Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Danau


Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun
dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang
lain serta mempunyai produktivitas biologi yang tinggi. (Satari 2001). Ekosistem
danau termasuk habitat air tawar yang memiliki perairan tenang yang dicirikan
oleh adanya arus yang sangat lambat sekitar 0,1-1 cm/detik atau tidak ada arus
sama sekali. Oleh karena itu residence time (waktu tinggal) air bias berlangsung
lebih lama.
Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu : danau alami dan danau buatan (Odum 1994). Danau alami merupakan
danau yang terbentuk sebagai akibat dari kegiatan alamiah, misalnya bencana
alam, kegiatan vulkanik dan kegiatan tektonik. Sedangkan danau buatan adalah
danau yang dibentuk dengan sengaja oleh kegiatan manusia dengan tujuan
tertentu dengan cara membuat bendungan pada daerah dataran rendah.
Pembagian danau menurut Payne (1986) dan Sumich (1992) berdasarkan
keadaan nutrisinya, danau dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
a. Danau oligotrofik, yaitu suatu danau yang mengandung sedikit nutrien (miskin
nutrien), biasanya lebih dalam dan produktivitas primernya rendah. Sedimen
pada bagian dasar kebanyakan mengandung senyawa anorganik dan
konsentrasi oksigen pada bagian hipolimnion tinggi. Walaupun jumlah
organisme pada danau ini rendah tetapi kenanekaragaman spesies tinggi.
b. Danau eutrofik, yaitu suatu danau yang mengandung banyak nutrien (kaya
nutrien), khususnya nitrat dan fosfor yang menyebabkan pertumbuhan algae
dan tumbuhan akuatik lainnya meningkat. Dengan demikian produktivitas
primer pada danau ini tinggi dan konsentrasi oksigen rendah. Walaupun
jumlah dan biomassa organisme pada danau ini tinggi tetapi keanekaragaman
spesies rendah.

c. Danau distrofik, yaitu suatu danau yang memperoleh sejumlah bahan-bahan


organik

dari

luar

danau,

khususnya

senyawa-senyawa

asam

yang

menyebabkan air berwarna coklat. Produktivitas primer pada danau ini rendah,
yang umumnya berasal dari fotosintesis plankton. Tipe danau distrofik ini juga
sedikit mengandung nutrien dan pada bagian hipolimnion terjadi defisit
oksigen. Suatu danau berlumpur mewakili bentuk danau distrofik ini.
Umumnya perairan danau selalu menerima masukan air dari daerah
tangkapan air sekitar danau, sehingga perairan danau cenderung menerima bahanbahan terlarut yang terangkut bersamaan dengan air yang masuk. Oleh karena itu
konsentrasi zat-zat yang terdapat di danau merupakan resultan dari zat-zat yang
berasal dari aliran air yang masuk (Pyne 1986). Kualitas perairan danau sangat
tergantung pada pengelolaan atau pengendalian daerah aliran sungai (DAS) yang
berada di atasnya.
Menurut Goldman dan Horne (1983), berdasarkan nutrien (tingkat
kesuburan) danau diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu : danau eutrofik, danau
oligotrofik dan danau mesotrofik. Danau eutrofik (nutrien tinggi) merupakan
danau yang memiliki perairan yang dangkal, tumbuhan litoral melimpah,
kepadatan plankton lebih tinggi, sering terjadi blooming alga dengan tingkat
penetrasi cahaya matahari umumnya rendah. Sementara itu danau oligotrofik
adalah danau dengan nutrien rendah, biasanya memiliki perairan yang dalam
dengan bagian hipolimnion lebih besar dibandingkan dengan epilimnion.
Berdasarkan tingkat kesuburannya Purnomo et al. (1993) mengelompokkan
perairan seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Tingkat Kesuburan Perairan
Tipe Trofik

Kedalaman

Warna Air

Prosuktivitas Primer
(mgC/m3/hari)

Oligotrofik
(kurang subur)
Mesotrofik
(agak subur)

Sangat
dangkal

Hijau atau biru dengan


transparansi cukup tinggi

0-200

Dangkal

200-750

Relatif
dangkal

Hijau kekuningan atau


kecoklatan dengan
transparansi terbatas

>750

Eutrofik
(sangat subur)

Sumber : Purnomo et al. 1993

2.2 Situ Cileunca


Situ Cileunca berada 45 km selatan kota Bandung merupakan salah satu situ
yang terletak di Pangalengan, Bandung Jawa Barat yang dibangun pada tahun
1919 sampai dengan tahun 1926. Pada masa pemerintahan Belanda. Situ Cileunca
mempunyai Luas 180 ha, yang berada pada ketinggian 1400 dpl, volume air 11
.500.000 m, kedalaman air 6-10 m. Situ ini diapit oleh empat desa, yakni
Warnasari, Margamekar, Pulosari dan Margaluyu Situ Cileunca sebenamya ada 2
buah satu diatas (Situ Cipanunjang dengan luas 210 ha) yang merupakan inlet dan
Situ Cileunca (Hakim 2007).

Gambar 2. Situ Cileunca


Sumber : Dinas Pariwisata Kota Bandung
Situ memiliki fungsi penting, baik secara ekologis maupun ekonomis.
Fungsinya sebagai tempat penampungan air, konservasi sumberdaya perairan,
pengembangan ekonomi lokal maupun tempat rekreasi. Disamping itu, perairan
situ merupakan salah satu bentuk perairan umum yang bersifat terbuka (open
access), milik umum (common property) dan bersifat sebaguna. Perairan Situ
Cileunca mempunyai beberapa parameter biolimnologi, antara lain suhu airnya
berkisar antara 20,1-23,8C. Kecerahan di Situ Cileunca berkisar antara 50-80
cm dengan pH berkisar antara 6,5-9,0, oksigen terlarut di Situ Cileunca berkisar
antara 0-6,8 ppm (Tjahjo dan Purnamaningtyas 2010).

2.3 Peternakan Sapi Perah


Sejak zaman penjajahan Belanda, Pangalengan dikenal sebagai daerah
peternakan sapi perah yang maju. Penduduk sekitar Kecamatan Pangalengan
semakin mengembangkan usaha peternakan sapi seperti di Desa Warnasari,
Margamekar, Pulosari dan Margaluyu. Keempat desa tersebut terletak di sekitar
Situ Cileunca (Gambar 3).

Gambar 3. Peta Desa Sekitar Situ Cileunca


Sumber : Peta Kecamatan Pangalengan dan Citra Wikimapia
Danuwijaya (2009) menyatakan jumlah peternak sapi telah mencapai 4.500
orang dengan jumlah sapi 18.500 ekor. Populasi sapi yang meningkat ternyata
belum disertai manajemen pengelolaan limbah yang memadai. Keterbatasan lahan
menyebabkan para peternak berpikir pendek dan membuangnya begitu saja ke
aliran sungai tanpa diolah. Limbah ini menyumbang persoalan meningkatnya
bahan organik, pencemaran lingkungan dan kandungan bakteri Eschericia coli (ecoli). Candana (2009) menyatakan bahwa peternakan sapi tersebut dalam sebulan
menghasilkan limbah kotoran mencapai 22.000 ton dan limbah susu basi
mencapai 202.5 ton. Sebagian besar limbah organik tersebut masuk ke Situ
Cileunca.

2.4 Produktivitas Primer


Produktivitas primer adalah produksi sejumlah bahan organik yang
dihasilkan melalui proses fotosintesis (Wetzel 2001). Odum (1993) menambahkan
produktivitas primer di suatu sistem ekologi sebagai laju penyimpanan energi
radiasi melalui aktivitas fotosintesis dan kemosintesis dari produser atau
organisme (terutama tumbuhan hijau) dalam bentuk bahan organik yang dapat
digunakan sebagai bahan pakan. Pembentukan senyawa organik dari senyawa
anorganik pada umumnya hanya dapat dilakukan oleh organisme yang
mempunyai klorofil lewat jalur fotosintesis. Wetzel (2001) menyatakan bahwa di
dalam ekosistem akuatik sebagian besar produktivitas primer dilakukan oleh
fitoplankton, dimana fitoplankton dapat mengubah zat-zat anorganik menjadi
bahan organik dengan bantuan cahaya matahari melalui proses fotosintesis yang
hasilnya disebut dengan produksi primer.
Produktivitas primer pada dasarnya tergantung pada aktivitas fotosintesis
dari organisme autrotof yang mampu mentransformasi karbondioksida menjadi
bahan organik dengan bantuan sinar matahari. Oleh karena itu pendugaan
produktivitas primer alami didasarkan pada pengukuran aktivitas fotosintesis yang
terutama dilakukan oleh fitoplankton. Besarnya produktivitas primer fitoplankton
dapat diperoleh melalui perubahan produksi oksigen atau laju asimilasi karbon.
Reaksi fotosintesis secara sederhana dapat diringkas dalam persamaan umum
sebagai berikut (Wetzel 2001):
cahaya
6CO2 + 12 H2O

Pigmen reseptor

C6H12O6 + 6H2O + 6O2

Dalam konsep produktivitas primer dikenal dengan istilah Produktivitas


Primer Kotor atau Gross Primer Productivity (GPP) dan Produktivitas Primer
Bersih atau Net Primer Productivity (NPP). GPP adalah laju produktivitas primer
zat organik dari jaringan tumbuhan termasuk yang digunakan untuk keperluan
respirasi. NPP adalah laju produktivitas primer zat organik dikurangi dengan yang
digunakan

untuk

respirasi.

Pada

umumnya

profil

vertikal

penyebaran

10

produktivitas primer mempunyai kurva yang menunjukkan adanya suatu nilai


maksimum pada kedalaman tertentu. Nilai maksimum yang terjadi pada lapisan
yang lebih dalam bisa lebih baik daripada nilai maksimum yang terjadi pada
lapisan permukaan (Khan 1980).
Profil penyebaran produktivitas primer secara vertikal tersebut sangat
dipengaruhi oleh kelimpahan atau penyebaran fitoplankton secara vertikal. Pada
umumnya apabila kelimpahan fitoplankton besar, maka nilai produktivitas primer
juga akan besar. Akan tetapi menurut Odum (1993) nilai produktivitas primer
tersebut juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti intensitas cahaya
matahari, suhu dan ketersediaan nutrien, serta gas-gas terlarut. Nilai produktivitas
primer fitoplankton sangat bervariasi dari satu lapisan ke lapisan perairan lainnya
dan dari satu lokasi ke lokasi lainnya serta dari waktu ke waktu di dalam satu
perairan.

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer


2.5.1 Suhu
Suhu merupakan parameter lingkungan perairan yang merupakan salah satu
parameter yang mengatur baik proses fisik maupun proses kimiawi yang terjadi di
dalam suatu perairan. Suhu perairan akan mempengaruhi kelarutan oksigen,
komposisi substrat, kekeruhan maupun kecepatan reaksi kimia di dalam air. Di air
tawar suhu akan menurun dengan bertambahnya kedalaman. Peningkatan suhu
juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air. Menurut Effendi (2003)
peningkatan suhu menyebabkan peningkatan metabolisme dan respirasi organisme
air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan
suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh
mikroba. Suhu dapat menyebabkan stratifikasi pada danau/waduk.
Lapisan danau dibedakan menjadi epilimnion yaitu lapisan bagian atas yang
lebih hangat, hypolimnion yaitu lapisan bagian bawah yang lebih dingin, dan
metalimnion dengan thermoklin di antara kedua lapisan tersebut (Goldman, dan
Horne 1983). Thermoklin adalah lapisan air yang berada diantara lapisan
permukaan yang lebih hangat (epilimnion) dan lapisan dasar yang lebih dingin

11

(hipolimnion). Menurut Effendi (2003) pada lapisan thermoklin terjadi penurunan


suhu secara tajam. Dalam hal ini intensitas cahaya yang masuk dalam suatu
perairan akan menentukan derajat panas perairan, semakin banyak sinar matahari
yang masuk ke dalam suatu perairan, semakin tinggi suhu airnya. Namun semakin
bertambahnya kedalaman, semakin rendah suhu airnya (Welch 1980).
2.5.2 Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya (penyinaran) adalah jumlah energi yang diterima oleh
bumi pada waktu dan area tertentu (Wetzel & Liken 1979). Jumlah energi yang
diterima oleh bumi bergantung pada kualitas dan lama periode penyinaran yang
merupakan faktor abiotik utama yang sangat menentukan laju produktivitas
primer perairan. Intensitas cahaya matahari sering menjadi faktor pembatas yang
sangat cepat memudar karena dipengaruhi oleh kedalaman dan kekeruhan (Boyd
1982). Umumnya fotosintesis bertambah sejalan dengan bertambahnya intensitas
cahaya sampai pada suatu nilai optimum tertentu (cahaya saturasi). Diatas nilai
tersebut cahaya merupakan pembatas bagi fotosintesis (cahaya inhibisi). Pada titik
ini tingkat aktivitas fotosintesis akan semakin menurun sejalan dengan
bertambahnya kedalaman. Semakin dalam perairan intensitas cahaya akan
semakin berkurang dan merupakan cahaya penghambat sampai pada kedalaman
dimana fotosintesis sama dengan respirasi (Benefield and Randall 1980). Sebagai
ilustrasi dapat dilihat dari gambar 4.

Gambar 4. Hubungan Intensitas Cahaya dan Fotosintesis Danau


Sumber: Benefield and Randall. 1980

12

2.5.3 Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman (pH) merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen
dalam perairan yang menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air.
Menurut Mackereth et al. (1989) pH terkait sangat erat dengan kandungan karbon
dioksida dan alkalinitas. Pada pH yang kurang dari 5 alkalinitasnya bisa tidak
terdeteksi. Makin tinggi nilai pH semakin tinggi nilai alkalinitas dan makin rendah
kandungan karbon dioksida bebasnya. Toksisitas dari senyawa kimia juga
dipengaruhi oleh pH. Nilai pH normal suatu perairan danau adalah 6-9 (Goldman
& Horne 1983).
Senyawa amonium yang dapat terionisasi benyak ditemukan pada perairan
dengan pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Pada suasana
alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan amonia yang tidak terionisasi
(unionized) dan bersifat toksik. Amonia lebih mudah terserap kedalam tubuh
organisme akuatik dibandingkan amonium. Proporsi dari total amonia nitrogen
yang tidak terionisasi (NH3) akan meningkat dengan meningkatnya suhu dan pH
(Boyd 1982). Proses biokimiawi perairan seperti nitrifikasi sangat dipengaruhi
oleh nilai pH. Proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Pada pH 4,5 -5,5
proses nitrifikasi akan terhambat (Effendi 2003). Selanjutnya Effendi (2003)
menjelaskan bakteri pada umumnya tumbuh dengan baik pada pH netral dan
alkalis. Oleh karena itu proses dekomposisi bahan organik berlangsung lebih cepat
pada kondisi pH netral dan alkalis. Jika dalam suatu perairan terdapat bahan
organik yang tinggi, maka hasil dekomposisi bahan organik tersebut diantaranya
adalah karbon dioksida.
2.5.4 Oksigen Terlarut/Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen terlarut dalam perairan merupakan konsentrasi gas oksigen yang
terlarut di dalam air yang berasal dari proses fotosintesa oleh fitoplankton atau
tumbuhan air lainnya di zone eufotik, serta difusi dari udara (APHA 2005).
Oksigen terlarut merupakan zat yang paling penting dalam sistem kehidupan di
perairan, dalam hal ini berperan dalam proses metabolisme oleh makro dan
mikroorganisme yang memanfaatkan bahan organik dari fotosintesis. Selain itu
juga mempunyai peranan yang penting dalam penguraian bahan-bahan organik

13

oleh berbagai jenis mikroorganisme yang bersifat aerobik (APHA 2005), sehingga
jika ketersedian oksigen tidak mencukupi akan mengakibatkan lingkungan
perairan dan kehidupan dalam perairan menjadi terganggu, sekaligus akan
menurunkan kualitas air.
Kadar oksigen terlarut diperairan yang sama dengan kadar oksigen teoritis
disebut kadar oksigen jenuh atau saturasi. Sedangkan kadar oksigen yang lebih
kecil dari kadar oksigen secara teoritis disebut tidak jenuh, yang melebihi nilai
jenuh disebut super saturasi. Kejenuhan oksigen diperairan dinyatakan dengan
persen saturasi (Effendi 2003). Bahan organik dari sumber alam atau domestik
merupakan limbah yang menyebabkan terjadinya penurunan kelarutan oksigen di
perairan (Golman & Horne 1983). Keberadaan oksigen terlarut di perairan sangat
dipengaruhi oleh suhu, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen
berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian, dan berkurangnya
tekanan atmosfer (Jeffries and Mills 1996) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tebel 2. Status Kualitas Air Berdasarkan Kadar Oksigen Terlarut
No

Kadar Oksigen
Status Kualitas Air
Terlarut (mg/l)
1
> 6.5
Tidak tercemar sampai tercemar ringan
2
4.5 6.4
Tercemar ringan
3
2.0 4.4
Tercemar sedang
4
< 2.0
Tercemar berat
Sumber: Jeffries/Mills, 1996

2.5.5 Biochemical Oxygen Demand (BOD)


Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya
oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik,
pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik
ini digunakan oleh organism sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari
proses oksidasi (Salmin 2005).
BOD5 merupakan salah satu indikator pencemaran organic pada suatu
perairan. Perairan dengn nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut
tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologis
dengan melibatkan mikroba melalui system oksidasi aerobik dan anaerobik. PP

14

Nomor 82 Tahun 2001 menyatakan bahwa tingkat pencemaran suatu perairan


dapat dinilai berdasarkan nilai BOD5-nya (Tabel 3).
Tabel 3. Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD5
No
Nilai BOD5
Status Kualitas Air
1
2 mg/l
Kelas I (bahan baku air minum)
2
3 mg/l
Kelas II (prasarana/sarana rekreasi)
3
6 mg/l
Kelas III (pembudidayaan ikan air tawar)
4
12 mg/l
Kelas IV (mengairi pertamanan)
Sumber: PP Nomor 82 Tahun 2001

2.5.6 Dissolved Inorganic Nitrogen (DIN)


Dissolved Inorganic Nitrogen (DIN) atau nitrogen anorganik terlarut di
perairan terdiri dari ammonia (NH3-N), nitrat (NO3-N) dan nitrit (NO2-N).
Nitrogen dalam bentuk senyawa anorganik dimanfaatkan oleh tumbuhan tersebut
menjadi protein nabati selanjutnya dimanfaatkan oleh organisme hewani sebagai
pakan (Wardoyo 1982). Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrisi utama bagi pertumbuhan fitoplankton, yang dihasilkan dari
proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi 2003). Nybakken
(1992) melengkapi bahwa nutrien anorganik utama yang paling dibutuhkan
fitoplankton untuk tumbuh dan berkembangbiak ialah nitrogen (dalam bentuk
nitrat) dan fosfor (dalam bentuk fosfat). Pada umumnya nitrogen diabsorbsi oleh
fitoplankton dalam bentuk nitrat (NO3-N) dan ammonia (NH3-N). Fitoplankton
lebih banyak menyerap ammonia dibandingkan dengan nitrat, karena lebih banyak
dijumpai di perairan baik dalam kondisi aerobik maupun anaerobik (Welch 1980).
Selain itu penggunaan nitrat membutuhkan penambahan energi seperti adanya
enzim nitrat reduktase (Goldman & Horne 1983). Pada kondisi anaerobik senyawa
organik nitrogen dirubah menjadi ammonia yang pada konsentrasi tertentu bersifat
racun terhadap organisme air. Goldman dan Horne (1983) menjelaskan terdapat
perbedaan antara nitrat dan ammonia dalam hal toxisitas dan mobilitasnya.
Dimana toxisitas ammonia lebih tinggi dari pada nitrat sedangkan mobilitasnya
lebih rendah dari pada nitrat.

15

Senyawa nitrogen sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut dalam


air. Pada saat kandungan oksigen rendah nitrogen banyak terdapat dalam bentuk
ammonium (NH4+) dan saat kandungan oksigen tinggi nitrogen banyak terdapat
dalam bentuk nitrat (NO3-). Urutan reaksi oksidasi ammonia menjadi nitrit
dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas. Oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh
bakteri Nitrobacter secara sederhana seperti berikut (Wetzel 2001) yaitu:
2NH4+ + 3O2

4H+ + 2H2O + 2NO2Nitrosomonas

2NO2- + O2

2NO3Nitrobacter

Konsentrasi dari bentuk-bentuk nitrogen yang lain (selain nitrat) yang


digunakan oleh produser adalah amonium, urea, asam-asam amino dan dapat
bervariasi, namun secara umum rendah dan lebih rendah dari kadar nitrat. Nitrit
merupakan salah satu bentuk nitrogen yang terdapat dalam perairan. Nitrogen
dalam bentuk nitrit merupakan bentuk antara nitrat dan ammonia, baik dalam
proses oksidasi ammonia menjadi nitrat maupun dalam reduksi nitrat menjadi
nitrit (APHA 2005). Hal inilah yang menyebabkan kandungan nitrit dalam
perairan berada dalam jumlah yang paling sedikit. Selain nitrit, senyawa nitrogen
lainnya adalah ammonia yang banyak terdapat dalam proses produksi urea.
Adapun sumber utama ammonia di dalam perairan adalah pemecahan nitrogen
organik (protein dan urea) dan nitrogen organik yang terdapat di dalam tanah dan
air yang berasal dari proses dekomposisi bahan organik.
2.5.7 Dissolved Inorganic Phosphorus (DIP)
Fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas di perairan, melainkan dalam
bentuk senyawa anorganik terlarut atau Dissolved Inorganic Phosphorus (DIP)
yang terdiri dari ortofosfat dan polifosfat serta senyawa organik partikulat. Fosfat
merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan (Effendi 2003)
dan nutrien yang ensensial bagi tumbuhan sehingga menjadi faktor pembatas dan
mempengaruhi produktivitas perairan. Goldman dan Horne (1983) menyatakan
bahwa fitoplankton hanya dapat menggunakan fosfor dalam bentuk fosfat (PO 4-)

16

untuk pertumbuhannya. Parsons et al. (1984) menyatakan bahwa fosfor di


perairan berada dalam tiga bentuk utama yaitu fosfor anorganik terlarut, fosfor
organik terlarut dan fosfor partikulat. Grahame (1987) menambahkan bahwa
fosfor terlarut utama adalah ortofosfat anorganik (PO4-) atau yang secara
sederhana disebut fosfat. Wetzel (2001) menyatakan bahwa ortofosfat merupakan
bentuk senyawa dengan unsur dasar P yang efektif bagi pertumbuhan
fitoplankton. Kisaran fosfat yang optimum bagi petumbuhan fitoplankton adalah
0.09 1.80 mg/l.

Anda mungkin juga menyukai