Definisi: Flaviviridae, Ditularkan Melalui Gigitan Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Bintik Hitam
Definisi: Flaviviridae, Ditularkan Melalui Gigitan Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Bintik Hitam
DEFINISI
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD (Suhendro et al, 2006). DBD adalah salah
satu manifestasi simptomatik dari infeksi virus dengue. Manifestasi simptomatik infeksi virus
dengue adalah sebagai berikut (DEPKES, 2005)
1. Demam tidak terdiferensiasi
2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia,
ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau uji bendung positif], leukopenia) dan
pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi
menderita demam dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama.
3. DBD (dengan atau tanpa renjatan)
2. ETIOLOGI
Penyakit demam berdarah disebabkan oleh virus dengue dari genus flavivirus dan familia
Flaviviridae, ditularkan melalui
putih pada tubuhnya. Virus dengue merupakan virus RNA rantai tunggal, genus
flavivirus dari family Flaviviridae, terdiri atas 4 tipe virus yaitu DENV-1, DENV-2,
DENV-3 dan DENV-4 (Plianbangchang dan Samlee 2011). Struktur antingen ke-4 serotipe
ini sangat mirip satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing masing tipe virus
tidak dapat saling memberikan perlindungan silang (Suhendro et al, 2006).
3. EPIDEMIOLOGI
Penularan virus ini terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya yang berasal dari penderita
demam berdarah lainnya. Demam berdarah ini sering terjadi di daerah tropis, lingkungan
yang lembab dan pada musim penghujan. Menurut World Health Organization (2005) demam
berdarah dengue dapat dilihat berdasarkan karakteristik epidemiologi, antara lain:
a.
Vektor
Aedes aegypti adalah salah satu vektor nyamuk yang paling efisien untuk
arbovirus, karena nyamuk ini sangat antropofilik, hidup dekat manusia dan sering
hidup di dalam rumah. Wabah dengue juga telah disertai dengan Aedes albopictus,
Aedes polynesiensis, dan banyak spesies kompleks Aedes scutellaris. Setiap spesies
ini mempunyai distribusi geografisnya masing-masing. Namun, mereka adalah vektor
epidemik yang kurang efisien dibanding Aedes aegypti. Sementara penularan vertikal
(kemungkinan transovarian) virus dengue telah dibuktikan di laboratorium dan di
lapangan, signifikansi penularan ini untuk pemeliharaan virus belum dapat
ditegakkan. Faktor penyulit pemusnahan vektor adalah bahwa telur Aedes aegypti
dapat bertahan dalam waktu lama terhadap desikasi (pengawetan dan pengeringan),
kadang selama lebih dari satu tahun.
c.
Penjamu (Host)
Pada manusia, masing-masing keempat serotipe virus dengue mempunyai
hubungan dengan demam berdarah dengue. Studi di Kuba dan Thailand telah
menunjukkan bahwa hubungan yang tinggi secara konsisten antara infeksi DEN-2 dan
demam berdarah dengue, tetapi epidemik pada tahun 1976-1978 Indonesia, 19801982 Malaysia, 1989-1990 Tahiti, dan dari tahun 1983 seterusnya di Thailand, DEN-3
adalah serotipe predominan yang ditemukan dari pasien dengan penyakit berat. Pada
wabah tahun 1984 di meksiko, 1986 Puerto Rico, dan tahun 1989 El Salvador, DEN-4
paling sering diisolasi dari pasien demam berdarah dengue. Menurut Kardinan (2007)
seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu serotypes biasanya kebal terhadap
serotypes tersebut dalam jangka waktu tertentu, namun tidak kebal terhadap serotypes
lainnya, bahkan menjadi sensitif terhadap serangan demam berdarah Dengue
Hemorrhagic Fever.
Sindrom syok dengue terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi pada dua
kelompok yang mempunyai keterbatasan secara imunologis: anak-anak yang telah
mengalami infeksi dengue sebelumnya, dan bayi dengan penyusutan kadar antibodi
dengue maternal. Fase akut infeksi, diikuti dengan inkubasi 3-13 hari, berlangsung
kira-kira 5-7 hari dan dikuti dengan respon imun. Infeksi pertama menghasilkan
imunitas
perlindungan sementara terhadap ketiga serotipe lainnya, dan infeksi sekunder atau
sekuensial mungkin terjadi setelah waktu singkat.
d.
Lingkungan (Environment)
Kesehatan lingkungan mempelajari dan menangani hubungan manusia dengan
lingkungan dalam keseimbangan ekosistem dengan tujuan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang optimal melalui pencegahan terhadap penyakit dan
gangguan kesehatan dengan mengendalikan faktor lingkungan yang dapat
menyebabkan timbulnya penyakit. Interaksi lingkungan dengan pembangunan saat ini
maupun yang akan datang saling berpengaruh.
1) Kondisi Geografis
a) Ketinggian dari permukaan laut
Setiap kenaikan ketinggian 100 meter maka selisih suhu udara dengan tempat
semula adalah 0,5C. Bila perbedaan tempat cukup tinggi, maka perbedaan
suhu udara cukup banyak dan akan mempengaruhi faktor-faktor penyebaran
nyamuk, siklus pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk dan musim
penularan.
Distribusi Aedes aegypti juga dibatasi oleh ketinggian, nyamuk ini tidak
ditemukan diatas ketinggian 1000 m tetapi telah dilaporkan pada ketinggian
2121 m di India, pada 2200 m di Kolombia, dimana suhu rata-rata tahunan
adalah 17oC, dan pada ketinggian 2400 m.
b) Curah hujan
Curah hujan yang lebat menyebabkan nisbi udara dan menambah jumlah
tempat perkembangbiakan (breeding places). Pengaruh hujan berbeda-beda
menurut banyaknya hujan dan keadaan fisik daerah. Terlalu banyak hujan akan
menyebabkan banjir dan terlalu kurang hujan akan menyebabkan kekeringan,
mengakibatkan berpindahnya tempat perkembangbiakan secara temporer
Kenaikan fluktuasi kasus DBD pada bulan Januari-Februari. Kenaikan ini
seiring dengan musim hujan dan sesuai dengan kepustakaan yang
meningkatan
penularan
demam
berdarah
(World
Health
Organization, 2005).
2) Kondisi Demografis
a)
Kepadatan penduduk
terinfeksi dengan serotype yang lainnya, menyebabkan virus tidak di netralisasi dan bebas
bereplikasi di dalam sel makrofag (Suhendro et al, 2006).
sehingga
Dua dari manifestasi klinik disetai dengan trombositopenia dan peningkatan hematokrit,
sudah dapat menegakan diagnosis klinik demam berdarah dengue. Hepatomegali disertai dua
criteria klinik juga curiga diagnosis klinik sebelum terjadinya onset perembesan plasma.
Efusi Pleura, merupakan tanda objektif dari terjadinya perembesan plasma dimana
hipoalbuminemia menyertai keadaannya. Dua keadaan ini berguna untuk diagnosis dari
demam berdarah dengue pada kondisi pasien :
a) Anemia
b) Perdarahan berat
c) Tidak ada batasan nilai hematokrit yang jelas
d) Peningkatan hematokrit yang <20% dikarenakan rehidrasi intravena segera
Pada kasus dengan syok, tingginya hematokrit dan trombositopenia membantu diagnosis dari
Sindrom Syok Dengue (Plianbangchang dan Samlee, 2011).
6. TATA LAKSANA
Yang harus dimonitor saat pasien demam berdarah dengue dirawat adalah :
1. Keadaan umum, nafsu makan, frekuensi muntah, perdarahan dan gejala lainnna
2. Adekuatnya perfusi ke perifer, cepat terlihat, dan dapat digunaan sebagai indicator
dari keadaan syok
3. Tanda-tanda vital, setiap 2-4 jam pada pasien yang tidak shock, dan setiap 1-2 jam
pada pasien syok
4. Pemeriksaa hematokrit berkala sedikitnya tiap 4-6 jam pada pasien yang stabil, dan
lebih sering frekuensinya pada pasien yang tidak stabil atau dengan perdarahan.
5. Memonitor urin output dari pasien, untk menhindari terjadinya overload cairan.
Kewaspadaan terhadap tanda syok dini pada semua kasus DBD sangat penting, karena
angka kematian pada SSD sepuluh kali lipat dibandingkan pasien DBD tanpa syok. Protokol
penatalaksanaannya.
7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi biasanya merupakan kelanjutan dari eadaan syok, seperti
asidosis metabolic, perdarahan yang dapat menyebabkan DIC dan multi organ failure seperti
disfunfs hati dan ginjal. Yang lbih penting, terdapat komplikasi akibat terapi cairan yang
berlebihan, menyebabkan terjadinya efusi yang massif yang dapat menyebabkan depresi dari
pernapasan, oedem pulmonal hingga gagal jantung. Kelainan elektrolit dan metabolik juga
dapat ditemui seperti hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia dan hiperglikemia.
DAFTAR PUSTAKA