PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ternak potong merupakan salah satu penghasil daging yang memiliki nilai gizi serta nilai
ekonomi yang tinggi. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan akan
konsumsi daging di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Peluang usaha beternak sapi
potong sangat menjanjikan karena dengan melihat meningkatnnya permintaan bahan
makanan yang berasal dari hewan sebagai sumber protein hewani khususnya daging.
Sementara ternak kerja yaitu ternak yang dipelihara untuk diambil tenaganya.
Pemeliharaan sapi potong di Nusa Tenggara Barat, di lakukan secara ekstensif,semi
intensif,dan intensif,Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara secara intensif hampir
sepanjang hari berada dalam kandang dan diberikan pakan sebanyak dan sebaik mungkin
sehingga cepat gemuk, sedangkan secara ekstensif sapi-sapi tersebut dilepas dipadang
pengem-balaan dan digembalakan sepanjang hari.
Sapi bali (Bos Sondaicus) yang ada diNTB merupakan bangsa sapi potong asli dan
murni. Indonesia telah mendapat perhatian dari berbagai pihak mengingat sapi tersebut
memiliki sifat unggul yaitu tingkat reproduksinya tinggi, mudah beradaptasi dan selektif
terhadap pakan dibandingkan dengan sapi potong asli lainnya. Sapi bali sering disebut sapi
perintis meskipun disebut sapi perintis, masih ada persyaratan lingkungan yang harus
diperhatikan seperti di ketahui sapi bali merupakan sapi banteng liar yang pada saat ini masih
ditemukan dibeberapa lokasi dipulau jawa.
1.2 Tujuan dan Kegunaan Praktikum
1.2.1 Tujuan Praktikum
Adapun Tujuan dari praktikum ini adalah:
a. Mempelajari bagaimana cara tatalaksana pemeliharaan sapi
b. Mempelajari bagaimana tatalaksana dalam dalam pemeliharaan ternak
c. Mempelajari bagaimana cara sistem perkawinan pada ternak dan sapi yang
mengalami birahi serta pada saat ternak mengalami kebuntingan.
1
BAB II
LANDASAN TEORI
Sapi potong adalah sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristik yang
dimilikinya seperti tingkat pertumbuhannya cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi-sapi
inilah yang umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, yang dipelihara secara intensif selama
beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan berat badan yang ideal untuk dipotong (Abidin,
2002).
Sapi Bali dikenal dengan namaBalinese cow yang kadang-kadang disebut juga dengan nama
Bibos javanicus. Berdasarkan hubungan silsilah famili Bovidae, kedudukan sapi Bali
diklasifikasikan ke dalam subgenus Bibovine tetapi masih termasuk genus bos. Sapi Bali ini
diduga berasal dari pulau Bali, pulau ini sekarang merupakan pusat penyebaran/distribusi sapi
untuk Indonesia, karena itu dinamakan sapi bali yang didomestikasi sejak zaman rasejarah 3500
SM (Payne dan Rollinson, 1973).
2.1 Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong
1. Perkandangan
Pembangunan kandang harus memberikan kemudahan perawatan sapi, mencegah
sapi supaya tidak berkeliaran, dan menjaga kebersihan lingkungan. Dengan adanya
kandang, pengamanan terhadap pencuri sapi akan lebih terjaga (Siregar, 2006).
2. Pemilihan Bibit
Pemilihan bibit akan menentukan majunya peternakan yang akan dikembangkan.
Bangsa-bangsa tertentu cocok apabila keadaan iklim dan pakan sesuai sehingga mampu
memberikan keuntungan tertentu dibandingakan bangsa lainnya. Pemilihan suatu bangsa
sapi tergantung pada kesukaan peternak, keadaan lingkungan, kemampuan adaptasi,
efisiensi reproduksi, kemauan memelihara dan menyusui anak, ukuran badan dan
pertambahan berat badan. (Blakely dan Blade, 1996)
3. Pakan
Menurut Murtidjo (1990) bahan pakan digolongkan menjadi 3 yaitu pakan
hijauan, pakan penguat dan pakan tambahan. 1). Pakan hijauan yaitu semua bahan pakan
yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan. Yang termasuk
hijauan adalah rumput, leguminosa dan tumbuhan lain. Semuanya dapat diberikan untuk
ternak dengan 2 macam bentuk yaitu berupa hijauan segar dan kering. 2). Pakan penguat
yaitu pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat kasar relative rendah
dan mudah dicerna, meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung
giling, menir, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bungkil kelapa, tetes. 3).
3
Pakan tambahan biasanya berupa vitamin, mineral, dan urea. Pakan tambahan dibutuhkan
oleh sapi yang dipelihara secara intensif yang hidupnya berada dalam kandang secara
terus-menerus. Pakan tambahan tersebut antara lain vitamin A dan D, mineral terutama
Ca dan P, urea. (Anonimous, 1983).
4. Penanganan Limbah
Limbah peternakan dapat mendatangkan keuntungan yang berpotensi apabila
dikelola dengan baik. Kotoran cair dan padat dari ternak pada umumnya digunakan
sebagai pupuk organik bagi tanaman pertanian ataupun lahan hiajuan makanan ternak
(Darmono, 1992).
5. Reproduksi
a. Pelaksanaan Perkawinan
Berdasarkan standart Departemen Pertanian (2006), sapi pejantan yang digunakan
sebagai pemacek harus memenuhi kriteria sebagai berikut: umur 3 4 tahun,
kesehatan organ reproduksi secara umum baik, libido tinggi, tidak cacat dan bobot
badan diatas 300 kg.
b. Pemeriksaan Kebuntingan
Salah satu cara untuk cara untuk memeriksa kebuntingan pada ternak yaitu
palpasi rektal. Palpasi rektal pada sapi dilakukan dengan meraba uterus melalui
rektum rectal untuk mengetahui perkembangan fetus bila terjadi kebutingan. Metode
ini dilakukan pada masa awal kebuntingan hasilnya, cukup akurat dan dapat diketahui
segera (Hafez, 1993).
c. Tahap-tahap Kelahiran
Kelahiran ternak terdiri dari tiga tahap yaitu : 1) adanya kontraksi aktif serabutserabut urat daging longitudinal, sirkuler pada dinding uterus dan dilatasi cervix. 2)
pemasukan fetus kedalam saluran kelahiran yang berdilatasi, rupture kantung
allantois, kontraksi abdominal atau perejanan dan pengeluaran fetus melalui vulva. 3)
pengeluaran selaput fetus dan involusi uterus, sesudah pengeluaran fetus uterus tetap
berkontraksi secara kuat selama 48 jam dan melemah (Gillitte dan Holm, 1963).
d. Penanganan Kelahiran
Menurut Kirk (2006) pedet yang baru lahir tidak memiliki antibodi untuk
memproteksi dirinya dari penyakit. Sesaat setelah dilahirkan induk memberikan
antibodi pasif melalui pemberian kolostrum, kolostrum mengandung antibodi dalam
bentuk immunoglobulin (Ig) yang dapat melindungi pedet dari serangan penyakit.
e. Recording dan Identifikasi Pada Pedet
Penandaan pada ternak, sangat penting untuk recording yang akurat untuk tiap
ternak, dalam program pemuliaan ternak adanya tanda pada ternak akan
mempermudah untuk mengetahui silsilah dari tiap ternak. Selain itu adanya tanda
pada ternak yang didukung oleh recording yang akurat dapat memberikan gambaran
produksi dari ternak tersebut (Ebert, 2006).
2.2 Usaha Ternak Potong
Gunardi (1998) dalam Tomatala (2008) mengemukakan bahwa usaha untuk mencapai
tujuan pengembangan ternak sapi dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu (1)
pendekatan teknis dengan meningkatkan
mengontrol pemotongan ternak dan perbaikan genetic ternak; (2) pendekatan terpadu yang
merupakan teknologi produksi, manajemen ekonomi, pertimbagan social budaya yang
tercakup dalam sapta usaha peternakan serta pembentukan kelompok peternak yang
bekerjasama dengan instansi-ianstansi terkait dan (3) pendekatan agribisnis dengan tujuan
mempercepat pengembangan peternakan melalui integarsi dari keempat aspek (lahan,
pakan,plasma nutfah dan sumberdaya manusia), proses produksi,pengolahan hasil dan
pemasaran.
Pola pengembangan ternak sapi potong rakyat pada prinsipnya terdapat dua model, yakni
(1) pola swadaya dan (2) pola kemitraan. Pola swadaya merupakan pola pengembangan
peternakan rakyat yang mengandalkan swadaya dan swadana peternak baik secara individu
maupun kelompok. Sedangkan pola kemitraan (PIR-NAK) merupakan kerjasama antara
perusahaan inti dengan peternak rakyat sebagai plasma dimana dalam kerjasama atau
kemitraan ini, seluruh kegiatan pra-produksi, produksi hingga pasca produksi dilakukan
dengan kerjasama antara plasma dan inti (Daryanto,2007).
BAB III
METODE PENGAMATAN
3.1 Waktu dan Tempat
3.1.1 Waktu Praktikum
Praktikum Manajemen Ternak Potong dan Kerja ini dilaksanakan Hari kamisSabtu , tanggal 26- 28 Mei 2016.
3.1.2 Tempat Praktikum
Praktikum Manajemen Ternak Potong dan Kerja ini diadakan di Kelompok
Tternak Sinar Pakuan dusun Tater Daye, Desa Pakuan, Kecamatan Narmada,
Kabupaten Lombok Barat.
3.2 Materi Praktikum
3.2.1 Alat Praktikum
6
Adapun alat yang digunakan dalam Praktikum Manajemen Ternak Potong dan
Kerja ini adalah :
1. Pita Ukur
2. Tongkat Ukur
3. Stopwatch
3.2.2 Bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan dalam Praktikum Manajemen Ternak Potong dan
Kerja ini adalah :
1. Sapi Peternak
2. Rumput Lapangan
3.3 Metode Praktikum
Adapun metode yang digunakan dalam praktikum Manajemen Ternak Potong dan Kerja
ini adalah :
1. Tahap I : Pengunjungan lokasi tempat praktikum sekaligus perkenalan kepada peternak.
2. Tahap II : Wawancara terhadap peternak selaku responden sekaligus pengamatan
terhadap ternak yang meliputi pengamatan : panjang badan, lingkar dada, kondisi tubuh,
kehalusan bulu, kondisi mata, pengukuran luas kandang dan pengukuran tempat makan
dan minum.
3. Tahap III : Pengamatan umur ternak melalui pengamatan berapa jumlah gigi seri yang
tumbuh.
4. Tahap IV : Melakukan pengukuran dan perhitungan pada ternak meliputi : lingkar dada
ternak, panjang ternak, dan bobot badan ternak menggunakan pita ukur dan tongkat ukur,
serta berdasarkan perhitungan menggunakan rumus.
5. Tahap V : Pembersihan tempat pakan kemudian penimbangan pakan yang diberikan, dan
sisa pakan selama 24 jam sebanyak 3 kali penimbangan sehingga akan mendapatkan
konsumsi sapi yang di amati.
6. Tahap VI : Pengamatan kesehatan ternak, dan analisa ekonomi usaha ternak.
7. Tahap VII : Pemberian hadiah pada peternak dan ucapan terima kasih kepada peternak.
3.4 Variabel Yang Diamati
Adapun variabel yang diamati dalam Praktikum Manajemen Ternak Potong dan Kerja ini
adalah :
1. Pendidikan peternak : pengetahuan tentang beternak, pengalaman beternak.
2. Manajemen pemeliharaan : sistem yang digunakan, teknik pemberian pakan dan
konsumsi pakan per hari, tatalaksana perkembangbiakan, penjualan, perkandangan dan
kesehatannya.
3. Struktur populasi : jumlah ternak yang dimiliki peternak, ternak di jual, ternak lahir,
ternak mati dan di afkir.
4. Produktifitas ternak : mengamati produksi dan reproduksi ternak.
5. Ukuran-ukuran tubuh ternak seperti lingkar dada, panjang badan, dan tinggi gumba,
berat badan berdasarkan pita ukur,dan rumus.
6. Analisa ekonomi peternak : menghitung pendapatan bersih dan pendapatan peternak.
3.5 Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dalam praktikum Manajemen Ternak Potong dan Kerja ini
yaitu sebagai berikut :
1. Struktur Populasi adalah : Proporsi anak, muda dan dewasa pada masing-masing jenis
kelamin ternak yang ada saat pengamatan. Yakni; dengan mencatat jumlah sapi yang
dikatagorikan sebagai anak, muda dan dewasa yang dipelihara oleh responden
kemudian diidentifikasi menurut jenis kelamin.
2. Populasi Dasar adalah : Total populasi ternak yang ada pada tahun pengamatan
,yakni; total dari ternak yang dimiliki saat pengamatan, ternak mati, ternak keluar
(dijual, dipotong pengembalian kadasan, disumbangkan dll) dikurangi ternak yang
dibeli pada tahun tersebut.
3. Service per Conception
kebuntingan/berapa
kali
(S/C)
ternak
adalah
dikawinkan
Jumlah
perkawinan
alam/(IB)
untuk
untuk satu
menghasilkan
kebuntingan.
4. Angka Kelahiran (Calf Crop/Calving Rate) adalah : Jumlah anak yang lahir pertahun
dibagi dengan jumlah betina dewasa atau populasi dikali 100%.
5. Panen Pedet adalah : Dihitung dari jumlah anak yang lahir hidup dalam setahun
dibagi dengan jumlah betina dewasa atau populasi dikali 100%.
6. Umur Produktif adalah : Umur mulai digunakan dalam pembiakan sampai dijual atau
afkir.
7. Lama digunakan dalam Pembiakan adalah : Lama waktu sejak pertama kali
kawin(anak I) sampai di afkir Jumlah anak yang dapat dilahirkan selama hidup
dikurangi satu dikalikan jangka beranak dikurangi umur kawin I.
8. Angka Kemajiran adalah : Jumlah sapi jantan (kebiri) dan betina yang tidak mampu
menghasilkan keturunan.
9. Umur Afkir adalah : Dihitung berdasarkan jumlah anak yang dapat dilahirkan induk
selama hidup dikurangi satu dikalikan jangka beranak dan ditambah dengan umur
kawin I. Dapat juga diketahui berdasarkan rata-rata umur ternak dijual/ dipotong.
10. Angka Kematian adalah : Persentase ternak yang mati dalam satu tahun dari populasi
dan atau betina dewasa.
11. Pertumbuhan Alami / Natural Increase (NI) adalah : Selisih antara angka kelahiran
dengan angka kematian.
12. Net Replacement Rate (NRR) adalah : Jumlah anak betina yang lahir dan dapat hidup
sampai pada umur tertentu dibagi dengan jumlah kebutuhan ternak betina pengganti
setiap tahun dikalikan 100%.
13. Service Period ( Days Open/ Heat Period) adalah : Waktu yang dibutuhkan sejak
melahirkan sampai pada perkawinan kembali.
14. Non Return Rate adalah : Sapi betina yang dikawinkan kembali setelah perkawinan
pertama dan tidak bunting (dinamakan juga kawin ulang).
3.6 Analisis Data
Analisis data di yang di gunakan berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan
peternak Kelompok Tani Ternak Gunung Rejeng, Dusun Kumbi Desa Pakuan Kecamatan
Narmada yang meliputi jumlah pemberian pakan, tinggi badan, berat badan berdasarkan pita
ukur, dan hitungan serta kemudian data atau hasil di tabulasi menurut jenis perhitungannya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Hasil Pengamatan
N
O
1
2
3
4
5
6
7
NILAI
VARIABEL
Jumlah
Responden
Umur
Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
Sarjana
Pengalaman
Beternak
Kepemilikan
Pekarangan
Sawah
Kebun
Tanggungan
Keluarga
Pekerjaan Pokok
Peternak
Petani
Pekebun
Pedagang
Kursus
Ya Pernah
Tidak Pernah
SATUAN Jumla
Rata-
Standar
Persentase
rata
Deviasi
Orang
(%)
-
Tahun
341
37,88
11,35
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
2
6
-
Tahun
24
2,55
25
40
50
-
Are
Are
Are
12.25
1
32
1.53
1
3.55
0.68
0
1.58
Orang
Orang
Orang
Orang
5
4
-
55,55
44,44
-
Orang
Orang
100
Orang
VARIABEL
Anak
Jantan
Betina
2
Muda
Jantan
Betina
3
Dewasa
Jantan
Betina
JUMLAH
SATUAN
Jumlah
Persentase
(%)
Ekor
Ekor
3
1
15,78
5,26
Ekor
Ekor
1
3
5,26
15,78
Ekor
Ekor
2
9
19
10,52
47,36
100
10
No
1
2
3
Umur
Panjang
Lingkar
Tinggi
ternak
badan
dada
badan
Rumus
Rumus
(Bulan)
(cm)
(cm)
(cm)
Betina
48
125
159
107
291.52
312.20
Betina
98
118
94
125.88
142.34
Betina
36
103
176
104
294.33
382.63
Jantan
18
100
130
85
155.90
192.05
Betina
12
89
120
80
118.23
150.62
Jantan
54
85
60
35.99
5.62
Betina
42
89
150
109
184.73
274.91
Jantan
70
80
70
41.33
-15.10
Betina
36
112
160
109
264.50
316.34
Betina
18
86
145
106
166.80
254.20
Jantan
69
124
92
97.87
167.19
Betina
42
102
155
104
226.07
295.63
Jantan
20
106
155
111
234.93
295.63
Betina
30
101
153
110
218.11
287.34
Sex
11
VARIABEL
SATUAN
2
3
Umur Pubertas I
Jantan
Betina
Umur Beranak I
Birahi I setelah
melahirkan
Berapa
kawin
Bulan
Bulan
Tahun
Bulan
Standar
Jumlah
Rata-rata
168
19.30
14
2.14
0.8
1.55
15
1.66
0.60
0.89
0.52
57.80
-
0
0
100
44,44%
Deviasi
kali Kali
sampai
5
6
7
bunting
Usia Sapih
Jangka Beranak
Umur Afkir
Ternak
Bulan
Bulan
Tahun
yang Ekor
Mandul
9
Sistem
Perkawinan
Kawin Alam
Kawin
Buatan %
(IB)
NILAI
VARIABEL
SATUAN
Jumlah
Rata-
Standar
rata
Deviasi
12
Sistem Pemeliharaan
Dikandangkan
Kandang Milik
Sendiri
Kelompok
Ukuran Kandang
Panjang
2
3
Lebar
Pakan
Frekuensi Pakan
Jumlah Pakan
Tempat Pakan
Panjang
Lebar
Jumlah Tenaga Kerja
Anggota
Keluarga
4
5
6
100
%
%
25
75
Meter
71
7.89
4.88
Meter
33
3.67
0.70
Kali/hari
Kg/hari
24
387
2.67
43
0,76
0,70
Meter
Meter
10
6
1,11
0,67
0,22
0,18
Orang
17
1,89
0,33
0,33
0
100
0
100
Sendiri
Frekuensi Pemberian Kali/hari
Air Minum
Memandikan Ternak
Ya Sewaktu-waktu
%
Tidak Pernah
%
Menyediakan Garam
8
`
9
untuk Ternak
Ya
Sewaktu-waktu
%
%
Unit
Harga
Jumlah
/vol
satuan
(Rp)
(satuan
(Rp)
)
-
a.
-
Penerimaan
Penjualan sapi
3
Penjualan kotoran
Sapi
akhir -
perhitungan
Sapi dipotong
13
Pengembalian
sapi
Jumlah penerimaan
Rp
19.000.000
b.
-
Biaya variabel
Bakalan/bibit
Pakan
Obat-obatan
Tenaga kerja
Bunga
biaya
variabel
Perkawinan
ternak
Pertolongan
beranak
Lain-lainnya
Jumlah
450.000
biaya -
Rp 450.000
variabel
c. Gross margin (a- b)
d. Biaya tetap
- Penyusunan
kandang
- Penyusutan alat
- Lain-lain
Jumlah biaya tetap
e. Total biaya (b+d)
Pendapatan
bersih (a-e)
15.000.000
Rp
15.000.00
Rp
15.450.000
Rp
3.550.000
14
4.2 Pembahsan
4.2.1
Latar Belakang Peternak
Dalam pelaksanaan perktikum yang dilakukan pada hari kamis sampai dengan
hari sabtu yang bertempat di Desa Pakuan, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok
Barat. Dilakukan wawancara peternak dari umur peternak, pendidikan terakhir,
tanggungan keluarga, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan, pemilikan lahan, kursus
beternak yang pernah diikuti, pengalaman beternak, serta kepemilikan ternak.
Kepemilikan ternak sebagian besar berasal dari bantuan pemerintah dan masih dalam
sekala kecil dari 1-3 ekor. Kepemilikan ini masih terbilang kurang dalam hal ternak dan
materi. Data identitas peternak dan kepemilikan ternak dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
4.2.2
Tatalaksana Pemeliharaan
Cara/sistem pemeliharaan ternak sapi dibagi menjadi tiga, yaitu intensif, ekstensif
dan semi intensif. Pemeliharaan ternak secara intensif adalah sistem pemeliharaan ternak
sapi dengan acra dikandangkan secara terus-menerus dengan sistem pemberian pakan
secara cut and carry. Pemeliharaan secara ekstensif adalah pemeliharaan ternak di
padang penggembalaan.Sapi perlu dimandikan secara rutin untuk menjaga kebersihan
tubuh dan mencegah muculnya sarang penyakit pada tubuh sapi.Sedangkan
pemeliharaan secara semi intensif yaitu pemeliharaan ternak didalam dan diluar
kandang.
Dari hasil pengamatan/praktikum yang kami lakukan bahwa petetrnak melakukan
pemeliharaan didalam kandang (intensif), serta pemberian pakan pun dilakukan didalam
kandang.
4.2.3
15
head) dan saling bertolak-belakang (tail to tail) yang dilengkapi dengan lorong untuk
memudahkan pemberian pakan dan pengontrolan ternak.
Pada hasil pengamatan/praktikum yang dilakukan kandang yang digunakan yaitu milik
kelompok. Sedangkan kondisi kandang ternak kering dan besih, karena peternak disana
rajin sehingga setiap hari kandang di bersihkan. Bahan bangunan kandang yang mana
dindingnya terbuat dari kayu, kandang hanya menggunakan kayu sebagai tiang untuk
menopong atap. Atap menggunakan (seng), lantai (bata disemen) peternak menggunakan
bata yang disemen sebagai alas atau lantai dari kandang ternaknya.
Kesehatan ternak harus diperhatikan dengan baik. Kesehatan pada ternak merupakan
salah satu kunci keberhasilan dalam pemeliharaan ternak . Ternak yang sakit tidak
mampu memberikan hasil yang maksimal dan produktivitas ternak. Kegiatan yang
dilakukanuntuk mencegah penyakit dan pengendalian penyakit pada ternak diantaranya
yaitu dengan sanitasi yang teratur seperti pembersihan kandang, tempat pakan, tempat
minum, dan ternaknya itu sendiri. Kesehatan ternak yang ada di kelompok ternak
gunung rejeng cukup baik, hal itu disebabkan olah pemeliharaan yag baik dan tekun
sehingga ternak terhindar dari penyakit. Dapat dilihat pada tabel 4 mengenai kesehatan
ternak.
Pakan merupakan salah satu faktor terpenting bagi produktivitas ternak karena biaya
yang digunakan dapat mencapai 70 % dari total biaya produksi, sehingga diperlukan
manajemen yang tepat dan efisien agar tidak rugi. Pakan dibagi menjadi dua yaitu pakan
hijauan dan pakan konsentrat. Bahan pakan yang diberikan pada ternak sapi di kandang
ternak potong diantaranya harus tercukupi nutrisinya.
Pakan sapi potong merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang
produktivitas ternak. Bahan pakan ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu
hijauan dan konsentrat.
Peternak responden memberikan pakan biasanya 2-3 kali dalam sehari. Karena tidak
memiliki lahan tempat menanam pakan, sehingga biasanya peternak membeli
rumput,sehingga pakan yang biasa diberikan adalah rumput liar, rumput lapangan.
Ternak tidak pernah digembalakan karena tidak ada lahan.
Air minum disediakan oleh peternak dalam jumlah yang terbatas, disediakan 1-2 kali
dalam sehari.Pemberian air minum di dalam kandang menggunakan ember,karena di
dalam kandang tidak memiliki tempat khusus sebagai tempat penampungan air minum.
16
Perkembang biakan ternak biasanya dilakukan oleh peternak yang dilihat dari
tanda-tanda/tingkah
ngembik tanpa sebab, menggosok-gosokkan badan pada dinding atau kayu, gelisah,
nafsu makan berkurang, ekor dikibas-kibaskan, sering berkemih, bibir kemaluan agak
membengkak, selaput bagian dalam agak kemerah-merahan, dan keluar lendir yang
jernih. Kemudian peternak sesegera mungkin megawinkan ternaknya, karena masa
birahi pada sapi berlangsung sekitar 8 sampai 12 jam. Jika ternak telat dikawinkan aka
peternak harus menungu datangnya masa birahi lagi selama 21 hari. Pada peternak
kelompok tani ternak gunung rejeng rata-rata peternak mengetahui tanda-tanda birahi
dan segera dilakukan perkawinan sehingga poses perkembang biakan ternak pada
kelompok ini pasti akan maju.
Produktifitas ternak merupakan salah satu faktor yang menunjukkan berhasil atau
tidaknya suatu usaha peternakan. Pada peternakan yang berbasis peternakan rakyat
terutama yang diterapkan oleh peternak responden, perkawinan ternak dilakukan dengan
cara kawin alam. Salah satu alasan menggunakan kawin alam karena tidak
membutuhkan biaya, pejantan yang digunakan telah disiapkan oleh kelompok tanpa
membayar biaya perkawinan. Perkawinan alam ini tidak membutuhkan keahlian khusus,
karena ternak langsung dikawinkan ketika birahi, dan peternak pada umumnya
(meskipun pendidikannya rendah) mengetahui gejala birahi ternaknya. Perkawinan
biasanya dilakukan di kandang, dengan mendatangkan pejantan ke kandang ternak
betina, perkawinan terjadi sepanjang tahun. Hal-hal inilah yang dirasa menguntungkan
peternak responden.
Berdasarkan teori, ketika ternak birahi maka dikawinkan 8 12 jam setelah
birahi, akan tetapi kenyataan dilapangan bahwa peternak segera mengawinkan ternaknya
ketika birahi berlangsung. Beberapa gejala birahi yang diketahui oleh peternak adalah
ternaknya gelisah dan dinaiki oleh pejantannya. Ternak biasanya birahi pertama ketika
berumur 3 bulan setelah beranak dan langsung dikawainkan kembali saat timbulnya
birahi tersebut. Hal ini yang membuat ternak beranak sepanjang tahun.
Umur ternak saat pertama kali kawin sekitar 28 bulan, sehingga lama digunakan
dalam pembiakan kurang lebih 10 tahun. Peternak biasanya mengawinkan ternaknya 1
kali dan langsung bunting. Ini menunjukkan ternak betina yang dimiliki memiliki
kesuburan yang cukup baik, selain itu perkawinan dengan tepat membuat perkawinan
17
cukup sekali dalam menimbulkan kebuntingan. Umur ternak saat beranak pertama kali
adalah 3,5 tahun dan diperkirakan akan diafkir antara umur 13,5 tahun karena pada saat
itu ternak betina sudah tidak produktif lagi.
yaitu dry
keduanya.Sedangkan
lot
arti
fattening, pasture
pembibitan
fattening,
adalah
suatu
dan
kombinasi
tindakan
peternak
antara
untuk
menghasilkan ternak bibit, dimana yang dimaksud dengan temak bibit adalah ternak
yang memenuhi persyaratan dan karakter tertentu untuk dikembangbiakan dengan tujuan
standar produksi /kinerja yang ditentukan. Pada peternakan yang berbasis peternakan
rakyat terutama yang diterapkan oleh peternak responden biasanya secara sederhana.
Peternakan sebagian besar di masyarakat hususnya di lombok masih terbilang sederhana
dan trdisional yaitu sebagai pekerjaan sampingan dan pada pengamatan kami sebagian
besar peternak di pulau lombok melakukan usaha pembibitan/memperbanyak, jika
sewaktu-waktu dibutuhkan akan di jual dan bisa juga sebagai tabungan.
Salah satu hambatan yang dirasakan oleh peternak responden selama beternak yaitu
kekurangan pakan, penanganan penyakit, serta keamanan. Pakan merupakan faktor
terbesar yang dapat mempengaruhi perporma ternak, apabila kebutuhan pakan ternak
terpenuhi maka perporma ternak tersebut akan tinggi sehingga nilai jual ternak dapat
tinggi pula sehingga dapat menyongsong perekonomian para peternak. Kebutuhan akan
pakan ternak pada Kelompok Tani Ternak Gunung Rejeng ini sangat menjadi kendala
dikarenakan oleh tidak adanya lahan sebagai tempat menanam, membuat peternak harus
keliling mencari pakan di kebun-kebun dan perhutanan. Dan juga kurang terampilnya
para peternak dalam mengolah limbah-limbah perkebunan sehingga kebutuhan pakan
ternak belom terpenuhi secara maksimal.
18
Fakor kendala yang dihadapi peternak berikutnya adalah penanganan penyakit. Penykit
sangat mempengaruhi perporma ternak, apabila ternak mengalami sakit maka nafsu
makan, dan semangat untuk melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidunya
dan kebutuhan lainnya terganggu. Apabila ternak mengalami sakit maka secara otomatis
ternak tersebut akan mengalami penurunan harga sehingga perekonomian peternak
melemah.
Optimalisasi peran akademisi seperti mahasiswa dan dosen dalam hal ini sangat
dibutuhkan dalam rangka memberi penyuluhan kepada masyarakat terkait dengan
pemecahan masalah-masalah tersebut. Disamping itu, peran pemerintah juga sangat
dibutuhkan terutama Dinas Peternakan terkait yang senantiasa melakukan pelatihanpelatihan kepada peternak, mengingat hambatan terbesar dalam usaha peternakan rakyat
selama ini adalah pendidikan peternak yang masih minim.
4.2.5 Reproduksi Ternak
Berdasarkan hasil wawancara bersama peternak setempat,
ternak biasanya timbul birahi pertama setelah beranak 1-2 bulan.
Birahi pada hewan betina merupakan suatu proses yang kompleks dan
dapat terganggu pada berbagai stadium sebelum dan sesudah
permulaan siklus reproduksi. Siklus ini dimulai dengan pubertas atau
dewasa kelamin yang ditandai Reproduksi dengan berfungsinya organorgan kelamin betina. Kemudian musim kawin yang ditandai dengan
siklus birahi, kopulasi, adanya kelahiran setelah kebuntingan dan anak
disapih. Maka ternak betina akan kembali ke masa siklus birahi dan
seterusnya.
Perkawinan pada ternak sapi yang di pelihara oleh kelompok ini
sebagian besar terjadi sepanjang tahun, dimana dapat dilakukan
dengan 2 (dua) cara, yaitu: Kawin Alam (KA) dan Inseminasi Buatan
(IB). Kawin alam biasanya menghasilkan keturunan yang kurang baik,
sedangkan dengan IB lebih menjanjikan menghasilkan keturunan yang
baik karena perkawinan dengan IB menggunakan sperma dari sapi
19
pejantan unggul
Supaya
dilakukan pada saat sapi betina birahi (minta kawin). Apabila tidak
bunting dan tidak ada kelainan, sapi betina akan birahi setiap 18-21
hari (satu siklus).
Adapun dalam kelompok ini di lakukan perkawinan secara alam
dan di suntik, dan biasanya dilakukan di kandang dengan cara
membawa betina ketempat pejantan. Sedangkan untuk perkawinan
suntik yang
berwarna
merah,
bila
dicermati
kemaluan
tersebut
Kegagalan dalam
satu
kali dalam
juga mnasalh yang di hadapi adalah penyakit yang menyerang ternak mereka seperti,
masalah pada lambungnya, mencret, penyakit flue. Di kelompok ternak ini hanya blum
tersentuh vaksinasi seara rutin pada ternaknya sehingga, penyakit - penyakit dapat mudah
menyerang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpuln
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pelaksanaan praktikum Manajemen Ternak
Potong dan Kerja ini adalah :
1. Pengetahuan peternak tentang ilmu peternakan sangat minim sehingga manajemen
pemeliharaan (pakan dan kesehatan) tidak sesuai dengan teori yang ada.
2. Peternak belum mampu mengelola dan memberikan pakan kepada ternaknya secara
optimal, pakan diberikan banyak kepada ternaknya ketika ketersediannya melimpah
dan kekurangan saat ketersediaannya terbatas.
3. Dalam penanganannya, peternak mengandalkan rumput liar/rumput lapangan dan
4.
a.
b.
c.
d.
5.
5.2 Saran
22
DAFTAR BACAAN
Abidin, Z dan H. Soeprapto. 2006. Cara Tepat penggemukan Sapi Potong. Agromedia
Pustaka : Jakarta
Anonymus. 1983. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja dan Perah. Kanisius :
Yogyakarta
Blakely, J and Bade, D.H. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. University Gadjah
Mada Press : Yogyakarta.
Daryanto 2007. Peningkatan Daya Saing Industri Peternakan. Permata Wacana Lestari:
Jakarta
Departemen Pertanian. 2006. Petunjuk Teknis Penelitian dan Pengkajian Nasional
Peternakan dan Perkebunan. Sistem Integrasi Padi Ternak : Jakarta.
Hafez, E.S.E. 1993. Reproduction In Farm Animal : Philadelpia.
Ebert. 2006. Animal Feed Resources Information Sistem.
Siregar, B.S. 2006. Penggemukan Sapi.Penebar Swadaya : Jakarta.
Tomatala, 2008. Kompetensi dan Keberdayaan Peternak dalam Pengembangan Usaha
Sapi Potong.Kasus Kabupaten Seram bagian Barat Propinsi Maluku. Disertasi.
Institut Pertanian Bogor : Bogor.
23
LAMPIR
24