Anda di halaman 1dari 15

KALA IV

Kala IV persalinan dimulai dengan kelahiran plasenta dan berakhir dua jam
kemudian. Asuhan kebidanan kala IV, meliputi :
1.

Evaluasi uterus

2.

Inspeksi dan evaluasi serviks,vagina,dan perineum

3.

Inspeksi dan evaluasi plasenta, membran dan korda umblikalis

4.

Perbaikan episotomi/laserasi jika ada

Tanda-tanda vital dan manivestasi lain dievaluasi sebagai indikator pemulihan dari
stres persalinan. Sepanjang periode ini, aktivitas lain yang tidak kalah pentinbg terjadi
ketika hubungan kelurga sudah terbentuk. Komponen data dasar kala IV persalinan
meliputi informasi yang dibutuhkan untuk evaluasi dan manajemen dari perawatan
ibu selama jam pertama postpartum dan mengetahui taking in phase dari neonatal
dan proses ikatan maternal anak.
A.

Fisiologi kala IV persalinan

Selama 10-45 menit berikutnya setelah kelahiran bayi, uterus berkontraksi menjadi
sangat kecil yang mengakibatkan pemisahan dinding uterus dan plasenta, dimana
nantinya akan memisahkan plasenta dari tempat letaknya. Pelepasan plasenta
membuka sinus-sinus palsenta dan menyebabkan perdarahan. Akan tetapi, dibatasi
sampai rata-rata 350ml oleh mekanisme sebagai berikut: serabut otot polos uterus
tersusun terbentuk angka delapan mengelilingi pembuluh-pembuluh darah ketika
pembuluh darah tersebut melalui dinding uterus. Oleh karena itu, kontraksi uterus
setelah persalinan bayi menyempitkan pembeluh darah yang sebelumnya menyuplai
darah ke plasenta.
Selama 4-5 minggu pertama setelah persalinan, uterus mengalami involusi beratnya
menjadi kurang dari setengah berat

segera setelah pasca persalinan dan

dalam 4 minggu uterus sudah kembali seperti sebelum hamil. Selama permulaan
involusi uterus, tempat plasenta pada permukaan endometrium mengelami
autolisis,yang menyebabkan keluarnya sekret vaginayang dikenal sebagai lokia
( lochea ), yang diawali dengan lokia rubra hingga serosa,terus belangsung sampai
minggu. Setelah itu, permukiaan endometrium mengalami reepitelisasi dn kembali ke
kehidupan seks nongravid yang normal.
Setelah kelahiran bayi, kadar basal sekresi prolaktin kembali ke kadar sebelum hamil
dalam beberapa minggu berikutnya. Akan tetapi, setiap ibu yang menyusui bayinya,
isyarat syaraf dari puting susu ke hipotalamus menyebabkan gelora sekresi prolaktin
hampir sepuluh kali lipat yang berlangsung sekitar 1 jam,sebaliknya prolaktin bekerja

atas payudara untuk menyiapkan susu bagi periode penyusuan berikutnya. Bila
prolaktin ini tidak ada, jika ia dihambat sebagai akibat kerusakan pada hipotalamus
atau hipofisis, atau jika menyusui tidak kontinu tetapi normalnya kecepatan
pembentukan sangat menurun dalam 7 - 9 bulan.
Bila bayi mengisap susu,inpuls sensoris dihantarkan melalui saraf somatis ke medula
spinalis kemudian ke hipotalamus. Hormon ini mengalir dalam darah menuju ke
kelenjar mammae menyebabkan sel-sel miopepitel yang mengelilingi dinding luar
alveoli berkontraksi dan memeras susu dari alveoli ke duktus. Jadi, dalam 30 sampai
1 menit stelah bayi mengisap kelenjar mammae susu mulai mengalir. Proses ini
dinamakan ejeksi susu atau pengeluaran susu yang disebabkan oleh gabungan refleks
neurogenik dan hormon oksitosin hal ini juga berdampak pada kontraksi uterus dan
berdampak pada proses involusi uterus dan pendarahan pasca persalinan.

B.

Evaluasi Uterus, Konsistensi, dan Atonia

Setelah kelahiran plasenta, uterus ditemukan ditengah-tengah abdomen kurang lebih


2/3sampai antara simpisis pubis dan umbilikalikal. Jika uterus ditemukan dibagian
tengah, diatas umbilikalikal, hal ini menandakan adanya perdarahan dan bekuan
didalam uterus,yang perlu ditekan dan dikeluarkan. Uterus yang berada diatas
umbilikalikus dan bergeser, paling umum ke kanan cenderung menandakan kandung
kemih penuh menyebabkan uterus bergeser, menghambat kontraksi, dan
memungkinkan peningkatan perdarahan. Jika ibu tidak mampu buang air kecil pada
saat ini, kandung kemih sebaiknya di kosongkan oleh kateter untuk mencegah
perdarahan berlebihan.
Uterus yang berkontraksi normal harus keras ketika disentuh. Jika segmen
atas uterus keras, tetapi perdarahan uterus keras, tetapi perdarahan uterus tetap,
pengkajian segmen bawah perlu dilakukan. Uterus yang
lunak,hipotonik,longgar,tidak berkontraksi dengan baik disebut sebagai atonia uterus.
Penyebab utama dari atonia uterus adalah perdarahan pascapersalinan segera.
Hemostatis uterus yang utama dipengaruhi oleh kontraksi jaringan serat-serat otot
miometrium. Serat-serat ini bertindak sebagai pengikat pembuluh darah terbuka pada
sisi plasenta.

C.

Pemeriksaan serviks, vagina,dan perineum

Setelah memastikan uterus berkontraksi secara efektif dan pendarahan bersal dari
sumber lain,bidan hendaknya menginspeksi perineum, vagina bawah,dan area

periuretra untuk mengetahui adanya memar, pembukaan hematom, laserasi pada


pembuluh darah, atau mengalami pendarahan. Jika episiotomi telah dilakukan,
evaluasi kedalam dan perluasannya.
Berikutnya pertimbangan untuk melakukan pemeriksaan forniksdan serviks vagina
untuk mengetahui laserasi dan cedera. Pada mayoritas persalinan pervaginam spontan
normal, tidak akan ada indikasi untuk pemeriksaan ini sehingga tidak perlu dilakukan.
Indikasi untuk dilakukan pemeriksaan tersebut adalah seperti mencakup pada kondisi
berikut ini.
1.

Aliran menetap atau sedikit aliran pendarahan pervaginam brerwarna merah

terang,dari bagian atas tiap laserasi yang diamati,setelah kontraksi uterus dipastikan.
2.

Persalinan cepat atau presipitatus

3.

Manipulasi serviks selama persalinan, misalnya untuk mengurangi tepi anterior

4.

Dorongan maternal ( meneran ) sebelum dilatasi serviks lengkap.

5.

Kelahiran pervaginam operasi dengan forsep atau vakum.

6.

Persalinan traumatik misalnya distosia bahu.

Adanya salah satu faktor ini mengindikasikan kebutuhan untuk inspeksi serviks dan
memastikan kebutuhan untuk melakukan perbaikan. Beberapa klinisi manganjurkan
inspeksi serviks yang rutin,menggunakan rasional bahwa hal ini mengurangi laserasi
serviks sebagai penyebab pendarahan berikutnya. Akan tetapi, inspeksi serviks tidak
diperlukan pada persalinan dan kelahiran normal tanpa ada pendarahan persisten.
Bidan harus menguasai dalam melakukan keahlian ini karena sering kali
menimbulkan rasa nyeri atau perasaan menyakitkan bagi ibu.
D.

Pemantauan Dan Evaluasi Lanjut

Selama sisa waktu dalam kala IV persalina, tanda-tanda vital, uterus,


Kandung kemih,lochia,perkiraan kehilangan darah, serta perineum ibu harus di
pantau dan dievaluasi, sehingga semuanya berjalan stabil.
a.

Tanda-tanda vital

Pemantauan tanda vital ibu antara lain tekanan darah,denyut jantung,dan pernafasan
dilakukan selama kala IV persalinan dimulai setelah kelahiran placenta. Seterusnya
kemudian dievaluasi lagi setiap 15 menit sekali hingga keadaannya stabil seperti pada
persalinan,atau jika ada indikasi perlu dimonitor lebih sering lagi. Suhu ibu diukur
sedikitnya sekali dalam kala IV persalinan dan dehidrasinya juga harus dievaluasi.
Denyut nadi biasanya berkisar 60-70X per menit. Apabila denyut nadi lebih dari
90x per menit, perlu dilakukan pemeriksaan dan pemantaun yang terus menerus.jika

ia menggigil tetapi tidak ada infeksi ( ingat bahwa peningkatan suhu dalam batas 20F
adalah normal ) hal tersebut akan berlalu jika bidan mengikuti beberapa langkah
dasar ; berilah kehangatan dengan menyelimuti tubuh ibu dengan selimut yang
hangat, berikan rasa kepastian dengan memberikan penjelasan mengapa ia menggigil
dan juga memberi pujian yang melimpah tentang kinerjanya dalam persalinan, ajari
ibu untuk mengendalikan pernafasannya serta teknik-teknik relaksasi
progresif,kadang-kadang suhu dapat lebih tinggi dari 37,20 C akibat dehidrasi atau
persalinan yang lama
b.

Kontraksi uterus

Pemantauan kontraksi uterus harus dilakukan secara simultan. Jika uterus lembek,
maka wanita itu bisa mengalami perdarahan. Untuk mempertahankan kontraksi uterus
dapat dilakukan rangsangan taktil ( pijatan ) bila uterus mulai melembek atau dengan
cara menyusukan bayi kepada ibunya,tetapi si bayi biasanya tidak berada di dalam
dekapan ibu berjam-jam lamanya dan uterus mulai melembek lagi
c.

Lochea

Jika uterus berkontraksi kuat,lochea kemungkinan tidak lebih dari menstruasi.


Dengan habisnya efek oksitosik setelah melahirkan, jumlah lochea akan bertambah
karena miometrium sedikit banyak berelaksasi.
d.

Kandung kemih

Kandung kemih harus dievaluasi untuk memastikan kandung kemih tidak penuh.
Kandung kemih yang penuh mendorong uterus ke atas dan menghalangi uterus
berkontraksi sepenuhnya.
Jika kandung kemih penuh, bantu ibu untuk menggosokkan kandung kemihnya dan
anjurkan untuk menggosokkan kandung kemihnya setiap kali diperlukan. Ingatkan
ibu bahwa keinginann untuk berkemih mungkin berbeda-beda setelah ia melahirkan
bayinya.jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan cara menyiramkan air bersih
dan hangat kedalam periniumnnya. Atau masukkan jari-jari ibu kedalam air hangat
untuk merangsang keinginan berkemih secara spontan. Jika setelah tindakan-tindakan
ini ibu tetap tidak dapat berkemih secara spontan, mungkin diperlukan caterisasi jika
kandung kemih penuh atau dapat di palpasi, gunakan tehnik aseptik pada saat
memasukkan kateter nelaton disenfeksi tingkat tinggi atau steril untuk menggosokkan
kandung kemih. Setelah menggosokkan kandung kemih, lakukan rangsangan taktil
(pemijatan)untuk merangsang uterus berkontraksi lebih baik.

e.

perineum

perineum di evaluasi untuk melihat adanya edema atau hematoma. Bungkusan keping
es yang dikenakan perineum mempunyai efek ganda untuk mengurangi
ketidaknyaman dan edema bila telah mengalami epsiotomi atau laserasi
f.

perkiraan darah yang hilang

sangat sulit memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena darah sering kali
bercampur dengan cairan ketuban atau urine dan mungkin terserap handuk,kain,atau
sarung. Tak mungkin menilai kehilangan darah secara akurat melalui penghitungan
jumlah darah di sarung karena ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin sarung
telah di ganti jika terkena sedikit darahatau basah oleh darah. Meletakkan wadah atau
pispot dibawah bokong pasien untuk mengumpulkan darah bukanlah cara efektif
untuk mengukur kehilangan darah dan bukan cerminan asuhansayang ibu, karena
berbaring diatas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan pasien
untuk memegang bayinya.
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan menilai volume darah yang
terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat menampung semua
darah tersebut. Jika darah bisa mngisi dua botol, artinya pasien telah kehilangan 1
liter darah, jika darah bisa mengisi setengah botol pasien kehilangan 250 ml darah
dan seterusnya. Memperkirakan kehilangan darah, hanyalah salah satu cara untuk
menilai kondisi pasien. Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah
adalah melalui penampakan gajala dan tekanan darah. Apabila perdarahan
menyebabkan pasien lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darh sistole
turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya, mak telah terjadi perdarahan
lebih dari 500 ml. Bila pasien mengalami syok hipovolemik maka pasien telah
kehilangan darh 500 % dari total dari jumlah darah (2000 2500 ml) penting untuk
selalu memantau keadaan umum dan menilai jumlah kehilangan darh pasien selama
kala IV melalui pemeriksaan tanda vital, jumlah darh yang keluar dan kontraksi
uterus

E.

Melakukan Penjahitan Luka Episiotomi / Laserasi

Episiotomi
Episiotomi adalah torehan dari perineum untuk memudahkan persalinan dan
mencegah ruptur perineum totalis.

Ada 4 macam episiotomi, yaitu sebagai berikut.


1.

Episiotomi medialis yang di buat digaris tengah.

2.

Episiotomi mediolateralis dari garis tengah kesamping menjauhi anus

3.

Episiotomi lateralis, 1-2 cm diatas komisura posterior kesamping

4.

Episiotomi Schuchardt, kalau kirta melihat ruptur perineum atau episiotomi

medialis yang melebar sehingga mungkin terjadi ruptur perineum totalis, maka kita
gunting kesamping.
Tujuan episiotomi adalah sebagai berikut.
1.

Episiotomi membuat luka yang lurus dengan pinggir yang tajam, sedangkan

ruptur perineum yang spontan bersifat luka koyak dengan dinding luka bergerigi.
Luka lurus dan tajam lebih mudah dijahit dan sembuh dengan sempurna.
2.

Mengurangi tekanan pada kepala anak.

3.

Mempersingkat kala II.

4.

Episiotomi lateralis dan mediolateralis mengurangi kemungkinan ruptur

perineum totalis.

Penjahitan Perineum
Prinsip dasar penjahitan perineum sebagai berikut.
1.

Ibu dalam posisi litotomi

2.

Penggunaan cahaya yang cukup terang

3.

Anatomi dapat dilihat dengan jelas.

4.

Tindakan cepat.

5.

Tekhnik yang steril.

6.

Bekerja hati-hati.

7.

Hati-hati jangan sampai kasa/kapas tertinggal dalam vagina

8.

Penjelasan dan pendekatan yang peka terhadap perasaan ibu selama tindakan.

9.

Pentingnya tindak lanjut jangka panjang untuk menilai tekhnik dan pemilihan

bahan untuk penjahitan.z

Pemilihan benang jahit


Benang jahit terdiri atas 2 macam yaitu sebagai berikut;
1.

Benang yang dapat diserap ( plain catgut ) : terbuat dari jaringan ikat usus

domba larut dalam seminggu,namun catgut yang direndam dalam khromik oksida
( chromic catgut ) lebih lama absorpsinya dan bertahan selama 10 sampai 40 hari.
Catgut chromic baik untuk penjahitan luka episiotomi dan robekan akiibat persalinan.
Benang buatan / sintetis ( vicryl atau poliglatin 910 ) juga dapat diserap dalam 60-90
hari.
2.

Benang yang tidak diserap.

a.

Terbuat dari katun,sutra jaringan tumbuh-tumbuhan,logam,dan bahan sintetis.

b.

Cenderung menimbulkan reaksi jaringan.

Beberapa ukuran benang jahit adalah sebagai berikut.


1.

2/0 atau 3/0 : baik untuk menjahit luka.

2.

6/ 0 untuk menjahit luka pada wajah

3.

9/0 untuk pembedahan mata

Benang yang ideal untuk episiotomi/perlukaan jalan lahir adalah 2/0 Atau 3/0.
Prinsip pengikatan simpul adalah sebagai berikut.
1.

Simpul harus terikat kuat

2.

Simpul harus sekecil mungkin

3.

Ujung benang dipotong kurang lebih cm dari simpul.

4.

Simpul mati adalah yang terbaik.

Anastesi lokal dan prinsip penjahitan


Berikan anestesi lokal pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan
laserasi/episiotomi. Jika ibu menggunakan anestesi lokal saat dilakukan episiotomi
lakukan pengujian luka untuk mengetahui bahwa anestesi masih bekerja. Sentuh luka
dengan jarum yang tajam atau cubit dengan forseps atau cunam. Jika ibu merasa tidak
nyaman, maka ulangi lagi pemberian anestesi lokal sebelum penjahitan.
Gunakan tabung suntik satu kali pakai dengan jarum ukuran 22, panjang
4cc. Jarum yang lebih panjang atau spuit yang lebih besar dapat digunakan,tetapi
jarum harus berukuran 22 atau lebih kecil,tergantung pada tempat yang memerlukan
anestesi. Obat standar yang digunakan untuk anestesi lokal adalah 1% lidokain tannpa
epinefrin ( silokain ) jika lidokain 1% tidak tersedia, gunakan lidokain 2% dilarutkan

terlebih dahulu dengan air steril dengan perbandingan 1:1 ( sebagai contoh, larutkan
5ml lidokain 2% dengan 5ml air steril untuk membuka larutan lidokain steril 1% ).
Langkah-langkah pemberian anestesi lokal adalah sebagai berikut;
1.

Jelaskan pada ibu tindakan yang akan dilakukan dan bantu ibu untuk merasa

santai atau rileks


2.
ml

Isap 10 ml larutan lidokain 1% kedalam alat suntik sekali pakai ukuran 10


( jika diperlukan boleh menggunakan tabung yang lebih besar), jika lidokain 1%

tidak ada, boleh menggunakan lidokain 2%, tetapi dilarutkan dengan perbandingan
1:1
3.

Tempelkan / pasang jarum suntik ukuran 22 pada tabung suntik tersebut.

4.

Tusukkan jarum ke ujung atau pojok luka ( laserasi), tarik jarum sepanjang tepi

luka ( ke arah bawah diantara mukosa dan kulit perineum ).


5.

Aspirasi ( tarik pendorong tabung suntik ) untuk memastikan bahwa jarum tidak

berada dalam pembuluh darah jika darah masuk ke tabung suntik, jangan teruskan
penyuntikan dan tarik jarum seluruhnya. Pindahkan posisi jarum dan suntik kembali.
Alasan: Ibu dapat mengalami kejang dan kematian bila lidokain disuntukan ke
pembuluh darah
6.

Suntikan anastesi sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik ditarik

perlahan-lahan.
7.

Tarik jarum sampai ke bawah tempat dimana jarum tersebut disuntikan.

8.

Arahkan lagi jarum ke daerah ke atas tengah luka dn ulangi langkah empat.

Tusukan jarum untuk ketiga kalinya tiga garis disatu sisi luka mendapat anastesi
lokal. Ulangi proses ini di sisi lain luka tersebut. Setiap sisi luka akan memerlukan
kurang lebih 5 ml lidokain 1% untuk mendapatkan anastesi yang cukup.
9.

Tunggu selama dua menit dan biarkan anastesi tersebut bekerja dan kemudian

uji daerah yang dianastesikan dengan cara mencubit dengan forsep atau disentuh
dengan jarum yang tajam. Jika ibu merasakan jarum atau cubitan tersebut, tunggu dua
menit lagi dan kemudian uji kembali sebelum mulai menjahit luka.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada saat melakukan penjahitan luka
episiotomi atau laserasi perineum adalah sebagai berikut:
1.

Aseptik dan antisepsis pada daerah episiotomi.

2.

Jika luka episiotomi meluas, tangani seperti robekan derajat III dan IV.

3.

Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan catgut cromic 2-0.

4.

Mulai dari sekitar 1 cm di atas puncak luka episotomi sampai pada batas vagina.

5.

Gunakan pinset untuk menarikjarum melalui jaringan vagina.

6.

Jahit otot perineum dengan benang 2-0 secara interuptus.

7.

Jahit luka secara interuptus dan subkutilikuler dengan benang 2-0.

Penjahitan Episiotomi/Laserasi
Secara umum prosedur untuk menjahit episiotomi sama dengan menjahit laserasi
perineum. Jika episiotomi telah selesai, lakukan penilaian secara hati-hati untuk
memastikan lukanya tidak meluas. Semaksimal mungkin, gunakan jahitan jelujur.
Jika ada sayatan yang terlalu dalam hingga mencapai otot, mungkin dilakukan jahitan
secara terputus untuk merapatkan jaringan.
Langkah-langkah penjahitan laserasi pada perineum adalah sebagai berikut.
1.

Cuci tangan secara saksama dan gunakan sarung tangan diseinfeksi tingkat

tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaminasi atau jika tertusuk
jarum maupun peralatan tanjam lainnya.
2.

Pastikan bahwa peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan

penjahitan sudah didisenfeksi tingkat tinggi atau steril.


3.

Setelah memberikan anastesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut telah

dianastesi, telusuru dengan hati-hati dengan menggunakan satu jari untuk secara luas
menentukan batas-batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan jaringan yang terluka.
Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan bagaimana cara menjahitnya menjadi satu
dengan mudah.
4.

Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laserasi di bagian dalam

vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang
yang lebih pendek dari ikatan.
5.

Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke arah bawah cincin himen.

6.

Tepat sebelum cincin himen, masukan jarum ke arah mukosa vagina lalu ke

bawah cincin himen sampai jarum berada si bawah laserasi. Periksa bagian antara
jarum di perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum ke atas
puncak luka.
7.

Teruskan ke arah bawah, tetapi tetap pada luka, hingga jelujur mencapai bagian

bawah laserasi. Pastikan bahwa jarak antara jahitan sama dan otot yang terluka telah
dijahit. Jika laserasi meluas ke dalam otot, mungkin perlu melakukan satu atau dua

lapisan putus-putus untuk menghentikan pendarahan dan atau mendekatkan jaringan


tubuh secara efektif.
8.

Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan

dengan menggunakan jahitan jelujur untuk menutup jaringan subkutikuler. Jahitan ini
akan menjadi jahitan lapis kedua. Periksa lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran
0,5 cm atau kurang. Luka ini akan menutup dengan sendirinya saat penyembuhan
luka.
9.

Tusukan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar dari

belakang cincin himen.


10. Ikat benang dengan membuat sampul di dalam vagina. Potong ujung benang dan
sisakan sekitar 1,5 cm. Jika ujung benang dipotong terlalu pendek, sampul akan
longgar dan laserasi akan terbuka.
11.

Ulangi pemerikasaan vagina dengan lembut untuk memastikan tidak ada kasa

atau peralatan yang tertinggal di dalam.


12.

Dengan lembut, masukan jari pakling kecil di dalam anus. Raba apakah ada

jahitan pada rektum. Jika ada jahitan yang teraba, ulangi pemeriksaan rektum enam
minggu pascapersalinan. Jika penyembuhan belum sempurna (misalnya jika ada
fistula rektovaginal atau ibu melapor inkontinensia alvi atau feses), ibu segera di
rujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
13. Cuci daerah genital secara lembut dengan sabun dan air disinfeksi tingkat tinggi,
kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang nyaman.
14. Nasehati ibu untuk melakukan hal-hal berikut.
a.

Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering.

b.

Hidari mengunakan obat-obatan tradisional pada perineum.

c.

Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga sampai

empat kali perhari.


d.

Kembali dalam seminggu untuk memerikasakan penyembuhan lukanya. Ibu

harus kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarka cairan yang
berbau busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.
Ingat:
a.

Tidak usah menjahit laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan dan

dapat mendekat dengan baik.


b.

Gunakan seminimal mungin jahitan untuk mendekatkan jaringan dan

memastikan hemostastis.

c.

Selalu gunakan teknik aseptik.

d.

Jiak ibu mengeluh sakit pada saat dilakukan penjahitan. Berikan lagi anastesi

lokal untuk memastikan kenyamanan ibu, inilah yang sebut asuhan sayang ibu.
F.

Pemantauan Kala IV

Pemantauan selama kala IV dilakukan secara menyeluruh. Pemantauan dilakukan


pada tekanan darah, suhu dan tanda vital lainnya; tonus uterus dan kontraksi; tinggi
fundus uteri; kandung kemih; serta pendarahan pervaginam. Pelaksanaan pemantauan
dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama pascapersalinan dan dilanjutkan
dengan setiap 30 menit setelah jam kedua pascapersalinan.
Hasil observasi dan asuhan dicatat didalam lembar observasi dan didokumentasikan
seperti asuhan yang lain di dalam patograf (lembar belakang kala IV).
Pada masa ini perhatian khusus diberikan pada klien (ibu dan bayi) karena masa 1-2
jam setelah proses persalinan ini merupakan masa yang memerlukan pengawasan
yang benar-benar ketat oleh bidan untuk menghidari komplikasi yang dapat terjadi
baik pada ibu maupun pada bayi. Oleh karena itu, bidan harus mempunyai
keterampilan yang memadai untuk dapat mendeteksi kelainan dan menangani
kelainan tersebut secara benar dan sesuai dengan kewenangannya.
Jika episiotomi telah dilakukan atau laserasi terjadi, pengajian meluas ke arah rektum
termasuk dalam inspeksi ini. Secara umum dapat disimpukan bahwa asuhan dan
pemantauan pada kala IV.
1.

Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit selama

jam kedua. Jika kontraksi uterus tidak kuat, masase uteru sampai menjadi keras.
Apabila uterus berkontraksi, otot uterus akan berkontraksi, otot uterus akan menjepit
pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan pascapersalinan.
2.

Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih, dan perdarahan setiap 15 menit

pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua.


3.

Anjurkan ibu untuk minum untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Tawarkan ibu

untuk makan dan minum yang disukainya.


4.

Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian yang bersih dan kering.

5.

Biarkan ibu beristirahat karena telah berkerja keras melahirkan bayinya, bantu

ibu pada posisi yang nyaman.


6.

Biarkan bayi berada di dekat ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan bayi.

Menyusui juga dipakai sebagai permulaan dan meningkatkan hubungan bayi dan
bayi.

7.

Bayi sangat bersiap segera setelah melahirkan. Hal ini sangat tepat untuk

memulai memberikan ASI. Menyusui juga dapat membantu proses kontraksi uterus.
8.

Jika perlu kekamar mandi, saat ibu dapat bangun, pastikn ibu dibantu karena

masih dalam keadaan lemah atau pusing setalah persalinan. Pastikan ibu sudah buang
air kecil tiga jam pascapersalinan.
9.

Ajarkan ibu dan keluarga mengenai hal-hal sebagai berikut.

a.

Bagaimana memerikasa fundus dan menimbulkan kontraksi.

b.

Tanda-tanda bahaya pada ibu dan bayi.

KELAINAN PADA KALA IV


1. ATONIA UTERI
a. Pengertian
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir).
Atonia Uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan uterus dalam berkontraksi
dengan baik setelah persalinan, sedangkan atonia uteri juga didefinisikan sebagai
tidak adanya kontraksi uterus segera setelah plasenta lahir.
Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya atonia
uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa
kehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu
tidak berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan
darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter
saja.
2. PERDARAHAN KALA IV
a. Pengertian
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam
setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post
partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah
anak dan plasenta lahir
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24
jam pertama setelah lahirnya bayi
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1) Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
2) Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
3. RUPTUR JALAN LAHIR
a. Pengertian

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim
baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
Perlukaan jalan lahin terdiri dari :
1. Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan
dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih
kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang
lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika
Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk perinium.
Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm. Jaringan yang terutama
menopang perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital. Diafragma pelvis terdiri
dari muskulus levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior serta selubung
fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani membentuk sabuk otot yang lebar
bermula dari permukaan posterior ramus phubis superior, dari permukaan dalam
spina ishiaka dan dari fasia obturatorius.
Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina dan rektum,
membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan garis tengah antara
vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan pada tulang
ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di daerah
segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis phubis. Diafragma urogenital terdiri
dari muskulus perinialis transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan
selubung fasia interna dan eksterna.
Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina diperkuat
oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus, muskulus perinialis
transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna. Jaringan ini yang membentuk
korpus perinialis dan merupakan pendukung utama perinium, sering robek selama
persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat yang tepat. Infeksi
setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa puerperium yang paling
sering ditemukan pada genetalia eksterna.
LukaPerinium
Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian perinium
dimana muka janin menghadap.
2) Robekan Serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. bibir depan dan bibir
belakang servik dijepit dengan klem fenster kemudian serviks ditariksedidikit untuk
menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan
catgut kromik dimulai dari ujung untuk menghentikan perdarahan.
3) Rupture Uteri
Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan karena

angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar rumah
sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen.
Ruptura uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena persalinan masih banyak
ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar belum mengetahui mekanisme persalinan
yang benar, sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan dengan dorongan pada
fundus uteri dan dapat mempercepat terjadinya rupturauteri.

DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, S. Saifuddin, A.B Rachimhadhi, T. Wiknjosastro Gulardi H. Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat cetakan ketiga. PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohrdjo. Jakarta: 2010

Kementrian RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas


Kesehatan Dasar dan Rujukan. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta: 2013
Kementrian RI dan IDI. Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Pelayan Primer,
Standar Pelayanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, Edisi 1. Jakarta: 2013.

Anda mungkin juga menyukai