skripsi ini.
5. Segenap karyawan Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor atas
bantuan selama masa penelitian : Mbak Woro, Mbak Desi, Teh Yati, Pak Aos,
Pak Ridwan, Mbak Hani, Mbak Shanti, Mas Ijal, Mas Syarif, Pak Nata, Teh
Vera, dan Mbak Sumy.
6. Teman-teman satu penelitian di BPTK : Juli Romaito, Ghany, Jatmiko, Novi,
dan Desty, atas kerjasama dan suka-duka yang dialami bersama.
7. Sahabat-sahabatku : Mirsa, Muli, Mega, Rini, Shinta, Galih, Fandie, Fajri,
Bimo, dan Aang Zen, atas segala kasih sayang kepada penulis selama ini.
8. Mas Darto, Mas Kukun, Haekal, Arief, Bewok, Irawan, Boby, Jajat, dua besar
TIN 41 (Supardi dan Ikhsan), Nini, Kero, dan teman-teman TIN 41 yang lain
sebagai keluarga penulis selama masa perkuliahan.
9. Segenap karyawan Departemen TIN dan FATETA, Pak Mul, Pak Anwar, Bu
Nina, Teh Yuli, Bu Ratna, Bu Ega, dan lainnya.
10. Bapak, Ibu, dan kedua adik (Pretty dan Indri) yang selalu mendukung dan
memberi doa kepada penulis.
Penulis.
I. PENDAHULUAN
karet, dan untuk memperoleh karet dengan rantai molekul yang lebih
pendek.
Pada penelitian terdahulu, senyawa pendegradasi yang dapat
digunakan pada depolimerisasi karet alam adalah hidrogen peroksida (H2O2)
sebagai senyawa oksidator dan natrium hipoklorit (NaOCl) sebagai senyawa
reduktor. Depolimerisasi tersebut termasuk jenis depolimerisasi secara kimia
dan termal dengan menggunakan bahan kimia dan pemanasan dalam oven
bersuhu 700C selama 16 jam. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pristiyanti
(2006), dilakukan depolimerisasi lateks karet alam menggunakan H2O2
sebanyak 2 bsk, NaOCl sebanyak 7 bsk, serta dengan pemeraman lateks
menggunakan toluen selama 3 hari sebelum bahan pendegradasi,
menghasilkan karet depolimerisasi dengan bobot molekul viskositas sebesar
3,06 x 105.
Dalam penelitian ini akan digunakan hidrogen peroksida (H2O2),
natrium nitrit (NaNO2), dan senyawa pereduksi lain yang dapat memperkuat
reaksi redoks, yaitu asam askorbat. Dosis bahan pendegradasi dan waktu
pemanasan yang digunakan lebih rendah dibandingkan penelitian terdahulu,
sehingga diharapkan dapat lebih efisien dengan karakteristik hasil karet
depolimerisasi yang lebih baik.
senyawa kompleks. Ion-ion fosfat yang secara alamiah terdapat dalam serum
akan bereaksi dengan amonia membentuk senyawa magnesium amonium
fosfat (MgNH4PO4). Amonia juga dapat berfungsi sebagai bakterisida atau
penghambat pertumbuhan bakteri pembentuk asam (Honggokusumo, 1978).
Amonia banyak dipakai dan umumnya memberikan hasil yang
memuaskan apabila diberikan pada dosis yang tepat. Bila amonia digunakan
dalam pembuatan krep, maka harus diperhatikan bahwa dalam jumlah yang
terlampau besar, amonia dapat mempengaruhi warna dari krep tersebut
(Loo, 1980).
CH3
CH2=C-CH-CH3
Gambar 2. Struktur Kimia Monomer Karet Alam (Cowd, 1991)
H3C
CH3
C=C
-H2C
H
C=C
CH2
CH2
CH2-
baik sehingga mudah diolah. Daya ausnya juga tinggi, tidak mudah panas
(low heat built up), dan tahan terhadap keretakan (groove cracking
resistance). Bobot molekul karet alam berkisar antara 1 sampai 2 juta. Karet
alam memiliki berat jenis 0,92 kg/m3. Adanya rantai molekul pendek
menyebabkan daya rekat yang tinggi.
Jenis karet alam sebagai bahan olahan setengah jadi yang siap
diproses lebih lanjut untuk membuat barang jadi adalah sebagai berikut :
a. karet konvensional (Ribbed smoked sheet, white crepes, dan estate
brown crepe)
b. lateks pekat
c. karet bongkah atau block rubber
d. karet spesifikasi teknis
V=
Keterangan
d1
d2
: viskositas serum
Prinsip pembuatan lateks pekat dengan cara pemusingan didasarkan
pada perbedaan berat jenis antara partikel karet dan serum. Serum
mempunyai berat jenis lebih besar daripada partikel karet, yaitu 1,02 kg/m3,
sedangkan partikel karet hanya 0,91 kg/m3. Dengan demikian partikel karet
memiliki kecenderungan untuk naik ke permukaan, sedangkan serum
cenderung berada di bawahnya. Partikel karet dalam lateks mengalami gerak
Brown karena terjadi gaya tolak-menolak antarpartikel karet yang
bermuatan. Gerak Brown ini akan memperlambat terjadinya pemisahan
antara partikel karet dan serum. Lateks kebun yang dimasukkan ke dalam
alat sentrifugasi (separator) akan mendapat gaya sentripetal dan gaya
sentrifugal yang mengarah keluar. Gaya sentrifugal yang bekerja pada lateks
jauh lebih besar daripada percepatan gaya berat dan gerak Brown, sehingga
akan terjadi pemisahan antara partikel karet dan serum. Bagian serum yang
mempunyai berat jenis lebih besar akan terlempar ke bagian luar (lateks
skim) dan partikel karet akan terkumpul pada bagian pusat alat sentrifugasi
dan selanjutnya akan keluar dari bagian bawah (lateks pekat). Lateks pekat
ini mengandung karet kering sekitar 60%, sedangkan lateks skimnya masih
mengandung karet kering antara 3-8 % (Goutara et al., 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu lateks pekat pusingan adalah
pengawetan lateks kebun, KKK lateks kebun, pengendapan lateks kebun,
penambahan sabun ammonium laurat sebelum ataupun sesudah pemusingan,
alat dan cara pemusingan, penyimpanan, pengangkutan, dan cara
pengambilan sampel lateks pekat. Lateks pekat bermutu tinggi diperoleh
dengan melakukan pengontrolan dan perlakuan yang baik sejak dari lateks
kebun sampai pada pengambilan sampel lateks pekat (Solichin, 1995).
2.5. DEPOLIMERISASI
Depolimerisasi merupakan salah satu cara modifikasi karet alam
dengan cara degradasi rantai molekul karet. Degradasi polimer dapat terjadi
secara mekanis, termal, kimiawi, fotokimia, dan biodegradasi. Secara
kimiawi degradasi polimer dapat terjadi dengan bantuan senyawa pemutus
rantai molekul polimer. Tujuan depolimerisasi adalah untuk melunakkan
atau sekedar menurunkan viskositas karet, dan untuk memperoleh karet
dengan rantai molekul yang sangat pendek atau karet cair.
Depolimerisasi ditandai dengan adanya putusnya ikatan rantai utama
sehingga menyebabkan pemendekan panjang rantai dan penurunan bobot
molekul. Reaksi ini juga terjadi pada gugus samping, namun pengaruhnya
tidak sebesar bila dibandingkan dengan reaksi pada gugus utama. Perubahan
sifat fisik mengakibatkan pembentukan ikatan kimia baru melalui
mekanisme ikatan silang sehingga konversi molekul menjadi lebih tinggi
(Surdia, 2000).
Menurut Alfa dan Syamsu (2004), penambahan senyawa pemutus
rantai molekul sistem redoks, campuran hidrogen peroksida dengan natrium
hipoklorit, dikombinasikan dengan hidroksilamin netral sulfat akan
menghasilkan lateks dengan viskositas Mooney karet mentah rendah dan
memiliki daya rekat baik.
Menurut Gunanti (2004), depolimerisasi molekul karet terjadi karena
adanya radikal OH hasil penguraian hidrogen peroksida (H2O2). Radikal OH
yang terbentuk bersifat sangat reaktif dan dapat bereaksi secara tidak
terkontrol dengan molekul polimer karet alam (poliisoprena). Radikal OH
yang terbentuk menarik salah satu atom H yang terdapat pada polimer karet
terutama menyerang ikatan karbon rangkap, sehingga dihasilkan radikal
bebas yang aktif. Radikal bebas pada molekul isoprena tersebut mudah
bereaksi dan berikatan dengan oksigen yang ada dalam lateks dan
membentuk molekul yang tidak stabil hingga mengalami reaksi autooksidasi
2 H2O + O2 + energi
O
H
2 H2O
E0 = +1,77 V
N
O
O-
HO
HO
OH
2.9. SURFAKTAN
Surfaktan (surface active agent) adalah suatu bahan yang dapat
mengubah atau memodifikasi tegangan permukaan dan antar muka antara
fluida yang tidak saling larut atau molekul yang mengadsorbsi molekul lain
pada antar muka dua zat (Particle Engineering Research, 2005).
Dalam satu molekulnya, surfaktan memiliki dua gugus yang berbeda
polaritasnya, yaitu gugus polar dan non polar. Gugus polar memperlihatkan
afinitas (daya ikat) yang kuat dengan pelarut polar (contohnya air), sehingga
sering disebut gugus hidrofilik. Gugus non polar biasa disebut hidrofob atau
lipofilik yang berasal dari bahasa Yunani phobos (takut) dan lipos (lipid)
(Salanger, 2002).
Penambahan kaustik soda dan surfaktan dimaksudkan untuk
menstabilkan lateks. Surfaktan yang ditambahkan akan melapisi partikelpartikel polimer yang terdispersi di dalam air. Surfaktan akan menjaga
kestabilan lateks terutama terhadap gerakan mekanis yang timbul karena
guncangan atau pengadukan (Stevens, 2001).
dan lemak, tetapi tidak larut dengan minyak mineral dan minyak sayur
(www.mpfinechemical.com).
viskositas reduksi. Nilai sp/c pada limit pelarutan disebut juga nilai
viskositas intrinsik dan diberi lambang [], yang secara matematis dapat
dijelaskan sebagai ;
lim sp
c0
= []
Karena massa jenis berbagai larutan yang dipakai dalam suatu percobaan
hampir sama dengan massa jenis pelarut, maka sebagai pendekatan dapat
diandaikan viskositas tiap larutan hasil pengenceran berbanding lurus
dengan waktu alirnya, sehingga persamaan menjadi :
sp =
t2 t1
t1
dimana t2 adalah waktu alir untuk larutan, sedangkan t1 adalah waktu alir
untuk pelarut. Dengan diperolehnya waktu alir pada berbagai pengenceran,
maka nilai sp dan sp/c dapat dihitung. Selanjutnya nilai sp/c diplotkan dalam
grafik linier terhadap konsentrasi c. Plot data ini diekstrapolasi ke
konsentrasi 0 menghasilkan nilai [] (Cowd, 1991).
Mark dan Houwink menemukan bahwa angka viskositas intrinsik
dapat dikaitkan dengan penentuan bobot molekul relatif melalui rumus :
[] = KMa
dimana M adalah bobot molekul relatif, sedangkan K dan a adalah tetapan
yang khas untuk sistem polimer-pelarut tertentu. K dan a harus ditentukan
dengan menggunakan paling sedikit dua sampel polimer yang mempunyai
bobot molekul relatif berbeda, dan nilainya harus diukur dengan
menggunakan metode seperti osmometri atau hamburan sinar. Karena semua
nilai yang digunakan merupakan nilai rata-rata, maka dapat dilihat bahwa
viskometri bukan metode mutlak untuk menentukan bobot molekul pasti,
melainkan rata-rata relatif (Cowd, 1991).
Viskositas diukur pada konsentrasi sekitar 0,5 g/100 ml pelarut,
dengan cara menetapkan lamanya aliran sejumlah volume larutan melalui
kapiler yang panjangnya tetap. Lamanya aliran dalam detik dicatat sebagai
waktu untuk larutan polimer melewati antara dua tanda batas pada
viskometer. Viskositas ditetapkan pada suhu konstan, biasanya 30,0 0,010C
(Stevens, 2001).
viskometer
alat
Mooney,
sentrifugasi,
pengukur
pengaduk
Po
(Wallace
(agitator),
Rapid
pemanas
air
Amonia 0,2%
Emal 1 bsk
Lateks kebun
Penstabilan lateks
Pengujian KKK
Emulgen 1 bsk
Sentrifugasi
Amonia 0,2%
Lateks pekat
Pengujian KKK,
viskositas
Mooney,
viskositas
intrinsik, Po
yang ditambahkan dalam satuan bsk (bagian per seratus karet) adalah
1:1:1, 1:2:2, 1:3:3, 2:1:1, dan 3:1:1.
Senyawa H2O2, NaNO2, dan asam askorbat ditambahkan ke dalam
lateks pekat sambil terus dilakukan pengadukan. Kemudian sampel
didepolimerisasi menggunakan gelas piala yang dipanaskan dalam
waterbath hingga suhu sampel mencapai 700C dan diaduk menggunakan
agitator pada kecepatan sekitar 124 rpm. Variasi waktu depolimerisasi
untuk setiap kadar senyawa pendegradasi adalah 2, 4, 6, dan 8 jam.
Setelah selesai proses depolimerisasi, sampel yang dihasilkan
disebut lateks depolimerisasi. Lateks ini kemudian disaring dan diturunkan
suhunya hingga 350C, serta digumpalkan menggunakan aseton.
Gumpalan karet kemudian digiling dengan mesin penggiling sehingga
berbentuk krep. Krep yang terbentuk dikeringkan dalam oven dengan suhu
700C hingga kering. Krep hasil depolimerisasi diuji viskositas Mooney,
viskositas intrinsik, dan Po.
Lateks pekat
Emal 1 bsk
Pengadukan dan
pengaliran udara
di atas sampel
Lateks pekat
rendah amoniak
H2O2, NaNO2,
asam askorbat
Depolimerisasi
2,4,6,8 jam
Suhu 700C
Lateks depolimerisasi
Penyaringan
Aseton
Penggumpalan
Penggilingan
Pengeringan
Suhu 700C
Krep karet
Pengujian
viskositas Mooney,
viskositas intrinsik,
Po
: rataan umum
Ai
Bj
(AB)ij
ijk
Bioteknologi
Perkebunan
Ciomas-Bogor.
Lateks
kebun
merupakan bahan baku awal yang akan digunakan untuk membuat lateks
pekat sehingga harus selalu dianalisis karakteristiknya untuk mengetahui
mutu lateks kebun, sebagai kontrol, dan meminimalkan keragaman lateks.
Saat baru disadap, lateks kebun yang tidak segera diproses lebih
lanjut harus diberi pengawet agar tidak cepat menggumpal. Salah satu
senyawa kimia yang dapat digunakan adalah amonia (NH3). Untuk
mengawetkan lateks kebun sebelum disentrifugasi, dapat ditambahkan
amonia sebanyak 0,2 % dari volume lateks. Konsentrasi ini dipilih karena
merupakan jumlah minimal amonia dapat mencegah penggumpalan lateks
dalam waktu yang tidak terlalu lama sebelum sentrifugasi. Jumlah amonia
yang terlalu besar akan menyebabkan proses depolimerisasi berlangsung
tidak optimal, karena kondisi keasaman (pH) sistem akan mempengaruhi
efektifitas reaksi depolimerisasi.
Mutu lateks pekat yang dihasilkan ditentukan berdasarkan spesifikasi
menurut ASTM. Menurut ASTM tahun 1997, lateks pekat dibagi menjadi
tiga jenis berdasarkan sistem pengawetan dan metode pembuatannya, yaitu :
1. Jenis I
2. Jenis II
3. Jenis III
contoh
lateks
pekat
mempunyai
nilai
sebesar
99,0
dengan
permukaan
partikel
karet,
sedangkan
gugus
parameter
yang
dapat
diukur
untuk
mengetahui
2 OR
H2O2
2 H2O(l) + O2(g)
NaNO2 + H2O
HNO2
+ NaOH
2 HNO2
H2N2O4
H2N2O4
N2O3
N2O3
+ H2O
Reaksi rantai radikal bebas menurut Bolland dan Gee dalam Roberts
(1988) terjadi berdasarkan tiga tahapan, yaitu inisiasi, propagasi, dan
terminasi.
Inisiasi
Produksi RO2*
Propagasi
R*
+ O2
RO2* + RH
Terminasi
R*
+ R*
R*
+ RO*
RO2*
ROOH + R*
produk non-radikal
RO2* + RO2*
Pada tahapan inisiasi dan propagasi, radikal bebas (R*) akan bereaksi
dengan oksigen (O2), yang terbentuk dari reaksi disproporsionasi hidrogen
peroksida, membentuk senyawa RO2* (radikal). Pada rantai polimer karet,
atom hidrogen yang berikatan dengan atom karbon (C) pada posisi alilik
diserang oleh RO2* (radikal) yang selanjutnya melakukan reaksi berantai
radikal bebas. Pada proses ini, rantai poliisopren akan diserang oleh oksigen,
atau terjadi
RH + RO2*
CH3
CH3
CH3
CH3
O*
O
CH2 C = CH CH CH2 C CH CH2
CH3
CH3
RH
O
CH3
CH3
OOH
R* + CH2 C = CH CH CH2 C CH CH2
O
O
CH3
CH3
O*
CH2 C = CH CH CH2 C CH CH2
O
O
CH3
CH3
*
Pada Gambar 10, dapat dilihat bahwa terjadi reaksi autooksidasi pada
rantai poliisopren, dimana oksigen akan menyerang atom H alilik dan akan
membentuk ikatan dengan oksigen yang menyerang atom H alilik di posisi
Viskositas Mooney
(ML(1'+4')100 oC)
2 jam
4 jam
6 jam
8 jam
kontrol
1,1,1
1,2,2
1,3,3
2,1,1
3,1,1
H2O2,NaNO2,as.askorbat (bsk)
semakin tinggi sifat tahanan aliran bahannya atau dengan kata lain
karetnya semakin viskous.
Pengukuran
viskositas
Mooney
dilakukan
dengan
Mooney
Hal
tersebut
menunjukkan
bahwa
proses
120
100
80
Dosis H2O2:NaNO2=1:1
60
Dosis H2O2:NaNO2=1:2
Dosis H2O2:NaNO2=1:3
40
20
0
0
10
120
100
80
Dosis H2O2:NaNO2=1:1
60
Dosis H2O2:NaNO2=2:1
Dosis H2O2:NaNO2=3:1
40
20
0
0
10
70
60
N ila i P o
50
2 jam
40
4 jam
30
6 jam
20
8 jam
10
kontrol
0
1,1,1
1,2,2
1,3,3
2,1,1
3,1,1
H2O2,NaNO2,as.askorbat (bsk)
70
60
Nilai Po
50
Dosis H2O2:NaNO2=1:1
40
Dosis H2O2:NaNO2=1:2
30
Dosis H2O2:NaNO2=1:3
20
10
0
0
10
70
60
Nilai Po
50
Dosis H2O2:NaNO2=1:1
40
Dosis H2O2:NaNO2=2:1
30
Dosis H2O2:NaNO2=3:1
20
10
0
0
10
H2O2, NaNO2, dan asam askorbat sebesar 2,1,1 bsk, yaitu berkisar antara
52 hingga 47 serta pada dosis 3,1,1 bsk, yaitu berkisar antara 50,5 hingga
45.
Analisis keragaman dilakukan dengan metode statistik dengan
tingkat kepercayaan 95% dan = 0,05, dimana analisis untuk dosis bahan
pendegradasi dilakukan secara terpisah antara perlakuan dosis H2O2 dan
NaNO2. Dengan demikian, akan diketahui pengaruh dosis H2O2, dosis
NaNO2, dan waktu reaksi terhadap plastisitas (Po). Hasil analisis
keragaman dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan hasil analisis
keragaman, diketahui bahwa perlakuan variasi dosis NaNO2, dosis H2O2,
dan waktu reaksi memberikan pengaruh nyata terhadap plastistas Wallace
(Po).
Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada variasi dosis bahan
pendegradasi NaNO2 menunjukkan bahwa plastisitas Wallace (Po) lateks
depolimerisasi pada dosis H2O2, NaNO2, dan asam askorbat sebesar 1,1,1
bsk dan 1,2,2 bsk tidak saling berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan
lateks depolimerisasi pada dosis 1,3,3 bsk. Sedangkan untuk variasi dosis
H2O2, plastisitas Wallace (Po) lateks depolimerisasi dosis 1,1,1 bsk, 2,1,1
bsk, dan 3,1,1 bsk semuanya saling berbeda nyata.
Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada variasi waktu reaksi
menunjukkan bahwa plastisitas Wallace (Po) lateks depolimerisasi pada
waktu reaksi 2, 4, 6, dan 8 jam semuanya saling berbeda nyata, baik pada
variasi dosis NaNO2 maupun pada variasi dosis H2O2.
600
Viskositas Intrinsik
500
400
2 jam
300
4 jam
6 jam
200
8 jam
100
kontrol
0
1,1,1
1,2,2
1,3,3
2,1,1
3,1,1
H2O2,NaNO2,as.askorbat(bsk)
1000000
800000
2 jam
600000
4 jam
400000
6 jam
8 jam
200000
kontrol
0
1,1,1
1,2,2
1,3,3
2,1,1
3,1,1
H2O2,NaNO2,as.askorbat(bsk)
untuk toluen pada suhu 350C dan a adalah tetapan sebesar 0,74 untuk
molekul karet dengan pelarut toluen.
Dari konversi viskositas intrinsik kontrol (lateks pekat) menjadi
bobot molekul relatif rata-rata, diperoleh hasil sebesar 1,18 x 106. Bobot
molekul (Mv) lateks pekat ini memperlihatkan ciri dari karet alam tanpa
perlakuan kimiawi yang mempunyai bobot molekul 1 x 106 hingga 2 x
106. Bobot molekul lateks depolimerisasi
mengalami penurunan
dengan
lateks
depolimerisasi
dengan
dosis
bahan
1200000
1000000
Dosis H2O2:NaNO2=1:1
800000
Dosis H2O2:NaNO2=1:2
600000
Dosis H2O2:NaNO2=1:3
400000
200000
0
0
10
1400000
B o b o t M o leku l
1200000
1000000
Dosis H2O2:NaNO2=1:1
800000
Dosis H2O2:NaNO2=2:1
600000
Dosis H2O2:NaNO2=3:1
400000
200000
0
0
10
intrinsik lateks depolimerisasi pada dosis 1,2,2 bsk dan 1,3,3 bsk tidak
saling berbeda nyata.
Uji lanjut Duncan untuk variasi waktu reaksi (pada variasi dosis
NaNO2) menunjukkan bahwa viskositas intrinsik lateks depolimerisasi 8
jam berbeda nyata dengan lateks depolimerisasi 4 dan 2 jam, namun tidak
berbeda nyata dengan lateks depolimerisasi 6 jam. Sedangkan viskositas
intrinsik antara lateks depolimerisasi 2, 4, dan 6 jam tidak saling berbeda
nyata.
Dari hasil pengujian secara umum, baik pada viskositas Mooney,
Po, maupun viskositas intrinsik, nilai pengukuran yang didapatkan pada
dosis yang sama akan semakin turun dengan semakin lama waktu reaksi
depolimerisasinya. Salah satu faktor penentu keberhasilan proses
depolimerisasi pada penelitian ini adalah pengadukan dan pemanasan
lateks. Dengan semakin lama waktu pengadukan dan pemanasan lateks,
maka senyawa-senyawa pendegradasi akan semakin efektif bereaksi
dengan partikel karet, sehingga kemampuan untuk memutus rantai polimer
(poliisopren) akan semakin tinggi.
Untuk variasi dosis bahan pendegradasi, dilakukan variasi pada
dosis NaNO2 dan dosis H2O2. Secara umum, lateks depolimerisasi yang
dihasilkan pada variasi dosis NaNO2 (dosis 1,1,1 bsk, dosis 1,2,2 bsk, dan
dosis 1,3,3 bsk) memiliki nilai pengukuran viskositas Mooney, plastisitas
Wallace (Po), viskositas intrinsik, dan bobot molekul yang lebih rendah
dibandingkan dengan lateks depolimerisasi yang dihasilkan pada variasi
dosis H2O2 (dosis 1,1,1 bsk, dosis 2,1,1 bsk, dan dosis 3,1,1 bsk).
Pada variasi dosis NaNO2, perlakuan terbaik pada viskositas
Mooney (sebesar 38,85) dan Po (sebesar 26) dihasilkan dari lateks
depolimerisasi dengan dosis 1,2,2 bsk. Namun perlakuan terbaik pada
pengukuran bobot molekul dihasilkan dari lateks depolimerisasi dengan
dosis 1,3,3 bsk. Sedangkan pada variasi dosis H2O2, perlakuan terbaik
pada pengukuran viskositas Mooney, Po, dan bobot molekul dihasilkan
dari lateks depolimerisasi dengan dosis sebesar 1,1,1 bsk.
Senyawa
hidrogen
peroksida
dalam
proses
depolimerisasi
5.1. KESIMPULAN
Proses depolimerisasi lateks karet alam menggunakan senyawa
hidrogen peroksida (H2O2) sebagai oksidator, natrium nitrit (NaNO2)
sebagai reduktor, serta asam askorbat sebagai penguat reaksi reduksi
oksidasi pada suhu dan waktu tertentu mampu memutuskan ikatan pada
rantai molekul karet, sehingga menurunkan bobot molekulnya.
Variasi dosis bahan pendegradasi NaNO2 berpengaruh nyata
terhadap penurunan viskositas Mooney, plastisitas Wallace (Po), viskositas
intrinsik, dan bobot molekul karet depolimerisasi. Penurunan nilai viskositas
Mooney dan plastisitas Wallace (Po) yang terbesar diperoleh dari karet
depolimerisasi dengan dosis H2O2, NaNO2, dan asam askorbat sebesar 1,2,2
bsk, yaitu sebesar 38,85 (ML(1+4)1000C) dan 26,0. Sedangkan untuk
viskositas intrinsik dan bobot molekul, penurunan nilai yang terbesar
diperoleh dari karet depolimerisasi dengan dosis 1,3,3 bsk, yaitu sebesar
279,31 dan 4,82 x 105.
Variasi dosis bahan pendegradasi H2O2 berpengaruh nyata terhadap
penurunan viskositas Mooney dan plastisitas Wallace (Po), namun tidak
berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai viskositas intrinsik dan bobot
molekul karet depolimerisasi. Penurunan viskositas Mooney dan plastisitas
Wallace (Po) yang terbesar diperoleh dari karet depolimerisasi dengan dosis
H2O2, NaNO2, dan asam askorbat sebesar 1,1,1 bsk, yaitu sebesar 52,25
(ML(1+4)1000C) dan 30,0. Sedangkan untuk viskositas intrinsik dan bobot
molekul, penurunan nilai yang terbesar diperoleh dari karet depolimerisasi
dengan dosis 3,1,1 bsk, yaitu sebesar 374,67 dan 7,17 x 105.
Waktu reaksi berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai viskositas
Mooney, plastisitas Wallace (Po), viskositas intrinsik, dan bobot molekul
karet depolimerisasi pada semua dosis bahan pendegradasi. Semakin lama
waktu reaksi depolimerisasi, maka penurunan nilai parameter yang
digunakan akan semakin besar.
5.2. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian depolimerisasi dengan jumlah dosis bahan
pendegradasi yang lebih besar untuk menghasilkan karet depolimerisasi
dengan karakteristik yang lebih baik.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai kecepatan pengadukan yang tepat
untuk proses depolimerisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alfa, A.A, I. Sailah, dan Y. Syamsu. 2003. Pengaruh Perlakuan Lateks Karet
Alam Dengan H2O2-NaOCl Terhadap Karakter Lateks dan Kelarutan
Karet Siklo Dari Lateks. Simposium Nasional Polimer IV. Jakarta.
Alfa, A.A, dan Y. Syamsu. 2004. Degraded and Stabilized Natural Rubber Latex
Prospect for Veneer Adhesive. Seminar Kimia Malaya.
Barney, J.A. 1973. Natural Rubber Productions Lectures Notes. Balai Penelitian
Perkebunan Bogor. Bogor.
Bird, T. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas. PT. Gramedia, Jakarta.
Cook, G. Philips. 1956. Latex, Natural, and Synthetic. A Reinhold Pilot Book,
New York.
Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Penerbit ITB, Bandung.
Goutara, B. Djatmiko, dan W. Tjiptadi. 1985. Dasar Pengolahan Karet.
Agroindustri Press, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gunanti, Stivani Dwi. 2004. Kajian Kemantapan Viskositas Mooney Karet Hasil
Depolimerisasi Lateks Karet Alam yang Diberi Perlakuan Hidroksilamin
Netral Sulfat (HNS). Skripsi. Fateta, IPB. Bogor.
Honggokusumo, S. 1978. Pengetahuan Lateks. Kursus Pengolahan Barang Jadi
Karet. Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Bogor.
Huntsman. 2000. Surfactant Handbook. 2nd edition.
Kiatkamjornwong, S., R. Nuisin, G. Hui Ma, dan S. Omi. 2000. Synthesis of
Styreric Toner Particles By SPG Emulsification Technique. Chinese
Journal of Polymer Science.
Loo, Thio Goan. 1980. Mengelola Karet Alam. PT. KINTA, Jakarta.
Manitto, P. 1981. Biosintesis Produk Alami. Ellis Horwood Limited.
Particle Engineering Research Center. 2005. Surfactants. University of Florida.
www.unmc.edu/pharmacy/wwwcourse/p_surfactants_00_files/p_surfactan
ts.ppt.
Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar : Prinsip dan Terapan Modern. California
State University, San Bernardino.
Lampiran 1.
X 100%
W2
W1 = bobot sampel
W2 = bobot krep kering
[]
= Viskositas intrinsik
(K dan a tergantung dari jenis pelarut yang digunakan dan suhu viskometer
yang digunakan)
1,1,1
1,2,2
1,3,3
2,1,1
3,1,1
86
86.65
94.7
92.8
2 jam
85
4 jam
80.35
77.5
86
91
88
6 jam
63.5
73
75.3
87.3
86
8 jam
52.25
38.85
40.2
85.7
82.4
Kontrol
99
1,1,1
1,2,2
1,3,3
2,1,1
3,1,1
2 jam
46
43
41
52
50.5
4 jam
39.5
40.5
40.5
50
48
6 jam
33
37
38
49
47
8 jam
30
26
34
47
45
Kontrol
63
1,1,1
1,2,2
1,3,3
2,1,1
3,1,1
2 jam
414.32
408.16
370.39
425.09
425.73
4 jam
413.19
374.41
364.46
400.2
414.43
6 jam
396.76
359.54
349.39
398.35
412.78
8 jam
398.36
309.2
279.31
374.71
374.67
Kontrol
541.66
1,1,1
1,2,2
1,3,3
8,23.10
8,52.105
4 jam
8,22.105
6 jam
8,17.105
8 jam
7,17.105
7,06.10
3,1,1
2 jam
8,05.10
2,1,1
5
Kontrol
1,18.106
8,50.10
1.00
1,1,1
2.00
1,2,2
3.00
1,3,3
waktu 1.00
2 jam
2.00
4 jam
3.00
6 jam
4.00
8 jam
Sig.
Corrected Model
6857.193(a) 11
Intercept
118891.527
41.101
20.550
6.110 .015
6405.323
2135.108
634.819 .000
410.769
68.462
20.355 .000
Error
40.360 12
3.363
Total
125789.080 24
dosis
waktu
dosis * waktu
Corrected Total
6897.553 23
623.381
185.346 .000
1,2,2
68.8375
1,1,1
70.2750
1,3,3
70.2750
72.0375
Sig.
.143
.079
waktu
Homogeneous Subsets
mooney
Duncan a,b
Subset
waktu
8 jam
6 jam
4 jam
2 jam
Sig.
43.7667
70.6000
81.2833
85.8833
1.000
1.000
1.000
1.000
1.00
1,1,1
2.00
2,1,1
3.00
3,1,1
waktu 1.00
2 jam
2.00
4 jam
3.00
6 jam
4.00
8 jam
Sig.
Corrected Model
3379.643(a) 11
Intercept
163020.167
dosis
1791.603
895.802
285.514 .000
waktu
1077.857
359.286
114.513 .000
510.183
85.031
27.101 .000
Error
37.650 12
3.138
Total
166437.460 24
dosis * waktu
Corrected Total
3417.293 23
307.240
97.925 .000
1,1,1
3,1,1
2,1,1
70.2750
87.3000
89.6750
Sig.
1.000
1.000
1.000
waktu
Homogeneous Subsets
mooney
Duncan a,b
Subset
waktu
8 jam
6 jam
4 jam
2 jam
Sig.
73.4500
78.9333
86.4500
90.8333
1.000
1.000
1.000
1.000
1.00
1:1:1
2.00
1:2:2
3.00
1:3:3
waktu 1.00
2 jam
2.00
4 jam
3.00
6 jam
4.00
8 jam
Sig.
Corrected Model
704.865(a) 11
Intercept
33562.760
dosis
12.271
6.135
10.333 .002
waktu
590.115
196.705
331.292 .000
dosis * waktu
102.479
17.080
28.766 .000
Error
7.125 12
.594
Total
34274.750 24
Corrected Total
711.990 23
64.079
107.922 .000
1:2:2
36.6875
1:1:1
37.1250
1:3:3
38.3750
Sig.
.278
1.000
waktu
Homogeneous Subsets
po
Duncan a,b
Subset
waktu
8 jam
6 jam
4 jam
2 jam
N
6
6
6
6
1
30.0833
36.0000
40.1667
Sig.
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .594.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b Alpha = .05.
43.3333
1.000
Value
Label
dosis
1.00
1:1:1
2.00
2:1:1
3.00
3:1:1
waktu 1.00
2 jam
2.00
4 jam
3.00
6 jam
4.00
8 jam
124.374
Sig.
341.140 .000
51014.260
dosis
970.146
485.073
1330.486 .000
waktu
305.781
101.927
279.571 .000
92.188
15.365
42.143 .000
Error
4.375 12
.365
Total
52386.750 24
dosis * waktu
Corrected Total
1372.490 23
1:1:1
3:1:1
2:1:1
37.1250
50.1875
51.0000
Sig.
1.000
1.000
1.000
waktu
Homogeneous Subsets
po
Duncan
a,b
Subset
waktu
8 jam
6 jam
4 jam
2 jam
Sig.
42.0833
43.6667
47.3333
51.3333
1.000
1.000
1.000
1.000
1.00 1:1:1
2.00 1:2:2
3.00 1:3:3
2.00 4 jam
3.00 6 jam
4.00 8 jam
Corrected Model
38146.443(a) 11
Intercept
3275211.225
3467.858
Sig.
2.851 .043
dosis
16723.618
8361.809
6.874 .010
waktu
16621.751
5540.584
4.555 .024
4801.074
800.179
.658 .685
Error
14596.515 12
1216.376
Total
3327954.183 24
dosis * waktu
Corrected Total
52742.958 23
1:3:3
8 340.8863
1:2:2
8 362.8263
1:1:1
Sig.
404.5313
.232
1.000
waktu
Homogeneous Subsets
intrinsik
Duncan
a,b
Subset
waktu N
8 jam
6 327.4550
6 jam
6 368.5617 368.5617
4 jam
384.0200
2 jam
397.6217
Sig.
.064
.194
dosis
1.00
2.00
3.00
waktu 1.00
2.00
3.00
4.00
Value
Label
1:1:1
2:1:1
3:1:1
2 jam
4 jam
6 jam
8 jam
N
8
8
8
6
6
6
6
584.016
Sig.
.400 .930
dosis
222.796
111.398
.076 .927
waktu
5209.869
1736.623
1.189 .355
991.512
165.252
.113 .993
Error
17524.487 12
1460.374
Total
3934800.506 24
dosis * waktu
Corrected Total
23948.665 23
1.00
1:1:1
2.00
1:2:2
3.00
1:3:3
waktu 1.00
2 jam
2.00
4 jam
3.00
6 jam
4.00
8 jam
Squares
df
369157836620.125(a) 11
17364881619423.390
Mean Square
Sig.
33559803329.103
2.747 .048
dosis
171079412439.001
85539706219.501
7.002 .010
waktu
149796155732.126
49932051910.709
4.087 .033
48282268449.000
8047044741.500
.659 .684
Error
146605408697.500 12
12217117391.459
Total
17880644864741.000 24
dosis * waktu
Corrected Total
515763245317.625 23
1:3:3
8 760597.1250
1:2:2
8 827676.3750
1:1:1
963555.3750
Sig.
.248
1.000
waktu
Homogeneous Subsets
BM
Duncan
a,b
Subset
waktu N
8 jam
6 726177.6667
6 jam
6 844405.6667 844405.6667
4 jam
894581.0000
2 jam
937274.1667
Sig.
.089
.191
1.00
1:1:1
2.00
2:1:1
3.00
3:1:1
waktu 1.00
2 jam
2.00
4 jam
3.00
6 jam
4.00
8 jam
Squares
df
65807361323.459(a) 11
22021601818410.080
Mean Square
5982487393.042
Sig.
.398 .931
dosis
2639168515.584
1319584257.792
.088 .916
waktu
50780264902.126
16926754967.376
1.127 .377
dosis * waktu
12387927905.751
2064654650.959
.138 .988
Error
180167852719.500 12
15013987726.625
Total
22267577032453.000 24
Corrected Total
245975214042.959 23