PENDAHULUAN
morbiditas dan mortalitas diare yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan
oleh subdit diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000-2010 menemukan
kecenderungan peningkatan insiden diare. Pada tahun 2000 angka kesakitan balita
1.278 per 1.000 penduduk turun menjadi 1.100 per 1.000 penduduk pada tahun 2003.
Namun pada tahun 2006 naik menjadi 1.330 per 1.000 penduduk dan turun kembali
di tahun 2010 menjadi 1.310 per 1.000 penduduk (Buletin diare, 2011).
Kejadian diare balita pada dasarnya dapat dicegah dengan memperhatikan
faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya diare. Pencegahan diare dapat
dilakukan melalui pendekatan epidemiologi untuk menentukan intervensi yang sesuai
yang bisa digunakan untuk melakukan pencegahan diare balita. Pendekatan
epidemiologi yang digunakan untuk pencegahan diare balita meliputi faktor penjamu,
bibit penyakit dan lingkungan. Berbagai faktor tersebut dapat ditekan untuk
mencegah terjadinya diare.
Faktor pada penjamu yang dapat menurunkan insiden diare balita adalah
penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam tatanan rumah tangga
khususnya oleh ibu balita. Kejadian diare balita dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor sosiodemografi ibu balita. Faktor sosiodemografi yang berhubungan dengan
kejadian diare balita meliputi umur ibu, pendidikan ibu dan pendapatan keluarga.
Umur ibu dapat membantu memastikan hubungan sebab akibat dalam hal hubungan
penyakit (Widyastuti, 2005). Pendidikan ibu memegang peranan cukup penting
dalam kesehatan, dengan pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menerima
informasi tentang kesehatan menyebabkan ibu peduli terhadap pencegahan diare
balita.
Salah satu pencegahan diare adalah peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) keluarga yang terdiri dari 10 indikator hanya 5 indikator yang diteliti
karena 5 indikator tersebut ada kaitannya dengan kejadian diare balita. PHBS yang
indikatornya berkaitan dengan kejadian diare adalah memberikan ASI eksklusif,
menimbang balita, menggunakan air bersih, mencuci tangan dan menggunakan
jamban.
Upaya yang dilakukan perawat untuk menurunkan angka kejadian diare
berdasarkan pada program yang direncanakan pemerintah. Program kebijakan
pemerintah dalam pengendalian penyakit diare di Indonesia bertujuan untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diare, penanggulangan dapat
dilakukan dengan lintas program dan lintas sector terkait. Kebijakan yang ditetapkan
pemerintah dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian karena diare adalah
melaksanakan tata laksana penderita diare yang sesuai standar, baik di sarana
kesehatan maupun di rumah tangga, melaksanakan surveilans epidemiologi dan
penanggulangan
Kejadian
Luar
Biasa
(KLB),
mengembangkan
pedoman
penderita diare di rumah tangga yang tepat dan benar, dan penanggulangan KLB
diare, melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif serta melaksanakan
monitoring dan evaluasi (Irianti, 2011). Sampai saat ini upaya untuk pencegahan
diare di tingkat rumah tangga khususnya dalam memberdayakan peran keluarga
belum mencapai tujuan yang diharapkan, karena kejadian penyakit diare masih
belum menurun. Penanganan diare pada balita bukan hanya tanggung jawab
pemerintah saja tetapi masyarakat pun diharapkan dapat ikut serta menanggulangi
dan mencegah terjadinya diare pada balita. Keluarga memiliki peran penting dalam
pencegahan diare (Depkes RI, 2010).
Upaya pencegahan diare salah satu kewenangan perawat komunitas. Peran
perawat komunitas sebagai pendidik, konselor, maupun kolabolator untuk
pencegahan diare. Intervensi keperawatan yang dilakukan memberikan pendidikan
kesehatan tentang diare balita serta PHBS keluarga, pemberdayaan keluarga dalam
penerapan PHBS keluarga, pembentukan kelompok keluarga dengan balita diare
serta kerjasama dengan lintas sektoral dan lintas program terkait pencegahan diare
balita. Model konsep keperawatan yang bisa digunakan adalah Health Belief Model
dimana dalam konsep ini faktor perilaku dan sosiodemografi ibu mempengaruhi ibu
untuk melakukan tindakan pencegahan yaitu melakukan perilaku hidup bersih dan
sehat dalam meminimalkan diare balita (Nurhalinah, 2011).
Berdasarkan data dari Suseda Jawa Barat, pada tahun 2012 sebesar 2,34 %
masyarakat menderita penyakit perut (diare/buang air). Berdasarkan profil kesehatan
Kabupaten Subang Tahun 2011, Penyakit diare berada pada urutan kedua dalam
sepuluh besar penyakit rawat jalan yang datang ke puskesmas pada tahun 2011
dengan jumlah 15.740 penderita ( 9.17 % ). Dan penyakit diare berada pada urutan
pertama dalam sepuluh besar penyakit rawat inap yang dirawat di RSUD Ciereng
kabupaten Subang dengan jumlah penderita 1.022 orang (21.63 %) (Profil Dinas
Kesehatan Kabupaten Subang, 2012).
Berdasarkan hasil survey PHBS yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Subang bersama dengan Puskesmas Compreng di Desa-Desa Wilayah
Kerja Puskesmas Compreng pada bulan Juli 2013 didapatkan hasil sebagai berikut
43,2% termasuk kriteria sehat dan sisanya sebanyak 56,8% masuk kriteria tidak
sehat. Hal ini menunjukkan masih jauh dari target PHBS di wilayah kerja Puskesmas
Compreng sebesar 60%. Selain itu didapat angka hasil survey PHBS tersebut
ternyata penggunaan air bersih baru mencapai 86,3%, penggunaan jamban sehat
sebesar 64 % (Puskesmas Compreng, 2013). Sebagian dari penduduk termasuk
kriteria tidak sehat sehingga dimungkinkan bisa menjadi penyebab tingginya angka
kejadian diare di desa-desa tersebut. Adapun data kejadian diare di wilayah kerja
Puskesmas Compreng Kabupaten Subang pada selama kurun waktu 3 tahun dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1
Jumlah Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Compreng
Kabupaten Subang Tahun 2011 2013
No
1
2
Desa
Compreng
Mekar Jaya
2011
88
63
Tahun /Jumlah
2012
110
62
2013
139
101
Jumlah
337
226
Kalensari
Jumlah
44
195
64
236
64
304
172
735
Berdasarkan tabel 1.1, jumlah penderita diare pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Compreng pada tahun 2011 sebanyak 195 jiwa, tahun 2012 sebanyak 236
jiwa dan tahun 2013 sebanyak 304 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah
penderita diare mengalami peningkatan selama 3 tahun terakhir (Laporan Puksesmas
Compreng, 2013). Penyakit diare pada balita juga merupakan 10 besar penyakit yang
ditangani di Puskesmas Compreng Kabupaten Subang.
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya diare diantaranya
lingkungan, praktik penyapihan yang buruk. Diare dapat menyebar melalui praktikpraktik yang tidak higienis seperti menyiapkan makanan dengan tangan yang belum
dicuci, setelah buang air besar atau membersihkan tinja seorang anak serta
membiarkan seorang anak bermain di daerah dimana ada tinja yang terkontaminasi
bakteri penyebab diare (Depkes, 2010).
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak
memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana
kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan
lingkungan yang jelek, serta pengolahan dan penyimpanan makanan yang tidak
semestinya. Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent penjamu,
lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya
kerentanan terhadap diare, diantaranya tidak memberikan ASI selama 2 tahun,
kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling
dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini
akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak
sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang
tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes, 2005).
Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 5 September 2013, melalui
Observasi dan wawancara pada 15 keluarga yang mempunyai balita di wilayah kerja
Puskesmas Compreng yaitu dari 15 keluarga menunjukkan 5 keluarga sudah
melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tatanan Rumah Tangga yang
sehat, namun angka kejadian diare pada balita masih sering terjadi. Sementara 10
keluarga lainnya belum menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di
Rumah Tangga.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa perlu untuk mengadakan
penelitian mengenai hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan
kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Compreng Kabupaten Subang
tahun 2013.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, bahwa diare merupakan
salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama
pada balita. Kejadian diare balita pada dasarnya dapat dicegah dengan
memperhatikan faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya diare. Faktor pada
penjamu yang dapat menurunkan insiden diare balita adalah penerapan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam tatanan rumah tangga khususnya oleh ibu
balita.
Salah satu pencegahan diare adalah peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) keluarga yang terdiri dari 10 indikator hanya 5 indikator yang diteliti
karena 5 indikator tersebut ada kaitannya dengan kejadian diare balita. PHBS yang
indikatornya berkaitan dengan kejadian diare adalah memberikan ASI eksklusif,
menimbang balita, menggunakan air bersih, mencuci tangan dan menggunakan
jamban. Upaya pencegahan diare salah satu kewenangan perawat komunitas. Peran
perawat komunitas sebagai pendidik, konselor, maupun kolabolator untuk
pencegahan diare.
Berdasarkan hasil survey PHBS yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Subang bersama dengan Puskesmas Compreng di Desa-Desa Wilayah
Kerja Puskesmas Compreng pada bulan Juli 2013 didapatkan hasil sebagai berikut
43,2% termasuk kriteria sehat dan sisanya sebanyak 56,8% masuk kriteria tidak
sehat. Berdasar pada angka hasil survey PHBS tersebut ternyata penggunaan air
bersih baru mencapai 86,3%, penggunaan jamban sehat sebesar 64 % .
Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah
ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Compreng Kabupaten Subang tahun 2013 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Compreng
Kabupaten Subang tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini memiliki tujuan khusus sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
b. Mengidentifikasi kejadian diare pada balita.
c. Mengidentifikasi hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian
diare pada balita.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat khususnya bagi peneliti dan pihakpihak terkait baik secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai salah satu sumber informasi tentang hubungan antara Perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) dengan kejadian dan upaya pencegahan penyakit diare pada balita.
b. Sebagai pengembangan dari ilmu keperawatan khususnya keperawatan komunitas
tentang hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare
pada balita, upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit diare.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Instansi terkait (Puskesmas dan Dinas Kesehatan)
1)
Memberikan masukan dalam membuat kebijakan untuk neningkatkan
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat khususnya dalam mengatasi
masalah diare.
2)
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada masalah perilaku hidup bersih dan
sehat terdiri dari 5 indikator yang ada kaitannya dengan kejadian diare balita antara
lain memberikan ASI eksklusif, menimbang balita, menggunakan air bersih, mencuci
tangan dan menggunakan jamban. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif
korelational dengan pendekatan cross sectional. Subyek penelitian ini adalah seluruh
ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Compreng Kabupaten Subang. Populasi dalam
penelitian ini sebanyak 928 ibu balita dan jumlah sampel sebanyak 90 responden
yang diambil secara acak sederhana. Lokasi dan waktu penelitian dilakukan di Desa
Compreng, Mekar Jaya, dan Kalensari wilayah kerja Puskesmas Compreng
Kabupaten Subang pada bulan Oktober 2013. Instrumen penelitian yang digunakan
adalah kuesioner.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk hidup) yang
bersangkutan, apabila dilihat dari segi biologis. Secara lebih jelas perilaku (manusia)
adalah semua kegiatan atau aktivitas, baik yang dapat diamati langsung, maupun
yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Notoatmodjo (2007) yang
mengutip pendapat Skinner, seorang ahli psikologi mengatakan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme, kemudian organisme tersebut merespon, sehingga teori Skiner ini disebut
teori S-O-R, atau stimulus Organisme Respons.
10
serta
lingkungan.
Dari
batasan
ini,
perilaku
kesehatan
dapat
11
12
a.
b.
c.
13
dan mampu melaksanakan Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta berperan
aktif dalam Gerakan Kesehatan di masyrakat (DepkesRI, 2010).
2. Komponen PHBS
Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang melakukan komponenkomponen PHBS yang meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
3.
a.
1)
2)
3)
14
2. Etiologi
15
16
usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul
karena lemak tidak terserap dengan baik.
c. Faktor makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,
beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang
terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak dan balita.
d. Faktor psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare
kronis. Tetapi jarang terjadi pada balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.
3. Patofisiologi
Menurut Depkes (2010) proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh
berbagai kemungkinan, diantaranya:
a. Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali adanya mikroba atau kuman yang masuk dalam
saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa
usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus selanjutnya terjadi perubahan
kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi
cairan dan elektrolit atau juga dikatakan bakteri akan menyebabkan sistem
transporaktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian
sekresi cairan dan elektrolit meningkat.
Diare dapat meningkatkan motilitas dan cepatnya pengosongan pada
intestinal merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit
yang berlebihan. Cairan, sodium, potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga
17
d. Faktor psikologis
Keadaan psikologis seseorang dapat mempengaruhi kecepatan gerakan
peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang
dapat menyebabkan diare.
4. Jenis diare
18
5. Tanda-tanda diare
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada, tinja cair, warna tinja makin lama kehijau-hijauan
karena bercampur dengan empedu, anus dan daerah sekitar lecet, ubun-ubun cekung,
19
berat badan menurun, muntah, selaput lendir mulut dan kulit kering (Ngastiyah,
2005).
6. Gejala diare
Menurut Widjaja (2005), gejala-gejala diare adalah sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
20
masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci
tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum
makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
a. Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan
lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur 2
tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara
proposional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.
b. Faktor lingkungan dan perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor
yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan
berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena
tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula,
yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.
8. Pencegahan Diare
Di bawah ini adalah beberapa hal yang harus dilakukan untuk mencegah agar
anak-anak tidak terjangkit penyakit diare, hal-hal tersebut adalah:
a. Memberikan ASI
ASI turut memberikan perlindungan terhadap terjadinya diare pada balita
karena antibodi dan zat-zat lain yang terkandung di dalamnya memberikan
perlindungan secara imunologi.
b. Memperbaiki makanan pendamping ASI
21
22
Anak yang sakit campak sering disertai diare sehingga imunisasi campak
dapat mencegah terjadinya diare yang lebih parah lagi (Depkes, 2010).
D. Peran Perawat Komunitas
Berdasarkan Konsorsium Ilmu Kesehatan Tahun 1989 dan Hasil Lokakarya
Keperawatan Tahun 1983 maka banyak sekali peran yang dijalankan oleh perawat
kesehatan masyarakat dalam mengorganisasikan upaya-upaya kesehatan yang
dijalankan apakah itu melalui Puskesmas yang merupakan bagian dari institusi
pelayanan dasar utama, baik program di dalam geudng atau di luar gedung, pada
keluarga, kelompok-kelompok khusus dan lain sebagainya sesuai dengan peran dan
fungsi tanggungjawabnya (Nurharlina. 2011). Dan peran yang dapat dilaksanakan
diantaranya adalah :
1. Pelaksana pelayanan keperawatan
Perawat bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan keperawatan dari
yang bersifat sederhana sampai yang paling kompleks, secara langsung atau tidak
langsung kepada klien sebagai individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Ini
merupakan peran utama dari perawat, dimana perawat dapat memberikan asuhan
keperawatan yang profesional, menerapkan ilmu atau teori, prinsip, konsep dan
menguji kebenarannya dalam situasi nyata, apakah kriteria profesi dapat ditampilkan
dan sesuai dengan harapan penerima jasa keperawatan. Masyarakat mengharapkan
perawat mempunyai kemampuan khusus untuk menanggulangi masalah-masalah
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat. Perawat harus menguasai konsepkonsep dalam lingkup kesehatan dan melatih diri sehingga dapat memiliki
23
ini
dilaksanakan
dengan
mengarahkan,
merencanakan,
serta
4. Innovator (pembaharu)
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian
pelauanan keperawatan.
5. Kolaborator
Peran ini dilakuakn karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri
dari: dokter, fisioterapis, ahli gizi dll dengan berupayan mengidentifikasi pelayanan
24
keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan
bentuk pelayanan selanjutnya.
6. Konsultan
Yaitu sebagai tenpat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan
yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap
informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
7. Pengelola
Perawat bertanggungjawab dalam hal administrasi keperawatan baik di
masyarakat maupun dalam institusi dalam mengelola pelayanan keperawatan untuk
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Perawat juga bekerja sebagia
pengelola
suatu
sekolah
atau
program
pendidikan
keperawatan.
Sebagai
25
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antar konsep-konsep
yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmodjo, 2005). Kerangka konsep adalah bagian penelitian yan menyajikan
26
konsep atau teori dalam bentuk kerangka konsep penelitian. Kerangka konsep dalam
penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut:
Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
PHBS
Pemberian ASI esklusif
Kejadian Diare
Balita ditimbang dalam tiga bulan terakhir
Buang
air
besar
Cuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan atau
setelah
buang
air lebih
besar. dari 3-4 kali
Tinja berbentuk cair
Menggunakan air bersih untuk keperluan rumah tangga sehari-hari
Memiliki atau menggunakan jamban
Dengan atau tanpa disertai lendir
Air yang diminum selalu dimasak terlebih dahulu
Jarak Sumber air dengan jamban 10 meter atau lebih
Variabel Bebas/Independen
perhari
Variabel Terikat/Dependen
27
Definisi
Operasional
Cara
Ukur
Alat
Ukur
Independent:
Perilaku
hidup bersih
dan sehat
(PHBS)
Perilaku hidup
bersih dan
sehat (PHBS)
responden
sesuai dengan
kriteria
program PHBS
yang telah
dimodifikasi
dan
disesuaikan
dengan
masalah diare
Melihat
hasil
jawaban
responden
Kuesioner
Dependen:
Kejadian
diare pada
balita
Melihat
hasil
jawaban
responden
Kuesioner
No
Variabel
1.
2.
Kategori
Skala
Nominal
1.
Ya = 1
2. Tidak = 0
Dengan Kriteria:
Sehat jika
jawaban ya =
100%
Tidak sehat jika
ada salah satu
jawaban tidak
(Depkes RI, 2010)
Nominal
1.
Tidak
Diare = 1
2.
Diare = 0
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah (Nursalam, 2005).
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha
: Ada hubungan antara Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan
kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Compreng
Kabupaten Subang.
28
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat
oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan.
Desain sangat erat dengan bagaimana kerangka konsep penelitian sebagai petunjuk
29
perencanaan penelitian secara rinci dalam hal pengumpulan dan analisa data,
(Nursalam, 2005). Dalam hal ini metode penelitian yang digunakan adalah metode
analitik korelasional yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan untuk mencari,
menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan serta menguji berdasarkan teori yang
sudah ada. Penelitian korelasional bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif
antar variabel (Nursalam, 2005).
Jenis penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional yaitu suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan
efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu
saat. Artinya setiap subjek penelitian hanya diobservasi satu kali saja (Notoatmodjo,
2005).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti
(Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh ibu-ibu yang
memiliki balita (berumur 1-5 tahun) yang bertempat tinggal di wilayah kerja
Puskesmas Compreng Kabupaten Subang sebanyak 928 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian kecil yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. (Notoatmodjo, 2005). Dalam
penelitian ini sampel yang diteliti yaitu sebagian dari ibu-ibu yang memiliki balita
yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Compreng Kabupaten Subang,
pada penelitian ini sampel yang diteliti adalah yang sesuai dengan kriteria inklusi
sejumlah 90 responden.
30
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2008). Adapun yang
menjadi kriteria inklusi dalam sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
9,28 1
928
n
90,27
10,28
n
keterangan:
31
N = besar populasi
n = besar sampel
d = tingkat kepercayaan (ketepatan yang diinginkan) sebesar 10%
Jadi jumlah sampel sebanyak 90 responden.
4. Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi dari populasi yang ada. Teknik sampling
merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh
sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan setiap penelitian (Nursalam,
2005). Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak yaitu
dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu bahwa setiap anggota
atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai
sampel. Untuk mencapai sampel ini, setiap elemen diseleksi secara acak (random).
Nomor responden ditulis pada secarik kertas, dimasukkan ke dalam kotak, diaduk
dan diambil secara acak sesuai besarnya sampel (Notoatmodjo S, 2005).
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Compreng
Kabupaten Subang pada bulan Oktober 2013. Proses penelitian selesai dalam waktu
kurang lebih 2-3 minggu.
D. Etika Penelitian
Pada saat akan melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin
kepada Kepala Puskesmas Compreng yang menjadi tempat penelitian untuk
mendapatkan persetujuan. Kemudian kuesioner dikirimkan ke subjek yang diteliti
dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi:
1. Informed Concent
32
33
34
1. Perizinan Penelitian
Sebagai salah satu persyaratan untuk penelitian ini adalah diperlakukannya
perizinan baik dari tingkat lembaga-lembaga terkait dalam hal ini adalah instansi
dimana peneliti melakukan penelitian
2. Pelaksanaan Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data diperoleh dari dua jenis data yaitu:
a. Data Primer
Pengumpulan data untuk variabel PHBS, dan kejadian diare pada balita
diperoleh secara langsung dengan menggunakan
35
Editing
Tahap pemeriksaan kelengkapan data dan kesinambungan data serta
keseragaman data. Penulis melakukan pemeriksaan biodata karakteristik responden,
kelengkapan hasil jawaban responden. jika terdapat kesalahan atau kekurangan maka
penulis dapat segera melakukan perbaikan dengan mengembalikan instrumen
b.
c.
Scoring
36
Scoring adalah penentuan jumlah skor bila ada jawaban ya diberi skor 1 dan
bila tidak diberi skor 0 (Moh.Nasir, 2005). Variabel Perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) menggunakan rumus persentase sebagai berikut
P
f
x100%
n
Keterangan :
P : Persentase.
f : Nilai yang diperoleh.
n : Frekuensi total atau keseluruhan (Budiarto E, 2006).
Setelah persentase diketahui, kemudian hasilnya dikelompokkan pada
kriteria:
d.
37
f0 fe 2
fe
Keterangan :
2
fo
38
fe
(Budiarto, 2006).
Membuat keputusan tentang hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak,
maka dapat dilihat pada p value. Jika p 0,05 : Ho ditolak. Artinya terdapat
hubungan signifikan. Analisis hasil dilakukan juga dengan cara distribusi frekuensi,
tabel disajikan dalam bentuk tabel kontingensi (selalu dalam bentuk tabel kontingensi
2x2 atau 2 baris dan 2 kolom) kemudian diinterpretasikan untuk menjawab tujuan
penelitian sebagai kesimpulan penelitian (Dahlan, S, 2008).
39
40