Anda di halaman 1dari 22

INTUSUSEPSI

I. PENDAHULUAN
Intususepsi adalah keadaan gawat darurat abdomen, apabila tidak ditangani
dengan cepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut. Intususepsi merupakan
salah satu obstruksi dari saluran cerna. Walaupun pada dasarnya kelainan ini akan
memberikan gejala yang sama, tetapi hampir setiap obstruksi pada tempat tertentu
akan memberikan gejala tertentu pula. 1,2
Intususepsi adalah salah satu penyebab paling sering dari akut abdomen pada
masa

kanak-kanak

dan

dilaporkan

sebagai

peringkat

kedua

dalam

kegawatdaruratan abdomen setelah appendicitis. Intususepsi terjadi manakala


sebagian dari traktus gastrointestinal masuk ke dalam segmen usus yang
bersebelahan. Kondisi ini pada umumnya terjadi pada anak-anak antara umur 3
bulan sampai 6 tahun. Dahulu, intususepsi adalah suatu penyakit dengan tingkat
kesakitan dan kematian yang tinggi. Saat ini, kemampuan diagnosa dini dan hasil
perawatan yang efektif mengarah pada hasil yang baik dalam banyak kasus. 1,3,4,5,7

II. DEFINISI
Intususepsi merupakan keadaan yang terjadi akibat masuknya segmen
proksimal dari usus (intususeptum) ke dalam segmen usus yang lebih distal
(intususipiens) dengan membawa mesenterium yang berhubungan. Kejadian ini
paling sering terjadi pada daerah ileokolika, tetapi dapat juga jejunoileal dan
kolokolika. 1-11

Gambar 1. Penampang usus yang mengalami intususepsi.


(diambil dari kepustakaan 1)

III.INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI


Insiden dari intususepsi yaitu berkisar antara 1-4 / 1000 kelahiran. Di Negaranegara barat, insidens ini meningkat selama berlangsungnya 2 musim yaitu musim
semi/panas dan pertengahan dari musim salju. Variasi musiman ini berkaitan erat
dengan peningkatan jumlah kasus infeksi virus gastroenteritis dan infeksi saluran
pernapasan atas. 1,7,12
Intususepsi mendominasi pada kasus-kasus obstruksi usus di usia 3 bulan
sampai 6 tahun. Intususepsi paling umum terjadi pada usia 3 sampai 12 bulan,
tapi usia rata-rata yang paling sering terkena adalah sekitar 7-8 bulan. Intususepsi
sangat jarang terjadi pada usia kurang dari 3 bulan dan tidak umum terjadi pada
usia lebih dari 36 bulan. Secara keseluruhan, perbandingan antara laki-laki dan
perempuan kira-kira 3:1, namun seiring dengan pertambahan usia, khususnya
pada anak di atas 4 tahun, perbandingan antara laki-laki dan perempuan berubah
menjadi 8:1. Pelaporan kasus intususepsi pada orang dewasa sangat jarang terjadi,
yaitu hanya sekitar 5-16 %.6,7
Pada umumnya, pasien dapat sembuh jika ditangani dalam 24 jam dan angka
mortalitasnya hanya sekitar 1-3%. Namun jika tidak ditangani dengan segera,
kondisi ini dapat menjadi fatal dalam 2 sampai 5 hari. Angka kekambuhan terjadi
pada sekitar 3-11% kasus.7

IV. ETIOLOGI
Penyebab dari kebanyakan intususepsi pada anak adalah idiopatik. Beberapa
teori menyebutkan penyebabnya mungkin terkait dengan infeksi virus saluran
pernapasan atas, karena umumnya intususepsi terjadi pada musim dingin/hujan
ketika banyak terjadi infeksi saluran pernapasan atas. Pada beberapa kasus,
intususepsi terjadi setelah terjadinya infeksi saluran cerna akibat rotavirus,
reovirus, echovirus yang dapat menyebabkan hipertropi plak peyeri ileum
terminal. 4,5,6,10,11,12,13
Penyebab non idiopatik dari intususepsi dapat berupa polip, lipoma,
divertikulum Meckel, duplikasi intestinal, purpura Henoch-Schnlein, limfoma,
hipertropi plak peyeri akibat infeksi, infeksi adenovirus, benda asing, infestasi
2

parasit, penyakit celiac, dan kista fibrosis. Riwayat bedah abdomen juga
merupakan faktor predisposisi untuk suatu intususepsi. 4,6,7,10,12
Pada intususepsi dewasa, sekitar 80-90% disebabkan oleh etiologi yang
spesifik. Sebanyak 2/3 dari kasus patologis dideteksi akibat neoplasma jinak atau
ganas. Lebih dari setengahnya adalah keganasan yang berasal dari usus besar dan
hanya sekitar 10% kasus yang bersifat idiopatik. 4,7
Bila didasarkan pada lokasi terjadinya, intususepsi yang melibatkan usus halus
biasanya disertai dengan proses patologi jinak seperti adhesi, hiperplasia kelenjar
limfe, trauma, lipoma, leiomioma, dan

hemangioma. kelainan yang jarang,

diakibatkan oleh keganasan. 4

V. ANATOMI
Usus halus merupakan suatu tabung yang kompleks, berlipat-lipat, dan
membentang dari pylorus hingga katup ileosekal. panjang usus halus pada orang
hidup sekitar 12 kaki atau 3,6 meter. Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah
rongga abdomen.14
Usus halus ini terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum.
Panjang duodenum 25 cm mulai dari pylorus sampai jejunum. Pemisahan antara
duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya ligamnetum treitz, yaitu suatu pita
muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus
esophagus dan berinsersio pada perbatasan antara duodenum dan jejunum.
sedangkan jejunum dan ileum panjangnya kurang lebih 6 m Dimana 2/5 bagian
adalah jejunum. 1,14
Jejunum dan ileum dapat dibedakan dari :
1. Lekukan-lekukan jejunum terletak pada bagian atas rongga atas
peritoneum di bawah sisi kiri mesocolon transversum sedangkan ileum
terletak pada bagian bawah rongga peritoneum dan dalam pelvis.
2. Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal dan lebih merah daripada
ileum. Dinding jejunum terasa lebih tebal karena lipatan mukosa yang
3

lebih permanen yaitu plica circularis, lebih besar, lebih banyak dan pada
jejunum lebih berdekatan, sedangkan pada bagian atas ileum lebar dan
pada bagian bawah lipatan ini tidak ada.
3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen diatas dan
kiri aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat dibawah dan kanan
aorta.
4. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya membentuk satu atau dua
arkade dengan cabang-cabang yang panjang dan jarang yang berjalan ke
dinding usus halus. Ileum menerima banyak pembuluh darah yang pendek,
yang beraal dari 3 atau 4 atau malahan lebih arkade.
5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan
lemak jarang ditemukan didekat dinding usus halus. Pada ujung
mesenterium ileum lemak disimpan di seluruh bagian , sehingga lemak
ditemukan dari pangkal sampai dinding usus halus.
6. Kelompokan jaringan limfoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa ileum
bagian bawah sepanjang pinggir anti mesentrik.
Adapun perbedaan usus halus dan usus besar pada anatomi adalah1 :
a. Perbedaan eksterna
1. Usus halus (kecuali duodenum) bersifat mobile, sedangkan colon
ascenden dan colon descenden terfiksasi (tidak mudah bergerak).
2. Ukuran usus halus umumnya lebih kecil dibandingkan dengan usus
besar yang terisi.
3. Usus halus (kecuali duodenum) mempunyai mesenterium yang
berjalan ke bawah menyilang garis tengah, menuju fosa iliaka kanan.
4. Otot longitudinal usus halus membentuk lapisan kontinyu sekitar usus.
Pada usus besar (kecuali appendix) otot longitudinal tergabung dalam
tiga pita yaitu taenia coli.
5. Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada
dindingnya. Usus besar mempunyai kantong lemak yang dinamakan
appandices epiploideae.

6. Dinding usus halus adalah halus, sedangkan dinding usus besar


sakular.
b. Perbedaan interna
1. Mukosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang
dinamakan plica sirkularis, sedangkan pada usus besar tidak ada.
2. Mukosa usus halus mempunyai vili, sedangkan mukosa usus besar
tidak mempunyai vili.
3. Kelompok jaringan limfoid (peyeris patches) ditemukan pada mukosa
usus halus , jaringan limfoid ini tidak ditemukan pada usus besar.

VI.

FISIOLOGI
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu (1) Pencernaan, yaitu proses

pemecahan makanan menjadi bentuk yang dapat tercerna melalui kerja berbagai
enzim dalam saluran gastrointestinal dan (2) absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air.
Semua aktifitas lainnya mengatur dan mempermudah berlangsungnya proses ini.
Proses pencernaan di mulai di dalam mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, HCl,
pepsin, mukus, renin dan lipase lambung terhadap makanan yang masuk. Mucus
juga memberikan perlindungan terhadap asam. Sekresi empedu dari hati
membantu

proses

pencernaan

dengan

mengemulsikan

lemak

sehingga

memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas. Proses
pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim yang terdapat dari getah usus
(sukus enterikus). Banyak enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencerna
zat-zat makanan sambil diabsorpsi. 14
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak,
dan protein (gula sederhana, asam lemak, dan asam amino) melalui dinding usus
ke dalam sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu
juga diabsorpsi air, elektrolit, dan vitamin. Absorpsi berbagai zat berlangsung
dengan mekanisme transport aktif dan pasif yang sebagian besar belum begitu
dipahami. Walaupun banyak zat yang diabsorpsi di sepanjang usus halus, namun
terdapat tempat-tempat absorpsi khusus bagi zat-zat gizi tertentu. 14
Absorpsi gula, asam amino, hampir selesai pada saat kimus mencapai
pertengahan jejunum.. besi dan kalsium sebagian besar diabsorpsi dalam
5

duodenum dan jejunum, dan absorpsi kalsium memerlukan vitamin D. Vitamin


larut lemak (A,D,E, dan K) diabsorpsi dalam duodenum dan untuk absorpsi
dibutuhkan garam-garam empedu. Sebagian besar vitamin yang larut air
diabsorpsi dalam usus halus di bagian atas. Absorpsi vitamin B12 berlangsung
dalam ileum terminalis melalui mekanisme transport khusus yang membutuhkan
faktor intrinsik lambung. Sebagian besar asam empedu yang dikeluarkan oleh
kandung empedu ke dalam duodenum untuk membantu pencernaan lemak, akan
direabsorpsi dalam ileum terminalis dan masuk kembali ke hati. Siklus ini disebut
sebagai sirkulasi enterohepatik garam empedu dan sangat penting untuk
mempertahankan cadangan empedu. Dengan demikian asam atau garam empedu
mampu bekerja untuk mencerna lemak berkali-kali sebelum dikeluarkan dalam
feses. Penyakit atau reseksi pada ileum terminalis dapat menyebabkan terjadinya
defisisensi garam-garam empedu dan mengganggu pencernaan lemak. Masuknya
garam empedu ke dalam kolon dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan
terjadinya iritasi kolon dan diare. 14

VII.

PATOFISIOLOGI
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada

dewasa pada intinya melibatkan gangguan motilitas usus yang terdiri dari dua
komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus
lainya yang terfiksir atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya. Karena arah
peristaltik adalah dari oral ke anal sehingga bagian yang masuk ke lumen usus
adalah yang arah oral atau proksimal. Keadaan lainnya terjadi akibat suatu
disritmik peristaltik usus. Pada keadaan khusus dapat terjadi hal yang sebaliknya
yang disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat
adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus lainnya akan menyebabkan
dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah menurun
dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus.1

Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai


intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada
intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari
intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan
dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi.
Pembengkakan dapat sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi.
Adanya bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam
lumen. Ulserasi pada dinding usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak
jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami
prolaps. Pembengkakan dari intususeptum umumnya menutup lumen usus. Akan
tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadangkadang tidak terjadi pada intususepsi. 1,4
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partial
maupun total dan strangulasi. Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih
mobile menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal
yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema.
Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi
invaginasi. 1
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sekitar dua puluh persen dari kasus
intususepsi timbul setelah infeksi virus (infeksi pernafasan bagian atas atau
gastroenteritis) yang menimbulkan pembesaran dari jaringan limfoid ileum distal.
Intususeptum akan didorong masuk oleh peristalsik ke dalam usus yang lebih
distal dengan mesenterium dari intususeptum ikut terjepit masuk. Hal ini
kemudian diikuti terjadinya sembab, kongesti vena dan limfa, dan edema yang
akan menyebabkan keluarnya tinja yang berwarna kemerahan akibat darah yang
tercampur mukus (current jelly stool). Selanjutnya, jika tekanan kongesti
melampaui tekanan arteri maka akan terjadi nekrosis.4,12
Bentuk intususepsi yang paling umum adalah ileokolik yaitu sekitar 80-90 %
dari seluruh kasus, bentuk jarang yaitu ileoileal dengan prevalensi sekitar 15 %

dan yang paling jarang adalah kaekokaekokolik, jejunojejunal atau ileoileokolik.


4,10,15

VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan
fisik, namun pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan intususepsi
sangatlah sulit, meskipun pada umumnya diagnosis preoperatifnya adalah
obstruksi

usus

tanpa

dapat

memastikan

kausanya

adalah

intususepsi,

pemerikasaan fisik saja tidaklah cukup sehingga diagnosis memerlukan


pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiologi (barium enema, ultra sonography
dan computed tomography), meskipun umumnya diagnosisnya didapat saat
melakukan pembedahan.1

VI.1. MANIFESTASI KLINIK


Pada kasus tertentu, anak yang semula dalam keadaan sehat dan gizi baik,
dapat secara tiba-tiba mengalami nyeri kolik paroksismal yang semakin sering.
Saat serangan anak akan menaikkan kaki dan lututnya ke arah abdomen, menangis
kesakitan dan menjadi pucat serta berkeringat. Di antara waktu serangan anak
akan tampak tenang dan kembali normal. Namun jika intususepsi tidak berkurang,
anak akan semakin lelah dan lethargy. Terdapat muntah berisi makanan atau
minuman yang masuk, serta keluar darah bercampur lendir (red currant jelly
stool) per rektum. Pada awal penyakit, darah lendir berwarna segar kemudian
berangsur-angsur menjadi hitam bercampur jaringan nekrosis, disebut terry stool
oleh karena terjadi kerusakan jaringan dan pembuluh darah. Pada palpasi
abdomen, teraba massa yang umumnya berbentuk seperti sosis (sausage shape
mass) di kuadran kanan atas atau di tengah abdomen. Ketiga hal tersebut
merupakan trias klinis intususepsi yang klasik yaitu: nyeri abdomen akut,
hematokesia atau red currant jelly stool, dan massa yang teraba jelas seperti
sosis. 1,4,5,7,9,11,12
Dalam keadaan lanjut, muncul tanda obstruksi usus, yaitu distensi abdomen
dan muntah hijau fekal, sedangkan masa intra abdomen sulit teraba lagi. Bila

invaginasi panjang hingga daerah rektum, pada pemeriksaan colok dubur mungkin
teraba ujung invaginat seperti porsio uterus, yang biasa disebut pseudoportio, dan
pada sarung tangan terdapat lendir dan darah. 4,6
VI.2 PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, beberapa studi
radiografi dapat mengkonfirmasi diagnosis. Pada masa awal dari penyakit,
gambaran foto abdomen biasanya normal atau menunjukan pola gas usus yang
kurang spesifik. Selanjutnya, foto abdomen akan menunjukkan gambaran
obstruksi usus yang lebih jelas dengan ketidaknampakan gas yang relative pada
kolon.12

1.

Foto Polos Abdomen


Pada foto polos ini ditemukan tanda-tanda obstruksi yaitu distensi, air fluid
level, hearing bone (gambaran plika sirkularis usus).16

Gambar 2. Intususepsi. Distensi usus halus dan ketidaknampakan dari bayangan saekal
(diambil dari kepustakaan 16)

10

Gambar 3. Intususepsi. Posisi erect menunjukkan air fliud level


(diambil dari kepustakaan 16)

Foto polos abdomen menjadi pilihan pencitraan pertama yang digunakan pada
pasien intususepsi. Sebagian besar tanda-tanda intususepsi pada foto polos
abdomen anak kurang sensitifitas dan spesifitasnya. Pada anak-anak, gambaran
paling khas adalah masa jaringan lunak dengan penurunan gas pada kolon dan
ileus pada usus kecil. Pada orang dewasa, yang tidak umum teraba masa,
gambarannya tidak jelas. Tanda air crescent yang terbentuk akibat udara
intraluminal yang terjebak di antara dinding intususeptum dan intususipien juga
dapat ditemukan, tapi gambaran ini juga tidak sensitif dan spesifik. Foto polos
abdomen ini sangat berguna untuk menilai dan mengamati derajat dari obstruksi
usus, dan juga mendeteksi tanda-tanda komplikasi seperti pneumoperitonium dan
pneumatosis. 11
2. Barium enema
Gambaran khas foto barium dari intususepsi adalah coiled spring dengan
aliran barium yang menipis di tengah yang disertai dengan atau tanpa penunjukan
massa. Gambaran ini dihasilkan oleh kontras yang berada di dalam lumen yang
tertekan pada bagian intususeptum (aliran barium pusat yang membujur tipis) dan
dalam ruang sempit intraluminal antara intussusceptum dan intussuscipiens
(coiled spring). Gambaran stretched spring dimana tampak cincin konsentris dari
barium yang terpaksa terpisah akibat peningkatan edema pada dinding usus dan
lipatan mukosa merupakan tanda dari kompromi vaskular. Semua tanda ini
mungkin akan tidak nampak jika edema usus yang terjadi memungkinkan untuk
mencegah masuknya kontras ke ruang yang lain. Dalam kemungkinan ini,
gambaran intususepsi akan tampak seperti masa obstruktif di intra luminal. 11
Barium enema merupakan gold standard bagi anak yang dicurigai
menderita intususepsi. Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai kolon,
barium enema mungkin dapat memberi konfirmasi diagnosis. Mungkin akan
didapatkan obstruksi aliran barium pada apex dari intususepsi dan suatu

11

cupshaped appearance pada barium di tempat ini. Fungsi dari foto ini adalah
untuk:
1. mendiagnosis cupping sign, letak invaginasi dan
2. terapi reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda-tanda obstruksi
dan kejadian kurang dari 24 jam. Reposisi dianggap berhasil bila setelah
rectal tube ditarik dari anus barium keluar bersama feses dan udara.1,12

Gambar 4. Intususepsi ileokolonik. Potongan transversal usus yang ditunjukkan oleh


barium enema
(diambil dari kepustakaan 12)

Gambar 5. Gambaran coiled spring pada pasien intususepsi


(diambil dari kepustakaan 17)

12

Pencitraan dengan menggunakan barium enema ini adalah kontraindikasi


untuk kasus perforasi.17
3. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) juga dapat digunakan untuk mendiagnosis intususepsi.
Pada USG didapatkan 2 gambaran yaitu: 4,8,11,12
1. Doughnut sign atau target sign pada potongan transversal
2. Pseudokidney pada potongan longitudinal
USG telah digunakan dengan tingkat keberhasilan yang cukup dalam
mendiagnosis intususepsi pada anak-anak, namun peran dalam diagnosis
intususepsi dewasa kurang jelas. Beberapa seri kecil dan laporan kasus telah
mendokumentasikan penggunaan USG untuk mendiagnosis intususepsi dewasa.
Dalam banyak kasus, USG dilakukan jika teraba sebuah massa

abdomen,

sehingga lokasi pemeriksaan bisa ditargetkan. Gambaran USG untuk intususepsi


pada orang dewasa sama dengan yang dilaporkan dalam populasi pediatrik. Bila
transduser USG berorientasi relatif melintang terhadap suatu intususepsi, maka
tampilan khasnya adalah target atau massa donat dengan lingkaran luar
hipoechoic

(menggambarkan pembengkakan dinding usus intususipien) dan

peningkatan echogenicity di bagian tengah (mewakili intussusceptum dan lemak


mesenterika yang terinvaginasi). Dalam beberapa kasus, dapat dijumpai cincin
hipoechoic yang menggambarkan dinding intususeptum.11

13

Gambar 6. Gambaran target sign dari intususepsi.


(diambil dari kepustakaan 17)

Dalam posisi longitudinal, intususepsi ini menunjukkan penampilan layering


dengan hipoechoic berselang-seling dan lapisan hiperechoic mewakili lapisan
dinding usus dan mesenterium. Ketika suatu intususepsi divisualisasikan obliq,
gambaran sonografi diistilahkan sebagai pseudokidney. Pembengkakan dinding
usus memberikan gambaran hipoechoic seperti korteks ginjal, dan bagian
intususeptum memberikan gambaran hiperechoic seperti sinus lemak ginjal.
Walaupun tampilan ini merupakan gambaran yang sangat sugestif dari suatu
intususepsi,

tampilan sonografi ini tidak patognomonik karena pada penyakit

dengan edema dinding usus yang lainnya, juga dapat memberikan gambaran yang
sama, termasuk enterocolitis dan volvulus. Cairan bebas di peritoneal mungkin
terdeteksi pada USG, tetapi tidak selalu menunjukkan peritonitis atau kompromi
usus. Warna Doppler dapat membantu dalam menentukan tingkat kompromi
vaskular dari segmen usus yang terlibat. 11

14

Gambar 7. Potongan longitudinal memberikan gambaran berlapis-lapis pada


intususepsi.
(diambil dari kepustakaan 11)

Adapun keuntungan USG adalah lebih cepat relatif lebih murah, dan menghindari
ionisasi radiasi. Selain itu, USG telah mengalai kemajuan karena mampu menunjukan
intususepsi pada saat itu juga. Sedangkan kekurangan dari USG yaitu variabilitas
operator, terkaburkan gambarannya akibat adanya gas usus, serta kesulitan pada
pencitraan pasien bertubuh gemuk . 11

4. CT-Scan
Dalam beberapa tahun terakhir, CT scan telah menjadi studi pencitraan pertama yang
dilakukan, setelah radiografi polos abdomen, dalam mengevaluasi pasien dengan keluhan
abdomen yang tidak spesifik . Modalitas ini merupakan alat utama dalam mendeteksi
intususepsi. Temuan CT pada intususepsi hampir patognomonik. Gambaran intususuepsi
muncul sebagai lesi massa, yang mewakili penebalan segmen usus, bagian yang
mengalami intususeptum dan intususipien dan yang berisi pusat area lemak (mesenterium
terintususepsi), yang mungkin menunjukkan peningkatan vessels.

Jika usus

diorientasikan melintang ke CT section itu, gambarannya adalah massa yang bulat, dan
bagian berisi lemak berbentuk bulan sabit dan lokasinya terpusat atau eksentris. Suatu
masa dengan struktur berlapis-lapis atau bertingkat sering terlihat, memberikan gambaran
target. Stratifikasi tersebut dapat diakibatkan oleh cairan yang terjebak antara
intususeptum dan intususipiens atau edema pada dinding intususipien. 11

15

Pada potongan longitudinal, massa dan bagian yang berisi lemak lebih
memanjang, dengan gambaran pembuluh darah didalamnya lebih linear dalam
konfigurasi. Jika sekuensial gambar diperiksa, seseorang mungkin memperhatikan
kesinambungan proksimal dan distal usus dan sering dapat mengidentifikasi
pembuluh darah mesenterika dengan pola terpilin sebagai akibat penarikan dari
intususeptum tersebut. Berbagai tingkat dilatasi usus proksimal mungkin juga
terlihat, meskipun obstruksi lengkap jarang terjadi . Temuan tambahan dapat
meliputi material kontras berlapis yang banyak diantara dinding yang berlawanan
dari intususeptum dan intususipiens dalam tampilan yang menggunakan kontras
oral. Temuan ini analog dengan tampilan gulungan pegas yang terlihat dalam foto
barium. Demikian pula, gelembung udara dapat terlihat di antara lapisan yang
berlawanan dari usus besar, dan biasanya terdapat di lokasi yang tidak bebas, yang
dapat membantu untuk membedakan dengan udara yang terjebak di intraluminal
yang berasal dari intramural.11

Gambar 8. Gambar intususeptum (kepala panah) terlihat berada di dalam intususipiens


(panah putih)
(diambil dari kepustakaan 11)

5. MRI

16

Beberapa laporan yang telah dijelaskan mengungkapkan bahwa temuan


pencitraan dengan MRI pada pasien intususeption dewasa adalah sama dengan
gambaran yang ditemukan pada CT-scan.11
IX.

PENATALAKSANAAN
Adapun dasar pengobatan pada intususepsi adalah : 1
1. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik
3. Antibiotik
4. Laparotomi eksplorasi
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepat atau tidaknya
pertolongan diberikan. Jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan
pertama, maka akan memberikan prognosa yang lebih baik. 1
Penatalaksanaan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu
mencakup dua tindakan :

1.

Reduksi hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan
kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilannya dikemukakan oleh
Ladd tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976. 1
2. Reduksi manual (milking) dan reseksi usus
Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka
lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang
ditandai dengan distensi abdomen, feses berdarah, gangguan sistema usus yang
berat sampai timbul shock atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu
operasi. Laparotomi dengan incisi transversal interspina merupakan standar yang
diterapkan di RS. Dr. Sardjito. Tindakan selama operasi tergantung kepada
penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan milking harus dilakukan dengan
halus dan sabar, juga bergantung kepada keterampilan dan pengalaman operator.
Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan
cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis

17

sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose end


to end apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan
exteriorisasi atau enterostomi. 1
Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Diagnosis pada
saat pembedahan tidak sulit dibuat. Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat
besar kemungkinan penyebabnya adalah suatu keganasan, oleh karena itu ahli
bedah dianjurkan untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan
usaha reduksi. Pada intususepsi dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi
dengan hati-hati. Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrosis, reduksi tidak
perlu dikerjakan dan reseksi segera dilakukan. Pada kasus-kasus yang idiopatik,
tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi. Tumor benigna harus diangkat
secara lokal, tapi jika ada keragu-raguan mengenai keganasan, reseksi yang cukup
harus dikerjakan.1
1. Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan
pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi
dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit. 1
2. Durante Operatif
Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi, karena
kausa terbanya intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan neoplasma maka
tindakan yang dianjurkan adalah reseksi anastosmose segmen usus yang terlibat
dengan memastikan lead pointnya, baik itu neoplasma yang bersifat jinak maupun
yang ganas. 1
Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko: 1
1. Ruptur dinding usus selama manipulasi
2. Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi
3. Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi
4. Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan otilitas
5. Pembengkakan segmen usus yang terlibat

18

Batas reseksi pada umumnya adalah 10 cm dari tepi tepi segmen usus yang
terlibat. Pendapat lain mengatakan pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi,
kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side to side. 1
Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya
tidak ditemukan, maka tindakan reduksi dapat dianjurkan. Begitu juga pada kasus
retrograd intususepsi pasca gastrojejunostomi, tindakan reduksi dapat dibenarkan.
Keadaan lainya seperti intususepsi pada usus halus yang kausa pastinya adalah
lesi jinak, tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada pasien intususepsi
tanpa riwayat pembedahan abdomen sebelumnya, sebaiknya dilakukan reseksi
anastosmose . 1
3. Pasca Operasi
Yang perlu diperhatikan setelah pembedahan dilakukan adalah: 1
a. Hindari dehidrasi
b. Pertahankan stabilitas elektrolit
c. Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
d. Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas usus
Pada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai penyebabnya
adalah besar, maka tidak dilakukan reduksi (milking) tetapi langsung dilakukan
reseksi. Bila invaginasinya pada usus halus, reduksi boleh dicoba dengan hati-hati
, tetapi bila terlihat ada tanda nekrosis, perforasi, edema, shock, iritasi peritoneal,
perforasi usus, atau intestinalis pneumatosis, reduksi tidak boleh dilakukan, dan
langsung direseksi saja. Apabila akan melakukan reseksi usus halus pada
invaginasi dewasa, hendaknya dipertimbangkan juga sisa usus halus yang
ditinggalkan. Hal ini untuk menghindari atau memperkecil timbulnya short bowel
syndrom. Adapun gejala short bowel syndrom yaitu adanya reseksi usus yang
etensif, diarrhea, steatorhe dan malnutrisi. 1,4
Pada anak-anak, pembedahan harus atas indikasi dibawah ini:12
1.
2.
3.
4.
5.

Kematian klinis usus


Peritonitis
Septisemia
Anatomik/patologik lead point
Kegagalan reduksi enema

19

X. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa kelainan yang mempunyai penampakan klinis mirip dengan
intususepsi antara lain gastroenteritis, volvulus usus halus, dan boles askaris.6
XI. PROGNOSIS
Intususepsi akan berakhir fatal bila reduksi tidak segera dilakukan.
Kebanyakan bayi pulih jika intususepsi ditangani dalam 24 jam pertama, tetapi
tingkat kematian meningkat dengan cepat setelah melewati saat tersebut, terutama
setelah hari kedua. Angka kematian berkisar antara 1-2%. Angka kekambuhan
setelah reduksi hidrostatik kira-kira 10%, sedangkan setelah reposisi manual
sekitar 1%.4,6
Kortikosteroid dapat mengurangi frekuensi intususepsi berulang. Intususepsi
berulang biasanya dapat dikurangi dengan penanganan radiologis. Namun, cara
ini tidak berhasil dilakukan pada intususepsi yang disebabkan oleh lesi seperti
limfosarkoma, polip, atau divertikulum. Dengan manajemen yang memadai,
operasi membawa tingkat kematian sangat rendah dalam kasus-kasus intususepsi
awal.4

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Asisten Biokimia FKUGM. Invaginasi [online]. [cited: 2011
Februari 23]; Available from:URL: http://kedokteranugm.com/?tag=anak.
2. Gayer G., R.Zissin, S.Apter, M. Papa, M. Hertz. Adult Intussusception-A
CT Diagnostic. The British Journal Radiology [online]. [cited 2011
Februari

23

];

Available

from:

URL:

http://bjr.birjournals.org/cgi/content/full/75/890/185.

20

3. Perlstein, David, Melissa Conrad Stoppler. Intussusceptions [online].


[cited

2011

Februari

23

];

Available

from:

URL:

http://www.medicinenet.com/intussusception/article.htm.
4. Wyllie, Robert. Ileus, Adhesion, Intussusception, and Closed-Loop
Obstruction. In: Kliegman, Robert M., Richard E. Behrman, Hal
B. Jenson, Bonita F. Stanton, Editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th
Edition. USA: McGrawHill; 2008. p.3301-6.
5. Spalding, Shaun C., Bruce Evans. Intussusception [online]. [cited 2011
Februari

23].

Available

from:

URL:

http://www.emedmag.com/html/pre/gic/consults/111504.asp
6. Suratmaja, Sudaryat. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Denpasar:
Sagung Seto; 2007. hal. 254-6.
7. King, Lonnie. Intussusception in Emergency Medicine [online]. 2010 June
15.

[cited

2011

Februari

23];

Available

from:

URL:

http://emedicine.medscape.com/article/802424-overview.
8. Rasad, Sjahriar, Iwan Ekayuda. Radiologi Diagnostik. Jakarta: FKUIRSCM; 2005. hal 415-6.
9. A, Alpha Fardah., Reza GR., Subijanto MS. Intususepsi [online]. [cited
2011

Februari

23];

Available

from:

URL:

http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110dzti231.htm.
10. Waag, Karl Ludwig. Intussusception. In: P. Puri, M.E. Hallowarth, Editors.
Pediatric Surgery. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006. p.
313-6.
11. Huang, Benjamin Y., David M. Warshauer. Adult Intussusception:
Diagnosis and Clinical Relevance in Radiologic Clinics of North America.
USA: Elsefer Saunders; 2003. p. 1137-51.
12. Lam, Vinh T. Intussusception. In Arensman RM., David A Bambini, P.
Stephen Almond, Editors. Pediatric Surgery. UK: Vademecum; 2000. p8993.
13. Anonim. Tindakan Bedah Pada Anak II [online]. [cited 2011 Februari 23];
Available

from:

URL:

http://www.permatacibubur.com/en/see.php?

id=Jan01-1&lang=id.

21

14. Lindseth, Glenda N. Gangguan Usus Halus. Dalam Price, Sylvia A.,
Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Volume 1. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2006. hal.437-41.
15. Wahdiyat, Iskandar. Ilmu Kesehatan Anak FKUI Jilid 1. Cetakan
Kesebelas. Jakarta: Infomedika; 1985. hal.943-4.
16. Hardy, Maryann., Stephen Boynes. Pediatric Radiography. UK: School
of Health Studies, University of Bradford; 2003. p. 65-6.
17. Conder, Gabriel., J. Rendle, S. Kidd, R. Misra . A-Z Abdominal Radiologi.
USA: Cambridge University Press; 2009. p. 200-4.

22

Anda mungkin juga menyukai