Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERIKANAN

PENGAMATAN TELUR

Oleh:
Fajar Nur Ajisar

H1G013009

Lussy Afriamita

H1G013017

Afitri Aidah

H1G013025

Susilo Nugroho

H1H013015

Mukti Setia Aji

H1H013043

Ina Yatus Sani

H1H013053

Agung Suryanata

H1K013011

Dyah Ayu Hadiati

H1K013022

Suhendra

H1K013028

JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014

I.
I.1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Telur ikan adalah sel gamet betina yang mempunyai program perkembangan

untuk menjadi individu baru, setelah program perkembangan tersebut diaktifkan oleh
spermatozoa. Sifat khusus telur ikan antara lain adalah ukurannya besar, memiliki
bungkus telur, memiliki mikrofil dan memiliki cadangan makanan. Sifat telur ikan
secara umum adalah bersifat totipotensi yaitu memiliki kemampuan berkembang
menjadi suatu individu. Sifat lainnya adalah sel telur yang tenggelam dan melayang.
Serta memiliki polaritas yaitu ada dua kutub berlawanan yang berbeda (Dian, 2010).
Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur yang
diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Semakin meningkat tingkat
kematangan gonad garistengah telur yang ada dalam ovarium semakin besar.Masa
pemijahan setiap spesies ikan berbeda-beda, ada pemijahan yang berlangsung singkat
(total leptolepisawner), tetapi banyak pula pemijahan dalam waktu yang panjang (partial
leptolepisawner ) ada pada ikan yang berlangsung beberapa hari. Semakin meningkat
tingkat kematangan, garis tengah telur yang adadalam ovarium semakin besar pula
(Arief, 2009).
Sel telur ikan memiliki inti dan sitoplasma sel beserta organel-organel sel, seperti
hewan pada umumnya. Sel telur ikan juga memilki organel khusus telur yang disebut
kortikel granula tau kortikel alveoli. Struktur telur ikan yang sangat menonjol yaitu:
ukurannya besar, memiliki bungkus telur, memiliki cadangan makanan, dan memiliki
mikrofil. Perkembangan telur ikan sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen yang
optimal, suhu yang optimal, makanan yang tersedia pada waktunya dengan optimal,
kandungan karbondioksida dan racun yang minimal, serta harus bebas dari musuhmusuh telur yaitu bakteri, jamur, dan zooplankton. Telur biasannya ditemukan mati pada
saat tahapan morula atau embrio. Sebab-sebab kematian telur pada umumnya adalah
kekurangan oksigen, temperatur yang tidak cocok dan serangan bakteri (Effendi,1997 ).

Pengawetan telur ikan adalah suatu cara untuk mempertahankan kualitas telur.
Hal ini sangat diperlukan dalam biologi perikanan, khususnya untuk pengamatan telur
berdasarkan morfologi dan diameternya, selain itu penting juga untuk pengamatan
fekunditas. Dalam pengamatan fekunditas umumnya dilakukan di laboratorium dan sulit
untuk melakukannya dalam waktu yang bersamaan. Telur yang akan diamati harus
dalam keadaan yang segar, oleh karena itu telur yang akan diteliti harus sudah awet jika
tidak bisa diamati langsung. Pengawetan dapat dilakukan terhadap ikannya secara utuh
atau terhadap telurnya saja. (Effendi,1979 ).
I.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mengamati diameter telur menggunakan
mikrometer.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Telur ikan adalah sel gamet betina yang mempunyai program perkembangan
untuk mejadi individu baru, stelah program perkembangan tersebut diaktifkan oleh
spermatozoa. Larva adalah stadium tertentu dari perkembangan individu yang memiliki
pola perkembangan tidak langsung. Perkembangan tidak langsung adalah pola
perkembangan hewan yang dalam tahapan atau stadium hidupnya memiliki tahapan
bentuk larva yang memiliki perkembangan postnatal yang melibatkan satu atau lebih
tahapan bentuk larva. Larva secara umum memiliki dua bentuk, yaitu radial simetri dan
bilateral simetri. Larva berasal dari sel telur yang dibuahi atau biasanya disebut zigot.
Sel tunggal zigot selanjutnya akan berkembang melalui cara cleavage, yaitu pembelahan
mitosis biasa dari sel dalam stadium awal perkembangan (Sistina, 1999).
Sel telur ikan memiliki inti dan sitoplasma sel beserta organel-organel sel, seperti
hewan pada umumnya. Sel telur ikan juga memiliki organel khusus telur yang disebut
kortikel granula atau kortikel alveoli (Effendi, 1997). Struktur telur ikan yang sangat
menonjol yaitu : ukurannya besar, memiliki bungkus telur, memiliki cadangan makanan
dan memiliki mikrofil. Perkembangan telur ikan sangat dipengaruhi oleh kandungan
oksigen yang optimal, kandungan karbondioksida dan racun minimal, serta harus bebas
dari musuh-musuh telur yaitu bakteri, jamur dan zooplankton. Telur biasanya ditemukan
mati pada saat tahapan morula atau embrio. Sebab-sebab kematian telur pada umumnya
adalah kekurangan oksigen, temperatur yang tidak cocok dan serangan bakteri (Sistina,
1999).

Gambar 1. Ikan Nilem


Ikan nilem atau dalam bahasa ilmiah disebut Osteocilus hasselti, ikan yang hidup
atau bergerak pada daerah sungai-sungai berarus deras. Telur yang baik adalah telur
yang berwarna transparan (Ardiwinata, 1984). Telur dari hewan yang bertulang
belakang, secara umum dapat dibedakan berdasarkan kandungan kuning telur dalam
sitoplasmanya (Wahyuningsih et al, 2006), yaitu:
1.
Telur Homolecithal (isolecithal)
Golongan telur ini hanya terdapat pada mamalia. Jumlah kuning telurnya hanya
sedikit terutama dalam bentuk butir-butir lemak dan kuning telur yang terbesar di dalam
sitoplasma.
2.
Telur Telolecithal
Golongan telur ini terdapat sejumlah kuninng telur yang berkumpul pada saat satu
kutubnya. Ikan tergolong hewan yang mempunyai jenis telur tersebut (Wahyuningsih et
al, 2006).

Telur ikan dapat dikelompokan berdasarkan sifat-sifat yang lain (Wahyuningsih et al,
2006), yaitu:
1.
Sistem pengelompokan berdasarkan jumlah kuning telurnya:
a. Oligolecithal : Telur dengan kuning telur sangat sedikit jumlahnya, contoh ikan
Amphioxus
b. Telolecithal : Telur dengan ukuran kuning telur lebih banyak dari oligolecithal.
Umunya jenis telur ini banyak dijumpai di daerah empat musim, contoh ikan
Sturgeon
c. Makrolecithal : Telur dengan kuning telur relatif banyak dan keping sitoplasma
di bagian kutub animanya. Telur semacam ini banyak terdapat pada
2.

kebanyakan ikan.
Sistem yang berdasarkan jumlah kuning telur namun dikelaskan lebih lanjut
berdasarkan berat jenisnya :
a. Non Bouyant : telur yang tenggelam ke dasar saat dikeluarkan dari induknya.
Contoh telur ikan trout dan ikan salmon.
b. Semi Bouyant : telur tenggelam ke dasar perlahan-perlahan, mudah tersangkut
dan umumnya telur berukuran kecil, contoh telur ikan coregonus.
c. Terapung : telur dilengkapi dengan butir minyak yang besar sehingga dapat

3.

terapung. Umumnya terdapat pada ikan-ikan yang hidup di laut.


Telur dikelompokan berdasarkan kualitas kulit luarnya :
a. Non Adhesive : telur sedikit adhesive pada waktu pengerasan cangkangnya,
namun kemudian setelah itu telur sama sekali tidak menempel pada apapun
juga, contoh telur ikan salmon.
b. Adhesive : setelah proses pengerasan cangkang, telur bersifat lengket sehingga
akan mudah menempel pada daun, akar dan sebagainya, contoh telur ikan mas
(Cyprinus carpio).
c. Bertangkai : telur ini merupakan keragaman dari telur adhesive, terdapat suatu
bentuk tangkai kecil untuk menempelkan telur pada substrat.
d. Telur Berenang : terdapat filamen yang panjang untuk menempel pada substrat
atau filament tersebut untuk membantu telur terapung sehingga sampai ke
tempat yang dapat ditempelinya, contoh telur ikan hiu (Scylliohinus sp.)

e. Gumpalan Lendir : telur-telur diletakan pada rangkaian lendir atau gumpalan


lendir, contoh telur ikan lele.
Telur yang belum dibuahi bagian luarnya dilapisi oleh selaput yang dinamakan
selaput kapsul atau khorion. Di bawah khorion terdapat selaput yang kedua dinamakan
selaput vitelin. Selaput yang mengelilingi plasma telur dinamakan selaput plasma.
Ketiga selaput ini semuanya menempel satu sama lain dan tidak terdapat ruang
diantaranya. Lapisan vitelin pada ikan mas mempunyai ukuran ketebalan 10.0-10.2 m
dan mempunyai struktur yang komplek dan terdiri dari 4 lapisan yang penamaannya
berbeda berdasarkan penemu (Linhart et al., 1995). Lapisan bagian luar terdiri 2 bagian
berdasarkan perbedaan sitokimia. Selanjutnya dikatakan bahwa kedua lapisan ini kaya
akan protein. Selama oogenesis kuning telur mengakumulasi sejumlah besar yolk
granules dan lipid yang terisi pada bagian tengah. Diameter granula berkisar antara 624m (Linhart et al., 1995). Jumlah dan distribusi dari lemak (butir lemak) sangat
bervariasi dengan diameter 1-1.5m (Linhart et al., 1995).
Oogenesis adalah proses pembentukan sel telur (ovum) di dalam ovarium.
Oogenesis dimulai dengan pembentukan bakal sel-sel telur yang disebut oogonia.
Selama oogenesis, salah satu yang paling mencolok adalah pembentukan sebuah zona
tebal yang sangat berdiferensiasi yang terdiri dari membran telur, membran vitelin, zona
radiata, zona pelusida dan terletak diantara lapisan-lapisan granulosa dan oosit.
Bergantung pada spesies dan tahap pertumbuhan oosit, membran telur bervariasi dalam
hal ketebalan. Tebalnya 7-8m pada oosit ikan mas koki dan sekitar 30 m pada
rainbow trout (Kjorsvik et al., 1990) .
Perubahan morfologi yang dialami membran mencerminkan adaptasi terhadap
berbagai kondisi ekologi. Membran telur ini banyak mengandung protein dan
karbohidrat. Belum dapat dipisahkan apakah asal membran ini dari oosit atau dari sel
folikel atau dari kedua-duanya. Pada oosit kuda laut, Hippocampus erectus dan ikan

pipa Syngnathus fuscus, membran dibentuk oleh oosit, sehingga diklasifikasikan sebagai
selubung primer (Nagahama, 1983).
Morfologi sel juga sering digunakan untuk meneliti kualitas telur dan parameter
morfologi ini lebih sensitif dibandingkan dengan kelangsungan hidup. Pada pembelahan
awal (blastomer) embrio tidak berdifferensiasi, dan ini menjadi dasar untuk
perkembangan embrio selanjutnya. Kerusakan pada sel ini akan mempengaruhi
perkembangan akhir dari embrio, dan akhirnya akan terjadi kerusakan pada salah satu
sel dalam perkembangannya. Pengamatan juga termasuk melihat simetri pembelahan
awal serta banyaknya embrio dan larva yang cacat (Kjorsvik et al. 1990).
Ukuran telur dapat dinyatakan dalam banyak cara. Diameter tunggal yang biasa
digunakan, tetapi diameter terpanjang juga kadang-kadang digunakan. Selain itu
panjang telur dan lebar telur juga digunakan. Ukuran-ukuran telur yang lain mencakup
volume telur, bobot basah dan bobot kering. Dari segi energetika istilah terbaik untuk
ukuran telur adalah kandungan energi per telur atau joule per telur. Kalori telur
menunjukkan jumlah energi yang tersedia bagi embrio untuk berkembang. Ukuran telur
berkorelasi dengan ukuran larva. Larva yang besar lebih tahan tanpa pakan
dibandingkan dengan larva berukuran kecil yang dipijahkan dari telur kecil. Hubungan
positif antara ukuran larva dan ukuran telur telah dilaporkan untuk Salmo salar,
Onchorhynchus mykiss, Onchorhynchus keta, dan Clupea harengus (Kamler, 1992).
Keuntungan ukuran awal yang dimiliki larva yang menetas dari telur besar dapat kurang
berarti selama perkembangan selanjutnya, atau bahkan hilang. Pada Salmo salar
keuntungan ini hilang setelah 5 minggu pertama pertumbuhan; pada Oncorhynchus
mykiss keuntungan ini hilang setelah 16 minggu (Kamler, 1992).
Kemampuan larva yang kecil untuk bertumbuh sehingga mempunyai kecepatan
yang sama dengan larva yang lebih besar sangat penting untuk tujuan komersial.

Potensi yang sangat penting adalah menemukan kelangsungan hidup telur dan larva
tidak dipengaruhi oleh ukuran telur (Kjorsvik et al., 1990).

III.

MATERI DAN METODE

III.1 Materi
III.1.1 Alat
Alat-Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikrometer obyektif,
mikrometer okuler dan mikroskop
III.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah telur ikan nilem
III.2 Metode
Langkah pertama dalam meneliti morfologi telur, metode kerja yang pertama
sampel telur diambil sebanyak kurang lebih 10 butir telur. Bentuk, kondisi kulit telur,
dan warna telur diamati dengan menggunakan mikroskop atau loupe. Diameter telur
sebanyak 10 butir diukur dengan menggunakan jangka mikoskop berskala. Dengan
bantuan loupe atau mikroskop, telur difoto, kemudian dicatat secermat mungkin.
III.3 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Pemanfaatan SumberdayaJurusan
Perikanan dan Kelautan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto pada hari
Minggu, 12 Oktober 2014, pukul 08.00-12.00 WIB dan Minggu, 19 Oktober 2014,
pukul 08.00-12.00 WIB.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
Tabel 1. Morfologi Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Sebelum Diawetkan
No.
Telur
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Bentuk
Bulat
Bulat
Tak beraturan
Oval
Bulat
Oval
Oval
Oval
Oval
Oval

Warna
Kuning kecoklatan
Kuning kecoklatan
Kuning kecoklatan
Kuning kecoklatan
Kuning kecoklatan
Kuning kecoklatan
Kuning kecoklatan
Kuning kecoklatan
Kuning kecoklatan
Kuning kecoklatan

Skala

Kalibrasi

30
40
49
41.5
40
43.5
47.5
43.5
35
30

0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288

Diameter
(m)
0.86
1.15
1.41
1.19
1.15
1.25
1.37
1.25
1.01
0.86

Tabel 2. Morfologi Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Sesudah Diawetkan dengan
Menggunakan Larutan Gilson
No.
Telur
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Bentuk
Bulat
Tidak beraturan
Bulat
Bulat
Tidak beraturan
Tidak beraturan
Tidak beraturan
Tidak beraturan
Tidak beraturan
Bulat

Warna
Kuning
Kuning kehitaman
Kuning
Kuning kehitaman
Kuning kehitaman
Kuning kehitaman
Kuning kehitaman
Kuning kehitaman
Kuning kehitaman
Kuning kehitaman

Skala

Kalibrasi

29
26
26
27
25,5
24
31
28,5
26,5
25

0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288

Diameter
(m)
0.83
0.75
0.75
0.78
0.73
0.69
0.89
0.82
0.76
0.72

Tabel 3. Morfologi Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Sesudah Diawetkan dengan
Menggunakan Formalin 10%
No.
Telur
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Bentuk
Tidak
Beraturan
Oval
Oval
Bulat
Bulat
Tidak Beraturan
Bulat
Oval
Oval
Tidak Beraturan

Skala

Kalibrasi

Diameter
(m)

Kuning kehitaman

29

0.0288

0.83

Kuning
Kuning Kehitaman
Kuning
Kuning
Kuning Kehitaman
Kuning
Kuning Kehitaman
Kuning Kehitaman
Kuning Kehitaman

24
30
33
29
32
28
26
32
28

0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288

0.69
0.86
0.95
0.83
0.92
0.80
0.75
0.92
0.80

Warna

Tabel 4. Morfologi Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Sesudah Diawetkan dengan
Cara Pendinginan
No.
Telur
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Bentuk
Bulat
Bulat
Oval
Bulat
Oval
Oval
TidakBeraturan
Oval
Oval
Bulat

Warna
Kuning Kehitaman
Kuning Kehitaman
Kuning Kehitaman
Kuning Bening
Kuning Bening
Kuning Bening
Kuning Bening
Kuning Kehitaman
Kuning Kehitaman
Kuning Kehitaman

Skala

Kalibrasi

42
38
38
37
56
38
46,5
37,5
33,5
38

0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288
0.0288

Diameter
(m)
1.21
1.09
1.09
1.06
1.61
1.09
1.34
1.08
0.96
1.09

IV.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat terdapat beberapa jenis atau tipe dari
bentuk, ukuran dan perbedaan warna pada telur-telur ikan nilem. Menurut hasil dari data
praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa ikan nilem memiliki tiga jenis
bentuk telur yaitu bulat, oval dan tidak beraturan. Memiliki warna yang berbeda-beda
diataranya berwarna kuning kecokelatan, kuning kehitaman, kuning dan kuning bening.

Telur dari ikan nilem juga memiliki ukuran, bentuk dan warna yang berbeda-beda dari
40 butir telur yang dijadikan sampel (Fahry, 2010).
Dari 10 sampel telur pada data pengamatan morfologi telur yang sebelum
diawetkan berdiameter 0,86-1,41 (m), pada telur yang sesudah diawetkan
menggunakan larutan Gilson berdiameter 0,69-0,89 (m), dan pada telur yang
diawetkan dengan menggunakan formalin 10% berdiameter 0,69-0,95 (m),
sedangkan pada telur yang sudah diawetkan dengan cara pendinginan yaitu berdiameter
1,06-1,61 (m) (Sharifuddin, 2010).
Dari keseluruhan sampel telur yang telah diawetkan hampir semuanya mengalami
penyusutan diameter kecuali telur yang diawetkan dengan cara pendingin. Penyusutan
diameter telur yang diawetkan dengan larutan formalin dikarenakan kandungan terbesar
dari formalin ialah alkohol, alkohol merupakan larutan dengan daya dehidrasi yang kuat
dan menyebabkan pengerasan dan pengerutan jaringan. Alkohol dapat mengkoagulasi
protein dan presipitasi glukogen dan melarutkan lemak. Sebagian besar di dinding sel
mikroba yang terdapat pada lapisan luar telur terdiri dari lemak, sehingga alkohol dapat
melarutkan lemak karena sifat alkohol tersebut dapat mendenaturasi lemak dalam
konsentrasi tinggi. Hal ini menyebabkan diameter telur ikan yang diawetkan dengan
larutan formalin mengalami penyusutan tiap harinya. Perubahan yang terjadi pada
diemeter telur yang diawetkan dengan larutan gilson tidak jauh berbeda dengan
pengawetan telur yang menggunakan larutan formalin, yaitu terjadi penuyusutan
diameter telur. Hal ini terjadi dikarenakan kandungan terbesar dari larutan gilson sama
dengan kandungan yang terdapat pada larutan formalin yaitu alkohol. Sedangakan pada
sampel yang di awetkan dengan cara didinginkan bertambah diameternya. Hal ini
terjadi karena keristal es yang terbentuk pada saat didinginkan di freezer mencair saat
keluarkan dari freezer. Air berasal dari kristal es diserap oleh telur higga diameternya
bertambah.(Effendie, 1979).

Dalam praktikum ini didapatkan tiga macam bentuk telur yaitu betuk bulat,
bentuk oval dan bentuk tidak beraturan. Telur ikan yang di awetakan dengan larutan
gilson memliki banyak telur yang bentuknya tidak berturan. Hal ini terajadi dikarenakan
jaringa selaput ovarium yang melindungi telur dilepaskan oleh larutan gilson sehingga
menyebabkan telur mudah hancur, karna pada saat praktikum telur diambil dengan
jarum pentul hingga telur yang diawetkan dengan larutan gilson pecah. Telur yamg di
awetkan dengan larutan formalin memiliki jumlah telur memiliki bentuk baik lebih
banyak dari yang di awetkan dengan larutan gilson, ini di karenakan larutan formalin
tidak terlalu merusak jaringan selaput ovarium yang melindungi telur. Sedangkan pada
telur yang diawetakn dengan cara di dinginkan hampir semuanya dalm bentuk baik. Ini
dikarenakan selaput ovarium yang didinginkan mejadi lebih keras hingga telur saat di
ambil dengan jarum pentul tidak pecah (Snyder, 1983).
Warna telur ikan sebelum diawetak semuanya berwarna kuning kecoklatan tetapi
setelah diawekan warnanya berubah. Hal ini terjadi karena lamnya pengawetan
mempengaruhi sel yang terdapat di dalam telur, semakin lama waktu pengawetan
semakin banyak sel yang mati hinggamemberi warna hitam pada telur. (Wahyuningsih
et. Al. 2006).
Pada praktikum kali ini menurut kelompok kami pengawetan telur yang paling
baik yaitu dengan cara pendinginan, karena pada data pengamatan terlihat bahwa
diameter telur tidak mengalami perubahan yang drastis. Tetapi menurut referensi yang
kami dapat yang paling bagus untuk mengawetkan telur ikan adalah larutan gilsson,
karena larutan gilson melepaskan jaringan selaput ovarium. Sehingga bentuk telur tetap
terjaga kondisinya serta warnanya tidak terlalu berubah. Tetapi dikarenakan dalam
praktikum ini menggunakan jarum pentul untuk mengambil telur, membuat telur ikan
yang selaput ovariumnya telah dipisahkan oleh larutan gilson menjadi pecah.
Sedangkan pada pengawetan dengan cara pendinginan selaput ovarium yang

melindungi telur menjadi lebih keras, sehingga pada saat diambil dengan jarum pentul
telur tidak mudah pecah (Snyder, 1983).

V.
V.1

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
Bentuk telur pada ikan nilem berbeda-beda berdasarkan perbedaan pengawetan.
Dari 10 sampel telur, 3 telur berbentuk bulat, 1 tak beraturan dan 6 berbentuk oval
pada telur yang belum diawetkan dengan warna kuning kecoklatan. Pengawetan
dengan menggunakan larutan Gilson terdapat 4 bentuk telur berbentuk bulat dan
6 bentuk telur tidak beraturan dengan warna kuning dan kuning kehitaman. Telur
berdasarkan pengawetan dengan formalin 10% memiliki 3 bentuk telur tidak
beraturan, 4 bentuk telur berbentuk oval dan 3 telur memiliki bentuk bulat dengan
warna kuning kehitaman dan kuning. Pengawetan dengan proses pendinginan
terdapat 4 bentuk bulat, 5 bentuk oval dan 1 bentuk tidak beraturan dengan warna
kuning kehitaman dan kuning bening. Diameter telur lebih kecil biasanya
mempunyai fekunditas yang lebih banyak, sedangkan yang memiliki diameter
telur yang besar cenderung memiliki fekunditas yang rendah. Semakin besar
ukuran diameter telur akan semakin baik, karena dalam telur tersebut tersedia

V.2

makanan cadangan sehingga larva ikan akan dapat bertahan lebih lama.
Saran
Pengambilan sampel telur pada ikan untuk pengamatan sebaiknya dilakukan

dengan hati-hati agar tidak merusak dan merubah bentuk telur, karena ketidak hatian
dalam pengambilan sampel menjadi salah satu penyebab kesalahan bentuk morfologi
telur.

DAFTAR PUSTAKA
Ardiwinata. 1984. Embriologi Perbandingan. Armica. Bandung.
Effendi, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Kanisius. Yayasan Pustaka Nusatama,
Jogjakarta.
Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.
Fahry Unus dan Sharifuddin Bin Andy Omar. 2010. Analisis Fekunditas dan Diameter
Telur Ikan Malalugis Biru (Decapterus macarellus Cuvier, 1833) Di Perairan

Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah. Torani (jurnal ilmu


kelautan dan perikanan). Vol. 20 (1) : 37-43.
Kamler, E. 1992. Early life history of fish. An energetic approach. Chapman and Hill.
London. 267p.
Kjorsvik, E., A. Mangor-Jensen, and I. Holmfjord. 1990. Egg quality in fishes.
Advances in Marine Biology, 26: 71-113.

Lani U. Gleason dan Ronald S. Burton. 2011. High-Throughput Molecular


Identification Of Fish Eggs Using Multiplex Suspension Bead Arrays.
Molecular ecology resources. 1-10.
Linhart, O., S. Kudo, R. Billard, V. Slechta, and E.V. Mikodina. 1995. Morphology,
composition and fertilization of carp eggs: A review. Aquaculture, 129: 75-93

Mujimin, 2008. Menghitung Fekunditas Telur Ikan. Teknisi Litkayasa Akuakultur. Vol.
3. No. 1.
Nagahama, Y. 1983. The fungsional morphology of teleost gonads. p. 187-212. In.
W.S. Hoar and Randall (Eds). Fish physiology IX A. Acad. Press. New York.
Peranginangin, Rosmawaty. 2008. Teknologi Pengolahan Telur Ikan. Squalen. Volume
3. Nomor 1.
Snyder, D. E . 1983. Fish eegs and larvae. Dalam L. A. Nielsen dan D.L. Johnson(ed),
Fisheries techniques, Hal. 165-197. American Fish. Soc, Maryland.
Sistina, Yulia. 1999. Biologi Larva Petunjuk Mata Kuliah dan Praktikum. Unsoed.
Purwokerto.
Wahyuningsih, Hesti et. Al. 2006. Buku Ajar Ikhtiologi. Universitas Sumatera Utara,
Medan.

LAMPIRAN
Perhitungan diameter telur Ikan Nilem (Osteochilushasselti)
Diameter Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) sebelum dikalibrasi
Diameter ikan berbentuk oval dan tak beraturan:

Diameter Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Sebelum Diawetkan


1.
2.
3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.

Diameter Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Setelah Diawetkan dengan


Menggunakan Larutan Gilson
1.

6.

2.

7.

3.
4.

8.
9.

5.
Diameter Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Setelah Diawetkan dengan
Menggunakan Formalin 10%

1.

6.
7.

2.
8.
9.

3.
4.
5.

Diameter Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Setelah Diawetkan dengan Cara
Pendinginan
1.

6.

2.

7.

3.

8.

4.
5.
Diameter Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) setelah dikalibrasi

Diameter Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Sebelum Diawetkan


1.

6.

2.

7.

3.

8.

4.

9.

5.
Diameter Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Setelah Diawetkan dengan
Menggunakan Larutan Gilson
1.

6.

2.

7.

3.

8.

4.

9.

5.
Diameter Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Setelah Diawetkan dengan Formalin
10%
6.
7.
8.

1.
2.
3.
4.
5.

Diameter Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Setelah Diawetkan dengan Cara
Pendinginan
1.

6.

2.

7.

3.

8.

4.

9.

5.

Telur yang diawetkan dengan larutan gilson

Bulat

Tidak beraturan

Telur yang di awetkan dengan larutan formalin

Bulat

Oval

Tidak beraturan

Telur yang di awetkan dengan didinginkan

Bulat

Oval

Tidak beraturan

Anda mungkin juga menyukai