I. PENDAHULUAN
Intususepsi ialah suatu keadaan di mana sebagian usus masuk ke dalam usus
berikutnya. Biasanya bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya.
Bagian usus yang masuk disebut intususeptum dan bagian yang menerima
intussusepturn dinamakan intususipiens. Intususepsi disebut juga invaginasi.
Pemberian nama invaginasi bergantung hubungan antara intususeptum dan
intususipiens, misalnya ileo-ileal menunjukkan invaginasi hanya melibatkan ileum
saja. Ileo-colica berarti ileum sebagai intussusceptum dan colon sebagai
intussuscipiens. Kombinasi lain dapat terjadi seperti ileo-ileo colica, colo-colica dan
appendical-colica.1
Pada kasus intususepsi, panjang usus masuk ke dalam lumennya sendiri. Ini
sering terjadi pada anak-anak. Intususepsi pada anak-anak biasanya disebut idiopatik
karena tidak diketahui penyebabnya. Kebanyakan ditemukan pada kelompok umur 212 bulan, dan lebih banyak pada anak laki-laki. Sering terdapat serangan rhinitis atau
infeksi saluran napas mendahului serangan invaginasi.2
Intususepsi idiopatik umunya merupakan intususepsi ileosekal yang kemudian
masuk naik ke dalam kolon asendens dan mungkin terus sampai dapat keluar dari
rektum. Invaginasi memang dapat mengakibatkan nekrosis iskemik bagian usus yang
masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Bila disertai strangulasi harus
diingat kemungkinan terjadinya peritonitis setelah perforasi. Pada orang dewasa,
tumor yang membesar ke dalam lumen seperti polip dan disertai kontraksi peristaltik
yang kuat, bisa menyebabkan terjadinya invaginasi.3
ileum), 7 pasien ileocolica, 12 pasien cecocolica dan 36 pasien colocolica dari 336
kasus yang dilaporkan. 5,7
Ileo-colica yang paling banyak ditemukan (75%), ileo-ileo colica 15%, lainlain 10%, paling jarang tipe appendical-colica. Pada umur 5-9 bulan sebagian besar
belum diketahui penyebabnya. Penderita biasanya bayi sehat, menetek, gizi baik dan
dalam pertumbuhan optimal. 1,2
III. ETIOLOGI
Penyebab pasti intususepsi belum diketahui. Ini mungkin berhubungan
dengan infeksi pada anak, pengaruh dari perubahan diet, pemberian makanan padat.
Infeksi virus pada anak-anak menyebabkan pembesaran kelenjar cerna, yang pada
akhirnya menyebabkan intususepsi. Inveksi virus bisa menimbulkan perlawanan
jaringan limpe terhadap infeksi sehingga mukosa usus tidak rata. Ini membuka
peluang usus untuk memasuki bagian usus itu sendiri selama proses mencerna.5,7
Pemberian makanan selain susu ketika umur kurang dari 4 bulan akan
berakibat buruk terhadap bayi, karena sistem pencernaan bayi pada usia ini belum
tumbuh kembang sempurna. Pemberian makanan pada usia itu berpeluang terjadinya
invaginasi usus halus.7
Ada yang menghubungkan terjadinya intususepsi karena gangguan peristaltik,
10% didahului oleh pemberian makanan padat dan diare. Diare dan invaginasi
dihubungkan dengan infeksi virus, karena pada pemeriksaan tinja dan kelenjar limfa
mesenterium, terdapat adenovirus bersama-sama intususepsi. Intususepsi pada umur
2 tahun ke atas, biasanya bersama-sama divertikel Meckel, polip, hemangioma dan
limfosarkoma. Infeksi parasit sering juga menyertai invaginasi anak besar.
Pada bayi lebih dari 3 tahun, bisa disebabkan faktor mekanik, seperti :7
- Divertikulum Meckel
- Polip pada intestinum
- Limposarcoma intestinum
- Trauma tumpul pada abdominal dengan hematom
- Hemangioma
Baru-baru ini diduga ada hubungan antara rotavirus dan intususepsi, walaupun
laporan kasus terjadinya intususepsi selama bayi difaksin sangat kecil. Rotavirus
merupakan penyebab gastroenteritis berat pada bayi dan anak usia di bawah 5 tahun
di USA. Selama 1 September 1998 sampai 7 Juli 1999, dilaporkan ke VAERS
(Vaccine Adverse Event Reporting System) 15 kasus intususepsi pada bayi yang
menerima vaksin Rotavirus.5,7
Pada studi Prelisensi, 5 kasus intususepsi terjadi pada 10.054 penerima vaksin
dan 1 kasus pada 4.633 kontrol. Secara statistik perbedaannya tidak signifikan. 3 dari
5 kasus pada anak dengan vaksinasi terjadi selama 6-7 hari setelah divaksinasi
Rotavirus.7
IV. ANATOMI
Anatomi usus halus
Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Panjang
duodenum 26 cm, sedangkan yejunum + ileum: 6 meter di mana 2/5 bagian adalah
yejunum (Snel, 89). Sedangkan menurut Schrock 1998 panjang usus halus manusia
dewasa adalah 5-6 meter. Batas antara duodenum dan jejunum adalah ligamentum
treitz.5
Jejunum dan ileum dapat dibedakan dari:
1. Lekukan-lekukan jejunum terletak pada bagian atas rongga atas peritoneum di
bawah sisi kiri mesocolon transversum; ileum terletak pada bagian bawah
rongga peritoneum dan dalam pelvis.
2. Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal dan lebih merah daripada ileum.
Dinding jejunum terasa lebih tebal karena lipatan mukosa yang lebih
permanen yaitu plica circularis, lebih besar, lebih banyak dan pada jejunum
lebih berdekatan; sedangkan pada bagian atas ileum lebar, dan pada bagian
bawah lipatan ini tidak ada.
3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen di atas dan
kiri aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat dibawah dan kanan aorta.
4. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya membentuk satu atau dua arkade
dengan cabang-cabang yang panjang dan jarang ke dinding usus halus. Ileum
menerima banyak pembuluh darah yang pendek, yang berasal dari 3 atau 4
atau malahan lebih arkade.
5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan lemak
jarang ditemukan didekat dinding usus halus. Pada ujung mesenterium ileum
lemak disimpan diseluruh bagian, sehingga lemak ditemukan dari pangkal
sampai dinding usus halus.
6. Kelompokan jaringan limfoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa ileum
bagian bawah sepanjang pinggir anti mesentrik.
B
Gambar 2: A) Jejunum B) Ileum
besar sudah pasti lebih besar dari pada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar
6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil.3
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat
katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati
sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran
kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum
desendens dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada
abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatica dan fleksura
lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan
berbentuk-S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu
dengan rektum, yang menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi kiri
bila diberi enema. Pada posisi ini, gaya berat membantu mengalirkan air dari rektum
ke fleksura sigmoid. Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rektum dan
terbentang dari kolon sigmoid. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 5,9 inci (15
cm).3
Arteria mensenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum,
kolon asendens dan dua pertiga proksimal kolon transversum), dan arteria
mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum,
kolon desendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Alir balik vena dari
kolon dan rektum superior melalui vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari
sisitem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik.3
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter
eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui
saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum dan saraf pelvikus yang berasal dari
daerah sakral mensuplai bagian distal.3
Kolon mengabsorpsi sekitar 600 ml air perhari, bandingkan dengan usus halus
yang mengabsorpsi sekitar 8.000 ml. Kapasitas absorpsi usus besar adalah sekitar
2000 ml/hari. Berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 gram, 75%
diantaranya berupa air. Sisanya terdiri residu makanan yang tidak diabsorpsi, bakteri,
sel epitel yang mengelupas, dan mineral yang tidak diabsorpsi.3
A
B
Gambar 3: A) Ileo-cecal junction B) Usus besar7
Perbedaan usus halus dan usus besar pada anatomi.
Perbedaan eksterna:5
1. Usus halus (kecuali duodenum) bersifat mobile, sedangkan colon asendens
dan colon desendens terfiksasi dan tidak mudah bergerak.
2. Ukuran usus halus umunya lebih kecil dibandingkan dengan usus besar yang
terisi.
3. Usus halus (kecuali duodenum) mempunyai mesenterium yang berjalan ke
bawah menyilang garis tengah, menuju fossa iliaka kanan.
4. Otot longitudinal usus halus membentuk lapisan kontinu sekitar usus. Pada
usus besar (kecuali appendiks) otot longitudinal tergabung dalam tiga pita
yaitu taenia colli.
5. Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada dindingnya.
Usus besar mempunyai kantong lemak yang dinamakan appendices
epiploidea.
6. Dinding usus halus adalah halus, sedangkan dinding usus besar sakular.
Perbedaan interna:5
1. Mukosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang dinamakan plika
sirkularis, sedangkan pada usus besar tidak ada.
2. Mukosa usus halus mempunyai villi, sedangkan mukosa usus besar tidak
mempunyai villi.
3. Kelompokan jaringan lifoid (agmen feyer) ditemukan pada mukosa usus
halus, jaringan limfoid ini tidak ditemukan pada usus besar.
KLASIFIKASI
Intususepsi dibedakan dalam 4 tipe:5,8
1. Enterik: usus halus ke usus halus.
2. Ileosekal: valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan
menarik ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apeks dari
intususepsi.
3. Kolokolika: kolon ke kolon.
4. Ileokolika: ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.
Umunya banyak yang menyetujui bahwa intususepsi paling sering ialah di
valvula ileosekalis. Namun masih belum jelas perbandingan insisdensi untuk masingmasing jenis intususepsi. Perrin dan Linsay memberikan gambaran: 39% ileosekal,
31,5% ileokolika, 6,7% enterik, 4,7% kolokolika dan sisanya adalah bentuk-bentuk
yang jarang dan tidak khas.5
V. PATOFISIOLOGI
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada
dewasa pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu
satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainnya yang terfiksir/atau
kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral ke
anal sehingga bagian yang masuk ke lumen usus adalah yang dari arah oral atau
proksimal. Keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan
khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca
gastrojejunostomi. Akibat adanya segmen usus yang masuk ke segmen usus lainnya
akan menyebabkan dinding usus terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah
menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus.5
Perubahan
patologik
yang
diakibatkan
intususepsi
terutama
pada
tertariknya
mesenterium.
Edema
dan
pembengkakan
dapat
terjadi.
Gambar 4: Intususepsi.3
10
Gambar 5: Berak darah campur lendir yang menyerupai selai anggur merah
(red-current jelly stool).7
VII. DIAGNOSIS
VII.1 Anamnesis
Anamnesis dengan keluarga dapat diketahui gejala-gejala yang timbul dari
riwayat pasien sebelum timbulnya gejala, misalnya sebelum sakit, anak ada riwayat
dipijat, diberi makanan padat padahal umur anak dibawah 4 bulan. Trias invaginasi
ialah:1,5
1. Anak mendadak kesakitan episodik, menangis dan mengangkat kaki (craping
pain), sakitnya kontinyu.
2. Muntah warna hijau (cairan lambung)
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam)
dan red current jelly stool.
VII.2 Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis, dapat ditemukan distensi abdomen, pireksia, Dances sign
dan sousage like sign. Tanda-tanda peritonitis dijumpai bila telah terjadi perforasi.
Dances sign dan sousage like sign dijumpai pada kurang lebih 60% kasus, tanda ini
11
patognominik pada invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang
tersering ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan
intussuseptum akan teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai dances sign.
Pemeriksaan colok dubur teraba seperti portio uteri, feses bercampur lendir dan darah
pada sarung tangan merupakan suatu tanda patognomonik.1,5
VII.3 Pemeriksaan radiologi
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang detail, dilakukan
juga pemeriksaan radiologi yaitu pemeriksaan foto polos abdomen posisi supine dan
erect/upright position. Foto polos abdomen yang menunjukkan tanda-tanda
intususepsi hanya didapatkan pada kira-kira 60% kasus. Foto polos abdomen
mungkin bisa normal pada awal penyakit. Semakin penyakit berlangsung, bukti
radiologi yang paling awal adalah tidak adanya udara di kuadran kanan bawah dan
didapatkan densitas jaringan lunak di kuadran kanan atas didapatkan pada 25-60%
pasien.adatan jaringan lunak hadir dalam 25-60% pasien.9
Temuan ini diikuti dengan pola yang jelas tentang obstruksi usus kecil,
dengan dilatasi dan air-fluid levels di usus halus saja. Jika distensi terjadi menyeluruh
air-fluid levels juga terdapat di kolon, hasil radiologi ini lebih menunjukkan suatu
gastroenteritis akut daripada suatu intususepsi.9
Foto polos abdomen posisi dekubitus lateral kiri juga bisa sangat membantu.
Jika didapatkan tanda-tanda udara di daerah sekum, intususepsi ileocecal sangat tidak
mungkin. Posisi lateral dekubitus kiri ialah posisi penderita yang dibaringkan dengan
bagian kiri di atas meja dan sinar dari arah mendatar. Dengan posisi ini, selain untuk
mengetahui invaginasi juga dapat mendeteksi adanya perforasi.5,9
Foto polos abdomen untuk melihat tanda-tanda obstruksi dan massa di
kuadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi.bisa
didapatkan dilatasi lumen usus halus atau kolon dan terdapat densitas jaringan lunak
di daerah usus halus atau kolon.10,11
12
Gambar 6: A) Foto polos abdomen menunjukkan dilatasi usus halus dan udara di
kuadran kanan bawah dan atas. B) Air-Fluid Levels pada posisi tidur samping left
lateral decubitus.12
13
14
pilihan utama, karena bisa mengetahui adanya dilatasi loop-loop usus, lambung yang
berisi cairan dan intususepsi yang edema serta gambaran massa seperti sosis atau
seperti pisang pada invaginasi jejunum ke dalam lumen lambung (seperti dalam
gambar di bawah).9
15
Gambar 10: CT scan menunjukkan tanda klasik ying-yang sign pada intususeptum
dalam intususepiens.12
Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit,
meskipun pada umumnya diagnosis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa dapat
memastikan kausanya adalah intususepsi. Pemeriksaan fisik saja tidak cukup
sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiologi
(barium enema, ultrasonografi dan CT scan).5
16
17
18
1. Reduksi hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan
kateter dengan tekanan tertentu. Reposisi barium diikuti oleh pemeriksaan rontgen.
Mula-mula tampak bayangan barium bergerak berbentuk cuppimg pada tempat
invaginasi. Dengan tekanan hidrostatik sebesar -1 meter air, barium didorong ke
arah proksimal. Pengobatan dianggap berhasil bila barium sudah mencapai ileum
terminalis. Pada saat itu, pasase usus kembali normal, norit yang diberikan per os
akan keluar melalui dubur. 5,18
Seiring dengan pemberian zat kontras kembali dapat terlihat coiled spring
appearance. Gambaran tersebut disebabkan oleh sisa-sisa barium pada haustra
sepanjang bekas tempat invaginasi.5
Gambar 11: Barium enema. Tampak kontras mengisi daerah usus yang
mengalami intusssusepsi.19
2. Reduksi pneumatic.12,20,21
Reduksi pneumatic merupakan pilihan terapi juga di beberapa banyak
institusi. Resiko untuk terjadi komplikasi mayor dengan teknik terapi ini adalah kecil.
Kadar keberhasilan menurun dibanding dengan agen reduksi yang lain pada pasien
dengan intususepsi usus halus dan intususepsi yang mengalami prolaps. Ketika
melakukan terapi enema, tekanan gas untuk insufflasi yang direkomendasikan adalah
19
tidak boleh melebihi 120 cm air. Jika menggunakan barium atau kontras larut air
(water-soluble contrast), kolom kontras tidak boleh melebihi 100 cm di atas pantat.20
Secara dasarnya, percobaan reduksi dikatakan tidak berhasil sehingga agen
reduksi (gas, barium atau kontras yang larut air) mengalami refluks kembali ke ileum
terminal, tetapi ada bukti baru menunjukkan tidak semestinya harus ada refluks.
Kebanyakan intususepsi yang tidak menunjukkan refluks ke dalam ileum adalah
karena ileum yang edema atau akibat dari fungsi katup ileocecal. Tetapi didapatkan
pada pasien-pasien ini, intususepsinya telah mengalami reduksi dan membaik.
Berdasarkan penelitian, pasien yang mengalami perbaikan dengan reduksi ini yang
tidak menunjukkan refluks dari agen reduksi ke ileum, memang mengalami perbaikan
yang bagus.20
Gambar 12: Ilustrasi diagram reduksi gas (pneumatic reduction) pada pasien.21
Perbandingan reduksi dengan gas dan reduksi dengan barium.21
Keuntungan reduksi gas ialah:
IX.2. Operatif
20
22
Gambar 13: A) Pada saat operasi, intususepsi ditarik. B) Usus halus dari operasi
intususepsi. Tampak intussusepiens yang mengalami dilatasi.22
X. KOMPLIKASI
Jika intususepsi terlambat atau tidak diterapi, bisa timbul beberapa komplikasi
berat seperti nekrosis usus, perforasi usus, infeksi dan kematian.7
XI. PROGNOSIS
Dengan terapi dini yang adekuat, prognosisnya baik dan jarang terjadi
kekambuhan. Prognosis tergantung dari viabilitas usus setelah reposisi. Lebih dini
diagnosis, lebih baik prognosis. Kemunculan peritonitis menunjukkan bahwa
perjalanan penyakit akan memburuk. Karena alasan ini, tidak ada tindakan lain yang
dilakukan selain mereduksi intususepsi, kecuali jika ditemukan kondisi-kondisi yang
menyebabkan obstruksi seperti adanya polip atau divertikulum meckel pada saat
operasi.23
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Arifin S.Z., Abbas N., Aziz T., Invaginasi [Online] 2005 [cited 2010 April
25]. Available from : URL :
http://www.yenisymposium.net/fulltext/2005(4)/ys2005_43_4_5.pdfhttp://www
.kalbe.co.id/files/cdk/files/14_Invaginasi.pdf/14_Invaginasi.html
2. Jong W. D. Buku Ajar Bedah.
3. Waugh A., Grant A., Anatomy and Physiology in Health and Illness. Ninth
edition. Churchill Livingstone. 2004. British. p 331-32
4. Anonymous. Anatomy. [Online] [cited 2010 April 25]. Available from : URL :
http://www.netterimages.com/image/6710.htm
5. Invaginasi ilmu bedah
24
2009]
[cited
2010
April
25].
Available
from:
URL:
http://www.emedicine.com/PED/topic2415.htm
19. Leane S. M., [Online] [cited 2010 April 25]. Available from: URL:
http://www.koni.or.id/files/documents/journal/2.%20GASTROENTERITIS
%20Oleh%20Leane%20S%20M.pdf
20. Sukentro T. [Online 2009 Juni 24] [cited 2010 April 25]. Available from:
URL:http://bedahumum.com/bu/index.php?
25
option=com_content&view=article&id=4:meckeldivertikulum&catid=3:artikel&Itemid=5
21. Idries A. M. [Online] [cited 2010 April 25]. Available from: URL:
http://bedahurologi.wordpress.com/2008/06/21/tortio-testis/
22. Widiatmaka W., Sudiono S. [Online] [cited 2010 April 25]. Available from:
URL: http://emedicine.medscape.com/article/409870-imaging
26