Anda di halaman 1dari 34

KEGAWAT DARURATAN 2

KEGAWATDARURATAN SISTEM URINARI


Gagal ginjal akut, Koma Uremikum, Trauma Ginjal

Nama Kelompok :
1. MUH KHAIRUNNAZAR
2. MASITAH
3. VIVI CANDRA
4. SUJATMIKO
5. NI PUTU SARI W
6. META A.W.D
7. RINA SUKAWATI
8. MAEZUL SOFIANDI
9. NUR ISMI S
10.
SILFI RUSDIANA
11.
NIKY NURFITRIYANA
12.
VARIKA WINA L

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Acute Renal Failure


1. Definisi
Gagal ginjal akut (Acute Renal Failure, ARF) adalah penurunan fungsi
ginjal tiba-tiba yang ditentukan dengan peningkatan kadar BUN dan kreatinin
plasma. Haluaran urine dapat kurang dari 40 ml/ jam (oliguria), tetapi
mungkin juga jumlahnya normal atau kadang-kadang dapat meningkat.
Meskipun tidak ada batas pasti untuk BUN dari 15-30 mg/dl dan peningkatan
kreatinin dari 1-2 mg/dl mengisyaratkan ARF pada pasien yang sebelumnya
mempunyai fungsi ginjal normal.
2. Etiologi
2.1 Prerenal
a. Hipovolemia
Perdarahan
Dehidrasi
Muntah, diare dan diaforesis
Pengisapan lambung
Diabetes melitus dan diabetes insipidus
Luka bakar dan drainase luka
Sirosis
Pemakaian diuretik yang tidak sesuai
Peritonitis
b. Penurunan Curah Jantung
Gagal jantung kongestif
Infark miokard
Tamponade jantung
Disritmia
c. Vasodilatasi Sistemik
Sepsis
Asidosis
Anafilaksis
d. Hipotensi dan Hipoperfusi
Gagal jantung
Syok
2.2 Intrarenal
a. Kerusakan Nefron
Nekrosis tubular akut
glomerulonefritis
b. Perubahan Vaskular
Koagulopati
Hipertensi malignant
Stenosis
c. Nefrotoksin

Antibiotik

(gentamisin,

tobramisin,

neomisin,

kanamisin

dan

vankomisin)
Kimiawi (karbon tetraklorida dan timbal)
Logam berat (arsenik dan merkuri)
Nefritis interstitial akibat obat (tetrasiklin, furosemid, tiasid dan
sulfanomid)
2.3 Postrenal
a. Obstruksi Ureter dan Leher Kandung Kemih
Kalkuli
Neoplasma
Hiperplasia prostat
Tabel. 1 Etiologi dari Ketiga Tipe ARF
Perubahan Patologi
Prerenal
Penurunan aliran darah ke ginjal
hingga menimbulkan iskemia pada
nefron, bila hipoperfusi
berkepanjangan maka dapat
emnimbulkan nekrosis pada tubular
dan terjadinya ARF
Intrarenal (Intrinsik)
Kerusakan jaringan ginjal yang
disebabkan oleh proses inflamasi dan
imunologi atau dari hipoperfusi yang
berkepanjangan

Postrenal
Obstruksi pada sistem ginjal dari
batu kalkuli uretra/ dimanapun
letaknya
Obstruksi pada bladder secara
bilateral yang menyebabkan
kegagalan pada postrenal, tidak
hanya pada satu fungsi ginjal.

Etiologi
Kondisi yang disebabkan oleh
penurunan cardiac output :
Shock
CHF
Emboli pulmonali
Anafilaksis
Jantung tamponade
Sepsis
Nefritis internal akut
Terpapar nefrotoksin
Glomerulonefritis akut
Vasculitis
Syndrome hepatorenal
Akut tubular nekrosis
Stenosis/ trombosis arteri atau vena
ginjal
Kanker pada uretra atau bladder
Batu/ kalkuli ginjal
Atony bladder
Kanker atau hiperplasia prostat
Kanker cervix
Striktura uretra

From Ignatavicius, D. D., Workman, M. L, & Mishler, M. A. (1995). Medical surgical nusring
(2nd ed, p. 2148). Philadelphia : W. B Saunders. Used with permission.

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada ARF seperti : pucat (anemia), oliguria, edema,
hipertensi, muntah, letargi, gejala kelebihan cairan berupa gagal jangtung
kongestif atau edema paru, aritmia jantung akibat hiperkalemia, hematemesis

dengan atau tanpa melena akibat gastritis atau tukak lambung, kejang,
kesadaran menurun sampai koma.
Fase gagal ginjal akut :
Fase oliguria atau anuria : jumlah urine berkurang sampai 10-30 ml/ hari,
dapat berlangsung 4-5 hari, kadang-kadang sampai 1 bulan. Terdapat gejala
uremia nyata seperti pusing, muntah, apatis sampai somnolen, haus, nafas
kussmaul, kejang dan lainnya. Ditemukan hiperkalemia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia, hiponatremia dan asidosis metabolik.
Fase diuretik : poliuria, dapat timbul dehidrasi. Berlangsung sekitar 2 minggu.
Fase penyembuhan atau pascadiuretik : poliuria dan gejala uremia berkurang.
Faal glomerulus dan tubulus membaik dalam beberapa minggu, tetapi masih
ada kelainan kecil. Yang paling lama terganggu adalah daya mengkonsentrasi
urine. Kadang-kadang faal ginjal tidak menjadi normal lagi dan albuminuria
tetap ditemukan.

4. Patofisiologi
Postrenal

Intrarenal

Prerenal
Vasodilat
curah
jantung

Hipovolem
ia

asi

Hipotensi

Kerusak

Perubaha

&

an

hipoperfusi

nerfon/

vaskuler

sistemik

Nefrotoks

Hyperplasi

kalkuli

a prostat

ik
Neoplasm
a

tubular

Obstruksi pada saluran


Aliran darah

perkemihan

ginjal

Urin tdk dpat melewati

terganggu

obstruksi

TD

Kongesti yg menyebabkan

Jumlah cairan tubulus lebih

tekanan retrogard melalui

lambat
Laju

Memperbesar

system kolegentes dan

reabsorsi
GFRnatrium

reabsorsi dari

nefron

dan air

cairan tubular distal

Pembuangan dari
interstisium
medulla renalis

tonusitas

Menekan dan

medular

merusak
nefron

GGA

5. Pemeriksaan Penunjang
5.1 Pemeriksaan Diagnosis
a. Rontgen Thorax
b. Ultrasonografi ginjal
c. Test Doppler
d. CT Scan
e. ECG (Electrocardiogram)
f. CVP (Central Venous Pressure)
g. Renal Arteriogram
5.2 Pemeriksaan Laboratorium
a. Lab darah lengkap : WBC, RBC, HCT, Platelet
b. Analisa Elektrolit : Sodium, potassium, calsium, kalium, natrium
c. AGD : PCO2, PO2, HCO3, Saturasi O2, PH
d. BUN, Creatinin, klirens kreatinin
e. Enzim hepar : SGOT, SGPT
f. Urinalisis : berat jenis urine, osmolalitas dan natrium urine
6. Penatalaksanaan Kegawatan
Penatalaksanaan

utama

kerusakan

fungsi

ginjal

diarahkan

pada

penatalaksanaan khusus dan adekuat dari keadaan hipoperfusi. Ketiga penyebab yang
paling pada penurunan fungsi ginjal adalah penurunan curah jantung, perubahan
tahanan vaskuler perifer, dan hipovolemia. Faktor-faktor seperti disritmia jantung,
infark miokard akut, dan temponande prikardial akut,semuanya ini menurunkan curah
jantung, mungkin berhubungan dengan penurunan aliran darah ginjal. Oleh karenanya
reversibilitas (kemampuan untuk kembali ke keadaan normal) dari gagal ginjal
tergantung pada kemampuan untuk meningkatkan fungsi jantung.
Pada kondisi ini, curah jantung biasanya terganggu secara akut dan sangat
payah. Bila curah jantung terganggu sampai batas yang lebih kecil selama periode
waktu yang lama, bagaimana pun, terjadi gambaran gagal jantung kongestif. Sekali
lagi, disini terjadi penurunan perfusi ginjal meskipun sampai batas yang terkecil.
Gambaran utama dari keadaan ini, dari aspek ginjal, makin menyerap natrium, yang
mengakibatkan peningkatan volume cairan ekstraselular, kenaikan tekanan vena
sentral, dan edema.
Beberapa mekanisme bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi
tubular terhadap natrium. Pertama, terjadi penurunan lebih besar dalam aliran darah
ginjal daripada dalam filtrasi glomerulus, membawa ke mekanisme yang telah
dibicarakan sebelumnya. Kedua, telah diduga bahwa aliran darah ke kortek
superficial menurun, sementtara aliran darah kearea kortikal dalam meningkat. Selain
itu, diperkirakan bahwa nefron pada region kortikal dalam menyerap natrium
terfiltrasi dalam presentase yang lebih besar daripada nefron di korteks luar ginjal.

Factor-faktor lain termasuk peningkatan reabsorpsi natrium tubulus distal dan


proksimal. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi
natrium tubulus proksimal sebagian besar tergantung pada peningkatan tekanan
onkotik posglomerular; namun aldosteron paling bertanggung terhadap peningkatan
reabsorpsi natrium tubulus distal. Dapat dilihat bahwa berbagai mekanisme yang
bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi natrium tubular pada gagal
jantung kongesti.
Terapi diarahkan terutama pada meningkatkan ekskresi natrium urine.
Kadang-kadang, keadaan ini dapat diselesaikan dengan memperbaiki curah jantung ,
yang selanjutnya meningkatkan perfusi ginjal. Namun hal ini tidak selalu
memungkinkan. Diuretic sering digunakan untuk meningkatkan ekskresi natrium.
Agen ini secara langsung menghambat reabsorpsi natrium dalam tubulus ginjal.
Potensi diuretic ditentukan terutama oleh tempatdi tubulus ginjal dimana reabsorpsi
natrium di hambat.
Kedua diuretic yang paling poten yang sekarang ada adalah furosemmid
(Lasix; Hoechst-Roussel Pharmaceuticals, Somerville, NJ) dan asam etakrinik
(Edcrin; Merck Sharp & Dohme, West Point, PA). Agen ini menghambat reabsorpsi
natrium pada parsasenden ansa Henle dan pada tubulus distal. Masih belum jelas
apakah agen ini juga mempunyai efek pada tubulus proksimal. Diuretic tiazid
mempunyai kerja utama pada tubulus distal dan oleh karenanya agen ini agak kurang
poten daripada agen diatas.
Diuretic lain yang umum lain adalah spironokolakton (Aldactone; Searle
Laboratories, Chicago, IL), yang meningkatkan natrium urine dengan menghambat
efek aldosteron di tubulus ginjal. Spironolakton harus di gunakan dengan hari-hari
pada pasien dengan penurunan curah jantung dan perfusi ginjal yang lemah karena
diuretic ini menurunkan ekskresi kalium dan dapat menyebabkan hiperkalemia yang
mengancam hidup pada pasien seperti ini. Keadaan yang sama juga terjadi untuk
triamteren, diuretic hemat kalium.

Penatalaksanaan Nekrosis Tubular akut :

Karena NTA Terus menerus berhubungan dengan tingginya mortalitas


sasaran yang penting adalah pencegahan komplikasi ini. Nekrosis Tubular
Akut dapat dicegah pada pasien yang mengalami cedera traumatik mayor
dengan penggantian kehilangan darah dan perbaikan gangguan cairan dan
elektrolit. Sama halnya, pasien yang menerima agen yang kemungkinan
nefrotoksik harus menjalani serangkaian pemeriksaan untuk mengevaluasi

fungsi ginjal selama pemberian agen tersebut. Hal ini ditangani lebih mudah
dengan mengukur kadar kreatinin dengan jadwal dua hari sekali. Bila kreatinin
serum mulai meningkat, obat harus dihentikan.pada kebanyakan pasien, pada
penyimpanan fungsi dapat distabilkan dan pasien sembuh tanpa mengalami
kerusakan fungsi ginjal berat.
Masih ada perdebatan yang tajam berkenaan tentang efektifitas manitol
dan furosemid dalam mencegah GGA. Pada kenyataannya, berapa bukti telah
dikumpulkan yang menunjukkan bahwa furosemid secara nyata

dapat

meningkatkan toksisitas agen-agen nefrotoksik tertentu. Namun kebanyakan


peneliti setuju bahwa percobaan furosemid harus diberikan intravena sampai
500 mg. Seringkali hal ini dapat memperbaiki oliguria menjadi GGA
nonoliguria, yang secara klinis lebih mudah ditangani.
a) Penggantian volume
Setelah terjadi NTA, pertimbangan utama adalah pemeliharaan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Selama masa oliguria, volume urine
biasanya kurang dari 300 ml perhari. Kehilangan yang tidak terlihat ratarata 800-1000 ml perhari dan sebenarnya bebas elektrolit.
Secara umum, pengantian cairan harus mendekati 500 ml perhari.
Selain air akan dari air yang terdapat dalam makanan di tambah air
oksidari dari metabolisme. Karena pengguanaan protein dan lemak tubuh,
pasien

idealnya

harus

kehilangan

2,2

lb

(1kg)

perhari

untuk

mempertahankan keseimbangan air. Bahaya kelebihan air dengan akibat


gagal jantung kongesti dan edema paru terdapat sepanjang periode
oliguria.sebaliknya, selama NTA fase diuretik, pemborosan natrium lebih
jauh dapat terjadi berkaitan dengan peningkatan volume urine. Itulah
sebabnya perlu untuk mempertahankan pencatatan asupan dan haluaran
secara akurat dan penimbangan berat badan tiap hari pada kedua fase. Hal
ini teruama penting bila ada kesempatan lain untuk kehilangan cairan dan
elektrolit seperti muntah, diare, penghisapan nasogastrik, dan drainase oleh
dari fistula. Secara umum, kehilangan terjadi sebagai akibat dari masalahmasalah ini harus di ganti penuh.
b) Terapi Nutrisi
Selain penggantian cairan dan elektrolit ,masukan di arahkan pada
pensuplaian pasien dengan kalori dalam bentuk karbohidrat dan lemak

untuk menurunkan pemecahan protein tubuh. Karena 1 gr urea dibentuk


setiap 6 gr protein yang di metabolisme, asupan protein biasanya dibatasi
untuk mencegah peningkatan BUN yang terlalu cepat.
Dengan pengembangan tim nutrisi ,telah terjadi kecendrungan
berkembangan untuk memberikan lebih banyak kalori dan protein dalam
bentuk parenteral atau hiperalimensasi enteral dalam upaya untuk
meningkatkan kondisi umum pasien dan untuk mempercepat pemulihan
fungsi ginjal. Diit mengandung 2000 sampai 3000 kalori/hari dengan 40
sampai 60 gr protein atau asam amino esensial telah digunakan dengan
frekuensi yang meningkat. Diet ini mengandung lebih dari 500 ml cairan
yang

di

anjurkan

sebelumnya.

Oleh

karenanya,hiperalimentasi

memerlukan lebh dialisis ,khususnya pada periode oliguria, sering dalam


kombinasi dengan hemofiltrasi.
c) Kontrol asidosis
Asidosis metabolik dengan keparahan sedang biasanya terjadi pada
pasien dengan gagal ginjal .hal ini merupakan akibat dari ketidakmampuan
ginjal untuk mengekskresikan ikatan asam (H2PO4) yang dihasilkan dari
proses metabolik normal. Asidosis biasanya dapat dikontrol dengan mudah
dengan memberi pasien natrium bikarbonat 30 sampai 60 mEq setiap hari
tetapi tidak memerlukan pengobatan kecuali HCO3- turun dibawah 12
sampai 15 mEq/L.
d) Kontrol Hiperkalemia
Hiperkalemia umumnya terjadi pada pasien dengan NTA .ini
merupakan konsekuensi baik karena penurunan kemampuan ginjal
mengekresi kalium dan pelepasan kalium intraseluler karena asidosis dan
kerusakan jaringan. Asidosis mengakibatkan perpindahan ion hidrogen ke
dalam sel, sehingga mengantikan kalium ke dalam cairan intraselular.
Keadaan ini mempertahankan netralitas elektron tetapimeningkatkan
keadaan hiperkalemia.
Selain mekanisme untuk menyebabkan hiperkalemia, sering di abaikan
pada pasien sakit akut , adalah pembatasan kalori ,terutama pembatasan
glukosa . perpindahan glukosa dan asam amino ke dalam sel sel disertai
dengan kalium .pada sakit akut, pasien katabolik, bila asupan diit di batasi
atau terapi cairan intravena dihentikan , kegagalan perpindahan kalium
intraselular

dapat

menunjang

hiperkalemia.

Karena

proses

ini

membutuhkan insuline, maka defisiensi insuline mempunyai konsekuensi

sama, dan penderita diabetik dapat lebih rentan untuk mengalami


gangguan akut kesemimbangan kalium bila terjadi gagal ginjal.
Dengan menggangu translokasi catecholamine-induced kalium ke
dalam sel-sel ,-bloker juga dapat memperberat hiperkalemia dan harus
dihindari pada pasien GGA. Hiperkalemia secara klinis di manifestasikan
oleh perubahan jantung dan neuromaskular .baik gangguan konduksi
jantung maupun kaudriplegia flaksid akut merupakan komplikasi yang
mengancam hidup .perubahan hiperkalemia ini cepat dapat pulih dengan
pemberian kalsium glukonas intravena ,yang mempunyai efek antagonis
langsung dalam aksi kalium. Kalium serum dapat diturunkan dengan
pemberian natrium bikarbonat intravena untuk pengobatan asidosi. Selain
itu, pemberian glukosa dan insuline dengan sering di gunakan sebagai
metode tambahan perpindahan kalium ekstraseluar ke intraselular.
Natrium
polistiren
sulfonat
resin
(Kayexalate;winthrop
pharmaceuticals) di berikan peroral ( 25 gr empat kali sehari dalam 10 ml
sorbitol 10 %) dapat mengurangi kelebihan kalium tubuh lebih lambat dan
harus dilakukan bila hiperkalemia mulai teejadi. Selain itu, bila
hiperkalemia yang mengancam hidup terjadi dan pengobatan ini gagal atau
tidak memperbaiki kalium serum menjadi normal , harus intervensi
kedaruratan baik hemodialisis atau dialisis peritoneal ,dialisis peritoneal
umumnya dapat dilakukan lebih cepat .karena kalium plasma di
seimbangkan dengan cepat oleh cairan peritoneal, kalium serum dapat
diturunkan dengan cepat.
Hiperkalemia selalu dapat dicegah dengan menghindari suplemen
kalium, pemberian teraapi kronik untuk asidosis , dan penggunaan natrium
polistiren sulfonat resin bila kalium serum agak sedikit meningkat.
7. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Diagnosa

Kriteria Hasil

Keperawatan
Perubahan perfusi

Pasien akan stabil secara

jaringan b.d hipovolemia

hemodinamik

sekunder terhadap GGA

Intervensi Keperawatan

1. Pantau TD, nadi, pernapasan,


Tekanan Arteri Pulmonari (TAP),
tekanan desak kapiler pulmonari
(TDKP), tekanan vena sentral
(TVS), curah jantung, indeks
jantung setiap jam sampai stabil,

kemudian setiap 2 jam.

2. Pantau laporan laboratorium (Na,


K, Hb, Ht, pemeriksaan
koagulasi SDP).

3. Pantau terhadap kekeringan


membran mukosa.

4. Pertahankan catatan asupan dan


haluaran.

5. Berat badan harian.


6. Berikan cairan dan darah sesuai
program dokter.

7. Pantau kelebihan cairan dan/


reaksi transfusi.

8. Timbang pasien setipa hari


9. Instruksikan untuk meningkatkan
masukan cairan 2000 ml/hari

10. Pantau tanda-tanda dan gejala


hiponatremia

11. Pantau haluaran urine untuk


volume yang adekuat setiap jam
sampai haluaran > 30 ml/hari,
kemudian setiap 2 jam lalu setiap

12.

4 jam
Periksa berat jenis urine setiap
pergantian dinas. Laporkan

13.

adanya abnormalitas
Lakukan tindakan untuk
meningkatkan sirkulasi
(perubahan posisi, pertahankan
kehangatan)

14. Atau suhu dan warna kulit setiap


jam sampai stabil, kemudian
setiap 2 jam

15. Pantau adanya perubahan fungsi


mental (letargi, stupor)

16. Orientasikan kembali terhadap


realita sesering mungkin. Panggil
dengan namanya, beritahu pasien
nama anda, orientasikan terhadap
Kelebihan volume

Pasien akan

cairan b.d GGA, filtrasi

mempertahankan

buruk dan masukan

keseimbangan cairan
Kondisi pasien akan

intravena

lingkungan sekitar.
1. Amati haluaran urine
2. Catat dan kaji masukan dan
haluaran
3. Kaji urine terhadap hematuria,

dipertahankan

berat jenis.
4. Berikan keamanan bila terjadi
kenaikan kadar BUN dan
kreatinin
5. Pantau tanda-tanda dan
akumulasi toksik obat
6. Kaji bunyi paru terhadap krakles
dan edema perifer

B. Koma uremikum
1. DEFINISI
Koma uremikum merupakan ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan
keseimbangan lingkungan internal tubuh yang muncul secara bertahap sebelum jatuh
ke fase penurunan faal ginjal tahap akhir
2. ETIOLOGI
1. infeksi: pielonepritis,tuberculosi
2. Penyakit vaskuler sistemik: hipertensi intrarenal,hipertensi ekstrarenal
3. Penyakit metabolik ginjal: amyloidosis, gout, nefropaty diabetic, syndrome milkalkali, sarcoidosis
4. penyakit jaringan konektif: Sklerosis sistemik progresif, SLE, poliartritis
3. MORFOLOGI
1. Penyakit di glomerulus:
Glomerulonefritis, penyakit membrane basal, syndrome goodpasture,
glomerulosklerosis interkapile
2. Penyakit di tubuler:
Hiperkalsemia kronik, hipokalemi kronik, syndrome fanconi, keracunan
logam berat
3. Penyakit vaskuler ginjal:
Penyakit iskemik ginjal, stenosis arteri ginjal bilateral, nefrosklerosis,
hiperparatiroid

4. Penyakit saluran kemih:


Obsturktif uropathy
5. Kelainan kongenital:
Hipoplastik ginjal, penyakit systic medular, penyakit ginjal polikistik
4. Kategori Tahapan Gagal Ginjal Konik menurut Ignativicius, 1999:
1. Tahap I : Penurunan Faal Ginjal
a. Penurunan fungsi ginjal, tetapi tidak ada
akumulasi sisa metabolik
b. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak
c. Penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin,
menyebabkan nocturia
dan poliuri
d. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi
2. Tahap II : Insufisiensi Ginjal
a. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam

darah karena nefron yang

sehat tidak
mampu lagi mengkompensasi
b. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema
c. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari
LFG
d. Perlunya pengobatan medis
3. Tahap III : End-Stage Renal Disease
a. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah

banyak seperti ureum dan

kreatinin dalam
darah
b. Ginjal tdak mampu mempertahankan
homeostatis
c. Pengobatan dengan dialisa atau penggantian ginjal

Karakteristik

Gagal

Ginjal
(

Kronik

Onset

Gradual

bulan

sampai

Presentasi

nefron yang rusak

Durasi

Permanen

Prognosa

Fatal bila tidak dilakukan terapi

90-95

penggantian ginjal seperti dialisa dan ransplantasi ginjal

5. MANIFESTASI KLINIK
1. Neurologis
2. Kardiovaskuler

:
tahun

)
%

3. Respiratory
4. Hematologi
5. Gastrointestinal
6. Urinari
7. Integumen
8. Sistem
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Laboratorium darah
3. Pemeriksaan urine
4. Pemeriksaan EKG
5. Pemeriksaan USG
6. Pemeriksaan radiologi
7. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia
Terjadi karena penurunan ekskresi K, asidosis

metabolic,

katabolisme dan masukan diet


berlebih
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung
Terjadi akibat retensi produk sampah uremik dan

dialisa yang tidak

akurat
3. Hipertensi
Disebabkan oleh retensi Na dan cairan, nalfungsi
sistem RAA
4. Anemia
Akibat penurunan eritropoetin, perdarahan
gastrointestinal
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik
Akibat retensi fosfat, kadar kalsium yang rendah, metabolisme vitamin D
abnormal, penurunan

kadar aluminium

8. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Memperlambat progresi gagal
ginjal
2. Mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut
3. Pengelolaan uremia dan koplikasinya

9. DIAGNOSA
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium
sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal.
2. Perubahan pola nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein,
pembatasan diet, peningkatan metabolisme anoreksi, mual, dan muntah.
3. Intoleransi aktivitas b.d penurunan produksi energi metabolic, anemia, retensi
produk sampah.
4. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, kulit pruritus kering.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
keterbatasan kognitif, kurang terpajan, misintepretasi informasi

C. Trauma ginjal

1. Definisi
Trauma ginjal adalah cedera yang mengenai ginjal yangmemberikan
manifestasi memar, laserasi, atau kerusakan padastruktur. (Arif Muttaqin,
2011) Cedera ginjal dapat terjadi secara:
1. Langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang.
2. Tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara
tiba tiba didalam ronggaretroperitoneum. (Basuki B. Purnomo, 2003).
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering
terjadi. Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau
trauma abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan
trauma organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur
berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal
terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan
lalulintas.
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai
macam rudapaksa baik tumpul maupun tajam.
2. Mekanisme cedera yang dapat menyebabkan injuri pada ginjal adalahsebagai berikut.
1. Trauma penetrasi benda tajam (misalnya: luka tembak, luka tusuk atau tikam)
menyebabkan trauma pada ginjal sehingga terjadi syok akibat trauma multisistem.
2. Trauma tumpul (misalnya: jatuh, cedera atletik, kecelakaan lalulintas, akibat
pukulan) menyebabkan ginjal malposisi, dan kontak dengan iga (tulang belakang).
3. Cedera iatrogenik (misalnya: prosedur endourologi, ESWL, biopsiginjal, prosedur
perkutaneus pada ginjal).
4. Intraoperatif (misalnya diagnostik peritoneal lavage).
5. Lainnya (misalnya: penolakan transplantassi ginjal, melahirkan [dapat
menyebabkan laserasi spontan ginjal]. (Arif Muttaqin, 2011)
3. Patofisiologi
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan
lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma
akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat. Trauma tumpul ginjal dapat
bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya
menyertai trauma berat yang juga mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung
misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di
dalam rongga peritoneum.

Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika
intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis. Ginjal yang terletak pada rongga
retroperitoneal bagian atas hanya terfiksasi oleh pedikel pembuluh darah serta ureter,
sementara masa ginjal melayang bebas dalam bantalan lemak yang berada dalam
fascia Gerota. Fascia Gerota sendiri yang efektif dalam mengatasi sejumlah kecil
hematom , tidak sempurna dalam perkembangannnya. Kantong fascia ini meluas
kebawah sepanjang ureter ,meskipun menyatu pada dinding anterior aorta serta vena
cava inferior, namun mudah untuk sobek oleh adanya perdarahan hebat sehingga
perdarahan melewati garis tengah dan mengisi rongga retroperitoneal.(Guerriero,
1984). Karena miskinnya fiksasi, ginjal mudah mengalami dislokasi oleh adanya
akselerasi maupun deselerasi mendadak, yang bisa menyebabkan trauma seperti
avulsi collecting system atau sobekan pada intima arteri renalis sehingga terjadi oklusi
parsial maupun komplet pembuluh darah. Sejumlah darah besar dapat terperangkap
didalam rongga retroperitoneal sebelum dilakukan stabilisasi. Keadaan ekstrem ini
sering terjadi pada pasien yang datang di ruang gawat darurat dengan kondisi stabil
sementara terdapat perdarahan retroperitoneal. Korteks ginjal ditutupi kapsul tipis
yang cukup kuat. Trauma yang menyebabkan robekan kapsul sehingga menimbulkan
perdarahan pada kantong gerota perlu lebih mendapat perhatian dibanding trauma
yang tidak menyebabkan robekan pada kapsul. Vena renalis kiri terletak ventral aorta
sehingga luka penetrans didaerah ini bisa menyebabkan trauma pada kedua struktur.
Karena letaknya yang berdekatan antara pankreas dan pole atas ginjal kiri serta
duodenum dengan tepi medial ginjal kanan bisa menyebabkan trauma kombinasi pada
pankreas, duodenum dan ginjal.. Anatomi ginjal yang mengalami kelainan seperti
hidronefrosis atau tumor maligna lebih mudah mengalami ruptur hanya oleh adanya
trauma ringan.(McAninch,2000).

4. Fungsi Ginjal
1. memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
2. mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,

3. mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, da


4. mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
5. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
6. Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
7. Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah
5. Komplikasi
1. Komplikasi awal terjadi I bulan pertama setelah cedera
a. Urinoma
b. Delayed bleeding
c. Urinary fistula
d. Abses
e. Hipertensi
2. Komplikasi Lanjut
a. Hidronefrosis
b. Arteriovenous fistula
c. Piolenofritis
6. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini
dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh),
kemungkinan adanya penambahan masa di pinggang, adanya pembesaran
lingkar perut, penurunan kadar hemoglombin dan perubahan warna urin
pada pemeriksaan urin. Trauma ginjal minor 85% dengan hematuri akan
berhenti dan sembuh secara spontan. Bed rest dilakukan sampai hematuri
berhenti.
2. Eksplorasi
a. Indikasi Absolut
Indikasi absolut adalah adanya perdarahan ginjal persisten yang
ditandai

oleh

adanya hematom retroperitoneal yang meluas dan

berdenyut. Tanda lain adalah adanya avulsi vasa renalis utama pada
pemeriksaan CT scan atau arteriografi.
b. Indikasi Relatif
1) Jaringan Nonviable
Parenkim ginjal yang nekrosis lebih dari 25% adalah indikasi
relatif untuk dilakukan eksplorasi.
2) Ekstravasasi Urin
3) Ekstravasasi urin menandakan

adanya

cedera

ginjal

ekstravasasi menetap maka membutuhkan intervensi bedah.


4) Incomplete Staging

mayor. Bila

Penatalaksanaan nonoperatif dimungkinkan apabila telah dilakukan


pemeriksaan imaging untuk menilai derajat trauma ginjal. Adanya
incomplete staging memerlukan pemeriksaan imaging dahulu atau
eksplorasi /rekonstruksi ginjal. Pada pasien dengan kondisi tidak
stabil yang memerlukan tindakan laparotomi segera, pemeriksaan
imaging yang bisa dilakukan hanyalah one shot IVU di meja
operasi. Bila hasil IVU abnormal atau tidak jelas atau adanya
perdarahan persisten pada ginjal harus dilakukan eksplorasi ginjal.
5) Trombosis Arteri
Trombosis arteri renalis bilateral komplit atau adanya ginjal soliter
dibutuhkan eksplorasi segera dan revaskularisasi.
6) Trauma Tembus

Pada trauma tembus indikasi absolut dilakukan eksplorasi adalah


perdarahan arteri persisten. Hampir semua trauma tembus renal
dilakukan tindakan bedah. Perkecualian adalah trauma ginjal tanpa
adanya penetrasi peluru intraperitoneum Luka tusuk sebelah
posterior linea aksilaris posterior relatif tidak melibatkan cedera
organ lain.(Brandes, 2003)
7. Klasifikasi
1. Trauma renal minor mencakup kontusi, hematom dan beberapa laserasi dikorteks
ginjal.
2. Cedera renal mayor mencakup laserasi mayor disertai rupture kapsul ginjal.
3. Trauma vaskuler (renal kritikal) meliputi laserasi multiple yang parah pada ginjal
disertai cedera panda suplay vaskuler ginjal.
Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi
oleh Federle:
Grade I
Lesi meliputi :
a.
b.
c.
d.

Kontusi ginjal
Minor laserasi korteks dan medula tanpa gangguan pada sistem pelviocalices
Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang)
75 80 % dari keseluruhan trauma ginjal

Grade II
Lesi meliputi :

a. Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus sehingga terjadi


extravasasi urine
b. Sering terjadi hematom perinefron
c. Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla
d. 10 15 % dari keseluruhan trauma ginjal
Grade III
Lesi meliputi
a. Ginjal yang hancur
b. Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal
c. 5 % dari keseluruhan trauma ginjal
Grade IV
Meliputi lesi yang jarang terjadi yaitu:
a. Avulasi pada ureteropelvic junction
b. Laserasi pada pelvis renal
8. Manifestasi klinis
Anda kardinal dari trauma (ruptur) ginjal adalah hematuria, yang dapat
bersifat massif atau sedikit, tetapi besarnya trauma tidak dapat diukur dengan volume
hematuria atau tanda-tanda luka. Tanda lainnya ialah adanya nyeri pada abdomen dan
lumbal, kadang-kadang dengan rigiditas pada dinding abdomen dan nyeri lokal. Jika
pasien datang dengan kontur pinggang yang kecil dan datar, kita dapat mensuspeknya
dengan hematoma perinefrik. Pada kasus perdarahan atau efusi retroperitoneal,
trauma ginjal kemungkinan dihubungkan dengan ileus paralitik, yang bisa
menimbulkan bahaya karena membingungkan untuk didiagnosis dengan trauma
intraperitoneal.
Dokter harus memperhatikan fraktur iga, fraktur pelvis atau trauma vertebra
yang dapat berkembang menjadi trauma ginjal. Nausea dan vomiting dapat juga
ditemukan. Kehilangan darah dan shock kemungkinan akan ditemukan pada
perdarahan retroperitoneal.
1. Nyeri
2. Hematuria
3. Mual dan muntah
4. Distensi abdomen
5. Syok akinat trauma multisistem
6. Nyeri pada bagian punggung
7. Hematoma di daerah pinggang yang semakin hari semakin besar
8. Massa di rongga panggul
9. EkimosisLaserasi atau luka pada abdomen lateral dan rongga panggul

Pengkajian
Tanggal pengkajian
Ruangan

:
:

1. Identitas klien
a. Nama
b. No. MR
c. Umur
d. Pekerjaan
e. Agama
f. Jenis kelamin
g. Alamat
h. Tanggal masuk RS
i. Alasan masuk RS
j. Cara masuk RS
k. Penanggung jawab
l. Riwayat alergi
m. Obat
n. Makanan
o. Alat bantu yang terpakai
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang paling sering adalah nyeri bagian pinggang
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien mengalami nyeri bagian abdomen, Hematuria,
Distensi abdomen, Syok akinat trauma multisistem,Nyeri pada bagian
punggung, Hematoma di daerah pinggang yang semakin hari semakin
besar,Massa di rongga panggul, Ekimosis, Laserasi atau luka pada
abdomen lateral dan rongga panggul
c. Riwayat kesehatan dahulu
Beberapa tahun sebelumnya pasien mengalami benturan mengenai
daerah pinggang, baik Trauma penetrasi benda tajam (misalnya: luka
tembak, luka tusuk atau tikam), Trauma tumpul (misalnya: jatuh,
cedera atletik, kecelakaan lalulintas, akibat pukulan) Cedera iatrogenik
(misalnya: prosedur endourologi, ESWL, biopsiginjal, prosedur

perkutaneus pada ginjal).Intraoperatif (misalnya diagnostik peritoneal


lavage). Dan juga penolakan transplantassi ginjal, dan melahirkan
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah keluarga klien ada yang mempunyai penyakit seperti yang
dialami pasien,dan apakah keluarga pasien ada memiliki riwayat
hipotensi, jantung, ginjal, DM, dan penyakit menular, atau menurun
lainnya.
3. Tanda- tanda vital
TD
: biasanya lebih dari 130/90, meningkat (hipertensi)
RR
:biasanya lebih dari 24 x/i, kusmaul
N
: biasanya lebih dari 80 x/ menit, takikardi
S
: bisanya lebih dari 35-37.5 meningkat (demam)
4. Pemeriksaan fisik
a. Rambut
Biasanya keadaan kulit kepala bersih, tidak ada ketombe, tidak ada
lesi,warna rambut hitam, tidak bau dan tidak ada edema
b. Wajah
Biasanya simetri kiri dan kanan, tidak ada edema/hematome, tidak ada
lesi
c. Mata
Biasanya mata simetris kiri dan kanan, reflek cahaya normal yaitu
pupil mengecil, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik
d. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, tidak menggunakan cupping hidung,
tidak ada polip, dan tidak ada lesi
e. Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan, fungsi pendengaran baik.
f. Mulut
Biasanya berwarna pucat dengan sianosis bibir, tidak terjadi stomatitis,
tidak terdapat pembesaran tongsil, lidah putih.
g. Leher
Biasanya tidak ada pembesaran pada kelenjer tiroid, tidak ada
pembesaran JVP
h. Dada dan Thorax
Biasanya pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
rochi, wheezing, ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak
teratur akibat penurunan reflek batuk dan menelan.
i. Kardiovaskuler :
Inspeksi
: ictus cordis terlihat
Palpasi
: ictus cordis teraba 1 jari

Perkusi

: di intercosta V media klavikularis sinistra bunyinya

pekak
Auskultasi

: irama denyut jantung normal tidak ada bunyi

tambahan
j. Abdomen :
Biasanya Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang
lama, dan kadang terdapat kembung,
k. Genitaurinaria :
Biasanya adanya terdapat lecet pada area sekitar anus. Anus kadang
terdapat incontinensia atau retionsio urine.
l. Lengan-Lengan Tungkai :
Ekstemitas atas dan bawah : Biasanya kekuatan otot berkurang.
Rentang gerak pada ekstremitas pasien menjadi terbatas karena nyeri,
m. Sistem Persyarapan :
Biasanya kelemahan otot dan penurunan kekuatan
5. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Makanan dan cairan
Biasanya pasien Anoreksia, mual dan muntah, Intoleransi makanan,
sehingga

menyebabkan Penurunan

berat

badan,

kakeksia,

berkurangnya masa otot, Perubahan pada kelembaban/trugor kulit.


b. Eliminasi
Perubahan eliminasi urinaryus, misalnya nyeri atau rasa terbakar pada
saat berkemih, hematuria, sering berkemih. Sehingga menyebabkan
Perubahan pada bising usus, distensi abdomen
c. Aktivitas / istirahat
Kelemahan atau keletihan, Perubahan pada pola istirahat dan jam
kebiasaan tidur , Keterbatasan partisipasi dalam hobi atau latihan
A. Diagnosa keperawatan
1)

Nyeri

2)

Intoleransi aktivitas

3)

Gangguan rasa nyaman

4)

Risiko infeksi

B. Intervensi keperawatan
N
o
1

Diagnosa keperawatan
Nyeri

NOC
Pain level

NIC
Pain managemen

Definisi : Pengalaman sensori

Pain kontrol

dan

tidak

Compor level

muncul

Kriteria hasil

emosional

yang

menyenangkan

yang

akibat kerusakan jaringan yang


aktual

atau

potensial

atau

dalam

hal

digambarkan

Tentukan
riwayat

nyeri,

misal: lokasi nyeri,

Mampu mengontrol

frekuensi,

durasi,

nyeri

(tahu

dan intensita (skala

penyebab

nyeri,

0-10),

dan

kerusakan sedekimikian rupa

mampu

tindakan

(international) Association for

menggunakan

penghilangan yang

the studay of pain: awitan yang

teknik

tiba-tiba

dari

farmakologi untuk

intensits ringan hingga berat

mengurangi nyeri,

terapi

tertentu

dengan

mencari bantuan )

misal:

radiasi,

atau

lambat

akhir

yang

dapat

diantisipasi atau diprediksi > 6

non-

Melaporkan bahwa

Evaluasi/ sadari

pembedahan,

bln

nyeri

Batasan karakteristik

dengan

bioterapi,

Perubahan selera makan

menggunakan

pasien atau orang

Perubahan tekanan darah

manajemen nyeri

terdekat apa yang

Perubahan frekuensi jantung


Perubahan

frekuensi

pernafasan

berkurang

digunakan

Mampu mengennali
nyeri

skala

intensitas,

kemoterapi,
ajarkan

diharapkan
Berikan
tindakan

Laporan isyarat

frekuensi,

Diaforesis

tanda nyeri)

misal:

Menyatakan rasa

gosokan punggung

nyaman

dan

Prilaku
berjalan

distraksi

(mis,

mondar-mandir

mencari

orang

lain

atau

aktivitas lain, aktivitas yang


berulang)
gelisah,

prilaku
merengek,

menangis)

nyeri berkurang

resposisi,
aktifitas

hiburan

misal:

musik dan televisi


penggunaan
keterampilan
manejemen

Masker wajah (mis, mata


kurang

setelah

kenyamanan dasar,

Dorong

Mengekskresikan
(mis,

dan

bercahaya,

tampak

kacau, gerakan mata berpencar

nyeri(misal: teknik
relaksasi,
visualisasi,

atau tetap pada satu fokus

bimbingan

meringis)

imajinasi), tertawa,

Sikap melindungi area nyeri

musik

Fokus

menyempit

(mis,

sentuhan

gangguan

persepsi

nyeri,

teraupetik.

hambatan

proses

berpikir,

Evaluasi

penurunan

interaksi

dengan

penghilangan

orang dan lingkungan


Indikasi

nyri

dan

nyeri/kontrol nilai

yang

dapat

aturan pengobatan

diamati

bila perlu

Perubahan

posisi

untuk

menghindari nyeri
Sikap tubuh melindungi
Dilatasi pupil
Melaporkan

nyeri

secara

verbal
Gangguan tidur
Faktor yang berhubungan
Agen cedera (mis, biologis, zat
2

kimia, fisik, psikologis)


Intoleransi aktivitas

Definisi :

v Energy
conservation

Ketidakcukupan

energi

psikologis dan fisiologis untuk


melanjutkan

atau

menyelesaikan
kehidupan

Aktivity therapy

aktivitas

sehari-hari

yang

v Activity

dengan tenaga

tolerance

rehabilitasi

v Self care :ADLs

medik

Kriteria hasil :

merencanakan

v Berpartisipasi

program terapi

harus atau yang ingin dilakukan

dalam aktivitas

Batasan karakteristik :

fisik

Respon

tekanan

darah

abnormal terhadap aktivitas


Respon

frekuensi

jantung

abnormal terhadap aktivitas


Perubahan

EKG

yang

- Kolaborasikan

tanpa

dalam

yang tepat
- Bantu

klien

disertai

untuk

peningkatan

mengidentifikas

tekanan darah,

i aktivitas yang

nadi dan RR

mampu

v Mampu

dilakukan

mencerminkan aritmia
Perubahan

melakukan

EKG

yang

mencerminkan iskemia
Ketidaknyamanan

setelah

beraktivitas
Dipsnea setelah beraktivitas
Menyatakan rasa letih

- Bantu

aktivitas

memilih

sehari-hari

aktivitas

(ADLs) secara

konsisten yang

mandiri

sesuai

v Tanda-tanda vital
normal

Menyatakan rasa lemah

psikomotor

social

v Level kelemahan

Kelemaham umum

v Mampu
antara

suplai dan kebutuhan oksigen

dengan
tanpa

Gaya hidup monoton

alat

- Bantu

untuk

mengidentifikas

berpindah

Imobilitas

kemampuan
psikologis, dan

Tirah baring atau imobilisasi


Ketidakseimbangan

dengan

fisik,

v Energy

Faktor yang berhubungan :

untuk

:
atau

bantuan

dan

mendapatkan
sumber

yang

diperlukan

v Status

untuk

kardiopulmona

mendapatkan

ri adekuat

aktivitas

v Sirkulasi

status

baik

diinginkan
- Bantu

v Status respirasi :

yang
untuk

mendapatkan

pertukaran gas

alat

dan

aktivitas sperti

ventilasi

adekuat

bantuan

kursi roda, krek


- Bantu

untuk

mengidentifikas
i aktivitas yang
disukai
- Bantu

klien

untuk membuat
jadwal

ltihan

diwaktu luang
- Bantu

pasien/keluarga
untuk
mengidentifikas
i

kekurangan

dalam
beraktivitas
- Sediakan
penguatan
positif

bagi

yang

aktif

beraktivitas
- Bantu

pasien

untuk
mengembangka
n motivasi diri
dan penguatan
- Monitor respon
fisik,

emosi,

sosial,
3

Gangguan rasa nyaman

v Ansiety

spiritual
Ansiety

Definisi :

v Fear level

Reduction

v Sleep

(penurunan

merasa

kurang

senang, lega dan sempurna


dalam

dimensi

fisik,

psikospiritual, lingkungan dan

deprivation

kecemasan)

v Comfort,

sosial

Readines

Batasan karakteristik

Enchanced

Ansietas

Kriteria hasil :

Menangis

v Mampu

- Gunakan
for

pendekatan
yang
menenangkan
- Nyatakan

Gangguan pola tidur

mengontrol

dengan

Takut

kecemasan

harapan

Ketidakmampuan
rileks
Iritabilitas

untuk

dan

v Status
lingkungan
yang nyaman

jelas

terhadap pelaku
pasien
- Jelaskan semua

Merintih

v Mengontrol

Melaporkan rasa dingin

prosedur

nyeri

Malaporkan rasa panas

apa

v Kualitas

Melaporkan perasaan tidak


nyaman

dan

tidur
istirahat

adekuat

Melaporkan gejala distress

v Agresi

Malaporkan rasa lapar

pengendalian

Melaporkan rasa gatal

diri

Melaporkan

kurang

puas

dengan keadaan

v Respon terhadap
pengobatan

Melaporkan kurang senang


dengan situasi tersebut
Gelisah

Gejala terkait penyakit

dirasakan
selama
prosedur
- Pahami
prespektif
- Pasien terhadap
situasi stress
- Temani

pasien

untuk

v Status kenyaman

memberikan

v Dapat

Faktor yang berhubungan :

yang

v Control gejala
meningkat

Berkeluh kesah

dan

mengontrol
ketakutan

keamanan dan
mengurangi
rasa takut
- Dorong keluarga

Sumber yang tidak adekuat

v Support social

untuk

Kurang

v Keinginan untuk

menemani anak

pengendalian

lingkungan
Kurang privasi
Kurang kontrol situasional
Stimulasi lingkungan yang
mengganggu
Efek samping terkait terapi
(mis, medikasi, radiasi)

hidup

- Lakukan
back/neck rub
- Dengarkan
dengan

penuh

perhatian
- Identifikasi
tingkat
kecemasan
- Bantu

pasien

untuk mengenal
situasi

yang

menimbulkan
kecemasan
- Dorong
untuk

pasien

mengungkapka
n

perasaan,

ketakutan,
persepsi
- Berikan

obat

untuk
mengutrangi
kecemasan
Environment
Management
Confort
4

Resiko infeksi

Definisi :
peningkatan

Management
Infection Control

v Imune status
mengalami
resiko terserang

organisme patogenik

Pain

v Knowledge

infection

(Kontrol Infeksi )
- Bersihkan

control

lingkungan

Faktor-faktor resiko :

v Risk control

setelah dipakai

Kriteria hasil :

pasien lain

Penyakit kronis
- Diabetes melitus

v Klien bebas dari

- Obesitas

tanda

Pengetahuan yang tidak


cukup untuk menghindari
pemanjanan patogen

Pertahan

tubuh

gejala infeksi
v Mendeskripsika
n

primer

dan

proses

penularan

- Pertahankan
teknik isolasi
- Batasi
pengunjung
bila perlu
- Instruksikan

yang tidak adekuat

penyakit, faktor

pada

- Gangguan peritalsis

yang

pengunjung

- Kerusakan

mempengaruhi

untuk mencuci

penularan serta

tangan

penatalaksanaa

berkunjung dan

nnya,

setelah

kulit
kateter

integritas
(pemasangan
intravena,

prosedur infasif)
- Perubahan sekresi pH

v Menunjukkan

saat

berkunjung

- Penurunan kerja siliaris

kemampuan

meninggalkan

- Pecah ketuban dini

untuk

pasien

- Pecah ketuban lama

mencegah

- Gunakan sabun

- Merokok

timbulnya

antimikrobia

- Statis cairan

infeksi

untuk

- Trauma jaringan (mis,


trauma

destruksi

jaringan)

v Jumlah leukosit
dalam

batas

normal

Ketidakadekuatan pertahan
sekunder
- Penurunan hemoglobin

v Menunjukkan

tangan
- Cuci
dan

tindakan

sehat

keperawatan

imunitas

tidak

sarung

agen

sebagai

farmaseutikal

termasuk

imunosupresan,
antibodi

sesudah

perilaku hidup
(mis,

adekuat,

tangan

setiap sebelum

- Imunosepresi
didapat

cuci

- Gunakan

baju,
tangan
alat

pelindung

steroid,

- Pertahankan

monoklonal,

lingkungan

imunomudulator)

antiseptik

- Supresi respon inflamasi

selama

Vaksinasi tidak adekuat

pemasangan

Pemanjanan

alat

patogen
meningkat

terhadap
lingkungan

- Ganti letak IV
perifer dan line

- Wabah

central

dan

Prosedur infasif

dressing sesuai

Malnutrisi

dengan
petunjuk umum
- Gunakan kateter
intermiten
untuk
menurunkan
infeksi kandung
kencing
- Tingkatkan
intake nutrisi
- Berikan

terapi

antibiotik

bila

perlu
Infection
Protection
(

proteksi

terhadap infeksi)
- Monitor

tanda

dan

gejala

infeksi sistemik
dan lokal
- Monitor hitung
granulosit,
WBC
- Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
- Batasi
pengunjung
- Sering
pengunjung
terhadap
penyakit
menular
- Pertahankan
teknik

aspesis

pada

pasien

yang berisiko
- Pertahankan
teknik

isolasi

k/p
- Berikan
perwatan kulit
pada

area

epidema
- Inspeksi
dan

kulit

membran

mukosa
terhadap
kemerahan,
panas, drainase
- Inspeksi kondisi
luka/

insisi

bedah
- Dorong
masukkan
nutrisi

yang

cukup
- Dorong

masuk

cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan
pasien

untuk

minum
antibiotik
sesuai resep
- Ajarkan pasien
dan
tanda

keluarga
dan

gejala infeksi
- Ajarkan

cara

menghindari
infeksi
- Laporkan kultur
positif

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary, dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hopfer Deglin, Judith & Hazard Vallerand, April. 2005. Pedoman Obat untuk
Perawat (Edisi 4). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kunz Howard, Patricia & A Steinmann, Rebecca. 2003. Sheehys Emergency Nursing
Principles and Practice (Sixth Edition). USA : Mosby Elsevier.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran (Edisi Ketiga, Jilid Kedua).
Jakarta : Media Aesculapius FK UI.
M. Hudak, Carolyn & M. Gallo, Barbara. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan
Holistik (Edisi VI, Volume II). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat (Plus Contoh Askep dengan Pendekatan
NANDA, NIC, NOC). Yogyakarta : Nuha Medika.
ENA (Emergency Nurses Association). 2000. Emergency Nursing Core Curriculum
(Fifth Edition). Philadelphia : W.B Saunders Company.
Carpenito,

Linda

Jual.

(1995). Rencana

Asuhan

&

Dokumentasi

Keperawatan(terjemahan).. Jakarta PT EGC.


Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I
(terjemahan).. Jakarta PT EGC.
Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Surabaya Airlangga University
Press.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan)..
Bandung. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta FKUI.


Guyton. (1995) Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Alih bahasa petrus
Andrianto. Jakarta: EGC
Sylvia Anderson Price (1992). Patofisiologi.. Buku 2 edisi 4. Jakarta EGC

Anda mungkin juga menyukai